BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PEMIDANAAN ORANG TUA ATAU WALI DARI PECANDU NARKOTIKA DI BAWAH UMUR MENURUT UU NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA NARKOTIKA. 2.1 Pengaturan Hukum tentang Tindak Pidana Narkotika dalam Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1976

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA [LN 1997/10, TLN 3671]

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA BERDASARKAN PADA UNDANG-UNDANG YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA.

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA [LN 1997/67, TLN 3698]

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. 1. adanya pengendalian, pengawasan yang ketat dan seksama.

KATA PENGANTAR. Saya adalah mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Dalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, sanksi bagi pelaku kejahatan narkoba adalah sebagai berikut :

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PENYALAHGUNAAN PSIKOTROPIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN Oleh: Oktaphiyani Agustina Nongka 2

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

UU 22/1997, NARKOTIKA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 22 TAHUN 1997 (22/1997) Tanggal: 1 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Tentang: NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

PELAKSANAAN SISTEM PEMIDAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA ABSTRAK

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PERKEMBANGAN PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA SEBELUM LAHIRNYA DAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA BAB I KETENTUAN UMUM

BAB III PENUTUP. mengambil kesimpulan sebagai berikut: dilakukan oleh anak-anak, antara lain : bentuk penanggulangan secara preventif yaitu :

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 Tentang NARKOTIKA

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XV/2017 Pidana bagi Pemakai/Pengguna Narkotika

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN.

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan rasa kekhawatiran yang mendalam pada masyarakat. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

BAB V PENUTUP. Penyalahguna magic mushroom dapat dikualifikasikan sebagai. golongan I sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

BAB I PENDAHULUAN. (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Kepolisian

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

KEBIJAKAN NARKOTIKA, PECANDU DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA

BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan

BAB III PENUTUP. hukum ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB I PENDAHULUAN. Pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang dinamakan pidana denda. Kedua

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang,

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

*9954 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 22 TAHUN 1997 (22/1997) TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB XX KETENTUAN PIDANA

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan semakin menunjukkan peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari

PIDANA DAN TINDAKAN TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. oleh

BAB III PENUTUP. Berdasarkan analisis di atas maka penulis mengambil kesimpulan: sering jadi pertimbangan khusus di mana penerapan sanksi pidana

BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN PIDANA PENJARA DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. keberadaannya menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup masyarakat karena

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 67, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3698)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

- 1 - BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

Pasal 48 yang berbunyi :

BAB I PENDAHULUAN. sosial, dan politik dalam dunia internasional, Indonesia telah ikut berpatisipasi

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. peredaran gelap narkoba menyebabkan penyalahgunaan yang makin meluas dan. merupakan ancaman bagi kehidupan bangsa dan negara.

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

Institute for Criminal Justice Reform

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOBA YANG DILAKUKAN OLEH WARGA NEGARA ASING

Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM BAGI PENGEDAR DAN PENYALAH GUNA MAGIC MUSHROOM. 3.1 Pertanggungjawaban Hukum Bagi Pengedar Magic Mushroom

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063]

20. PelaksanaanUU No.35/2009 tentangnarkotika. Pelatihan Outreach Worker Program Harm Reduction

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi. Seiring dengan perkembangan

Transkripsi:

BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA Pada prinsipnya perlindungan hukum tidak membedakan terhadap kaum pria maupun wanita, sistem pemerintahan negara sebagaimana yang telah dicantumkan dalam Penjelasan UUD 1945 diantaranya menyatakan prinsip Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar). 27 A. Perlindungan Hukum Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 Tentang Narkotika Dalam hal perlindungan untuk pecandu narkotika dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 tentang Narkotika adalah sebagai berikut: 28 Pasal 33 Hakim dalam memutus perkara pidana yang dimaksud dalam Pasal 36 ayat (7) dapat: a. Memerintahkan yang bersalah itu dimasukkan dalam lembaga rehabilitasi pecandu narkotika dengan tidak memidananya, dan atau b. memidana yang bersalah. Pasal ini berdasarkan pikiran bahwa pecandu narkotika itu selain orang yang melanggar ketentuan Pasal 23 ayat (7), juga merupakan korban penyalahgunaan narkotika. Pasal 34 Oleh karena pengobatan dan rehabilitasi korban penyalahgunaan narkotika tidak hanya menjadi tugas dan tanggung jawab Pemerintah akan tetapi juga merupakan tanggung jawab masyarakat pada umumnya maka dipandang perlu adanya 27 Barda Nawawi Arief. Beberapa Aspek Kebijakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Bandung. Cipta Aditya Bakti, 1998, hlm 58. 28 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 tentang Narkotika 45

lembaga rehabilitasi tersebut.pasal ini dimaksudkan untuk lebih menjamin koordinasi di dalam usaha pengawasan dan penanggulangan masalah penyalahgunaan narkotika, mengingat bahwa masalah ini menyangkut berbagai segi sosial dan melibatkan berbagai instansi Pemerintah dan Swasta secara fungsionil. Pasal 38 Pasal ini dimaksudkan untuk lebih melindungi generasi muda yang akan datang, mengingat bahwa kelompok masyarakat yang paling rawan terhadap bahaya penyalahgunaan narkotika adalah anak-anak yang belum cukup umur, maka orang yang menyebabkan terjerumusnya anak-anak tersebut perlu dijatuhi hukuman yang lebih Hal-hal yang menjadi pertimbangan dibentuknya undang-undang ini adalah sehubungan dengan perkembangan lalu-lintas dan alat-alat perhubungan dan pemasukan narkotika ke Indonesia 29. Hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 secara umum dapat digambarkan sebagai berikut 30 : a. Mengatur jenis-jenis narkotika yang lebih terinci. b. Pidananya juga sepadan dengan jenis-jenis narkotika tersebut. c. Mengatur pelayanan tentang kesehatan untuk pecandu dan rehabilitasinya. d. Mengatur semua kegiatan yang menyangkut narkotika yakni penanaman, peracikan, produksi, perdagangan, lalu lintas pengangkutan serta penggunaan narkotika. e. Acara pidananya bersifat khusus. f. Pemberian premi bagi mereka yang berjasa dalam pembongkaran kejahatan narkotika 29 Hari Sasangka, Narkotika dan psikotropika dalam Hukum Pidana untuk Mahasiswa dan praktisi serta penyuluhan narkoba. 2003, Mandar Maju. Bandung hal. 165 30 Ibid hal. 164 46

g. Mengatur kerjasama internasional di bidang penanggulangan narkotika. h. Materi pidananya banyak yang menyimpang dari KUHP i. Ancaman pidana lebih berat. Kesederhanaan perumusan definisi narkotika dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 juga berakibat kurang proporsionalnya sanksi pidana dengan dampak ataupun manfaat suatu jenis narkotika. Penggolongan narkotika ke dalam berbagai golongan yang didsarkan pada manfaat dan dampak yang ditimbulkan sangat efektif dalam upaya penanggulangan tindak pidana narkotika. Undang-undang ini terkesan cenderung mengatur mengenai pengawasan terhadap peredaran narkotika di dalam negeri dan kurang terorganisir. B. Perlindungan Hukum Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika yang diundangkan pada tanggal 1 September 1997 dimuat dalam lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 67 serta tambahan Lembaran Negara Nomor 3698. Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika tidak dapat dipertahankan lagi keberadaannya, karena adanya perkembangan kualitas kejahatan yang sudah menjadi ancaman yang sangat serius bagi kehidupan umat manusia 31. Kejahatan-kejahatan narkotika pada umumnya tidak dilakukan oleh perorangan secara berdiri sendiri, melainkan dilakukan secara bersama-sama 31 Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2004) hal. 155 47

bahkan dilakukan oleh sindikat terorganisasi secara mantap, rapi dan sangat rahasia 32. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika ini mempunya cakupan yang lebih luas baik dari segi norma, ruang lingkup materi ataupun pidana yang diperberat 33. Narkotika: Psal 44 Berikut Pasal-Pasal yang memuat tentang Perlindungan hukum pecandu (1) Untuk kepentingan pengobatan dan/atau perawatan, pengguna narkotikadapat memiliki, menyimpan, dan/atau membawa narkotika. (2) Pengguna narkotika sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) harusmempunyai bukti bahwa narkotika yangdimiliki, disimpan,dan/atau dibawauntuk digunakan, diperoleh secara sah. Pasal 45 Pecandu narkotika wajib menjalani pengobatan dan/atau perawatan. Pasal 46 (1) Orang tua atau wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkannya kepada pejabat yang ditunjuk oleh Pemerintah untukmendapatkan pengobatan dan/atau perawatan. (2) Pecandu narkotika yang telah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pejabat yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan. (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri Kesehatan. Pasal 47 (1) Hakim yang memeriksa perkara pecandu narkotika dapat. memutuskan untukmemerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan, apabila pecandu narkotika tersebutterbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika; atau 32 Hari Sasangka, Op.Cit hal. 166 33 Ibid 48

(2) Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi pecandu narkotika sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, diperhitungkan sebagai masamenjalani hukuman. 17 Pasal 48 (1) Pengobatan dan/atau perawatan pecandu narkotika dilakukan melalui fasilitas rehabilitasi. (2) Rehabilitasi meliputi rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Pasal 49 (1) Rehabilitasi medis pecandu narkotika dilakukan di rumah sakit ditunjuk oleh Menteri Kesehatan. (2) Atau dasar persetujuan Menteri Kesehatan, lembaga rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat melakukan rehabilitasi medis pecandu narkotika. (3) Selain pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis, prosespenyembuhan pecandu narkotika dapat diselenggarakan oleh masyarakatmelalui pendekatan keagamaan dan tradisional. Pasal 50 Rehabilitasi sosial bekas pecandu narkotika dilakukan pada lembaga rehabilitasisosial yang ditunjuk oleh Meneteri Sosial. Pasal 51 (1) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 diatur dengan Keputusan Menteri Kesehatan. (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana Pembentukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika sejak awal pembentukannya dari bentuk masih Rancangan Undang-Undang memiliki semangat antara lain 34 : 34 AR.Sujono, Bony Daniel, Komentar dan Pembahasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika, 2011. Sinar Grafika. 2011. hal 13 49

1. Undang-Undang Narkotika yang baru menggantikan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika harus mampu melahirkan persamaan persepsi, mengenai bahaya penyalahgunaan narkotika beserta akibat yang ditimbulkannya, baik terhadap perseorangan dan masyarakat, maupun terhadap bangsa dan negara. 2. Harus mampu mencegah, menghentikan dan sekaligus memberantas semua bentuk peredaran dan perdagangan gelap narkotika, serta bersamasama dengan masyarakat internasional berupaya untuk menanggulangi permasalahannya. 3. Harus mampu memberikan pengayoman kepada masyarakat tanpa membeda-bedakan status dan kedudukan, untuk dapat menjamin terciptanya kepastian hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan, dalam peran sertanya menumbuhkembangkan perwujudan disiplin nasional. 4. Harus mampu memberikan sanksi yang terberat terhadap pelanggar tindak pidana narkotika, baik yang dilakukan secara perseorangan maupun secara kelompok, secara terorganisir maupun korporasi, dalam skala nasional, maupun internasional, sehingga bobot tindakan represif yang melekat pada Undang-Undang mampu menghasilkan efek psikologis yang nyata untuk digunakan sebagai sarana preventif. 5. Harus mampu menjamin terselenggaranya kelangsungan pengadaan narkotika secara legal yang sangat dibutuhkan bagi kepentingan pelayanan kesehatan maupun pengembangan ilmu pengetahuan. 50

6. Harus mampu menjamin terselenggaranya upaya pengobatan dan rehabilitasi, bagi pasien yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika. 7. Kesadaran bahwa narkotika jika disalahgunakan bisa menjadi racun yang merusak fisik dan jiwa manusia. Apabila penyahgunaan itu meluas disertai dengan peredaran gelap yang tidak terkendali, maka narkotika dapat menghancurkan kehidupan masyaratakat dan bangsa, khususnya generasi muda, dan memperlemah ketahanan nasional. C. Perlindungan Hukum dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Undang-Undangnarkotika yang disahkan pada 14 September 2009 merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Pemerintah menilai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tidak dapat mencegah tindak pidana narkotika yang semakin meningkat secara kuantitatif maupun kualitatif serta bentuk kejahatannya yang terorganisir. Namun secara substansial, UU Narkotika yang baru tidak mengalami perubahan yang signifikan dibandingkan dengan UU terdahulu, kecuali penekanan pada ketentuan kewajiban rehabilitasi, penggunaan pidana yang berlebihan, dan kewenangan BNN yang sangat besar 35. Tindak pidana Narkotika di dalam masyarakat menunjukan kecenderungan yang semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas, terutama di kalangan anak-anak, remaja dan generasi muda pada umumnya. Tidak pidana Narkotika tidak lagi dilakukan secara perseorangan, melainkan melibatkan banyak orang yang secara bersama-sama, 35 https://totokyuliyanto.wordpress.com/2009/11/10/catatan-terhadap-uu-no-35-tahun- 2009-tentang-narkotika/ diakses pada tanggal 31 Juli 2017 pada jam 09.10 51

bahkan merupakan satu sindikat yang terorganisasi dengan jaringan yang luas ang bekerja secara rapi dan sangat rahasia di tingkat nasional. Kebijakan Hukum Pidana Terkait sanksi pidana, pemidanaan, tindakan dan pemberatan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah : 1. Sanksi yang digunakan aitu berupa sanksi pidana dan sanksi tindakan. 2. Untuk sanksi pidana meliputi pidana pokok yaitu berupa : pidana mati, penjara seumur hidup, penjara dengan batasan waktu tertentu, pidana kurungan, pidana denda serta pidana tambahan berupa : pencabutan hak tertentu terhadap korporasi berupa pencabutan izin usaha dan/atau pencabutan status badan hukum. 3. Untuk sanksi tindakan berupa : rehabilitasi medis dan sosial serta pengusiran dan pelanggaran memasuki wilayah Indonesia bagi WNA yang meakukan tindak pidana di Indonesia setelah menjalani sanksi pidana. 4. Jumlah lamanya sanksi pidana bervariasi sementara untuk pidana denda berkisar antara Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) sampai Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah). Apabila kejahatan dilakukan oleh korporasi dapat dikenakan pemberatan sebanyak tiga kali dari pidana denda yang diancamkan. Dan untuk pidana penjara berkisar antara satu tahun sampai 20 (dua puluh) tahun. 5. Sanksi pidana dirumuskan dalam 4 bentuk yaitu : a. Dalam bentuk tunggal (penjara atau denda saja) 52

b. Dalam bentuk alternatif (pilihan ataua penjara atau denda) c. Dalam bentuk kumulatif (penjara dan denda) d. Dalam bentuk kombinasi/campuran (penjara dan/atau denda) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, para pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika tidak lagi diberikan kebebasan dan atas kehendak sendiri untuk sembuh. Rehabilitasi medis dan rehabilitasi social menjadi kewajiban bagi para pecandu. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 juga mewajibkan pecandu narkotika untuk melaporkan diri mereka kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Kewajiban tersebut juga menjadi tanggung jawab orang tua dan keluarga. 53