42 BAB III EMAS DAN FATWA MUI TENTANG JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI A. Konsep Emas 1. Emas pada Zaman Rasulullah Kata z\ahab yang berarti emas disebut dalam al-qur an sebanyak 8 kali. Tetapi hanya satu yang memberikan ancaman kepada orang yang mengumpulkan dan menyimpan emas, karena tidak memanfaatkannya di jalan yang benar. 60 Sebagaimana yang dijelaskan dalam surat at-taubah ayat 34 : ي ا أ ي ه ا ال ذ ين آم ن وا إ ن ك ث ير ا م ن الا ح ب ار و ال ره ب ان ل ي ا ك ل ون أ م و ال الن اس ب ال ب اط ل و ي ص دون ع ن س ب يل الل ه و ال ذ ين ي ك ن ز ون ال ذه ب و ال ف ضة و لا ي ن ف ق ون ه ا في س ب يل الل ه ف ب شر ه م ب ع ذ اب أ ل ي م Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orangorang alim Yahudi dan rahib-rahib Nas}rani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. 61 FiqhIslam.com 60 Ebook, Sistem Dinar Emas: Solusi untuk Perbankan Syariah, hal.2. diakses dari 61 Kementrian Agama RI, Al-Qur an dan Terjemah, Dilengkapi dengan Kajian Us}u>l Fiqih, 192. 42
43 Pada zaman Nabi Muhammad SAW, emas dijadikan sebagai mata uang yang digunakan untuk bertransaksi bersama dengan perak.62 Dalam sejarah Islam, uang merupakan sesuatu yang diadopsi dari peradaban Romawi dan Persia. Dinar adalah mata uang emas yang diambil dari Romawi dan dirham adalah mata uang perak warisan peradaban Persia.63 Sepanjang kehidupannya, Nabi tidak merekomendasikan perubahan apapun terhadap uang. Artinya, Nabi dan para sahabat yang menjadi khalifah sesudahnya membenarkan praktik ini. 2. Pendapat Jumhur Ulama tentang Illat Riba pada Emas Menurut Ibnu Qudamah, sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Hasan, bahwa al-s\amaniyah sebagai illat riba pada emas dan perak adalah illat yang munas}ib (tepat), sebab dengan al-s\amaniyah tersebut harta menjadi sesuatu yang berarti. Selain itu, menurut al-mawardi, manakala ijma Ulama membolehkan memesan barang timbangan dengan pembayaran emas dan perak, ini artinya illat riba yang ada pada emas dan perak bukanlah al-wazn. Sebab, jika illat tersebut adalah al-wazn, maka tidak boleh memesan barang 62 Ebook, Sistem Dinar Emas: Solusi untuk Perbankan Syariah, hal.3. diakses dari FiqhIslam.com 63 Mustafa Edwin Nasution, et al, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), 242.
44 timbangan dengan pembayaran emas atau perak, sebab transaksi tersebut dengan illat al-wazn termasuk riba nas}i ah. 64 3. Jual Beli Emas pada Masa Nabi Emas dan perak haram diribakan karena illat yang sama, yaitu karena keduanya termasuk barang berharga sehingga diharamkan riba di dalamnya. 65 Nabi bersabda : ال ذه ب ب ال ذه ب و ال ف ضة ب ال ف ضة و ال ب ر ب ال ب ر و ال شع ير ب ال شع ير و الت م ر ب الت م ر و ال م ل ح ب ال م ل ح م ث لا بم ث ل س و اء ب س و اء ي د ا ب ي د ف ا ذ ا اخ ت ل ف ت ه ذ ه الا ص ن اف ف ب يع وا ك ي ف ش ي ت م إ ذ ا ك ان ي د ا ب ي د (Jual beli) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya ir dengan sya ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (dengan syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai. 66 Dalam hal ini, tidak ada perbedaan antara emas dan perak, apakah ia sudah ditempa (menjadi uang) atau masih dalam bentuk lempengan. Karena tidak diperbolehkan membeli dua pound dengan tiga pound, baik dengan sistem kredit (pembayaran berjangka) maupun pembayaran tunai. Tidak sah juga membeli satu keping emas sebarat sepuluh gram dengan kepingan emas lain uang beratnya tiga belas gram, sebab pertukaran barang sejenis dengan 64 Ahmad Hasan, Mata Uang Islami, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), 174. 65 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010), 229. 66 Ibn H{ajar al-asqalani, Bulughul Maram, Terj. Irfan Maulana Hakim, 336.
45 barang sejenis harus memenuhi tiga syarat: sama ukurannya, secara tunai, dan serah terima sebelum berpisah. Sedangkan jika jenisnya berbeda, maka boleh ada kelebihan namun disyaratkan tetap harus secara tunai dan ada sistem serah terima (yadan bi yadin). 67 B. Fatwa MUI tentang Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai 1. Latar Belakang Penetapan Fatwa Pada umumnya, suatu fatwa dikeluarkan oleh Ulama atau lembaga yang memiliki otoritas dalam mengeluarkan fatwa disebabkan oleh munculnya suatu kejadian, fenomena, ataupun permasalahan yang sedang terjadi di masyarakat dimana permasalahan tersebut perlu untuk dipecahkan dan ditetapkan status hukumnya. Salah satu contohnya adalah penetapan fatwa nomor 77/DSN-MUI/V/2010 tentang jual beli emas secara tidak tunai. Fatwa ini muncul karena dilatarbelakangi oleh kebiasaan masyarakat pada saat ini yang sering melakukan transaksi jual beli dengan cara pembayaran tidak tunai, baik itu dengan menggunakan sistem angsuran maupun secara tangguh. Hal ini bisa dilihat dari fenomena yang terjadi di masyarakat di mana produsen-produsen dan para penjual seperti motor, alatalat rumah tangga, rumah, dan lain sebagainya, semakin marak menawarkan 67 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat, 229.
46 barang dagangannya dengan sistem kredit untuk meningkatkan tingkat penjualannya. Emas, yang sering dilirik oleh sebagian orang sebagai salah satu media investasipun tak luput dari pengaruh sistem jual beli angsuran. Padahal, di dalam Islam emas dikategorikan sebagai barang ribawi di mana penjualannya harus dilakukan secara tunai. Dalam menanggapi masalah ini, terjadi perbedaan pendapat dikalangan umat Islam. Sebagian Ulama ada yang membolehkan dan sebagian Ulama lain tidak membolehkannya. Masing-masing Ulama memiliki alasan tersendiri dalam mengeluarkan pendapatnya. Sehingga, berangkat dari fenomena inilah diperlukan adanya fatwa yang bisa dijadikan pedoman sekaligus kejelasan mengenai masalah jual beli emas secara tidak tunai tersebut. 2. Isi Fatwa MUI Tentang Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai Di dalam Fatwa MUI No. 77/DSN-MUI/V/2010 tentang jual beli emas secara tidak tunai ini, menetapkan bahwa jual beli emas secara tidak tunai, baik melalui jual beli biasa atau jual beli mura>bah}ah, hukumnya boleh (mubah, ja> iz) selama emas tidak menjadi alat tukar yang resmi (uang). Akan tetapi, kebolehan tersebut ada ketentuannya yakni harga jual (s\aman) tidak boleh bertambah selama jangka waktu perjanjian meskipun ada perpanjangan waktu setelah jatuh tempo.
47 diantaranya : Penetapan fatwa ini sendiri didasarkan dari beberapa pertimbangan, a. Dalil al-qur an Surat al-baqarah: 275 و أ ح ل الل ه ال ب ي ع و ح رم ال رب ا.. Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. 68 b. Dalil al-hadis 1) Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dan al-baihaqi dari Abu Sa id al- Khudri : ا ن ر س و ل االله ص ل ى االله ع ل ي ه و آل ه و س ل م ق ا ل : إ نم ا ال ب ي ع ع ن ت ر اض (رواه ابن ما جة والبيهقي وصححه ابن حبان) Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan atas dasar kerelaan (antara kedua belah pihak) (HR Ibnu Majah dan al-baihaqi, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hiban). 69 2) Hadis riwayat Muslim, Abu Daud. Tirmidzi, Nas}a I, dan Ibn Majah, dengan teks Muslim dari Ubadah bin Shamit, Nabi SAW bersabda : ال ذه ب ب ال ذه ب و ال ف ضة ب ال ف ضة و ال ب ر ب ال ب ر و ال شع ير ب ال شع ير و الت م ر ب الت م ر و ال م ل ح ب ال م ل ح م ث لا بم ث ل س و اء ب س و اء ي د ا ب ي د ف ا ذ ا اخ ت ل ف ت ه ذ ه الا ص ن اف ف ب يع وا ك ي ف ش ي ت م إ ذ ا ك ان ي د ا ب ي د 68 Departemen Agama RI, AlQur an dan Terjemahnya, (Bandung: Syamiil Cipta Media, 2005), 47. 69 Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, Terj. Kamaludin A. Marzuki, Jilid XII, (Bandung: Al-Ma arif, t.t), 71.
48 (Jual beli) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya ir dengan sya ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (dengan syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai. 70 3) Hadis Nabi Riwayat Muslim, Tirmidzi, Nas}a I, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad, dari Umar bin Khattab, Nabi SAW bersabda : ا ل ذه ب ب ال و ر ق ر ب ا إ لا ه اء و ه اء... (Jual beli) emas dengan perak adalah riba kecuali (dilakukan) secara tunai. 4) Hadis riwayat Muslim dari Abu Sa id al-khudri, Nabi SAW bersabda : لا ت ب ي ع و ا ال ذه ب ب ا ل ذه ب إ لا م ث لا بم ث ل و لا ت ش فو ا ب ع ض ه ا ع ل ى ب ع ض و لا ت ب ي ع وا ال و ر ق إلا م ث لا بم ث ل و لا ت ش فوا ب ع ض ه ا ع ل ى ب ع ض و لا ت ب ي ع وا م ن ه ا غ ا ي ب ا ب ن ا ج ز Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain. Janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain. Dan janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai. 71 5) Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Muslim dari Bara bin Azib dan Zaid bin Arqam : ن ه ى ر س و ل االله ص ل ى االله ع ل ي ه و س ل م ع ن ب ي ع ال و ر ق ب ال ذه ب د ي ن ا 70 Ibn H{ajar al-asqalani, Bulughul Maram, Terj. Irfan Maulana Hakim, 336 71 Ibid.
49 Rasulullah SAW melarang menjual perak dengan emas secara piutang (tidak tunai). 72 6) Hadis riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf al-muzani, Nabi SAW bersabda : ا ل صل ح ج اي ز ب ين ال م س ل م ين إ لا ص ل ح ا ح رم ح لا لا أ و أ ح ل ح ر ام ا و ال م س ل م و ن ع ل ى ش ر وط ه م ح رم ح لا لا أ و أ ح ل ح ر ام ا Perdamaian (musyawarah mufakat) boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram, dan kaum muslimin terikat dengan syaratsyarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. c. Kaidah ushul dan kaidah fikih, antara lain : 1) Kaidah Ushul ا لح ك م ي د و ر م ع ع ل ت ه و ج و د ا و ع د م ا Hukum berputar (berlaku) bersama ada atau tidak adanya illat. 2) Kaidah Fikih Adat (kebiasaan) dijadikan dasar penetapan hukum. ا ل ع ا د ة مح كم ة 3) Kaidah Fikih أ ن الا ح ك ام ال م ت ر ت ب ة ع ل ى ال ع و ا ي د ت د و ر م ع ه ا ك ي ف م ا د ار ت و ت ب ط ل م عه ا إ ذ ا ب ط ل ت ك الن ق و د في ال م ع ام لا ت... 72 Fathul Bari, http://library.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?, diakses tanggal 30 Juli 2013
50 Hukum yang didasarkan pada adat (kebiasaan) berlaku bersama adat tersebut dan batal (tidak berlaku) bersamanya ketika adat itu batal, seperti mata uang dalam muamalat.. 4) Kaidah Fikih م ن ا ل ذخ ي ر ة : ق اع د ة : ك ل ح ك م م ر ت ب ع ل ى ع ر ف أ و ع اد ة ي ب ط ل ع ن د ز و ال ت ل ك ال ع ا د ة ف ا د ت غ ي ر ت غ ي ر الح ك م (Dikutip) dari kitab al-dzakirah sebuah kaidah: Setiap hukum yang didasarkan pada suatu urf (tradisi) atau adat (kebiasaan masyarakat) menjadi batal (tidak berlaku) ketika adat tersebut hilang. Oleh karena itu, jika adat berubah, maka hukum pun berubah. 5) Kaidah Fikih ا للا ص ل في ال م ع ام لا ت الا ب اح ة إ لا أ ن ي د ل د ل ي ل ع ل ى تح ر يم ه ا Pada dasarnya, segala bentuk muamalah itu boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya. d. Pendapat para Ulama 1) Syaikh Ali Jumu ah, mufti al-diyar al-mis}riyah, al-kalim al-t}ayyib fatawa ashriya>h, Al-Qahirah: Da>r al-sala>m, 2006, 136. ي ط في و ال ف ضة ال م ص ن ع ين أ و ال م ع دي ن ل لت ص ن ي ع ب الت ق س ع ص ر ن ا يج و ز ب ي ع ال ذه ب الح اض ر ح ي ث خ ر ج اع ن الت ع ام ل م ا ك و س ي ط ل لت ب اد ل ب ين الن ا س و ص ار ا س ل ع ة ك س ا ي ر ال سل ع ال تي ت ب اع و ت ش ت ر ى ب ال ع اج ل و ا لا ج ل و ل ي س ت له م ا ص و ر ة ال دي ن ار و ال در ه م الل ذ ي ن ك ان ا ي ش ت ر ط ف ي ه ا الح ل و ل و الت ق اب ض ف ي م ا ر و اه أ ب و س ع ي د الخ د ر ي أ ن ر س و ل االله ص ل ى االله ع ل ي ه ؤ س ل م ق ال : "لا ت ب ي ع و ا الل ذه ب ب ال ذه ب إ لا م ث لا بم ث ل و لا ت ب ي ع و ا م ن ه ا غ اي ب ا الت ب اد ل و الت ع ام ل ب ن اج ز " (رواه البخاري). و ه و م ع ل ل ب ا ن ال ذه ب و ال ف ضة ك ان ا و س ي ل تي ب ي ن الن اس و ح ي ث ان ت ف ت ه ذ ه الح ال ة الا ن ف ي ن ت ف ي الح ك م ح ي ث ي د و ر الح ك م و ج و د ا و ع د م ا م ع ع ل ت ه. و ع ل ي ه : ف لا م ا ن ع ش ر ع ا م ن ب ي ع ال ذه ب ال م ص ن ع أ و الم ع د ل لت ص ن ي ع ب ال ق س ط.
51 Boleh jual beli emas dan perak yang telah dibuat atau disiapkan untuk dibuat dengan angsuran pada saat ini di mana keduanya tidak lagi diperlakukan sebagai media pertukaran di masyarakat dan keduanya telah menjadi barang (sil ah) sebagaimana barang lainnya yang diperjualbelikan dengan pembayaran tunai dan tangguh. Pada keduanya tidak terdapat gambar dinar dan dirham yang dalam (pertukarannya) disyaratkan tunai dan diserahterimakan sebagaimana dikemukakan dalam hadis riwayat Abu Sa id al-khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda : Janganlah kalian menjual emas dengan emas kecuali dengan ukuran yang sama, dan janganlah menjual emas yang gha ib (tidak diserahkan saat itu) dengan emas yang tunai. (HR. al-bukhari). Hadis ini mengandung illat bahwa emas dan perak merupakan media pertukaran dan transaksi di masyarakat. Ketika saat ini kondisi itu telah tiada, maka tiada pula hukum tersebut, karena hukum berputar (berlaku) bersama dengan illatnya, baik ada maupun tiada. Atas dasar itu, maka tidak ada larangan syara untuk menjualbelikan emas yang telah dibuat atau disiapkan untuk dibuat dengan angsuran. 2) Prof. Dr. Wahbah al-zuhaily dalam al-mua>malat al-ma>liyah almu as}irah, (Damsyiq: Da>r al-fikr, 2006), 133. و ك ذ ل ك ش ر اء الح ل ي م ن ال صا ي غ ب الت ق س ي ط لا يج و ز ل ع د م اك ت م ال ق ب ض الث م ن و لا ي ص ح أ ي ض ا ب ق ر ض م ن ال صاي غ Demikian juga, membeli perhiasan dari pengrajin dengan pembayaran angsuran tidak boleh, karena tidak dilakukan penyerahan harga (uang), dan tidak sah juga dengan cara berutang dari pengrajin. 3) Pendapat Syekh Abdullah bin Sulaiman al-mani dalam Buhu>ts fi al- Iqtis}a>d al-isla>my, (Beirut: Al-Maktab al-isla>mi, 1996), 322. مم ا ت ق دم ي ت ض ح أ ن الث م ن ي ة في ال ذه ب و ال ف ضة م و غ ل ة ف ي ه م ا و أ ن الن ص ص ر ي ح في اع ت ب ار هم ا م الا ر ب و ي ا يج ب في ال م ب اد ل ة ب ي ن ه م ا الت م ا ث ل و الت ق ا ب ض في مج ل س ال ع ق د ف ي م ا ا تح د ج ن س ه و الت ق ا ب ض في مج ل س ال ع ق د في ب ي ع ب ع ض ه م ا ب ب ع ض إ لا م ا أ خ ر ج ت ه ال صن اع ة
52 ع ن م ع نى الث م ن ي ة ف ي ج و ز الت ف اض ل ب ين الج ن س م ن ه م ا د و ن الن س ا ع ل ى م ا س ب ق م ن ت و ض ي ح و ت ع ل ي ل Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa status emas dan perak lebih dominan fungsinya sebagai s\aman (alat tukar, uang) dan bahwa nas} sudah jelas menganggap keduanya sebagai harta ribawi, yang dalam mempertukarkannya wajib adanya kesamaan dan saling serah terima di majelis akad sepanjang jenisnya sama, dan saling serah terima di majelis akad dalam hal jual beli sebagiannya (emas, misalnya) dengan sebagian yang lain (perak), kecuali emas atau perak yang sudah dibentuk (menjadi perhiasan) yang menyebabkannya telah keluar dari arti (fungsi) sebagai s\aman (harga, uang). Maka ketika itu, boleh ada kelebihan dalam mempertukarkan antara yang sejenis (misalnya emas dengan emas yang sudah menjadi perhiasan) tetapi tidak boleh ada penangguhan, sebagaimana telah dijelaskan pada keterangan sebelumnya. 4) Dr. Khalid Muslih dalam Hukmu Bai al-z ahab bi al-nuqu>d bi al- ب ي ع ال ذه ب ب الن ق و د ال و ر ق ي ة ب لت ق س ي ط ل ل ع ل م اء ف ي ه ق و لا ن في الج مل ة : Taqsit} : ا ل ق و ل الا ول : ا لت ح ر يم و ه و ق و ل أ ك ث ر أه ل ال ع ل م ع ل ى خ لا ف ب ي ن ه م في ا لا س ت د لا ل له ذ ا ال ق و ل و أ ب ر ز م ا ه ن ا ك أ ن الو ر ق الن ق د ي و ال ذه ب م ن ا لا ثم ان والا ثم ن لا يج و ز ب ي ع ه ا إ لا ي د ا ب ي د ل م ا ج اء في ذ ل ك م ن ا لا ح ا د ي ث ك ح د ي ث ع ب اد ة ب ن ال صام ت ر ض ي االله ع ن ه أ ن الن بي ص ل ى االله ع ل ي ه و س ل م ق ال : (ف ا ذ ا اخ ت ل ف ت ه ذ ه ا لا ج ن اس ف ب ي ع و ا ك ي ف ش ي ت م إ ذ ا ك ان ي د ا ب ي د ) ر و اه م س ل م ا ل ق و ل الث اني : ا لج و از و ب ه ق ال جم اع ة م ن ال ف ق ه اء ال م ع اص ر ي ن م ن أ ب ر ز ه م ال ش يخ ع ب د ال رحم ن ال سع د ي ع ل ى اخ ت لا ف ب ي ن ه م في الا س ت د لا ل له ذ ا ال ق و ل إلا أ ن أ ب ر ز م ا ي س ت ن د ل ه ه ذ ا ال ق و ل م ا ذ ك ر ه ش ي خ ا لا س لا م اب ن ت ي م ي ة و اب ن ال ق ي م م ن ج و از ب ي ع الح ل ي ب ال ذه ب ن س ي ي ة ح ي ث ق ال اب ن ت ي م ي ة ك م ا في الا خ ت ي ار ات : "يج و ز ب ي ع ال م ص و غ م ن ال ذه ب و ال ف ضة بج ن س ه م ن غ ير اش تر اط الت م اث ل و يج ع ل الز ا ي د في م ق اب ل ال صن ع ة س و اء ك ان ال ب ي ع ح الا أ و م و جلا م ا لم ي ق ص د ك و ن ه ثم ن ا"
53 و أ ص ر ح م ن ه ق و ل اب ن ال ق ي م : "أ ن الح ل ي ة ال م ب ا ح ة ص ار ت ب ال صن ع ة ال م ب اح ة م ن ج ن س الث ي اب و ال سل ع لا م ن ج ن س ا لا ثم ان و له ذ ا لم تج ب ف ي ه ا ال ز كاة ف لا يج ر ي ال رب ا ب ي ن ه ا و ب ين ا لا ثم ان ك م ا لا يج ر ي ب ين ا لا ثم ان و س اي ر ال سل ع و إ ن ك ان ت م ن غ ير ج ن س ه ا ف ا ن ه ذ ه ب ال صن اع ة ق د خ ر ج ت ع ن م ق ص و د ا لا ثم ان و أ ع دت ل لت ج ار ة ف لا مح ذ و ر في ب ي ع ه ا بج ن س ه ا..." انتهى من إعلام الموقعين Secara global, terdapat dua pendapat Ulama tentang jual beli emas dengan uang kertas secara angsuran : Pendapat pertama : haram. Ini adalah pendapat mayoritas Ulama, dengan argument (istidlal) berbeda-beda. Argumen paling menonjol dalam pendapat ini adalah bahwa uang kertas dan emas merupakan s\aman (harga, uang) sedangkan s\aman tidak boleh diperjualbelikan kecuali secara tunai. Hal ini berdasarkan hadis Ubadah bin al-shamit bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, Jika jenis (harta ribawi) ini berbeda, maka jualbelikanlah sesuai kehendakmu apabila dilakukan secara tunai. Pendapat kedua : boleh (jual beli emas dengan angsuran). Pendapat ini didukung oleh sejumlah fuqaha masa kini diantara yang paling menonjol adalah Syeikh Abdurrahman as-sa di. Meskipun mereka berbeda dalam memberikan argumen (istidlal) bagi pandangan tersebut, hanya saja argumen yang menjadi landasan utama mereka adalah pendapat yang dikemukakan oleh Syeikh al-islam Ibnu Taymiyah dan Ibnu Qayyim mengenai kebolehan jual beli perhiasan (terbuat dari emas) dengan emas, dengan pembayaran tangguh. Mengenai hal ini Ibnu Taymiyah menyatakan dalam kitab al-ikhtiya>rat : Boleh melakukan jual beli perhiasan dari emas dan perak dengan jenisnya tanpa syarat harus sama kadarnya (tamas}ul), dan kelebihannya dijadikan sebagai kompensasi atas jasa pembuatan perhiasan, baik jual beli itu dengan pembayaran tunai maupun dengan pembayaran tangguh, selama perhiasan tersebut tidak dimaksudkan sebagai harga (uang). Ibnu Qayyim menjelaskan lebih lanjut : Perhiasan (dari emas atau perak) yang diperbolehkan, karena pembuatan (menjadi perhiasan) yang diperbolehkan, berubah statusnya menjadi jenis pakaian dan barang, bukan merupakan jenis harga (uang). Oleh karena itu, tidak wajib zakat atas perhiasan (yang terbuat dari emas atau perak) tersebut, dan tidak berlaku pula riba (dalam pertukaran atau jual beli) antara harga (uang) dengan barang lainnya, meskipun bukan dari jenis yang
54 sama. Hal itu karena dengan pembuatan (menjadi perhiasan) ini, perhiasan (dari emas) tersebut telah keluar dari tujuan sebagai harga (tidak lagi menjadi uang) dan bahkan telah dimaksudkan untuk perniagaan. Oleh karena itu, tidak ada larangan untuk memperjualbelikan perhiasan emas dengan jenis yang sama (I la>m al-muwaqqi in: 247) 5) Syaikh Abd al-hamid Syauqiy al-jibaliy dalam Bai al-dzahab bi al- Taqsith: إ ن ح ك م ب ي ع ال ذه ب ب الت ق س ي ط اخ ت ل ف ف ي ه ال ف ق ه اء ع ل ى الن ح و الت الي : أ ~ ا ل م ن ع : و ه و ق و ل جم ا ه ير ال ف ق ه اء م ن الح ن ف ي ة و ال م ال ك ي ة و ال شاف ع ي ة و الح ن اب ل ة ز ب ~ ا لج و از : و ه و ر أ ي اب ن ت ي م ي ة و اب ن ال ق ي م و م ن و اف ق ه م ا م ن ال م ع ا صر ي ن. إ س ت د ل ال ق ا ي ل و ن بال م ن ع ب ع م و م الا ح اد ي ث ال و ار د ة في ال رب ا و ال تي ف ي ه ا: {لا ت ب ع ال ذه ب ب ال ذه ب و لا ال ف ضة ب ال ف ضة إ لا ه اء اء ي د اب ي د } و ق ال و ا إ ن ال ذه ب و ال ف ضة أ ثم ان لا يج و ز ف ي ه ا الت ق س ي ط و لا ب ي ع الا ج ل لا ن ه م ف ض إ لى ال رب ا و ا س ت د ل ال ق اي ل و ن ب ا لج و از بم ا ي ل ى : أ ~ أ ن ال ذه ب و ال ف ضة ه ي س ل ع ت ب اع و ت ش ت ر ى يج ر ي ع ل ي ه ا م ا يج ر ي ع ل ى ال سل ع و لم ت ع د أ ثم ان ا. ب ~ لا ن ح اج ة الن ا س م ا سة إ لى ب ي ع ه ا و ش ر اي ه ا ف ا ذ ا لم يج ز ب ي ع ه ا ب الت ق س ي ط ف س د ت م ص ل ح ة الن اس و و ق ع و ا في الح ر ج. ج ~ أ ن ال ذه ب والف ضة ب ال صن ع ة ال م ب اح ة أ ص ب ح ا م ن ج ن س الث ي اب و ال سل ع لا م ن ج ن س ا لا ثم ان ف لا يج ر ي ال رب ا ب ي ن ه ا و ب ين ا لا ثم ان ك م ا لا يج ر ي ب ين ا لا ثم ان و س اي ر ال سل ع و إ ن ك ان ت م ن غ ير ج ن س ه ا. د ~ ل و س د ع ل ى الن اس ه ذ ا ال ب اب ل س د ع ل ي ه م ب اب ال دي ن و ت ض رر و ا ب ذ ل ك غ اي ة ال ضر ر.
55 و ب ع د ه ذ ا ف ا ن ال رأي ال راج ح ع ن د ي و ال ذ ي أ ف تى ب ه ه و ج و از ب ي ع ال ذه ب ب الت ق س ي ط لا ن ه س ل ع ة و ل ي س ثم ن ا ت ي س ي ر ا ع ل ى ال ع ب اد و ر ف ع ا ل ل ح ر ج ع ن ه م. Mengenai hukum jual beli emas secara angsuran, Ulama berbeda pendapat sebagai berikut : a. Dilarang, dan ini pendapat mayoritas fuqaha, dari mazhab Hanafi, Maliki, Syafi i, dan Hanbali. b. Boleh, dan ini pendapat Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim, dan Ulama kontemporer yang sependapat. Ulama yang melarang mengemukakan dalil dengan keumuman hadis-hadis tentang riba, yang antara lain menegaskan: Janganlah engkau menjual emas dengan emas, dan perak dengan perak, kecuali secara tunai. Mereka menyatakan, emas dan perak adalah s\aman (harga, alat pembayaran, uang), yang tidak boleh dipertukarkan secara angsuran maupun tangguh, karena hal itu menyebabkan riba. Sementara itu, Ulama yang mengatakan boleh mengemukakan dalil sebagai berikut: a. Bahwa emas dan perak adalah barang (sil ah) yang dijual dan dibeli seperti halnya barang biasa, dan bukan lagi s\aman (harga, alat pembayaran, uang). b. Manusia sangat membutuhkan untuk melakukan jual beli emas. Apabila tidak diperbolehkan jual beli emas secara angsuran, maka rusaklah kemaslahatan manusia dan mereka akan mengalami kesulitan. c. Emas dan perak setelah dibentuk menjadi perhiasan berubah menjadi seperti pakaian dan barang, dan bukan merupakan s\aman (harga, alat pembayaran, uang). Oleh karenanya tidak terjadi riba (dalam pertukaran atau jual beli) antara perhiasan dengan harga (uang), sebagaimana tidak terjadi riba (dalam pertukaran atau jual beli) antara harga (uang) dengan barang lainnya, meskipun bukan dari jenis yang sama. d. Sekiranya pintu (jual beli emas secara angsuran) ini ditutup, maka tertutuplah pintu utang piutang, masyarakat akan mengalami kesulitan yang tidak terkira. Berdasarkan hal-hal di atas, maka pendapat yang rajih dalam pandangan saya dan pendapat yang saya fatwakan adalah boleh jual beli emas dengan cara angsuran, karena emas adalah barang, bukan
56 harga (uang), untuk memudahkan urusan manusia dan menghilangkan kesulitan mereka. e. Pendapat peserta rapat pleno DSN-MUI pada hari kamis, tanggal 20 Jumadil Akhir 1431 H/03 Juni 2010M, antara lain sebagai berikut : 1) Hadis-hadis Nabi yang mengatur pertukaran (jual beli) emas dengan emas, perak dengan perak, serta emas dengan perak atau sebaliknya, mensyaratkan, antara lain, agar pertukaran itu dilakukan secara tunai, dan jika dilakukan secara tidak tunai, maka Ulama sepakat bahwa pertukaran tersebut dinyatakan sebagai transaksi riba, sehingga emas dan perak dalam pandangan Ulama dikenal sebagai amwa>l riba>wiyah (barang ribawi). 2) Jumhur Ulama berpendapat bahwa ketentuan atau hukum dalam transaksi sebagaimana dikemukakan di atas merupakan ah}ka>m mu allalah (hukum yang memiliki illat) dan illat-nya adalah s\amaniyah, maksudnya bahwa emas dan perak pada masa wurud hadis merupakan s\aman (harga, alat pembayaran atau pertukaran, uang). 3) Uang-yang dalam literatur fiqh disebut dengan s\aman atau nuqud (jamak dari naqd) didefinisikan oleh para Ulama, antara lain sebagai berikut :
57 ا لن ق د ه و ك ل و س ي ط للت ب اد ل ي ل ق ى ق ب و لا ع ا ما م ه م ا ك ان ذ ل ك ال و س ي ط وع ل ى أ ي ح ال س لا مى م كت ب صاد الا ي ك و ن (ع ب د االله ب ن س ل ي ما ن ن ي ع بح و ث في ا لا ق ت ا لم ا لا س لا مى ١٩٩٦ ص: ١٧٨ ) Naqd (uang) adalah segala sesuatu yang menjadi media pertukaran dan diterima secara umum, apapun bentuk dan dalam kondisi seperti apapun media tersebut. (Abdullah bin Sulaiman al-mani, Buhu>ts fi al- Iqtis}a>d al-isla>mi, Al-Maktab al-isla>mi, 1996, h.178) ا لن ق د : م ا ا تخ ذ الن اس ثم ن ا م ن ال م ع اد ن ال م ض ر و ب ة أ و الا و ر اق ال م ط ب و ع ة و نح وه ا ا ل صاد ر ة ي ا ل م عا ملا ة ال ي ة ا لم عا ج ع ن ال م و سس ة ال م ال ي ة ص اح ب ة ا لا خ ت ص اص (مح م د ر و ا س ق ل عه ا لم س ١٩٩٩ ص: ٢٣) ر ة في ض وء ا ل ف قه وال ش ر ي ع ب ي ر وت : دا ر الن فاي ص Naqd adalah sesuatu yang dijadikan harga (s\aman) oleh masyarakat, baik terdiri dari logam atau kertas yang dicetak maupun dari bahan lainnya, dan diterbitkan oleh lembaga keuangan pemegang otoritas. (Muhammad Rawas Qal ah Ji, al-mua>mala>t al-ma>liyah al-mua>shirah fi Dhau al-fiqh wa al-syari>ah, Beirut: Da>r al-nafa> is, 1999, h.23) 4) Dari definisi tentang uang di atas dapat dipahami bahwa sesuatu, baik emas, perak, maupun yang lainnya termasuk kertas, dipandang atau berstatus sebagai uang hanyalah jika masyarakat menerimanya sebagai uang (alat atau media pertukaran) dan berdasarkan pendapat Muhammad Rawas Qal ah Ji, diterbitkan atau ditetapkan oleh lembaga keuangan pemegang otoritas. Dengan kata lain, dasar status sesuatu dinyatakan sebagai uang adalah adat (kebiasaan atau perlakuan masyarakat). 5) Saat ini, masyarakat dunia tidak lagi memperlakukan emas atau perak sebagai uang, tetapi memperlakukannya sebagai barang (sil ah).
58 Demikian juga, Ibnu Taymiyah dan Ibnu al-qayyim menegaskan bahwa jika emas atau perak tidak lagi difungsikan sebagai uang, misalnya telah dijadikan perhiasan, maka emas atau perak tersebut berstatus sama dengan barang (sil ah).