BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan siswa kurang dapat berkembang sesuai dengan harapan.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. mengerti fisika secara luas, maka harus dimulai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dengan tugas yang dihadapi pada setiap masa

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan, pada setiap jenjang pendidikan, baik itu Sekolah

2016 EFEKTIVITAS STRATEGI SELF-REGULATED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN SELF-EFFICACY PESERTA D IDIK D ALAM MENGHAFAL AL-QUR AN

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah diharapkan mampu. memfasilitasi proses pembelajaran yang efektif kepada para siswa guna

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan dirinya salah satunya untuk suatu keahlian tingkat sarjana.

BAB I PENDAHULUAN. inteligensi adalah faktor utama yang menentukan academic performance. Para

belajar itu sendiri (Syah, 2011). Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. dilakukan terus menerus sepanjang hidup manusia baik secara formal maupun

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi. Perguruan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bali memiliki daya tarik yang kuat dalam dunia pariwisata, baik dinikmati

BAB I PENDAHULUAN. Fatma Nurmulia, 2015 ANALISIS KEYAKINAN DAN KEMANDIRIAN GURU TENTANG PEMBELAJARAN MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam proses belajar karena motivasi dapat mempengaruhi apa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan siswa sering melakukan prokrastinasi tugas-tugas akademik. Burka dan Yuen

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu terlahir dengan memiliki kapasitas untuk belajar yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa,

BAB I PENDAHULUAN. dan bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang pekerjaan. Tidak terkecuali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mahasiswa adalah pemuda yang mempunyai peran besar dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendukung Pendidikan Khusus untuk Siswa Cerdas/Berbakat Istimewa, terdapat

BAB I PENDAHULUAN. secara kelompok maupun secara individual. Hal ini dimaksudkan agar prestasi

BAB I PENDAHULUAN. tua, lingkungan masyarakat sekitarnya, dan negara. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasiona No 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan senantiasa menjadi sorotan bagi masyarakat khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sehari-hari manusia. Nevid (2005) berpendapat bahwa kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan untuk menunjang

BAB I PENDAHULUAN. mandiri, disiplin dalam mengatur waktu, dan melaksanakan kegiatan belajar yang

2016 HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PRESTASI BELAJAR

BAB I PENDAHULUAN. potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran (Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. dunia ini. Dalam pendidikan formal dan non- formal proses belajar menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Membolos merupakan salah satu perilaku siswa di sekolah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. studi, kerja, hobi atau aktivitas apapun adalah minat. Dengan tumbuhnya minat dalam

BAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bisa dikatakan sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah salah satu lembaga pendidikan, idealnya harus mampu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan diharapkan dapat mencetak

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan mengantar manusia menuju kesempurnaan. Menurut pendapat Muzayyin (2005) Tugas dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah melalui sekolah menengah kejuruan (SMK). Pendidikan kejuruan adalah bagian sistem pendidikan nasional yang

SISWA KELAS VIII SMP NEGERI I WONOSARI

LAMPIRAN 1 KUESIONER KEMANDIRIAN

BAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disebabkan karena masa remaja dikenal sebagai masa untuk mencari identitas dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar mengajar. Agar proses belajar mengajar lancar, maka seluruh siswa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti

BAB I PENDAHULUAN. banyak perusahaan yang menuntut pegawainya berpendidikan minimal sarjana,

BAB I PENDAHULUAN. kurikulum, dana, sarana, prasarana, dan siswa sendiri. diketahui sumbangan faktor-faktor tersebut terhadap prestasi belajar.

BAB I PENDAHULUAN. Belajar, Junal Anima, (Vol. XI, No. 42, Januari-Maret/1996), hlm Murjono, Inteligensi dalam Hubungannya dengan Prestasi

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

Data Pribadi. Kelas/No. Absen. Alamat/Telp :... Pendidikan Ayah/Ibu. c. di bawah rata-rata kelas. Kegiatan yang diikuti di luar sekolah :.

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting

1. PENDAHULUAN. sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Sebagaimana yang diungkapkan Slameto (2003), belajar adalah

BAB I PENDAHULUAN. Remaja. Jurnal Al-Qalamvol 15.no Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Islam (Jakarta: Raja Grafindo, 1966), hal.

LATAR BELAKANG. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I HAKEKAT BIMBINGAN DI SD

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dyah Kusuma Ayu Pradini, 2014

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah menyelesaikan pendidikannya adalah aktor-aktor penting yang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak sekali ditemukan permasalahan dalam belajar khususnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Asep Saputra, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (SDM) yang berkualitas. Manusia harus dapat menyesuaikan dengan

BAB I PENDAHULUAN. memasuki dunia pekerjaan. Mendapatkan predikat lulusan terbaik dari suatu

Lala Nailah Zamnah. Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Galuh Ciamis ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No

Penelitian ini bertujuan untuk menurunkan perilaku mengabaikan tugas di kelas pada anak ADHD. Peneliti memberikan intervensi berupa video

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN KONSELING ISLAM MELALUI KONSELING KARIR DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR REMAJA DI KELURAHAN SIWALANKERTO SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tua ingin anaknya menjadi anak yang mampu. menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu di dunia ini melewati fase-fase perkembangan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Siswa-siswi yang sedang berada di tingkat pendidikan SMA. seringkali menjadi kekhawatiran bagi orang tua dan guru, karena

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prestasi yang didapatkan siswa di sekolah tidak semata-mata dipengaruhi oleh faktor IQ saja, melainkan dipengaruhi oleh banyak faktor yang berkaitan dengan pencapaian tugas siswa di sekolah, salah satunya adalah tentang kemampuan bagaimana siswa dapat mengeksplorasi potensi yang dimiliki serta dikarenakan siswa belum memiliki kemandirian dalam belajar, dan seringkali pihak sekolah lebih menekankan pada hasil belajar saja, sedangkan proses di dalam belajar siswa kurang diperhatikan. Dampak dari permasalahan tersebut menyebabkan siswa kurang dapat berkembang sesuai dengan harapan. Banyaknya tuntutan akademik dan besarnya keinginan untuk melakukan hobi dan bersantai menyebabkan siswa kurang bisa membagi waktu antara belajar dengan melakukan hobi dan bersantai, peserta didik dituntut untuk belajar lebih mandiri dan tidak bergantung pada apa yang disajikan oleh pengajar saja. Selain itu, siswa juga harus dapat mengerjakan tugas-tugas di sekolah yang tidak sedikit, yang tentunya memerlukan pengaturan diri dalam belajar / self-regulated learning agar siswa dapat menyelesaikan tugas dengan baik. SRL / self-regulated learning merupakan fondasi proses belajar sepanjang hayat yang membelajarkan siswa untuk mengendalikan pikiran, sikap dan tindakannya secara terencana dan siklis untuk mencapai tujuan pembelajaran (Zimmerman, 1989; Smith, 2001). Self-regulated learning adalah kemampuan seseorang untuk menentukan tujuan belajar yang ingin dicapai, merencanakan jadwal belajar, membagi waktu 1

antara belajar dan bermain, dan mempersiapkan diri dalam menghadapi ulangan sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan motivasi dan prestasinya di sekolah. Dengan kemampuan ini seseorang dapat mencapai tujuan belajarnya (Charney,2002). Jika dilihat dari alokasi waktu rata-rata siswa melakukan pembelajaran di sekolah jika di dalam satu hari peserta didik belajar di sekolah selama kurang lebih (6) enam jam dan hal ini berlangsung selama (6) enam hari dalam 1 minggu maka dapat kita bayangkan betapa padatnya intensitas waktu belajar siswa di sekolah. Oleh karena itu siswa perlu mengembangkan kemampuan untuk mengatur diri. Fenomena-fenomena seperti itu tentulah tidak berdiri sendiri, melainkan terkait dengan berbagai faktor penyebab, baik dari dalam maupun dari luar diri siswa. Faktor penyebab dari dalam diri diasumsikan antara lain terkait rendahnya kemampuan self-regulated learning siswa. Apabila faktor tersebut tidak terentaskan secara memadai, dapat menghalangi tercapainya tujuan hidup yang lebih besar, yakni kesuksesan dalam karir masa depan. Hasil survey tahun 2001 menunjukkan bahwa anak kurang mampu dalam mengatur diri dalam belajar yang diakibatkan karena anak sering menonton televisi. Anak-anak yang menonton televisi menjadi meningkat sekitar 35 jam/minggu atau sama dengan 5 s/d 6 jam perhari. siswa menyadari bahwa mereka terlalu banyak menghabiskan waktu didepan televisi sehingga mereka cenderung lupa untuk belajar. Hal yang senada juga diungkapkan oleh salah seorang guru yang menyatakan bahwa proses belajar seringkali terabaikan hanya karena anak terlalu sering bermain playstation atau waktunya habis untuk 2

keluyuran. Disini terlihat jelas bahwa ketidakmampuan anak dalam mengatur jadwal belajar dengan bermain atau keluyuran (merupakan salah satu kurang mampu siswa dalam self-regulated learning) sehingga motivasi dan hasil belajarnya menjadi menurun (kompas, 24 juli 2001) Newman & Blackorby, (dalam Larson 2002) mengemukakan bahwa masalah mutu pendidikan siswa menjadi hal yang penting untuk diperhatikan oleh pihak sekolah. Kebanyakan siswa mengalami masalah belajar yang berdampak pada penurunan hasil belajar. Hasil penelitianya mengungkapkan bahwa 32% siswa mengalami masalah belajar sedangkan 57% siswa mengalami masalah gangguan emosional atau psikologi. Sedangkan McGraw, (2003) mengemukakan bahwa masalah utama belajar siswa adalah (a) aktivitas dan tujuan belajar, (b) belajar yang berkaitan dengan perkembangan belajarnya. Masril (2011) mendiskripsikan bahwa fenomena perilaku siswa di sekolah menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut: (1) 25 40 % siswa terlambat masuk belajar setiap hari; (2) sebanyak 15 40 % siswa mengerjakan pekerjaan rumah (PR) di sekolah sebelum jam belajar di pagi hari saja; (3) sebanyak 50 % siswa harus diberikan remedial setiap selesai ulangan bulanan; (4) sebanyak kurang lebih 20 % siswa tidak menuliskan cita-cita mereka dalam blanko isian yang diberikan Konselor; (5) masalah hubungan muda-mudi di kalangan siswa cukup memprihatinkan; dan (6) sejumlah siswa memiliki kebiasaan bolos pada saat jam belajar, meskipun jumlahnya terbilang kecil. Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya kemampuan peserta didik di dalam selfregulated learning. 3

Untuk membantu siswa yang mengalami masalah belajar di sekolah, sangatlah penting bagi pihak sekolah untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi belajar siswa. Upaya perbaikan yang dilakukan oleh pihak sekolah dapat berupa perbaikan perubahan tingkah laku siswa dalam proses belajar. siswa perlu mendapatkan bimbingan agar ia dapat lebih bisa memahami dirinya sendiri dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat ia berada (Shetzer & Stone, 1981). Oleh karena itu pihak sekolah perlu menyediakan bimbingan belajar yang secara serius mampu melatih siswa untuk mengatur dirinya sendiri di dalam belajar. Pada kenyataanya kegiatan layanan bimbingan belajar disekolah hanya terbatas pada pengajaran, perbaikan, kegiatan pengayaan, serta pengembangan sikap kebiasaan belajar. Materi bimbingan belajar yang berkaitan dengan kemampuan dan keterampilan siswa di dalam mengatur diri sendiri dalam belajar (self-regulated learning) belum banyak dikembangkan. Padahal materi tersebut sangatlah diperlukan bagi siswa untuk mengatur cara belajar yang dirancangnya sendiri sebagai upaya mempertahankan dan meningkatkan hasil belajarnya. Kemampuan self-regulated learning siswa SMP merupakan hal yang penting dalam memotivasi belajarnya disekolah. Dengan SRL, siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya. Dapat dikatakan bahwa SRL adalah prasyarat vital untuk keberhasilan dan penguasaan atau pemerolehan pengetahuan di sekolah. Dengan SRL siswa memiliki mempunyai kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikapnya. Melalui SRL, siswa mampu memajukan, meningkatkan, dan memfasilitasi belajarnya di masa yang akan 4

datang. Dan juga dengan SRL siswa dapat mengontrol perilaku dan sikap untuk meningkatkan pembelajaran akademik dan kinerja akademik mereka sendiri. Self regulated learning bagi siswa SMP merupakan bentuk sikap yang diwujudkan dalam cara mengatur belajarnya. Cara mengatur belajar yang perlu diperhatikan siswa adalah dengan menggabungkan kemampuan intelektual pengetahuan dengan muatan yang relevan yang baik melalui ketrampilan kognitif, strategi-strategi control, motivasi dan perilaku seseorang woltres, 1999 (dalam Gainau). Dengan demikian, berhasil tidaknya SRL yang diterapkan oleh siswa tergantung pada sejauhmana siswa meneraapkan dengan tepat SRL sesuai dengan kemampuan yang dimikinya. Self-regulated learning telah diyakini oleh para ahli psikologi sebagai bentuk kemampuan yang memungkinkan dan mengakomodasi pandangan tentang individu untuk bertanggung jawab terhadap belajarnya sendiri, individu yang terlibat aktif dalam belajarnya akan meningkatkan hasil belajar (Zimmerman, 1990). Ada beberapa komponen yang dikembangkan Hawk & Shah, (2008) yaitu: (a) cognition : (1) pengertian dan pemahaman siswa tentang pelajaran yang diberikan (2) menganalisis dan mensintesis pengetahuan yang diperoleh (3) mengaplikasikan (b) strategi afektif: (1) merencanakan belajar (2) mengatur waktu belajar (3) menetapkan waktu untuk menyelesaikan tugas, (4) memantau kemajuan belajar. Salah satu kelebihan dari SRL bagi siswa adalah bahwa siswa memiliki kemampuan untuk mengatur kegiatan belajar, mengontrol perilaku dan mengetahui tujuan, arah serta sumber-sumber yang mendukung untuk kegiatan belajarnya. 5

Jika siswa memiliki kemampuan self-regulated learning secara tepat dalam hal ini hubunganya mengatur kewajibanya sebagai pelajar, maka peserta didik tersebut akan dapat memunculkan motivasi untuk dapat berprestasi di sekolah di dalam dirinya. Keinginan atau dorongan didalam berprestasi di sekolah ini muncul seiring dengan kemampuan self-regulated learning yang dimiliki oleh siswa. Strategi self-regulated learning (SRL) ini membantu siswa memperoleh kemampuan di dalam memotivasi belajarnya dalam kegiatan belajar. Penekananya pada kemampuan dalam mengelola ide, perhatian, dan juga tindakan apa yang yang dapat dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan proses belajar yang baik. Kebiasaan mengatur diri sendiri dalam belajar (self-regulated learning) sangat bermanfaat terutama dalam perencanaan dan mengatur cara belajar yang baik karena akan menambah semangat untuk senantiasa belajar Hendrikus dalam Gainau (2010) Self-regulated learning merupakan suatu tindakan bagi siswa untuk menyalurkan keinginan mereka dalam memenuhi kebutuhan kompetensinya keinginan tersebut bisa diartikan sebagai motivasi agar dapat berprestasi di sekolah. Self-regulated learning merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam menjalani proses pendidikannya. Keberhasilan ini biasanya dilihat dari prestasi yang dicapai di sekolahnya. Menurut McClelland dalam Sobur (2003) motivasi berprestasi adalah suatu daya dalam mental manusia untuk melakukan suatu kegiatan yang lebih baik, lebih cepat, lebih efektif, dan lebih efisien daripada kegiatan yang dilaksanakan sebelumnya. Ini disebabkan oleh virus mental. Dari pendapat tersebut Sobur 6

mengartikan bahwa dalam psikis manusia, ada daya yang mampu mendorongnya ke arah suatu kegiatan yang hebat sehingga dengan daya tersebut, ia dapat mencapai kemajuan yang teramat cepat. Menurut McClelland (1987) dalam motivasi berprestasi terdapat kecenderungan untuk berprestasi dalam menyelesaikan suatu aktivitas atau pekerjaan dengan usaha yang aktif sehingga memberikan hasil yang terbaik. Kebutuhan berprestasi tercermin dari perilaku individu yang selalu mengarah pada suatu standart keunggulan. Disini berarti seseorang yang motivasi berprestasinya tinggi apabila memperoleh tugas atu pekerjaan maka ia akan mengerjakannya dengan bersungguh-sungguh dan berusaha memberikan hasil yang terbaik. Sebaliknya, individu yang motivasi berprestasinya rendah akan menjalankan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan kurang bersungguh-sungguh dan kurang terpacu untuk berusaha memberikan hasil yang maksimal. Schultz (1982) mendefinisikan kebutuhan berprestasi sebagai suatu kebutuhan seseorang untuk melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya dan memperoleh hasil yang terbaik. Sedang Edwards (dalam putu, 2008) mengartikan sebagai suatu kebutuhan untuk berbuat lebih baik dari orang lain, yang mendorong individu untuk menyelesaikan tugas lebih sukses untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi. Gellermen (1963) menyatakan bahwa orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi akan sangat senang ia berhasil memenangkan suatu persaingan. Ia berani menanggung segala resiko sebagai konsekuensi dari usahanya untuk 7

mencapai tujuan. Sedangkan motivasi berprestasi menurut Tapiardi (1996) adalah sebagai suatu cara berpikir tertentu apabila terjadi pada diri seseorang cenderung membuat orang itu bertingkah laku secara giat untuk meraih suatu hasil atau prestasi. Mc Clelland dalam Mangkunegara (2001) mengemukakan enam karakteristik orang yang mempunyai motivasi tinggi: 1) Memiliki tingkat tanggung jawab pribadi yang tinggi. 2) Berani mengambil dan memikul resiko. 3) Memiliki tujuan yang realistic. 4) Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisaiskan tujuan. 5) Memanfaatkan umpan balik yang kongkret dalam semua kegiatan yang dilakukan. 6) Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan. Hasil penelitian Nehwan (1994) menunjukkan bahwa siswa dikalangan Menengah Pertama seringkali menunjukkan kekurang mampuan dalam bentuk self-regulated learning seperti siswa tidak bisa mengatur waktu belajar dengan baik, banyak pekerjaan rumah yang tidak terselesaikan, hasil ulangan yang jelek karena malas belajar yang berakibat pada hasil belajarnya menurun. Ketidakmampuan peserta didik dalam SRL perlu menjadi perhatian khususnya sekolah agar siswa dapat berkembang belajarnya secara optimal. Lebih lanjut Khul (1992) mengemukakan bahwa SRL sangat berkaitan dengan motivasi yang ada di dalam diri seseorang. Motivasi yang tinggi dalam 8

diri seseorang akan mempengaruhi pencapaian tujuan yang diharapkan. Dalam proses belajar, tingkat ketekunan siswa sangat ditentukan oleh motivasi di dalam dirinya. Motivasi yang dimaksud dalam konteks self-regulated learning adalah self motivation (Smith,2001) Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zimmerman dan Martinez-Pons 1988, 1990 dalam Afianti, dkk yang menunjukkan bahwa SRL membantu siswa berbakat mencapai tujuan belajarnya. Menurut Santrock (2007) dalam Afianti, dkk siswa yang memiliki SRL menunjukkan karakteristik mengatur tujuan belajar, mempunyai strategi untuk mengatur emosi, memantau kemajuan yang mendekati tujuan secara periodik, memeriksa strategi belajar yang didasarkan pada kemajuan yang mereka buat, dan mengevaluasi rintangan yang mungkin timbul dan membuat adaptasi yang diperlukan. Schunk (2005) mengemukakan bahwa self-regulated learning dan motivasi merupakan hubungan yang penting dalam belajar siswa. Siswa yang memiliki self-regulated learning yang baik cenderung memiliki motivasi yang tinggi dibanding dengan mereka yang tidak memiliki self-regulated learning Hasil penelitian Schunck & Zimmerman,dkk dalam Kermarrec dkk (2004) membuktikan bahwa salah satu faktor dari aktivitas siswa yang mempengaruhi performa akademik dan motorik adalah regulasi diri dalam belajar atau self-segulated learning. 9

Penelitian yang dilakukan oleh Prasaja (2011) mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan selfregulated learning pada student athlete DBL. Haryu (2004) mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara Self-regulation learning dan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar pada siswa MTs Negeri I Jember. Namun Mousoulides dan Philipou (2005) di University of Cyprus Melbourne pada calon guru yang mendapatkan hasil bahwa self-regulation learning mempunyai hubungan yang tidak signifikan terhadap prestasi belajar matematika, karena calon guru mempunyai keyakinan yang tinggi pada dirinya telah menggunakan regulasi-diri dengan baik namun mempertimbangkan kemampuan yang ada pada pada diri mereka. Berarti di dalam penelitian ini aspek dari motivasi dan self regulation learning tidak berpengaruh terhadap prestasi belajar, tetapi yang paling berpengaruh adalah factor IQ. Untuk mendapatkan informasi yang lebih lanjut pada bulan September 2012 penulis melakukan penelitian awal pada siswa kelas VIII SMP N 03 Suruh dengan menyebarkan skala motivasi berprestasi yang diadaptasi dari teori Mc Clelland dan skala self-regulated learning yang diadaptasi dari teori Zimmerman. Adapun hasilnya dapat dilihat pada (Tabel 1.1 dan Tabel 1.2). 10

Tabel 1.1. Distribusi Frekwensi Motivasi Berprestasi Siswa SMP N 03 Suruh Kategori Range/ Skor Frekuensi Prosentase (%) Sangat tinggi 142 168 3 12% Tinggi 117 141 12 48% Sedang 92 116 5 20% Rendah 67 91 3 12% Sangat Rendah 42 66 2 8% Jumlah 25 100% Tabel 1.2. Distribusi Frekwensi Self-Regulated Learning Siswa SMP N 03 Suruh Kategori Range/ Skor Frekuensi Prosentase (%) Sangat tinggi 102 120 2 8% Tinggi 84 101 5 20% Sedang 66 83 7 28% Rendah 48 65 8 32% Sangat Rendah 30 47 3 12% Jumlah 25 100% Dalam hasil penelitian dapat di lihat pada Tabel 1.1 mendapatkan hasil motivasi berprestasi pada kategori tinggi sebesar 48%, dan pada tabel 1.2 mendapatkan hasil bahwa siswa dalam self-regulated learning termasuk dalam kategori rendah dengan prosentase 32% Dan setelah dilakukan analisis korelasi mempunyai hubungan yang tidak signifikan antara motivasi berprestasi dengan self-regulated learning, untuk memastikan ada tidaknya hubungan yang signifikan perlu dilakukan penelitian dengan populasi yang lebih luas pada siswa kelas VIII SMP Negeri 03 Suruh. 11

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan didalam pendahuluan diatas maka peneliti dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut : Apakah ada hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan selfregulated learning siswa kelas VIII SMP Negeri 03 Suruh? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti di dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikansi hubungan antara motivasi berprestasi dengan selfregulated learning pada siswa kelas VIII di SMP N 03 Suruh 1.4 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk maksud sebagai berikut: 1.4.1 Manfaat Teoritis a. Menambah referensi yang telah ada, tentang hubungan motivasi berprestasi dengan self-regulated learning sehingga dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di sekolah khususnya dalam bidang bimbingan konseling. b. Menjadi bahan acuan bagi penelitian lain yang berminat meneliti permasalahan yang terkait dengan penelitian ini. 1.4.2 Manfaat Praktis 12

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi guru pembimbing untuk dapat membantu siswa didalam menata kemampuan selfregulated learning. b. Memberikan masukan dan informasi kepada guru mapel dan pembimbing tentang pentingnya menumbuhkan self-regulated learning pada siswa c. Memberikan manfaat secara tidak langsung kepada siswa agar menumbuhkan self-regulation learning di dalam dirinya. 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini disusun sebagai berikut: Bab 1. Pendahuluan, berisi : latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II. Landasan Teori, berisi : pengertian motivasi berprestasi, ciri-ciri motivasi berpestasi, tujuan Motivasi berpestasi, aspek-aspek Motivasi berpestasi, factor-faktor Motivasi berpestasi, pentingnya Motivasi berpestasi, pengertian selfregulated learning, factor-faktor yang mempengaruhi self-regulated learning, komponen self-regulated learning, karakteristik indidu yang mempunyai selfregulated learning hasil penelitian yang berhubungan, hipotesis. Bab III. Metode Penelitian, berisi : jenis penelitian, populasi dan sampel,variabel penelitian, teknik pengumpulan data, uji validitas item dan reliabilitas, dan teknik analisis data. Bab IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan, berisi : deskripsi subyek penelitian, pengumpulan data, analisis data, uji hipotesis, dan pembahasan hasil penelitian. Bab V. Penutup, berisi : kesimpulan dan saran. 13