BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. 1 Pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat. 2 Penyelenggaraan otonomi daerah menekankan pentingnya prinsip-prinsip demokrasi, peningkatan peran serta masyarakat dan pemerataan keadilan dengan memperhitungkan berbagai aspek yang berkenaan dengan potensi dan keanekaragaman antardaerah. 3 Namun dalam praktiknya, hubungan antara pusat dan daerah sering menimbulkan upaya tarik menarik kepentingan (spanning of interest) antara kedua satuan pemerintahan. 4 Terlebih dalam negara kesatuan, upaya pemerintah pusat untuk selalu memegang kendali atas berbagai urusan pemerintahan membuat kekuasaan bertumpu di pusat dan kewenangan yang diberikan pusat kepada daerah terbatas. 5 1 Lihat Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Repubik Indonesia Tahun 1945. 2 Lihat Pasal 18 ayat (2) dan (5) Undang-Undang Dasar Negara Repubik Indonesia Tahun 1945. 3 Sabarno Hari, 2007, Memandu Otonomi Daerah Menjaga Kesatuan Bangsa, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. xi. 4 Ni matul Huda, 2009, Hukum Pemerintahan Daerah, Nusa Media, Bandung, hlm. 1. 5 Sartika Intaning Pradhani, et. al., 2014, Kristalisasi Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan UUD 1945, Makalah, Mata Kuliah Teori dan Hukum Konstitusi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, hlm. 1. 1
2 Negara Indonesia adalah negara kesatuan. 6 Pada bentuk negara kesatuan seperti Indonesia, pusat bertanggung jawab menjamin keutuhan negara kesatuan dan menjamin pelayanan yang sama untuk seluruh rakyat negara (asas equal treatment). 7 Upaya mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial bagi masyarakat majemuk corak-corak dan susunan daerah setempat harus diperhatikan dan harus ada perbedaan pelayanan dan cara penyelenggaraan pemerintahan. 8 Tuntutan penyelenggaraan pemerintahan semacam itu hanya mungkin terlaksana dalam satu pemerintahan desentralistik. 9 Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Repubik Indonesia Tahun 1945, desentralisasi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dijalankan berdasarkan prinsip negara kesatuan, prinsip otonomi daerah seluas-luasnya, dan prinsip pengakuan dan penghormatan terhadap satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa. Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota atau diantara daerah-daerah tersebut diatur dalam undang-undang. Undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah saat ini adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 10 6 Lihat Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selengkapnya berbunyi Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. 7 Bagir Manan, 1994, Hubungan antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hlm. 17. 8 Ibid. 9 Ibid. 10 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) telah diubah dua kali dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5589) dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679).
3 Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan yang diuraikan dalam berbagai urusan pemerintahan. Urusan pemerintahan terdiri dari urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum. 11 Urusan pemerintahan konkuren adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota. Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke daerah menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah. Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan daerah terdiri dari urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Urusan pemerintahan wajib terdiri dari urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar dan urusan pemerintahan yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar. Salah satu urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar adalah urusan kebudayaan. 12 Masing-masing sub urusan kebudayaan dibagi menjadi kewenangan pemerintah pusat, daerah provinsi, dan daerah kabupaten/kota. 13 Berdasarkan Lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pembagian urusan pemerintahan di bidang kebudayaan tersebut dibagi dalam tujuh sub urusan, yaitu kebudayaan, perfilman nasional, kesenian tradisional, sejarah, cagar budaya, permuseuman, dan warisan budaya. 11 Lihat Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587). 12 Lihat Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587). 13 Lihat Matriks Pembagian Urusan Pemerintahan Konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587).
4 Pasca amandemen kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa yang diatur dalam undang-undang. Salah satu pemerintahan daerah yang bersifat istimewa adalah Daerah Istimewa Yogyakarta. Undang-undang yang mengatur keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta adalah daerah provinsi yang mempunyai keistimewaan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keistimewan Daerah Istimewa Yogyakarta adalah keistimewaan kedudukan hukum yang dimiliki oleh Daerah Istimewa Yogyakata berdasarkan sejarah dan hak asal-usul menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk mengatur dan mengurus kewenangan istimewa. 14 Berdasarkan Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, kewenangan istimewa adalah wewenang tambahan tertentu yang dimiliki Daerah Istimewa Yogyakarta selain wewenang sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah. Salah satu kewenangan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam urusan keistimewaan berdasarkan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta adalah urusan kebudayaan. Kewenangan kebudayaan sebagai salah satu urusan keistimewaan di Daerah Istimewa Yogyakarta diselenggarakan untuk memelihara dan 14 Lihat Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5339).
5 mengembangkan hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang berupa nilai-nilai, pengetahuan, norma, adat istiadat, benda, seni, dan tradisi luhur yang mengakar dalam masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan melihat lingkup urusan kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka ada irisan urusan kebudayaan yang diatur dalam kedua undang-undang tersebut, seperti urusan kebudayaan dalam sub bidang kebudayaan, kesenian tradisional, dan permuseuman. Selain itu, ada pula sub bidang urusan kebudayaan yang masuk dalam lingkup Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, namun tidak masuk dalam lingkup urusan kebudayaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, seperti perfilman nasional. Kewenangan tambahan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah, khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta perlu diatur dalam suatu aturan untuk memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaannya. Saat ini, urusan keistimewaan di Daerah Istimewa Yogyakarta secara umum diatur dalam Peraturan Daerah Istimewa Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2013 tentang Kewenangan dalam Urusan Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun, secara khusus urusan kebudayaan sebagai urusan keistimewaan dan urusan pemerintahan konkuren di Daerah Istimewa Yogyakarta belum diatur dalam suatu peraturan daerah dan/atau peraturan daerah istimewa.
6 Bagian-bagian dari urusan kebudayaan di Daerah Istimewa Yogyakarta diatur dalam beberapa peraturan daerah, antara lain Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Tata Nilai Budaya Yogyakarta dan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Tata Nilai Budaya Yogyakarta dibentuk untuk melaksanakan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 15 dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya dibentuk bukan hanya untuk melaksanakan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, tetapi juga dibentuk untuk melaksanakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta sama-sama mengamanatkan penyelenggaraan urusan kebudayaan 15 Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
7 oleh Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun hingga saat ini, belum ada peraturan daerah dan/atau peraturan daerah istimewa yang secara spesifik mengatur tentang urusan kebudayaan tersebut. 16 Dengan demikian, saat ini belum ada kepastian hukum terhadap pengaturan urusan kebudayaan sebagai urusan pemerintahan konkuren dan urusan keistimewaan. Itulah mengapa secara hukum perlu untuk diteliti dan dikaji secara komprehensif bagaimana pengaturan urusan kebudayaan sebagai urusan pemerintahan konkuren dan urusan keistimewaan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tiap-tiap urusan pemerintahan yang diserahkan dan/atau ditugaskan kepada daerah melahirkan hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dapat berupa pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah pusat terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Sedangkan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah ditunjukkan dengan cara pemerintah pusat membiayai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang diserahkan dan/atau ditugaskan kepada daerah. 17 16 Istilah peraturan daerah digunakan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) dan dapat berbentuk peraturan daerah provinsi maupun peraturan daerah kabupaten/kota. Istilah peraturan daerah istimewa digunakan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5339). Berdasarkan Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5339), Peraturan Daerah Istimewa Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta bersama Gubernur untuk mengatur penyelenggaraan Kewenangan Istimewa. 17 Lihat Pasal 279 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587).
8 Berdasarkan Pasal 279 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, hubungan keuangan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah meliputi pemberian sumber penerimaan daerah berupa pajak daerah dan retribusi daerah; pemberian dana bersumber dari perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah; pemberian dana penyelenggaraan otonomi khusus untuk pemerintahan daerah tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang; dan pemberian pinjaman dan/atau hibah, dana darurat, dan insentif (fiskal). Dengan adanya penyerahan urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah, pemerintahan daerah mempunyai kewajiban dalam pengelolaan keuangan daerah. Kewajiban pemerintahan daerah tersebut meliputi pengelolaan dana secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel; sinkronisasi pencapaian sasaran program daerah dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah dengan program pemerintah pusat; dan pelaporan realisasi pendanaan urusan pemerintahan yang ditugaskan sebagai pelaksanaan dari tugas pembantuan. 18 Sebagaimana telah diketahui bahwa urusan kebudayaan yang diserahkan oleh pemerintah pusat kepada Daerah Istimewa Yogyakarta diatur dalam dua undangundang yang berbeda, tentunya pengelolaan keuangan urusan kebudayaan yang diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah berbeda dari pengelolaan keuangan urusan kebudayaan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yoyakarta. 18 Lihat Pasal 280 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587).
9 Belum adanya peraturan daerah dan/atau peraturan daerah istimewa yang mengatur secara spesifik tentang kebudayaan, sehingga ada kesulitan untuk menentukan manakah urusan kebudayaan yang harus dibiayai dengan dana keistimewaan dan manakah urusan kebudayaan yang harus dibiayai dengan dana alokasi umum. Hal tersebut berpengaruh terhadap pengelolaan dana yang digunakan untuk membiayai urusan kebudayaan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada tahun 2013, persiapan acara Musikalisasi Sastra pada 6-7 November 2013 tertunda karena belum ada kepastian pencairan dana keistimewaan. 19 Selain itu, Paguyuban Teater Yogyakarta dan Festival Kesenian Yogyakarta yang bernaung di bawah Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta harus menanggung hutang untuk membayar honor pemain dan sewa perlengkapan hingga ratusan juta rupiah karena Dinas Kebudayaan tidak sendirian menjadi pelaksana program dan kegiatan kebudayaan di Daerah Istimewa Yogyakarta. 20 Padahal kegiatan yang dinaungi oleh Dinas Pariwisata urusan pelunasan pembayarannya berlangsung relatif lancar, sepekan setelah kegiatan selesai pelunasan pembayaran dilakukan. 21 Adanya dua macam sumber pendanaan untuk urusan kebudayaan sebagai urusan pemerintahan konkuren dan urusan keistimewaan di Daerah Istimewa Yogyakarta yang belum secara spesifik diatur dalam peratuan daerah dan/atau peraturan daerah istimewa menimbulkan permasalahan pengelolaan keuangan di lapangan. Itulah mengapa untuk menghindari tumpang tindih pengelolaan 19 Pito A. Rudiana, et. al., Dana Keistimewaan Yogya Cair Rp 115 Miliar, http://nasional.tempo.co/read/news/2013/11/29/058533471/dana-keistimewaan-yogya-cair-rp-115- miliar, diakses 30 September 2015. 20 Anang Zakaria, Dinas Kebudayaan DIY Akui Telat Bayar Seniman, http://nasional.tempo.co/read/news/2014/11/17/058622583/dinas-kebudayaan-diy-akui-telatbayar-seniman, diakses 30 September 2015. 21 Ibid.
10 keuangan dan menghindari keterlambatan pencairan dana yang kemudian merugikan masyarakat, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, secara hukum ada kepentingan untuk mengkaji secara mendalam bagaimana pengelolaan keuangan urusan kebudayaan sebagai urusan pemerintahan konkuren dan urusan keistimewaan di Daerah Istimewa Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, ada dua rumusan masalah dalam usulan penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimana pengaturan urusan kebudayaan sebagai urusan pemerintahan konkuren dan urusan keistimewaan di Daerah Istimewa Yogyakarta?; dan 2. Bagaimana pengelolaan keuangan urusan kebudayaan sebagai urusan pemerintahan konkuren dan urusan keistimewaan di Daerah Istimewa Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan subjektif dan tujuan objektif. Tujuan subjektif penelitian ini adalah untuk memenuhi syarat wajib dalam mendapatkan gelar akademik Magister Hukum (M.H.) dari Program Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada. Tujuan objektif penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaturan urusan kebudayaan sebagai urusan pemerintahan konkuren dan urusan keistimewaan di Daerah Istimewa Yogyakarta; dan untuk mengkaji pengelolaan keuangan urusan kebudayaan sebagai urusan pemerintahan konkuren dan urusan keistimewaan di Daerah Istimewa Yogyakarta.
11 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Ilmu Pengetahuan Dari perspektif ilmu hukum, penelitian dapat memberikan kontribusi pemikiran terhadap pemahaman ilmu hukum peraturan perundang-undang yang menempatkan peraturan daerah dan/atau peratuan daerah istimewa untuk mengejawantahkan kewenangan mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang telah dilimpahkan dari pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah, khususnya pemerintahan daerah yang bersifat istimewa. Dari sudut pandang hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah, hasil penelitian ini dapat memberikan pengayaan dalam memahami desentralisasi pengaturan terhadap urusan pemerintahan yang dilimpahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah melalui lebih dari satu undang-undang. Dari sudut pandang legislasi finansial, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangsih pemikiran tentang pengelolaan keuangan di daerah ketika satu urusan pemerintahan memperoleh lebih dari satu sumber pendanaan karena urusan pemerintahan tersebut diatur dalam lebih dari satu undang-undang. 2. Bagi Pembangunan Bangsa dan Negara Penghargaan dan penghormatan negara terhadap satuan pemerintahan daerah yang bersifat istimewa berdampak pada adanya tambahan wewenang yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah istimewa. Tambahan urusan pemerintahan tersebut membuat hubungan kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah istimewa tidak hanya diatur
12 dalam undang-undang yang bersifat umum, namun juga undang-undang yang bersifat khusus/istimewa. Oleh karena urusan pemerintahan daerah istimewa diatur dalam lebih dari satu undang-undang, maka ada urusan pemerintahan yang sama diatur dalam undang-undang yang berbeda. Urusan pemerintahan tersebut tentu dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan tumpang tindih dalam pengaturan dan pengelolaan keuangan di daerah. Penelitian ini dapat mendeskripsikan secara komprehensif pengaturan dan pengelolaan keuangan urusan pemerintahan yang diatur dalam undang-undang yang bersifat umum dan undang-undang yang bersifat khusus, sehingga ada kepastian hukum dan tidak ada tumpang tindih pengaturan dan pengelolaan keuangan urusan pemerintahan yang diatur dalam lebih dari satu undang-undang. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran, tidak ada penelitian, skripsi, tesis ataupun disertasi yang sama dengan penelitian ini, namun ada penelitian, skripsi dan tesis yang mengangkat tema otonomi daerah dan Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Agi Tiara, Sartika Intaning Pradhani, dan Ade Oktavianisa Andriyanti dengan judul Pengaturan atas Tanah Kasultanan Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2013. Pada penelitian tersebut, ada dua rumusan masalah, yaitu: a. Bagaimana pengaturan atas Tanah Kasultanan pasca berlakunya Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta?; dan
13 b. Bagaimana masyarakat dapat memperoleh hak atas tanah di atas Tanah Kasultanan dan jenis hak apa yang dapat diberikan pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta? 22 Perbedaan antara tesis ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Agi Tiara, Sartika Intaning Pradhani, dan Ade Oktavianisa Andriyanti adalah pada rumusan masalah dan objek penelitian. Rumusan masalah dalam tesis ini berbeda dari rumusan masalah dalam penelitian yang dilakukan oleh Agi Tiara, Sartika Intaning Pradhani, dan Ade Oktavianisa Andriyanti. Meskipun sama-sama meneliti tentang Urusan Keistimewan Daerah Istimewa Yogyakarta, objek penelitian dari Agi Tiara, Sartika Intaning Pradhani, dan Ade Oktavianisa Andriyanti berbeda dari objek penelitian dalam tesis ini. Objek penelitian Agi Tiara, Sartika Intaning Pradhani, dan Ade Oktavianisa Andriyanti adalah urusan pertanahan, sedangkan objek tesis ini adalah urusan kebudayaan. 2. Skripsi yang ditulis oleh Sartika Intaning Pradhani dengan judul Legal Analysis on Special and Distinct Provinces in the Unitary State Republic of Indonesia pada tahun 2014. Dalam skripsi tersebut, Sartika Intaning Pradhani menjawab tiga pertanyaan, yaitu: a. Apakah kewenangan khusus dan istimewa yang diberikan kepada Yogyakarta, Jakarta, Aceh, Papua dan Papua Barat? b. Apakah pertimbangan Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk memberikan otonomi khusus dan istimewa pada Yogyakarta, Jakarta, Aceh, Papua dan Papua Barat?; dan 22 Agi Tiara, Sartika Intaning Pradhani, dan Ade Oktavianisa Andriyanti, 2013, Pengaturan atas Tanah Kasultanan Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, Laporan Penelitian, Unit Penelitian dan Pengembangan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, hlm. 5.
14 c. Bagaimana pelimpahan kewenangan dari Pemerintah ke Pemerintahan Daerah Yogyakarta, Jakarta, Aceh, Papua dan Papua Barat dalam rangka otonomi khusus dan istimewa? 23 Rumusan masalah dalam skripsi yang ditulis oleh Sartika Intaning Pradhani berbeda dengan rumusan masalah dalam tesis ini. Dalam skripsi tersebut, Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu objek penelitian, namun skripsi tersebut tidak secara spesifik membahas mengenai pengaturan dan pengelolaan keuangan urusan kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana dalam tesis ini. 3. Skripsi yang ditulis oleh Teodorus Septiandhito dengan judul Implikasi Yuridis Perdais Kelembagaan terhadap Kelembagaan Pemerintahan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2013. Dalam skripsi tersebut, Theodorus Septiandhito menjawab dua permasalahan, yaitu: a. Apa implikasi yuridis Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap kelembagaan Pemerintahan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta?; dan b. Apa konsekuensi yuridis berlakunya perdais yang mengatur Kelembagaan Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap perda-perda Kelembagaan Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah berlaku selama ini? 24 Tesis ini memiliki rumusan masalah yang berbeda dari rumusan masalah dalam skripsi yang ditulis oleh Teodorus Septiandhito. Meskipun sama-sama meneliti tentang urusan keistimewaan, urusan keistimewaan yang diteliti oleh Teodorus Septiandhito adalah urusan kelembagaan Pemerintah Daerah 23 Sartika Intaning Pradhani, 2014, Legal Analysis on Special and Distinct Provinces in the Unitary State Republic of Indonesia, Skripsi, International Undergraduate Program Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, hlm. 5. 24 Septiandhito Teodorus, 2013, Implikasi Yuridis Perdais Kelembagaan terhadap Kelembagaan Pemerintahan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, hlm. 9.
15 Daerah Istimewa Yogyakarta, sedangkan dalam tesis ini adalah urusan kebudayaan. 4. Tesis yang ditulis oleh Diasma Sandi Swandaru dengan judul Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Perspektif Politik Hukum Berparadigma Pancasila pada tahun 2014. Dalam tesis ini, Diasma Sandi Swandaru merumuskan dua pertanyaan, yaitu: a. Bagaimana implementasi nilai-nilai Pancasila dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia?; dan b. Nilai-nilai Pancasila apa saja yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta? 25 Rumusan masalah dalam tesis yang ditulis oleh Diasma Sandi Swandaru berbeda dari rumusan masalah dalam tesis ini. Walaupun sama-sama membahas tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, tesis yang ditulis oleh Diasma Sandi Swandaru menggunakan pendekatan nilai-nilai Pancasila, sedangkan tesis ini menggunakan pendekatan perundangundangan. 5. Penelitian yang dilakukan oleh Alfan Alfian pada 2015 dengan judul Diskresi dalam Penggunaan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki dua rumusan masalah sebagai berikut: 26 a. Bagaimana penggunaan diskresi dalam pengelolaan (pelaksanaan) dana keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta?; dan 25 Diasma Sandi Swandaru, 2014, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Perspektif Politik Hukum Berparadigma Pancasila, Tesis, Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, hlm. 8. 26 Alfan Alfian, 2015, Diskresi dalam Penggunaan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, Laporan Penelitian, Unit Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, hlm. 13.
16 b. Bagaimana kriteria penggunaan dana keistimewaan Yogyakarta sebagai upaya percepatan pembangunan Daerah Istimewa Yogyakarta? Rumusan masalah dalam penelitian yang dilakukan oleh Alfan Alfian berbeda dari rumusan masalah dalam tesis ini. Meskipun sama-sama membahas tentang dana keistimewaan, Alfan Alfian fokus pada diskresi dalam penggunaan dana keistimewaan, sedangkan fokus tesis ini pada pengelolaan keuangan urusan kebudayaan di Daerah Istimewa Yogyakarta yang salah satu sumber dananya berasal dari dana keistimewaan, 6. Skripsi yang ditulis oleh Farisca Utami dengan judul Implikasi Urusan Pemerintahan Konkuren terhadap Desentralisasi Asimetris dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 2016. Dalam usulannya, Farisca Utami merumuskan dua rumusan masalah sebagai berikut: a. Bagaimana eksistensi desentralisasi asimetris dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia? b. Bagaimana implikasi urusan pemerintahan konkuren terhadap desentralisasi asimetris dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia? 27 Rumusan masalah dalam tesis ini berbeda dari rumusan masalah dalam skripsi yang disusun oleh Farisca Utami. Dalam skripsinya, Farisca Utami sama-sama meneliti tentang urusan pemerintahan konkuren, namun skripsi tersebut tidak secara spesifik membahas tentang urusan kebudayaan karena meneliti tentang desentralisasi asimetris secara luas dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 27 Farisca Utami, 2016, Implikasi Urusan Pemerintahan Konkuren terhadap Desentralisasi Asimetris dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, hlm. 8.