BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun Dalam rangka penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. sesuai yang diamanatkan pada Pasal 1 ayat (1) UUD RI 1945.

BAB I PENDAHULUAN. otonom (locale rechtgemeenschappen) yang pembentukannya ditetapkan

BAB II TINJAUAN KEBERADAAN LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda

STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH MUCHAMAD ALI SAFA AT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. Muchamad Ali Safa at

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

BAB I PENDAHULUAN. mengedepankan akuntanbilitas dan transparansi Jufri (2012). Akan tetapi dalam

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD KABUPATEN/KOTA Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 22 April 2016

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG

PERAN ALAT KELENGKAPAN DEWAN DAN PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD. Oleh : Imam Asmarudin, SH

I. PENDAHULUAN. dibagi-baginya penyelenggaraan kekuasaan tersebut, agar kekuasaan tidak

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

I. U M U M PASAL DEMI PASAL II.

BAB III DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) DAN OTORITASNYA DALAM PEMAKZULAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah. Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. direalisasikan melalui wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA TAHUN 2006 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR : 11 TAHUN 2006 TENTANG

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUPANG

BAB II LANDASAN TEORI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2000 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

APA ITU DAERAH OTONOM?

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal - usul, dan/atau

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA ( BPD ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) sebagaimana telah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL. No.04,2015 Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. Pedoman, pembentukan, produk hukum, daerah

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah yang baik (good local governace) merupakan

- 1 - PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB I PENDAHULUAN. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Otonomi Daerah sebagai prinsip berarti menghormati kehidupan regional menurut riwayat, adat dan sifat-sifat sendiri-sendiri, dalam kadar negara kesatu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB II PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH DALAM PELAKSANAAN APBD DIATUR DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KABUPATEN WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR 01TAHUN 2015 TENTANG

"'U'''''N U...L1~ INCON...

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Metro

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara menganut sistem pemerintahan yang sesuai dengan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota. Konsep yang dianut adalah konsep negara kesatuan. Tiap-tiap daerah mempunyai pemerintahan sendiri yang disebut pemerintahan daerah, pemerintah daerah tersebut tidak memiliki kekuasaan dan wewenang tertinggi dalam lapangan pemerintahan, karena derajat tertinggi dan terakhir dalam berbagai keputusan berada dalam pemerintah pusat. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32 tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah di Indonesia telah memasuki babak baru. Salah satu latarbelakang pencabutan undang-undang pemerintahan daerah tersebut dapat dilihat dalam konsideran huruf c undang-undang No 32 tahun 2004, yang menyatakan bahwa Undang-undang No 22 tahun 1999 dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan ketatanegaraan dan otonomi. Ketidaksesuaian diatas dikarenakan di Indonesia menganut bangunan negara kesatuan, sementara itu undang-undang No 22 tahun 1999 dalam pelaksanaannya menimbulkan nuansa federalistik. Seiring dengan berlakunya undang-undang no 32 tahun 2004, Indonesia mengalami banyak perubahan yang mendasar terutama dalam pola penyelenggaraan pemerintahan daerah. Proses pemekaran wilayah merupakan 1

2 suatu jawaban dari tuntutan untuk otonomi daerah. Inti dari otonomi daerah adalah penyerahan wewenang kepada daerah untuk mengatur dirinya sendiri dengan menggali potensi yang ada di daerah. Dalam pasal 1 UU No.32 Tahun 2004, disebutkan bahwa: Daerah otonom selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat otonom pada prinsipnya lebih mengutamakan pelaksanaan asas desentralisasi. Pengertian desentralisasi menurut pasal 1 UU No.32 tahun 2004 adalah: Penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik sebagai fungsi pengawasan, fungsi anggaran dan fungsi legislasi atas penyelenggaraan pemerintahan daerah. Oleh karena itu UU No 32 tahun 2004 menempatkan otonomi daerah secara utuh pada pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota untuk membentuk, melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat daerah.

3 Wujud demokratisasi di daerah dapat di lihat dalam: 1. Kepala Daerah dan wakil kepala daerah di pilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan. ( Pasal 24 ayat 5 ) 2. Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD. ( Pasal 136 ayat 1 ) 3. Hubungan antara daerah provinsi dan daerah kabupaten tidak mempunyai hubungan hirarki, artinya daerah provinsi bukan menjadi daerah atasan dari kabupaten atau kota. 4. Dalam hal perencanaan, perijinan, pelaksanaan dan sebagainya menjadi kewenangan penuh dari daerah otonom. 5. Dalam pemerintahan daerah kabupaten/kota dibentuk pemerintahan desa yang terdiri dari pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa. ( Pasal 200 ayat 1 ) Demikian daerah dapat dijadikan sebagai tempat latihan demokrasi, antara lain dalam pemilihan bupati dan walikota serta penyelesaian konflik yang muncul didaerah tanpa campur tangan dari pemerintah pusat. Adanya UU No. 32 tahun 2004, membawa banyak perubahan dalam kerangka pelaksanaan operasional, khususnya pemerintahan daerah. Implementasi demokrasi suatu pemerintahan dapat terlihat dari kekuatan legilatif dalam menjalankan fungsi kontrol serta kekuatan pengimbang dari kekuasaan eksekutif. Kekuatan lembaga legislatif sangat ditentukan oleh integritas individu para anggota legislatif di pengaruhi oleh faktor-faktor:

4 pengalaman berorganisasi, status sosial, status ekonomi, pendidikan dan nilainilai moral yang dianut para anggota legislatif. Menurut B.N Marbun, DPRD sebagai badan legislatif daerah, mempunyai beberapa fungsi yaitu: 1. Fungsi memilih dan menyeleksi 2. Fungsi pengendalian dan pengawasan 3. Fungsi pembuatan Undang-undang atau peraturan daerah 4. Fungsi Representatif 1 Menurut UU No 32 tahun 2004 yang dimaksud dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Jadi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah badan legislatif daerah yang tugasnya memberikan nasehat, memutuskan sesuatu hal dan sebagainya, karena kedudukannya sejajar dan menjadi mitra dari Pemerintah Daerah. Sesuai dengan sistem pemerintahan di Indonesia yang berdasarkan Demokrasi Pancasila. DPRD merupakan perwujudan pengikutsertaan rakyat untuk bertanggungjawab dalam pemerintahan. Kedudukan DPRD dipisahkan dari pemerintah daerah sehingga kedudukan DPRD sejajar dan menjadi mitra Pemerintah Daerah. Pemisahan kedudukan DPRD dari Pemerintah Daerah bertujuan untuk lebih mengoptimalkan fungsi DPRD dan meningkatkan pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada rakyat. Lembaga ini 1 B.N Marbun, SH., DPRD Pertumbuhan, Masalah dan Masa Depannya, Erlangga, Jakarta, 1982, hal 9

5 melaksanakan fungsi legislatif, fungsi pengawasan maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintahan daerah. Penyertaan rakyat didalam pemerintahan daerah melalui wakil-wakilnya adalah sejalan dengan asas demokrasi yang dianut oleh negara Republik Indonesia. Untuk melaksanakan fungsi sebagai wakil rakyat dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, DPRD mempunyai hak-hak sebagai berikut: 1. Hak Interpelasi, yaitu hak DPRD untuk meminta keterangan kepada kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis yang berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara. 2. Hak Angket, yaitu pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD untuk melakukan penyalidikan terhadap suatu kebijakan tertentu kepala daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 3. Hak menyatakan pendapat, yaitu Hak DPRD untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan kepala daerah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya. Pelaksanaan hak-hak tersebut diatur dalam peraturan tata tertib DPRD yang sesuai dengan pedoman dengan memperhatikan batas-batas tugas dan wewenang serta fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

6 Selain itu juga, DPRD memiliki tugas dan wewenang yaitu: 1. Membentuk PERDA yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat pesetujuan bersama. 2. Membahas dan menyetujui rancangan PERDA tentang APBD bersama dengan kepala daerah. 3. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan PERDA dan Peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerjasama internasional didaerah. 4. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Mentri Dalam Negeri bagi DPRD Provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD kabupaten/kota. 5. Memilih Wakil Kepala Daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan Wakil Kepala Daerah 6. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah. 7. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah 8. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintah daerah 9. Membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah

7 10. Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah 11. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama antar daerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah. Masa jabatan DPRD adalah 5 tahun dan berakhir bersama pada saat angota DPRD yang baru mengangkat sumpah/janji. Seorang angota DPRD dapat berhenti selama masa keanggotaannya berakhir karena halhal tertentu atau atas permintaan sendiri. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sangat menentukan dalam upaya melaksanakan politik otonomi baru. Harus diakui bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan dewan legislatif yang memiliki peranan sangat besar untuk penentuan kebijakan ditingkat daerah, meskipun dewasa ini DPRD masih perlu mengalami perubahan dibanyak sektor. Sebagai penunjang dalam pelaksanaan fungsi legislatif DPRD, hak inisiatif merupakan hak yang memiliki peranan penting dalam pembuatan peraturan daerah. Secara spesifik dijelaskan bahwa, hak inisiatif adalah hak anggota DPRD untuk mengajukan RAPERDA, mengeluarkan ide-ide dan gagasan-gagasan dalam mengambil atau membuat suatu kebijakan atau keputusan yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan negara atau kegiatan pemerintahan. Dengan adanya hak inisiatif, maka DPRD mempunyai hak untuk mengajukan suatu rancangan peraturan daerah, lebih spesifiklagi

8 khususnya dalam proses pembuatan kebijakan yang merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sungguh-sungguh oleh lembaga legislatif untuk menghasilkan kebijakan yang benar-benar berkualitas. Kemampuan anggota dewan dalam mengartikulasikan aspirasi rakyat yang diwakilinya dan merumuskan secara jelas pelaksanaannya dalam pembuatan sebuah kebijakan atau peraturan Daerah yang bertujuan bagi kesejahteraan masyarakat daerah. Disamping itu seorang yang menjadi wakil rakyat atau anggota DPRD diharuskan memenuhi persyaratan tertentu diantaranya mampu berpikir, bertindak dan bersikap lebih arif bijaksana, jujur, adil dan netral terhadap semua etnis dan semua keyakinan anggota masyarakat. B. Rumusan Masalah Dari latarbelakang masalah diatas, peneliti merumuskan masalah yaitu Bagaimana pelaksanakan hak inisiatif DPRD Kabupaten Bengkayang dalam pembuatan peraturan daerah? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Peneliti ingin mengetahui bagaimana DPRD dalam menggunakan hak inisiatifnya dalam membuat Peraturan Daerah 2. Peneliti ingin mengetahui hal-hal yang perlu dalam persiapan DPRD dalam menjalankan fungsi sebagai wakil rakyat, secara spesifik lebih

9 kepada fungsinya sebagai pembuat peraturan daerah, dengan menggunakan hak inisiatif yang dimiliki oleh anggota DPRD. D. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan Ilmu Hukum pada umumnya dan Ilmu Hukum Pemerintahan Lokal pada Khususnya 2. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bagaimana praktek Pelaksanaan hak inisiatif DPRD Kabupaten Bengkayang dalam membuat Peraturan Daerah E. Keaslian Penelitian Dengan dibuatnya usulan penelitian ini, maka dengan ini peneliti membuat pernyataan bahwa Permasalahan hukum mengenai pelaksanaan hak inisiatif DPRD Kabupaten Bengkayang dalam pembuatan Peraturan Daerah, belum pernah diteliti oleh peneliti lain ( bukan duplikasi ). Jika usulan penelitian ini terbukti merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari peneliti lain, maka peneliti bersedia menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hokum yang berlaku. F. Kerangka Teori Lembaga legislatif Daerah (Tinjauan tentang DPRD) Sebagai Negara kesatuan, Indonesia selama ini telah melakukan pembagian Daerah menurut provinsi dan kabupaten/kota. Pembagian Daerah di

10 Indonesia dapat dilihat dalam ketentuan pasal 18 ayat 1,2 dan 5 UUD 1945 Amandemen yaitu: Ayat 1 : Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah-daerah provinsi dan Daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan Daerah, yang diatur dengan undang-undang. Ayat 2 : Pemerintahan Daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Ayat 5 : Pemerintahan Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. Dengan demikian UUD 1945 merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan otonomi dengan memberi kewenangan yang seluas-luasnya, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah serta negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang. Berkaitan dengan itu, maka perubahan akan penyelenggaraan otonomi sangat dibutuhkan untuk mencapai kesejahteraan rakyat seperti yang dikemukakan oleh Afan Gaffar yaitu: Adanya kehendak untuk melakukan reformasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan Daerah merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat dinaifkan dalam kehidupan politik nasional. 2 2 Afan Gaffar, 2000, kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya terhadap penyelenggaraan pemerintahan dimasa mendatang. Dalam wacana jurnal otonomi siasat rezim sentralistik, Institute press yogyakarta, hal 32

11 Proses demokratisasi penyelenggaraan pemerintah Daerah dimaksudkan agar penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan secara transparan, keterbukaan serta dapat menumbuhkan peran aktif masyarakat untuk melibatkan diri dalam proses pengambilan kebijakan publik Daerah. Hal ini berarti pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peran dan fungsi legislasi, pengawasan dan anggaran penyelenggaraan pemerintahan Daerah. Badan legislatif Daerah juga merupakan sebuah lembaga yang dibentuk oleh rakyat dan dengan rakyat untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Disamping itu juga sebagai salah satu sendi utama dalam mendukung pemerintahan yang demokratis. Pengertian badan legislatif Daerah menurut Riswandha Imawan yaitu: Badan legislatif Daerah merupakan lembaga perwakilan rakyat artinya sebagai wadah dimana para wakil rakyat berbicara atas nama dan demi kebaikan rakyat, karena itu yang paling diharapkan masyarakat dari para anggota dewan adalah merasakan kepentingan rakyat sebagai kepentingannya sendiri bukan sebaliknya mengalihkan kepentingan sendiri atas nama rakyat 3 Undang-undang No 32 tahun 2004 khususnya pasal 40 menunjukkan bahwa DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat Daerah dan kedudukannya sejajar dengan pemerintah Daerah. Untuk itu hubungan kerja diantara keduanya senantiasa setara dan bersifat kemitraan, hal ini dapat dilihat dalam pasal 42 ayat 1 huruf a,b dan f undang-undang 32 tahun 2004 yaitu: a. Membentuk perda yang dibahas dengan Kepala Daerah untuk mendapat persetujuan bersama. 3 Riswandha Imawan, 2000, Representasi DPRD dan Penyebaran aspirasi masyarakat (makalah), jurusan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada

12 b. Membahas dan menyetujui rancangan perda tentang APBD bersama dengan kepala Daerah f. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah terhadap rencana perjanjian internasional didaerah Pada masa orde baru, eksekutif sangat dominan menjalankan roda pemerintahan. Legislatif dicirikan hanya sebagai lembaga yang lemah karena di dalamnya telah ditanamkan unsur-unsur eksekutif melalui Golkar dan ABRI. Dominasi pusat atas daerah terlihat dalam ketentuan kekuasaan pada pusat untuk menentukan kepentingan daerah/wilayah tanpa terkait pada peringkat hasil pemilihan di DPRD. Hal ini berbeda dengan prinsip dalam UU No 32 tahun 2004 yaitu prinsip otonomi yang seluas-luasnya, nyata dan bertanggungjawab serta harus berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat sehingga diharapkan lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah. Berdasarkan UU No 32 tahun 2004 dalam kedudukannya sebagai badan legislatif Daerah, DPRD tidak memiliki tugas dan wewenang untuk memilih kepala Daerah dan wakil kepala Daerah. Pemilihan dilakukan secara demokratis yang langsung oleh rakyat dimana persyaratan dan tata cara ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan berbeda dengan sebelum diberlakukan undangundang ini, Kepala Daerah dan Wakil kepala Daerah dipilih oleh anggota DPRD dalam rapat paripurna.

13 Dengan adanya UU No 32 tahun 2004 diharapkan tantangan masa depan yang akan dihadapi oleh bangsa Indonesia yang semakin maju dan dijamin akan dapat berjalan dengan baik, sehinga upaya peningkatan fungsi lembaga legislatif Daerah sangat penting guna mewujudkan otonomi Daerah yang seluas-luasnya, nyata dan bertanggungjawab. Berkaitan dengan Fungsi DPRD dapat dijelaskan bahwa pengertian fungsi menurut W.J.S Poerwodarminta adalah: 1. Jabatan (yang dilakukan); pekerjaan yang dilakukan; 2. Faal ( kerja sesuatu tubuh ); 3. Pas kebenaran ( quantity ) yang berhubungan jika yang satu berubah maka besaran yang dapat berubah-rubah dan perubahan itu tergantung pada besaran yang lain. 4 Dengan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa fungsi adalah pekerjaan yang dilakukan seseorang. Dalam ikatan dengan penelitian ini, maka yang melakukan pekerjaan adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam menjalankan Fungsinya, DPRD mempunyai hak dan kewajiban tertentu tergantung bagaimana para anggota DPRD merealisasikan fungsinya sebaikmungkin dalam mengartikulasikan kepentingan rakyat daerah. Pada dasarnya fungsi legislasi adalah membuat undang-undang atau membuat peraturan Daerah. Menurut UU No 32 Tahun 2004, DPRD memiliki fungsi yaitu: 4 W.J.S Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka. 1987, Hal 182

14 1. Fungsi legislasi Fungsi ini terlihat dalam Pasal 42 ayat 1 a yaitu membentuk perda yang dibahas dengan kepala Daerah untuk mendapat persetujuan bersama 2. Fungsi anggaran Fungsi ini terlihat dalam pasal 42 ayat 1 b yaitu DPRD membahas dan menyetujui rancangan perda tentang APBD bersama dengan kepala daerah 3. Fungsi Pengawasan Fungsi ini terlihat dalam pasal 42 ayat 1 c yaitu DPRD melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan perda dan peraturan perundangundangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan Daerah, dan kerjasama internasional didaerah. Mengenai fungsi legislasi dari DPRD yaitu membuat peraturan daerah yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapatkan persetujuan bersama, Ateng Syafrudin mengemukakan mengenai maksud dan tujuan pembuatan peraturan daerah yaitu: Salah satu ciri daerah otonom adalah membuat peraturan daerah untuk menyelenggarakan kepentingan rumah tangga dengan pembatasan-pembatasan tertentu. 5 Kualitas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sangat menentukan kualitas peraturan Daerah yang dibuat oleh DPRD. Tata cara pembentukan Perda merupakan hasil bersama antara DPRD dan Kepala Daerah. Karena itu, tata cara membentuk perda harus ditinjau dari beberapa unsur pemerintahan Daerah 5 Ateng Syafrudin, SH.,DPRD Sebagai Badan Legislatif Daerah dari Masa-keMasa, mandar Maju, bandung, 1991, hal 91.

15 tersebut khususnya unsur DPRD yaitu bahwa Perda adalah suatu bentuk produk legislatif tingkat Daerah, karena itu tidak dapat terlepas dari DPRD. Keikutsertaan DPRD dalam pembentukan sebuah kebijakan atau peraturan Daerah secara tidak langsung berhubungan dengan wewenang DPRD dibidang legislatif dan juga sebagai penunjang fungsi legislatif. Dalam pelaksanaan fungsi legislasi, DPRD diberi wewenang untuk membuat peraturan daerah melalui hak prakarsa (hak inisiatif) dan hak amandemen.. Secara spesifik dijelaskan bahwa hak inisiatif adalah hak untuk mengeluarkan ide-ide dan gagasan-gagasan dalam mengambil atau membuat suatu kebijakan atau keputusan yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan negara atau kegiatan pemerintahan. Lebih spesifik lagi, hak inisiatif yang digunakan DPRD Kabupaten Bengkayang dalam proses penyusunan RAPERDA oleh anggota DPRD menjadi PERDA. Adapun hak inisiatif tersebut mencakup proses pembuatan kebijakan yang merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sungguh-sungguh oleh lembaga legislatif untuk menghasilkan kebijakan yang berkualitas. Dengan hak inisiatif, maka DPRD mempunyai hak untuk mengajukan suatu rancangan peaturan Daerah. Akan tetapi sebagaimana kita ketahui bahwa pelaksanaan dan penggunaan hak Inisiatif seringkali belum dapat dilaksanakan sesuai dengan fungsinya. Hal ini disebabkan karena berbagai kendala diantaranya karena eksekutif yang dianggap lebih mengetahui hal-hal yang perlu direncanakan, selain itu eksekutif yang mempunyai ahli-ahli di tiap-tiap Dinas yang dapat mengadakan penelitian untuk membuat suatu perencanaan, sehingga

16 ada kecendurungan bahwa hak inisiatif dalam pembuatan sebuah peraturan Daerah hampir semuanya dilakukan oleh eksekutif. Alasan mengapa kurang berfungsinya hak inisiatif oleh DPRD antara lain adalah struktur politik yang dilakukan terhadap badan legislatif dan juga kurang kecakapan dari anggota DPRD itu sendiri untuk membuat suatu rancangan peraturan daerah. Peraturan Daerah ( PERDA ) merupakan hasil bersama antara gubernur/bupati/walikota dengan DPRD. Karena itu tata cara membentuk PERDA harus ditinjau dari beberapa aspek pemerintahan daerah tersebut. Pimpinan DPRD menerima RAPERDA dari pemerintah kemudian diserahkan keseluruh anggota agar dipelajari/dicermati kemudian dibahas. Dalam Pasal 29 Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2004 Tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menjelaskan tahap-tahap Proses Pembuatan Rancangan Peraturan daerah yaitu: 1. Sekurang-kurangnya 5 orang anggota DPRD dapat mengajukan suatu usul prakarsa Rancangan Peraturan Daerah. 2. Usul prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Pimpinan DPRD dalam bentuk Rancangan Peraturan Daerah disertai penjelasan secara tertulis dan diberikan Nomor Pokok oleh Sekretariat DPRD. 3. Usul prakarsa tersebut oleh Pimpinan DPRD disampaikan pada Rapat Paripurna DPRD, setelah mendapat pertimbangan dari Panitia Musyawarah.

17 4. Dalam Rapat Paripurna, para pengusul diberi kesempatan memberikan penjelasan atas usul sebagaimana dimaksud pada ayat (2). 5. Pembicaraan mengenai sesuatu usul prakarsa dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada : a. Anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan b. Kepala Daerah untuk memberikan pendapat c. Para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para anggota dan pendapat Kepala Daerah. 6. Usul prakarsa sebelum diputuskan menjadi prakarsa DPRD, para pengusul berhak mengajukan perubahan dan atau mencabutnya kembali. 7. Pembicaraan diakhiri dengan Keputusan DPRD yang menerima atau menolak usul prakarsa menjadi prakarsa DPRD. 8. Tata cara pembahasan Rancangan Peraturan Daerah atas prakarsa DPRD mengikuti ketentuan yang berlaku dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah atas prakarsa Kepala Daerah. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian hukum empiris yakni penelitian yang terfokus pada perilaku masyarakat hukum ( Law in Action ), dan penelitian ini memerlukan data primer sebagai data utama dan data sekunder sebagai data pendukung. Penelitian ini akan dilaksanakan dengan studi kasus yakni penelitian yang memfokuskan penelitiannya pada permasalahan hukum yang

18 terjadi pada suatu institusi atau kelembagaan saja ( Tidak harus ada persengketaan hukum ). 2. Sumber Data Dalam penelitian hukum empiris data primer dipakai sebagai data utama dan data sekunder yang berupa bahan hukum dipakai sebagai pendukung. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden dan nara sumber tentang objek yang diteliti. Data sekunder adalah bahan hukum primer yang meliputi peraturan perundang-undangan, putusan hakim dan bahan hukum sekunder meliputi pendapat hukum, buku, hasil penelitian dan sebagainya. a. Data primer yang berupa : - Hasil wawancara dengan Ketua DPRD Kabupaten Bengkayang - Hasil wawancara dengan Anggota DPRD Kabupaten Bengkayang b. Data Sekunder yang terdiri : *. Bahan Hukum Primer yaitu: - UUD 1945 hasil Amandemen - UU No 22 tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD - UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah - PP No 25 tahun 2004 Tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD *. Bahan Hukum Sekunder:

19 - Buku-buku literatur yang mendukung dalam hasil penelitian yang mendukung data-data primer yang didapat di lapangan 3. Metode Pengumpulan Data Penelitian hukum dilakukan dengan menggunakan metode pengumpulan data dengan cara wawancara, observasi dan studi kepustakaan 4. Lokasi Penelitian Penelitian hukum ini dilakukan di DPRD Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat. 5. Nara Sumber Nara sumber adalah subjek yang memberikan jawaban atas penelitian dalam wawancara yang berkait langsung dengan permasalahan hukum yang diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi nara sumber adalah Ketua DPRD, Wakil ketua DPRD dan Kepala bagian Rislah dan Persidangan DPRD 6. Metode Analisis Seluruh data yang diperoleh dikumpulkan secara lengkap selanjutnya disistematisasi untuk dilakukan analisis. Metode yang digunakan adalah metode Deskriptif kualitatif. Deskriptif artinya menganalisis data dengan cara memaparkan secara rinci dan tepat tentang suatu fenomena tertentu yang terkait dengan permasalahan penelitian tersebut. Kualitatif artinya menganalisis pendapat hasil penelitian yang tersistematisasi tersebut

20 dengan teori-teori hukum dan hukum positif untuk dapat menjelaskan permasalahan hukum tersebut dengan kalimat-kalimat yang ilmiah. H. Sistematika Penulisan Penulisan hukum ini terdiri dari 3 bab yaitu bab pendahuluan, bab hasil penelitian dan pembahasan serta bab penutup. Adapun ketiga bab tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Bab I Tentang pendahuluan. Berisi latarbelakang masalah, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, batasan konsep, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. 2. Bab II Tentang hasil penelitian dan pembahasan berisi uraian atas Das Sollen ( Apa yang seharusnya terjadi ) dengan Das Sein ( Fakta yang sudah terjadi ). Selain itu bab II menguraikan tentang variabel mengenai pelaksanaan hak inisiatifdalam fungsi legislasi yang satu dengan variabel yang lain dan hubungan antara variabel tersebut. 3. Bab III Tentang penutup berisi kesimpulan dan saran-saran.