BAB I PENDAHULUAN. wajib menjamin kesehatan bagi warganya. Peran aktif serta pemerintah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan berkembang sangat pesat

BAB I PENDAHULUAN. Upaya ini dimaksudkan untuk menunjang pencapaian cita-cita bangsa

BAB I PENDAHULUAN. tradisional, Peningkatan kesehatan dan Pencegahan penyakit, Penyembuhan penyakit dan Pemulihan kesehatan, Kesehatan reproduksi,

LILIK SUKESI DIVISI GUNJAL HIPERTENSI DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM R.S. HASAN SADIKIN / FK UNPAD BANDUNG

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal penting bagi kesejahteraan masyarakat. Kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang harus ditunaikannya dimana ia berkewajiban untuk menangani hal-hal yang

PENDAHULUAN. unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

ASPEK LEGALITAS TINDAKAN HEMODIALISIS RULLY ROESLI BANDUNG

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. 1 Kesehatan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. 1 Secara umum, setiap orang yang

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dalam menunjang kesehatan dari masyarakat. Maju atau

BAB I PENDAHULUAN. bersosialisasi dan sebagainya. Setiap orang dianggap mampu untuk menjaga

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pasien, dikenal dengan istilah transaksi terapeutik. Menurut Veronica

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjang aktifitas sehari-hari. Manusia melakukan berbagai upaya demi

Aspek Etik dan Hukum Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. sehat dengan umur yang panjang adalah harapan bagi setiap orang. Tidak

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. continental dan sistem Anglo Saxon. Perkembangan hukum secara. campuran karena adanya kemajemukan masyarakat dalam menganut tingkat

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan perorangan meliputi pelayanan, promotif, preventif, kuratif, dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Perlindungan Hukum terhadap Pasien BPJS Kesehatan dalam Mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan sebuah teori yang disebut dengan Zoon Politicon. Teori

BAB I PENDAHULUAN. termaktub dalam Pasal 28H Ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. melalui pasal 28 huruf H ayat (1), Undang undang Dasar Negara Republik

BAB III TINJAUAN TEORITIS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. konsekuensi yang ditanggung oleh masyarakat, komunitas, pelaku bisnis, dan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA TANGERANG SELATAN. Menimbang : a. bahwa pembangunan di bidang kesehatan pada. dasarnya ditujukan untuk peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4, yaitu melindungi. perdamaian abadi dan keadilan sosial. 2

I. PENDAHULUAN. pelayanannya dilakukan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya,

BAB I PENDAHULUAN. Operasi bedah Caesar (Caesarean Section atau Cesarean Section) atau

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DALAM PELAKSANAAN INFORMED CONSENT 1 Oleh : Indra Setyadi Rahim 2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

vii DAFTAR WAWANCARA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB III ABORSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad Kota Pekanbaru. Penelitian dilakukan. peneliti menggunakan pcrtimbangan sendiri dengan berbekal pengetahuan yang

INFORMED CONSENT ATAS TINDAKAN KEDOKTERAN DI RUMAH SAKIT GRHASIA PAKEM YOGYAKARTA *

tindakan pendidikan serta kondisi dan situasi pasien.

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan sarana pelayan kesehatan yang dapat meng-cover. berbagai masalah kesehatan. Pembangunan kesehatan bertujuan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia telah menentukan cita-cita dan

BAB III ANALISIS DAN KAJIAN YURIDIS MENGENAI EUTHANASIA DIPANDANG DARI SEGI HAM

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem

BAB I PENDAHULUAN. maka tidak heran jika mereka akan berusaha sedemikian rupa untuk

I. PENDAHULUAN. hidup layak dan baik. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu

I. PENDAHULUAN. mendapatkan sorotan dari masyarakat, karena sifat pengabdianya kepada

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 93 Tahun 2016 Seri E Nomor 45 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 93 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. terkait dalam bidang pemeliharaan kesehatan. 1 Untuk memelihara kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilakukan oleh semua

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMO 3 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. maupun tenaga kesehatan yang ada di tempat-tempat tersebut belum memadai

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

ABSTRAK. Kata kunci : Informed Consent, kesehatan, medis

I. PENDAHULUAN. hubungan antara ketiganya selalu diatur dengan peraturan-peraturan tertentu agar

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit merupakan instansi penyedia layanan kesehatan untuk

BAB I PENDAHULUAN. seperti: investasi dalam pembelian ternak, pembelian tanah pertanian, atau

INFORMED CONSENT ANTARA DOKTER DENGAN PASIEN DALAM MELAKUKAN TINDAKAN MEDIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PANDUAN INFORMED CONSENT

BAB I PENDAHULUAN. tentang pelayanan kesehatan yang berkualitas. Pelayanan kesehatan

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PENATA ANESTESI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN. Disajikan Pada : RAPAT 23 SEPTEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. Seperti kita ketahui bahwa masalah kesehatan bukanlah merupakan

GUBERNUR SUMATERA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Hampir dua dekade profesi perawat Indonesia mengkampayekan

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

Oleh R. Hari Purwanto ABSTRAK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatakan bahwa setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yaitu dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. haknya. Bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang

Inform Consent. Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L

Pedoman Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran (Informed Consent)

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan hewan untuk dikonsumsi, namun juga untuk beberapa hewan,

ASPEK HUKUM REKAM MEDIS By: Raden Sanjoyo D3 Rekam Medis FMIPA Universitas Gadjah Mada

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan jaman yang semakin pesat membuat masyarakat kini menjadi lebih sadar lagi mengenai pentingnya kesehatan bagi dirinya sendiri maupun keluarganya. Hal ini yang kemudian mendorong masyarakat lebih aktif lagi dalam meminta informasi mengenai aspek kesehatan dalam suatu tindakan medis sebagai upaya dalam pencarian solusi bagi permasalahan kesehatannya. Pemerintah sebagai pelaksana roda pemerintahan dalam suatu negara wajib menjamin kesehatan bagi warganya. Peran aktif serta pemerintah diperlukan untuk mewujudkan tipe negara kesejahteraan (welfare state) seperti tercantum didalam tujuan negara Indonesia yaitu di Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945 alenia IV yang menyatakan, untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum. 1 Cita-cita negara untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakatnya diimplentasikan kembali pada Pasal 28 H ayat (1) yang isinya adalah setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan 1 Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Pembukaan 1

2 mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. 2 Melalui pasal ini ini, dapat diketahui bahwa kesehatan merupakan suatu hal penting untuk menunjang kesejahteraan seseorang sehingga aspek kesehatan hendaklah dapat diakomodir dengan baik dengan di bentuk suatu peraturan yang terkait. Pengaturan peraturan mengenai kesehatan di Indonesia sendiri diatur dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang merupakan Undang-Undang pengganti dari peraturan yang terdahulu yaitu Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Pada consideran atau dasar menimbang Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 telah dipaparkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, sehingga di ketahui bahwa aspek kesehatan di dalam kehidupan manusia sangatlah penting peranannya sebagai penunjang agar dapat menjalankan aktifitasnya guna untuk mensejahterakan kehidupannya sendiri. Dasar dari hal yang telah dikemukakan didalam pembentukan perundangundangan dibidang kesehatan tersebut perlu diimplementasikan dengan baik oleh pemerintah melalui keberadaan tenaga kesehatan yang harus memiliki keahlian yang mumpuni, sehingga nantinya hubungan antara tenaga kesehatan dengan pasien didalam ilmu pengobatan itu akan didasarkan pada hubungan 2 Ibid, Pasal 28 H ayat (1)

3 kepercayaan yang mana pengobatan tersebut mempunyai tujuan untuk mengobati penyakit pasien. Berdasarkan pada fungsi penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang dilakukakan oleh tenaga kesehatan dalam upaya penyembuhan kepada pasien maka definisi tenaga kesehatan menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 1 angka (5) menyebutkan tenaga kesehatan adalah orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Lebih lanjut dijelaskan pada Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Pasal 2 ayat (1) jenis dari tenaga kesehatan terdiri atas: a. tenaga medis; b. tenaga keperawatan; c. tenaga kefarmasian; d. tenaga gizi; e. tenaga keterapian fisik; f. tenaga keteknisian medis. Seorang tenaga kesehatan yang mana pada saat menjalankan tugasnya seorang bekerja berdasarkan pada Standar Operating Procedure (SOP), ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya. sebagai contoh tugas pekerjaan tenaga kesehatan perawat adalah merawat penderita sakit dan membantu dokter dalam mengobatinya. Pada pelayanan keperawatan sendiri untuk menjaga mutu kualitas pelayanan keperawatan adalah dipergunakannya

4 Standar Asuhan Keperawatan. Asuhan keperawatan diberikan untuk membantu pasien/keluarga untuk memenuhi kebutuhan kesehatannya, sehingga pada tahapan-tahapan dalam proses keperawatan itu asuhan keperawatan dipandang sebagai upaya dalam pemecahan masalah serta sebagai persoalan ilmiah karena untuk menempuh tahapan dalam proses keperawatan harus berdasarkan pada proses keperawatan yang memadahi. 3 Perawat sebagai seorang tenaga kesehatan yang dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan Pasal 1 angka 2 menjelaskan perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan keperawatan baik di dalam dan di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sehingga, dapat diketahui perawat dalam menjalankan tugasnya pada saat proses perawatan yang dilakukan oleh perawat itu tidak lain memiliki tujuan untuk menunjang, melengkapi dan mengganti tindakan medis yang diterima oleh pasien pada umumnya, dimana pada saat menjalankan tugasnya perawat dapat pula dikatakan sebagai perpanjangan tangan dokter maksudnya adalah perawat atas perintah dan pengawasan dibawah dokter dapat melakukan tindakan-tindakan medis baik berupa diagnostik maupun terapeutik. Berdasarkan pada hal itu maka kemudian akan terjadi suatu perjanjian medis sebagai upaya penyembuhan terhadap pasien. Pasien sebagai obyek atas pelaksanaan suatu tindakan medis tidak lagi menjadi pihak yang pasif dimana 3 Sri Praptiningsih, 2007, Kedudukan Hukum Perawat Dalam Upaya Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 55-56

5 dahulu pasien hanya dihadapkan pada kondisi untuk meneriman tindakan medis dari tenaga kesehatan. Pada saat ini pasien memiliki hak untuk memilih tindakan medis apa yang akan diterimanya guna untuk menyembuhkan penyakitnya. Hak yang dimiliki oleh pasien pada saat pasien tersebut datang ke rumah sakit untuk melakukan tindakan pengobatan atas dirinya menimbulkan suatu perikatan yang kemudian akan berhubungan dengan pertanggung jawaban dari tenaga kesehatan yang menyangkut perjanjian perawatan dan perjanjian terapeutik. 4 Perikatan yang timbul pada saat terjadinya kesepakatan tindakan medis dapat dikaitkan dengan Pasal 1320 KUH Perdata yang harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut : 5 a. Kesepakatan dari mereka yang saling mengikatkan dirinya; b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; c. Suatu hal tertentu yang diperjanjikan; d. Suatu sebab (oorzaak) yang halal, artinya tidak terlarang. Dan pelaksanaan dari keabsahan dari suatu perjanjian pelaksanaanya harus dijalankan dengan asas itikad baik sesuai dengan ketentuan pada Pasal 1338 dan 1339 KUH Perdata. Dilihat dari segi hukum perikatan yang timbul antara pasien dengan rumah sakit maka dikenal dua macam perjanjian, yaitu: 6 4 Fred Ameln, Ibid, hlm. 41 5 Subekti (a), 2003, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT Intermasa, Jakarta, hlm. 134 6 Bahder Johan, 2005, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, PT Asdi Mahasatya, Jakarta, hlm. 13

6 a. Inspanningverbintenis, yakni perjanjian upaya, artinya kedua belah pihak yang berjanji berdaya upaya secara maksimal untuk mewujudkan apa yang diperjanjikan. b. Resultaatverbintenis, yakni suatu perjanjian bahwa pihak yang berjanji akan memberikan suatu resultaat, yakni suatu hasil yang nyata sesuai yang diperjanjikan. Hubungan hukum yang terjadi diantara dokter dan pasien secara keperdataan dapat berwujud : 7 a. Relasi medis, dan juga b. Relasi hukum, dalam hal ini disebut kontrak (perjanjian) medis, yang bila hanya dalam rangka penyembuhan (kuratif) disebut Kontrak Terapeutis. Adapun dari hubungan hukum tersebut saling berkaitan karena relasi medis mengatur hubungan yang tidak hanya kuratif tetapi preventif (pencegahan), rehabilitatif ataupun promotif (peningkatan kesehatan), kemudian dari tindakan penyembuhan yang dilakukan tersebut muncul relasi hukum yang dalam hal ini adanya perikatan (antara lain perjanjian) yang terjadi diantara dokter dan juga pasien. Adapun perjanjian medis yang ada dapat tertulis bisa pula tidak tertulis. Di tinjau dari hukum perikatan hubungan tersebut temasuk perjanjian Inspanningverbintenis atau pejanjian upaya, yang konsep dari pejanjian upaya ini merupakan usaha dari dokter untuk berkewajiban menjalankan pelayanan 7 Fred Ameln, Ibid, hlm. 15

7 kesehatan semaksimal mungkin bagi pasiennya tetapi ia tidak berkewajiban untuk memberikan hasil yang nyata atas tindakan penyembuhannya itu atau disebut dengan Resultaatverbintenis. Hubungan hukum yang terjadi antara perawat dengan pasien terjalin karena keahlian dari perawat yang merupakan tenaga professional yang memiliki kedudukan setara dengan dokter dalam penanganan pasien di rumah sakit sesuai dengan batas kewenangannya. Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh perawat memegang arti penting dalam menyelenggarakan perawatan orang sakit atau secara khusus untuk mendalami bidang perawatan tertentu seperti ahli anastesi, ahli perawatan ruang gawat darurat (berdasarkan ilmu keperawatan). 8 Hubungan antara perawat dengan pasien dapat dimaknai sebagai pelaksanaan keperawatan yang lebih condong pada suatu kontrak dimana ada upaya dari perawat untuk melakukan tindakan-tindakan pengamatan, perawatan dan pengurusan secara langsung kepada pasiennya atau disebut perjanjian Inspanningverbintenis sehingga diharapkan adanya suatu tindakan/upaya yang nyata atas tindakan-tindakan teknis yang langsung dilakukannya yang dalam hal ini dikategorikan sebagai Resultaatverbintenis. Pada hubungan hukum tersebut kemudian dapat dipahami bahwa dalam menjalankan tugasnya dokter, perawat maupun tenaga medis lainnya memiliki tanggung jawab yang besar dalam menjalankan profesinya. Apalagi disisi lain pertanggung jawaban itu lebih luas cakupannya saat dilihat dari hubungan 8 Sri Praptiningsih, Op.cit, hlm. 19

8 pelimpahan wewenang tindakan medis dari dokter kepada perawat. Pelimpahan wewenang yang diatur dalam Undang-Undang Keperawatan dilaksanakan secara delegatif dan mandat. Perbedaan diantara keduanya adalah jika pada pelimpahan wewenang delegatif diberikan oleh dokter kepada perawat sesuai dengan kompetensi dan tanggung jawabnya, sedangkan dalam pelimpahan wewenang mandat diberikan oleh dokter sebagai pemberi kewenangan kepada perawat dan tanggung jawab tetap berada pada pemberi kewenangan Hubungan pendelegasiannya sendiri dasar hukumnya ada dalam suatu arrest Hoge Raad tanggal 4 November 1952, yang mana ketentuan ini berlaku pula untuk perawat yang kemudian dikenal dengan teori verlengde arm van de artsatau dinamakan perpanjangan lengan dokter. 9 Bahwa maksud dari hal itu adalah dimungkinkan bagi dokter untuk menyerahkan pelaksanaan tindakan medis yang akan dilakukan kepada pasien dengan mengingat sifat penyakit dan kondisi pasien untuk kemudian diserahkan kepada perawat. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK. 02. 02/MENKES/148/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat (selanjutnya disebut PERMENKES RI No. 148 / 2010) disebutkan tatanan tindakan yang termasuk wewenang profesi perawat, yaitu: 10 a. Pelaksanaan tindakan mandiri perawat berupa asuhan keperawatan; 9 Fred Ameln, Ibid, hlm. 77 10 Ricky Ronaldy Jusuf Therik, 2012, Tesis : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Tindakan Medis Oleh Perawat Dalam Pelayanan Kesehatan Di RSUD Prof. Dr. W. Z, Johannes Kupang Pada Tahun 2012, Yogyakarta

9 b. Pelaksanaan tindakan kedokteran (medis) berdasarkan instruksi dokter; c. Pelaksanaan asuhan keperawatan dan tindakan medis tanpa pelimpahan wewenang dokter (mandiri). Lingkup praktik keperawatan ini dilakukan dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada dokter ditempat kejadian, serta bagi perawat yang menjalankan praktik di daerah yang tidak ada dokter dalam menjalankan tugas pemerintah. Sekalipun telah disebutkan mengenai kewenangan tindakan keperawatan dalam PERMENKES RI No. 148 / 2010 tetapi masih saja ada batasan yang tidak jelas, mengenai tindakan medis mana yang harus dilakukan sendiri oleh dokter atau tindakan medis mana yang dapat didelegasikan kepada perawat. Seperti yang terdapat dalam Pasal 9 PERMENKES No. 148 Tahun 2010 yang menyatakan perawat dalam melakukan praktek harus sesuai dengan kewenangan yang dimiliki, tetapi dalam Pasal 10 dikategorikan tindakan mandiri dapat dilakukan oleh perawat hanya sebatas jika berada dalam keadaan darurat untuk menyelamatkan nyawa pasien serta apabila perawat yang sedang menjalankan praktik di daerah dan tidak tersedianya dokter. Sehingga apabila terjadi suatu pendelegasian atas tindakan medis oleh perawat yang kemudian terjadi kelalaian pada saat terjadinya upaya penyembuhan maka akan sulit untuk ditarik kesimpulan siapa yang dapat dikenai pertanggung jawaban.

10 Dalam hal untuk dapat mengantisipasi kelalaian yang timbul dari pendelegasian tindakan penyembuhan yang dilakukan oleh dokter kepada perawat harus diatur secara jelas regulasi dan teknisnya. Pada pertimbangannya dokter secara yuridis dan moral dapat bertanggung jawab pada suatu kelalaian yang muncul pada saat perawat melakukan kesalahan dalam melakukan tindakan medis, karena apa yang dilakukannya oleh perawat itu merupakan instruksi dari dokter. Tetapi, tidak menutup kemungkinan bagi perawat untuk dapat dikenai pertanggung jawaban apabila tindakan yang dilakukannya tidak sesuai dengan instruksi dokter. 11 Proses pelimpahan tindakan medis pada umumnya sering dilakukan di tempat fasilitas pelayanan medis atau rumah sakit. Rumah sakit yang dimaksud tidak terbatas pada rumah sakit pemerintah maupun rumah sakit swasta, karena dimungkinkan tindakan pelimpahan wewenang ini dapat terjadi di setiap rumah sakit. Salah satu rumah sakit yang melakukan pelimpahan wewenang tindakan medis ini adalah Rumah Sakit Umum Daerah Muntilan Kabupaten Magelang. Penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Muntilan Kabupaten Magelang, karena pada proses pelimpahan yang terjadi di RSUD ini belum memiliki peraturan internal yang dapat memberikan perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan yang ada di RSUD untuk melakukan tindakan medis tersebut. Perlindungan hukum untuk melakukan proses pelimpahan wewenang diperlukan oleh tenaga kesehatan, sehingga harus ada suatu peraturan dibuat 11 Fred Ameln, Ibid, hlm. 79

11 oleh rumah sakit selaku organisasi penyedia pelayanan medik, pelayanan perawatan dan rehabilitasi serta penyelenggara pencegahan dan peningkatan kesehatan untuk melakukan manajemen terhadap pelaksanaan tindakan medis oleh tenaga kesehatannya baik itu merupakan tindakan mandiri yang harus dilakukan sendiri oleh seorang tenaga kesehatan maupun pada implementasi pelimpahan kewenangan tindakan medis kepada perawat. Hal ini bertujuan agar ada suatu jaminan terlaksananya pelayanan kesehatan, agar pendelegasian itu berlangsung baik dengan adanya suatu peraturan yang mengaturnya, agar dapat memberikan kepastian hukum bagi pasien selaku penerima suatu tindakan medis, dan dapat memberikan perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan baik dokter maupun perawat dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan standar profesinya masing-masing. Berdasarkan pada uraian-uraian pembahasan diatas, Penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitan hukum dengan judul Kedudukan Hukum Perawat Sebagai Tenaga Kesehatan Dalam Memberikan Pelayanan Medis di Rumah Sakit Daerah Muntilan Kabupaten Magelang. B. Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis ingin mengangkat beberapa pokok permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut :

12 1. Bagaimana hubungan hukum antara perawat dengan pasien di RSUD Muntilan Kabupaten Magelang di dalam pelaksanaan perjanjian medis ditinjau dari hukum perjanjian? 2. Bagaimana tanggung jawab perawat dalam hal adanya pendelegasian kewenangan tindakan medis dari dokter kepada perawat di RSUD Muntilan Kabupaten Magelang? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada latar belakang dan rumusan masalah sebagaimana dirumuskan diatas, tujuan yang ingin dicapai oleh penulis, yaitu : 1. Mengetahui dan mengkaji hubungan hukum antara perawat dengan pasien di RSUD Muntilan Kabupaten Magelang didalam pelaksanaan perjanjian medis ditinjau dari hukum perjanjian. 2. Mengetahui dan mengkaji tanggung jawab perawat dalam hal adanya pendelegasian kewenangan tindakan medis dari dokter kepada perawat di RSUD Muntilan Kabupaten Magelang. D. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai Kedudukan Hukum Perawat Sebagai Tenaga Kesehatan Dalam Memberikan Pelayanan Medis baru pertama kali dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Muntilan Kabupaten Magelang. Penelitian yang sebelumnya dilakukan sejauh yang diketahui oleh peneliti berdasarkan penelusuran kepustakaan yang ada di perpustakan Fakultas Hukum

13 Universitas Gadjah Mada adalah penelitian yang dilakukan oleh Peneliti Aidina Abadi, Christian Sinulingga, dan Eka Rahmawati dari Bagian Konsentrasi Perdata Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Meskipun ruang lingkup penelitian yang dilakukan adalah sama, tetapi terdapat beberapa perbedaan yaitu dari rumusan dan tujuan penelitian; tempat, waktu dan jenis penelitian, alat dan subyek penelitian serta cara pengumpulan dan analisis data. 1. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti Aidina Abadi dalam penulisan hukumnya yang berjudul Kedudukan Perawat Dalam Pelimpahan Wewenang Tindakan Medis Oleh Dokter, yang tempat penelitiannya adalah Di RSUD Djojonegoro Temanggung. 12 Rumusan masalah yang ditetapkan adalah : tindakan medis apa saja yang dapat dilimpahkan dokter kepada tenaga perawat di RSUD Djojonegoro Temanggung? dan bagaimana tanggung jawab yuridisnya apabila terjadi kerugian terhadap pasien, sebagai akibat kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan?. Tujuan penelitiannya secara objektif adalah untuk mengetahui tindakan medis yang dapat dilimpahkan oleh dokter kepada perawat di RSUD Djojonegoro Temanggung dan untuk mengetahui tanggung jawab yuridis jika terjadi kerugian pada pasien karena kelalaian, dengan tujuan subjektifnya untuk memperoleh data dalam rangka penyusunan penulisan hukum 12 Aidina Abadi, 2011, Kedudukan Perawat Dalam Pelimpahan Wewenang Tindakan Medis Oleh Dokter Di RSUD Djojonegoro Temanggung, skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

14 sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Perbedaan penelitian ini terdapat pada rumusan masalah yang mana pada penulisan hukum yang ditulis oleh peneliti Aidina Abadi lebih menitik beratkan pada penjabaran tindakan medis yang dilimpahkan kepada perawat dan tanggung jawab yuridis apabila ada kerugian akibat kelalaian dari tenaga kesehatan sedangkan rumusan permasalahan yang ditulis peneliti adalah kedudukan hukum perawat ditinjau dari hukum perjanjian serta tanggung jawab dari perawat apabila ada pendelegasian tindakan medis dari dokter kepada perawat. Perbedaan berikutnya ada pada lokasi penelitian, yaitu lokasi penelitian penulisan hukum terdahulu berada di RSUD Djojonegoro yang terletak di Temanggung sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti berada di RSUD Muntilan yang lokasinya ada di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. 2. Christian Sinulingga, 2011, Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Informed Consent Dan Tanggung Jawab Dokter Terhadap Pasien Dalam Perjanjian Terapeutik Di RSUD Bunda Thamrin Medan, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 13 13 Christian Sinulingga, 2011, Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Informed Consent Dan Tanggung Jawab Dokter Terhadap Pasien Dalam Perjanjian Terapeutik Di RSUD Bunda Thamrin Medan,, skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

15 Pada penulisan hukum ini permasalahannya berbeda yaitu membahas mengenai Informed Consent serta tanggung jawab dari dokter, yang dalam penelitian ini subyek penelitiannya adalah dokter sedangkan penulisan hukum yang dilakukan peneliti adalah kedudukan hukum perawat serta pertanggung jawaban perawat jika ada pendelegasian kewenangan dari dokter kepada perawat. 3. Eka Rahmawati, 2011, Tinjauan Keperdataan Terhadap Perjanjian Pelayanan Kesehatan Bagi Pasien Peserta Jaminan Kesehatan Masyarakat Di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 14 Peneliti Eka Rahmawati dalam penulisan hukumnya menyebutkan rumusan masalahnya adalah bagaimana pelaksanaan perjanjian pelayanan kesehatan bagi pasien peserta Jaminan Kesehatan Masyarakat di RSUD Gunung Jati Cirebon? dan bagaimana bentuk pertanggung jawaban yang diberikan RSUD Gunung Jati Cirebon terhadap pasien peserta Jamkesmas yang menderita kerugian dalam pelayanan kesehatan? dan tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian pelayanan kesehatan bagi pasien peserta Jaminan Kesehatan Masyarakat di RSUD Gunung Jati Cirebon dan untuk mengetahui bentuk pertanggung jawaban yang 14 Eka Rahmawati, 2011, Tinjauan Keperdataan Terhadap Perjanjian Pelayanan Kesehatan Bagi Pasien Peserta Jaminan Kesehatan Masyarakat Di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon, skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

16 diberikan RSUD Gunung Jati Cirebon terhadap pasien peserta Jamkesmas yang menderita kerugian dalam pelayanan kesehatan. Perbedaan dari penelitian ini ada pada pokok permasalahannya dimana permasalahan yang diangkat mengenai jaminan kesehatan serta tanggung jawab rumah sakit, sedangkan pada penelitian yang dilakukan peneliti mengenai kedudukan hukum perawat serta tanggung jawab perawat terhadap pasien. Penelitian yang dilakukan peneliti dengan judul Kedudukan Hukum Perawat Sebagai Tenaga Kesehatan Dalam Memberikan Pelayanan Medis di Rumah Sakit Umum Daerah Muntilan Kabupaten Magelang Ditinjau Dari Aspek Hukum Kesehatan, dengan rumusan masalah Bagaimana hubungan hukum antara perawat dengan pasien di RSUD Muntilan Kabupaten Magelang didalam pelaksanaan penerapan perjanjian medis ditinjau dari hukum perjanjian? Dan Bagaimana tanggung jawab perawat dalam hal adanya pendelegasian kewenangan tindakan medis oleh dokter kepada perawat di RSUD Muntilan Kabupaten Magelang? tujuan dari penelitian ini secara umum adalah mengetahui dan memahami hubungan hukum antara perawat dengan pasien di RSUD Muntilan Kabupaten Magelang didalam pelaksanaan penerapan perjanjian medis ditinjau dari hukum perjanjian dan mengetahui dan memahami tanggung jawab perawat dalam hal adanya pendelegasian kewenangan tindakan medis dari dokter kepada perawat di RSUD Muntilan Kabupaten Magelang. Jenis penelitian adalah studi deskriptif dengan pendekatas yuridis empiris; subyek penelitiannya adalah narasumber pihak

17 manajemen rumah sakit dan responden pelaku yaitu perawat, dokter dan pasien. Penentuan sampel menggunakan non random purposive sampling. Instrument penelitian yang digunakan adalah pedoman wawancara dan kuasioner. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan wawancara, penyebaran kuasioner dan studi dokumen. Penelitian ini lebih menitik beratkan bagaimana memahami peraturan atau manajemen mengenai pelimpahan kewenangan yang dilakukan dari dokter kepada perawat sehingga penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumbelumnya. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik kepada peneliti maupun bagi pihak lain yang terkait dalam penelitian ini, manfaat penelitian ini antara lain adalah: 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pembangunan hukum kesehatan. b. Memberikan refrensi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian yang terkait dengan penelitian ini. 2. Manfaat Praktis a. hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pelayanan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit

18 b. hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak-pihak terkait yaitu tenaga medis untuk memaksimalkan pelayanan kepada pasien dan bagi rumah sakit untuk memberikan kepastian hukum kepada pasien dengan terus meningkatkan kualitas SDM dan mengembangkan pelayanan kesehatan yang berkualitas baik.