Pengaturan Tanggung Jawab Bank Dalam Electronic Banking Menurut Peraturan Perundang-Undangan. Oleh: Pahlefi 1

dokumen-dokumen yang mirip
PERTANGGUNGJAWABAN PIHAK BANK ATAS PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM E-TRANSACTION DI BIDANG PERBANKAN

(Disampaikan oleh Direktorat Hukum Bank Indonesia)

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.07/2017

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI

No. 11/10 /DASP Jakarta, 13 April 2009 S U R A T E D A R A N

No. 16/16/DKSP Jakarta, 30 September 2014 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA PENYELENGGARA DAN KONSUMEN JASA SISTEM PEMBAYARAN DI INDONESIA

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK DAN NASABAH BANK DI INDONESIA

FREQUENTLY ASK QUESTIONS

Lex Crimen Vol. VI/No. 3/Mei/2017

Pedoman Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank melalui Internet (Internet Banking)

Tata Cara Pengaduan Permasalahan Transaksi Keuangan

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH ATAS DATA PRIBADI NASABAH DALAM LAYANAN INTERNET BANKING YANG DIBERIKAN OLEH PIHAK PERBANKAN ABSTRAK

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/5/PBI/2006 TENTANG MEDIASI PERBANKAN GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERLINDUNGAN dan PEMBERDAYAAN NASABAH BANK DALAM ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA 1

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/7/PBI/2005 TENTANG PENYELESAIAN PENGADUAN NASABAH GUBERNUR BANK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. perekonomian. Kebutuhan masyarakat yang tinggi terhadap sektor masyarakat

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

S U R A T E D A R A N

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan masyarakat (financial

BAB III PENUTUP. 1. Kontrak elektronik yang dilakukan melalui SMS Banking sah sepanjang

Yth. Direksi/Pengurus Pelaku Usaha Jasa Keuangan, baik yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional maupun secara syariah,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 1 /PBI/2014 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN JASA SISTEM PEMBAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

A. Latar Belakang Masalah

BAB I. KETENTUAN UMUM

II. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017. penyunan dan penandatanganan akta kesepakatan. Kata kunci: Penyelesaian sengketa, perbankan, mediasi

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DATA PRIBADI NASABAH DALAM LAYANAN INTERNET BANKING

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. Dalam Bab mengenai hasil penelitian dan analisis ini, Penulis akan

N. Tri Suswanto Saptadi. Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknologi Informasi Universitas Atma Jaya Makassar. 4/7/2014 nts/epk/ti-uajm 2

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG - UNDANG INFORMASI dan TRANSAKSI ELEKTRONIK

MATERI MUATAN REGULASI INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DI SEKTOR LEMBAGA KEUANGAN PERBANKAN

PETUNJUK PENYUSUNAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENERAPAN PRINSIP MENGENAL NASABAH LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA

No. 11/11/DASP Jakarta, 13 April 2009 S U R A T E D A R A N. Perihal : Uang Elektronik (Electronic Money)

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

2016, No.267.

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian yang dimuat secara sah mengikat para pihak sebagai Undang-undang.

Lex et Societatis, Vol. III/No. 10/Nov/2015

UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 77 /POJK.01/2016 TENTANG LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI

BAB I PENDAHULUAN. rakyat banyak membutuhkan dana yang besar. 1 Salah satu sumber dananya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. munculnya Internethingga akhirnya tiba di suatu masa dimana penggunaan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PIALANG ASURANSI, PERUSAHAAN PIALAN

JURNAL SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH TERHADAP KEAMANAN DATA PRIBADI NASABAH DALAM LAYANAN INTERNET BANKING

BAB V PENUTUP. 1. Tanggung Jawab Bank Dan Oknum Pegawai Bank Dalam. Melawan Hukum Dengan Modus Transfer Dana Melalui Fasilitas

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK DI INDONESIA. Perihal: Penyelesaian Pengaduan Nasabah

BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

Peraturan Perlindungan Data Pribadi Nasabah Bank

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN

BAB I PENGANTAR. sependapat dalam buku Bunga Rampai Hukum Ekonomi Dan Hukum

Syarat dan Ketentuan Umum Layanan PermataMobile berbasis SMS dari PermataBank

Contoh Klausula Transparansi Informasi Produk Bank Pada Formulir Aplikasi yang Diisi oleh Nasabah

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI BANK DAN NASABAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/ 23 /PBI/2003 TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENAL NASABAH (KNOW YOUR CUSTOMER PRINCIPLES)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

ANALISIS YURIDIS JUAL BELI BARANG MELALUI TOKO ONLINE (E-COMMERCE)

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB III TANGGUNG GUGAT BANK SYARIAH ATAS PELANGGARAN KEPATUHAN BANK PADA PRINSIP SYARIAH

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 23 /PBI/2012 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

- 1 - UMUM. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN. perbankan antara lain internet banking. Internet Banking kini bukan lagi istilah

LAMPIRAN SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/11/DKSP TANGGAL 22 JULI 2014 PERIHAL PENYELENGGARAAN UANG ELEKTRONIK (ELECTRONIC MONEY)

2012, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan

DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA

Syarat dan Ketentuan Umum Layanan PermataNet

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yang telah memiliki beberapa Undang-undang yang mengatur tentang

BAB I PENDAHULUAN. dana dari masyarakat dan menyalurkannya secara efektif dan efisien pada

2017, No Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK MELALUI MEDIASI Oleh Ni Made Dewi Juliantini G. Ni Putu Purwanti

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.04/2016 TENTANG AGEN PERANTARA PEDAGANG EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/15/PBI/2016 TENTANG PENYELENGGARA JASA PENGOLAHAN UANG RUPIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

No.18/ 41 /DKSP Jakarta, 30 Desember 2016 S U R A T E D A R A N. Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN INKLUSI KEUANGAN DI SEKTOR JASA KEUANGAN

2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846); 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelaya

BAB III TAGIHAN YANG SEBENARNYA. Electronic Bill Presentment And Payment adalah salah satu sarana yang

Liabilitas dan Modal. Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KETENTUAN DAN PERSYARATAN KHUSUS PEMBUKAAN REKENING INVESTOR

BAB I. yang salah satu bentuknya berupa e-banking. 2 Dengan adanya fasilitas

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN

Dibuat Oleh A F I Y A T I NIM Dosen DR. Ir Iwan Krisnadi MBA

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II.

Transkripsi:

Pengaturan Tanggung Jawab Bank Dalam Electronic Banking Menurut Peraturan Perundang-Undangan Oleh: Pahlefi 1 Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis dan membahas tentang pertanggung jawaban bank terhadap kesalahan yang mengakibatkan kerugian terhadap nasabah dalam penggunaan Electronic Banking. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa terdapat beberapa kelemahan dalam penyelenggaraan sistem informasi tersebut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada nasabah bank. Hal ini bisa disebabkan karena kesalahan sistem atau kelalaian pihak terkait. Terpenuhinya unsur perbuatan melawan hukum akibat kelalaian atau kesalahan sistem tersebut menyebabkan nasabah pengguna layanan internet banking yang mengalami kerugian dapat melakukan gugatan terhadap pihak bank. Dalam hal ini, pihak bank wajib bertanggungjawab dikarenakan terlanggarnya kewajiban pihak bank untuk menerapkan prinsip kehati-hatian serta manajemen risiko perbankan sebagaimana diakomodir PBI No.9/15/PBI/2007. Kata Kunci : Tanggung Jawab, Electronic Banking. A. PENDAHULUAN Sekarang ini, kemajuan di bidang teknologi berkembang semakin pesat seiring dengan bcrkcmbangnya kebutuhan manusia dan kemajuan jaman. Termasuk juga di Indonesia yang mengalami banyak perkembangan terutama di bidang ekonomi. Tingkat mobilitas di masyarakat secara umum telah meningkat secara drastis dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini menyebabkan penyedia layanan melakukan berbagai inovasi pada sistem pelayanan bagi masyarakat pengguna jasa mereka. Peningkatan layanan ini dilakukan untuk mempermudah konsumen pengguna jasa dalam melakukan kegiatannya sehari-hari. Ada banyak bentuk jasa pelayanan yang ada di Indonesia, salah satunya adalah Lembaga Keuangan. Lembaga Keuangan dalam arti luas 1 Dosen Bagian Hukum Keperdataan Fak Hukum Universitas Jambi. Hal 75

adalah sebagai perantara dari pihak yang mempunyai kelebihan dana (surplusof funds) dengan pihak yang kekurangan dana (lack of funds) sehingga peranan dari lembaga keuangan sebenarnya, yaitu sebagai perantara keuangan masyrakat (financial intermediary). 2 Lembaga keuangan dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis lembaga, yaitu Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank. Lembaga Keuangan Bank dan Bukan Bank memiliki perbedaan, baik dari segi kegiatan usahanya, penghimpunan dananya, operasionalnya, perizinannya, maupun dasar hukumnya. Salah satu perbedaan dari segi kegiatan usahanya adalah Lembaga Keuangan Bank menerima simpanan dana masyarakat, sedangkan Lembaga Keuangan Bukan Bank tidak menerima dana simpanan masyarakat, kegiatan usahanya memberikan dana ke masyarakat baik dengan memberikan kredit atau pembiayaan. Beberapa jenis kegiata usaha yang termasuk Lembaga Keuangan Bukan Bank adalah sebagai berikut: 3 a. Perusahaan Asuransi b. Penyelenggara Dana Pensiun c. Perusahaan Keuangan d. Holding Company e. Perusahaan yang memberikan potongan/diskonto f. Perusahaan pemutar kredit g. Rumah Gadai. "Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang paling penting dan besar peranannya dalam kehidupan masyarakat. Bank adalah suatu badan usaha yang berbadan hukum yang bergerak di bidang jasa keuangan." 4 Bank melakukan kegiatan usaha yang berhubungan dengan keuangan, yang bertujuan menyimpan dana, memberikan kredit dan jasa-jasa keuangan lainnya. Sebagaimana diketahui, industri perbankan menjalankan fungsi sebagai 2 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal. 101. 3 Ibid., hal. 102. 4 Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, CV. Mandar Maju, Bandung, 2008, hal. 2. Hal 76

penghimpun dan penyalur dana masyarakat, sehingga konsekuensinya menimbulkan dua hubungan hukum, yaitu : pertama, hubungan hukum antara bank (debitur) dan nasabah penyimpan dan (kreditur), berupa perjanjian penyimpanan (perjanjian penyimpanan) dana; dan kedua, hubungan hukum antara bank (kreditur) dengan nasabah peminjam dana (debitur), berupa perjanjian kredit bank. Secara yuridis "nasabah" diartikan sebagai pihak yang menggunakan jasa bank. 5 Transaksi Elektronik (e-transaction) dalam dunia perbankan erat kaitannya dengan internet banking. Karen Furst menjelaskan bahwa internet banking merupakan suatu bentuk pemanfaatan media internet oleh bank untuk mempromosikan dan sekaligus melakukan transaksi secara on-line, baik dari produk yang sifatnya konvensional maupun yang baru. Dengan adanya internet banking setiap nasabah mampu melakukan kegiatan transaksi elektronik setiap saat dengan mengaksesnya melalui personal computer, ponsel maupun media wireless lainnya. 6 Sebagai dasar menciptakan sistem internet banking tersebut, lembaga keuangan bank harus menyediakan fasilitas layanan internet banking yang realtime dan cross-channel view dari semua informasi nasabah. Sehingga, lembaga keuangan bank dapat merespon dengan segera untuk setiap kontak atau transaksi dengan nasabah, memperbaiki layanan nasabah, membuka kesempatan keuntungan untuk penjualan secara silang, dan juga dengan layanan internet banking ini diharapkan lembaga keuangan mampu masuk pada generasi selanjutnya dari retail banking. 7 Penggunaan layanan internet bunking memang memberikan banyak kemudahan bagi nasabah bank penggunanya, namun tidak menutup kemungkinan terjadi hal-hal yang merugikan bagi nasabah sebagai konsumen. contohnya lambatnya proses pemberitahuan tentang transaksi apabila terjadi gangguan 5 Rachmadi Usman, Penyelesaian Pengaduan Nasabah dan Mediasi Perbankan, PT. Mandar Maju, Bandung, 2011, hal. 77. 6 Karen Furst, Internet Banking: Development and Prospects, Program on Information Resources Policy Harvard University, 2002, hal.4. 7 Budi Agus Riswandi,Aspek Hukum Internet Banking, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2005, hal. 20. Hal 77

tekhnis, atau laporan transaksi yang keliru dan lain sebagainya. 8 Selanjutnya dalam pelaksanaan internet banking, juga terdapat beberapa potensi lubang atau bocornya keamanan (security hole) pada teknis pelaksanaan layanan internet banking itu sendiri. Pengguna menerima serangan berupa virus yang dapat menyadap, mengubah, menghapus, atau memalsukan data (PIN, nomor kartu kredit, dan kunci rahasia). 9 Selain itu, informasi dalam penyedia jasa layanan internet dapat disadap dan dipalsukan, sehingga penyadap dapat menerima informasi tentang pelanggan penyedia jasa layanan internet tersebut. Dengan adanya kelemahan-kelemahan tersebut, diperlukan adanya upaya pengamanan terhadap layanan internet banking. Selain bentuk proteksi terhadap layanan itu sendiri, upaya pengamanan harus dilakukan dari segi regulasi. Dalam hal ini, Bank Indonesia telah menciptakan beberapa regulasi yang mengatur penyelenggaraan internet banking oleh bank pada umumnya sebagai berikut: a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/18/DPNP Tanggal 20 April 2004 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet. b. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah. c. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/10/PBI/2008. d. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang mediasi Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor e. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 9/15/PBI/2007 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi Oleh Bank Umum 8 Hugo Prasetyo, Menilik RisikoFraud Dalam E-Banking, Infobank, Kolom Opini, Oktober 2009, hal. 58. 9 Budi Rahardjo, Aspek Teknologi dan Keamanan Dalam Internet Banking, materi Seminar Internet Banking: Implementasi dan Tantangannya ke Depan, Banking Research and Regulation Directorate, Bank Indonesia, 13 Agustus 2001. Hal 78

f. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/30/DPNP Tanggal 12 Desember 2007 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi Oleh Bank Umum. g. Peraturan Bank Indonesia Nomor:11/12/PBI/2009 Tentang Uang Elektronik h. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor:11/11/DASP Tanggal 13 April 2009 Tentang Uang Elektronik. Pada kenyataannya terkadang terjadi suatu kesalahan dalam aktifitas elektronik banking yang merugikan nasabah. Nasabah sebagai pihak yang dirugikan terkadang tidak memahami bagaimana tanggung jawab bank sebenarnya, selain itu sebagain besar nasabah belum memahami benar tentang bagaimana hak-hak mereka dalam transaksi elektronik di perbankan. Berdasarkan uraian sebagaimana tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk menganalisis atau membahas tentang pertanggung jawaban bank terhadap kesalahan yang mengakibatkan kerugian terhadap nasabah dalam penggunaan elektronik Banking. B. PEMBAHASAN Dalam menyelenggarakan teknologi informasi yang menjadi basis dalam pelayanan internet banking, bank pada umumnya menyelenggarakan secara mandiri maupun menggunakan pihak ketiga. Pada dasarnya, pihak ketiga tersebut merupakan sebagai penyedia jasa teknologi informasi. Dalam hal ini, bank harus memastikan bahwa pihak ketiga ini juga menerapkan manajemen risiko yang bersesuaian dengan peraturan yang dikeluarkan Bank Indonesia. Selain itu, pemanfaatan teknologi informasi ini juga tidak luput dari potensi risiko kegagalan sistem maupun cybercrime oleh orang tidak bertanggung jawab. Hal ini dapat merugikan nasabah dan menimbulkan pertanyaan pihak mana yang harus bertanggung jawab atas kejadian tersebut. Komputer yang merupakan sebuah alat tidak dapat dipersalahkan jika terjadi permasalahan di dalamnya, sehingga pertanggungjawaban meleka pada pihak yang menjalankan komponen tersebut atau pihak yang menyediakan jasa layanan. Namun, dalam hal tertentu yang wajib Hal 79

bertanggung jawab adalah pihak yang mengembangkan atau membuat komponen tersebut sekiranya terdapat cacat tersembunyi dalam program yang bersangkutan. Dalam menentukan pertanggungajawaban atas kejadian tersebut, harus kaitkan permasalahan ini dengan dasar pokok aturan yang terdapat dalam PBI No.9/15/PBI/2007 mengenai kewajiban Bank Umum dalam menggunakan teknologi informasi untuk kegiatan perbankan yang pokok-pokok pengaturannya antara lain adalah : a. Bank yang mnyelenggarakan kegiatan internet banking wajib menerapkan manajemen risiko pada aktivitas internet banking secara efektif. b. Penerapan manajemen risiko tersebut wajib dituangkan dalam suatu kebijakan, prosedur dan pedoman tertulis dengan mengacu pada Pedoman Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet (Internet Banking), yang ditetapkan dalam lampiran dalam Surat Edaran Bank Indonesia tersebut. c. Pokok-pokok penerapan manajemen risiko bagi bank yang menyelenggarakan kegiatan internet banking adalah: 1) Adanya pengawasan aktif komisaris dan direksi bank, yang meliputi: a) Komisaris dan direksi harus melakukan pengawasan yang efektif terhadap risiko yang terkait dengan aktivitas internet banking, termasuk penetapan akuntabilitas, kebijakan dan proses pengendalian untuk mengelola risiko tersebut. b) Direksi harus menyetujui dan melakukan kaji ulang terhadap aspek utama dari prosedur pengendalian pengamanan bank. 2) Pengendalian pengamanan (security control). yang meliputi : a) Bank harus melakukan langkah-langkah yang memadai untuk menguji keaslian (otentikasi) identitns dan otorisasi terhadap nasabah yang melakukan transaksi melalui internet banking. b) Bank harus menggunakan metode pengujian keaslian transaksi untuk menjamin bahwa transaksi tidak dapat diingkari oleh nasabah (non repudiation) dan menetapkan tanggung jawab dalam transaksi internet banking. c) Bank harus memastikan adanya pemisahan tugas dalam sistem internet banking, database dan aplikasi lainnya. d) Bank harus memastikan adanya pengendalian terhadap otorisasi dan hak akses (privileges) yang tepat terhadap sistem internet banking, database dan aplikasi lainnya. e) Bank harus memastikan tersedianya prosedur yang memadai untuk melindungi integritas data, catatan/arsip dan informasi pada transaksi internet banking. f) Bank harus memastikan tersedianya mekanisme penelusuran (iaudit trail) yang jelas untuk seluruh transaksi internet banking. g) Bank harus mengambil langkah-langkah untuk melindungi kerahasiaan informasi penting pada internet banking. Langkah tersebut harus sesuai Hal 80

dengan sensitivitas informasi yang dikeluarkan dan/atau disimpan dalam database. 3) Manajemen Risiko Hukum dan Risiko Reputasi, yang meliputi : a) Bank harus memastikan bahwa website bank menyediakan informasi yang memungkinkan calon nasabah untuk memperoleh informasi yang tepat mengenai identitas dan status hukum bank sebelum melakukan transaksi melalui internet banking. b) Bank harus mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa ketentuan kerahasiaan nasabah diterapkan sesuai dengan yang berlaku di negara tempat kedudukan bank menyediakan produk dan jasa internet banking. c) Bank harus memiliki prosedur perencanaan darurat dan berkesinambungan usaha yang efektif untuk memastikan tersedianya sistem dan jasa internet banking. d) Bank harus mengembangkan rencana penanganan yang memadai untuk mengelola, mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang timbul dari kejadian yang tidak diperkirakan (internal dan eksternal) yang dapat menghambat penyediaan sistem dan jasa internet banking. e) Dalam hal sistem penyelenggaraan internet banking dilakukan oleh pihak ketiga (outsourcing), bank harus menetapkan dan menerapkan prosedur pengawasan dan due dilligence yang menyeluruh dan berkelaftjutan untuk mengelola hubungan bank dengan pihak ketiga tersebut. Selain yang diatur di dalam PBI tersebut, UU ITE juga mengatur terkait penyelenggaraan sistem elektronik yang aman dan dapat melindungi kepentingan penggunanya sebagaimana tertera dalam Pasal 15 dan Pasal 16 ayat (1) sebagai berikut: Pasal 15: 4) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem elektronik secara andaldan amanan serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya. 5) Penyelengara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya. 6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik. Pasal 16 ayat (1) Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undnag tersendiri, setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut: Hal 81

f. Dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan.atau Dokumen Elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan; g. Dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotenttikan, kerahasiaan, dan keteraksesan Informasi Elektronik dalam Penyelenggaran Sistem Elektronik tersebut; h. Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; i. Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; dan j. Memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk. Adanya kewajiban bagi pihak bank dan/atau pihak penyedia jasa teknologi indormasi yang harus dipenuhi dalam menyelenggarakan suatu sistem elektronik perbankan yang menjadi basis dari layanan internet banking menyebabkan jika terjadi kerusakan sistem elektronik pada layanan terebut yang disebabkan oleh pihak bank maupun pihak penyedia jasa teknologi informasi, menyebabkan nasabah dapat meminta pertanggungjawaban pihak bank atas kerugian yang dideritanya atas dasar Perbuatan Melawan Hukum. Terjadinya kerusakan sistem elektronik pada layanan internet banking ini telah memenuhi unsur-unsur perbuatan hukum karena tidak dilaksanakannya kewajiban-kewajiban oleh pihak bank dan/atau penyedia jasa teknologi informasi dalam penyelenggaraan sistem elektronik perbankan dan merupakan perbuatan yang melanggar ketentuan PBI No.9/15/PBI/2007 dan ketentuan dalam Pasal 15 serta Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang ITE. Kelalaian pihak bank dan/atau penyedia jasa teknologi informasi tersebut memenuhi unsur kesalahan yang menimbulkan kerugian bagi nasabah pengguna layanan internet banking. Oleh karenanya, dengan terpenuhinya unsur-unsur dari Perbuatan Melawan Hukum tersebut, nasabah dapat meminta pertanggungjawaban pihak bank atas dasar Pasal 1365 KUHPerdata. Hal ini dikecualikan dalam hal perbuatan melawan hukum terjadi akibat karyawan bank yang bersangkutan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1367 ayat (3) KUHPerdata sebagai berikut: Hal 82

Majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang-orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka, bertanggungjawab atas kerugian yang disebabkan olhp pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan mereka dalam melakukan pekerjaan yang ditugaskan kepada orang-orang itu. Upaya perlindungan hukum yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada nasabah, yaitu dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/10/PBI/2008 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang mediasi Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008. 1. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/10/PBI/2008. Bank Indonesia menerbitkan PBI ini dengan dua tujuan utama yaitu : pertama, untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan. Kedua, untuk menurunkan publikasi negatif terhadap bank yang dapat mempengaruhi reputasi bank. Bagi nasabah PBI ini memiliki manfaat yang eukup besar, karena dengan adanya PBI ini nasabah diberikan upaya percepatan penyelesaian permasalahan yang terjadi antara nasabah dengan bank. Proses penyelesaian pengaduan nasabah yang diatur dalam PBI ini diharapkan dapat memfasilitasi penanganan pengaduan secara efisien dan efektif, sehingga prosesnya tidak berlarut-larut dan keluhan-keluhan nasabah yang sering dijumpai di berbagai media dapat dikurangi, sehingga dapat membawa manfaat baik untuk mengurangi potensi kerugian finansial pada nasabah maupun menjaga reputasr Bank. Bagi Bank selain untuk menjaga reputasinya, PBI ini juga memberikan manfaat lain yaitu : a. Mengidentifikasi permasalahan yang terdapat pada produk-produk yang ditawarkan pada masyarakat. b. Mengidentifikasi penyimpangan kegiatan operasional pada kantor- kantor bank tertentu yang mengakibatkan kerugian pada nasabah. Hal 83

c. Memperoleh masukan secara langsung dari nasbah mengenai aspekaspek yang harus dibenahi untuk mengurangi risiko operaasional. d. Memperbaiki karakteristik produk untuk menyesuaikannya dengan kebutuhan nasabah. Nasabah yang dapat dapat mengajukan pengaduan tidak hanya nasabah yang memiliki rekening yang memanfaatkan jasa perbankan saja tetapi juga nasabah yang tidak memiliki rekening tapi juga memanfaatkan jasa perbankan. Pihak yang mengajukan pengaduan tidak hanya nasabah, namun dapat dilakukan pula oleh perwakilan nasabah yang bertindak untuk dan atas nama nasabah berdasarkan surat kuasa khusus dari nasabah. Dalam mengajukan pengaduan, ada dua cara yang dapat dilakukan nasabah, yaitu : a. Secara lisan. diajukan secara langsung ke kantor bank terdekat, kantor tempat nasabah membuka rekening atau kantor bank tempat melakukan transaksi keuangan. Pengaduan secara lisan juga dapat dilakukan melalui telepon, termasuk call center (Iayanan 24 jam) yang tersedia. b. Secara tertulis, pengaduan dilakukan dengan membuat dan menyampaikan sural resmi dengan jelas serta dengan mengungkapakan kronologis dan lokasi terjadinya permasalahan, baik diantar langsung atau dikirim melalui faksimili atau melalui pos ke bank yang bersangkutan atau melaui e-mail atau website bank dan sarana elekronik lainnya. Selain itu dapat juga dilakukan dengan mengisi formulir pengaduan yang tersedia pada setiap kantor bank. Pengaduan secara tertulis ini wajib dilengakapi fotokopi identitas dan dokumen pendukung lainnya yang mendasari transaksi keuangan. Dalam Pasal 6 ayat (4) Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/10/PBI/2008 disebutkan jangka waktu penanganan penyelesaian pengaduan nasabah secara lisan wajib dilakukan dalam waktu dua hari kerja terhitung sejak tanggal pencatatan pengaduan nasabah oleh bank. Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (5) Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/10/PBI/2008 apabila tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu dua hari kerja maka bank wajib meminta nasabah atau perwakilan nasabah untuk mengajukan pengaduan secara tertulis dengan dilengkapi dokumen seperti fotokopi identitas dan dokumen pendukung lainnya. Untuk pengaduan tertulis menurut Pasal 10 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor Hal 84

10/10/PB1/2008 wajib diselesaikan dalam jangka waktu dua pulih hari kerja setelah penerimaan pengaduan nasabah secara tertulis oleh bank. Pasal 10 ayat (2) menyebutkan bahwa jangka waktu tersebut dapat diperpanjang hingga dua puluh hari berikutnya apabila terdapat kondisi- kondisi tertentu, kondisi-kondisi tersebut menuurut Pasal 10 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/10/PBI/2008 adalah sebagai berikut: a. Kantor bank yang menerima pengaduan tidak sama dengan kantor bank tempat teijadinya perniasalahan yang diadukan dan tcrdapat kendala komunikasi di antara kedua kantor bank tersebut. b. Transaksi keuangan yang diadukan oleh nasabah dan/atau perwakilan nasabah memerlukan penelitian khusus terhadap dokumen-dokumen bank. c. Terdapat hal-hal yang berada diluar kendali bank, seperti adanya keterlibatan pihak ketiga di luar bank dalam transaksi keuangan yang dilakukan nasabah. 2. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang mediasi Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008. Bank Indonesia menerbitkan PBI ini untuk memberikan alternatif penvelesaian sengketa di bidang perbankan antara nasabah dengan bank yang dapat dilakukan secara sederhana, murah dan cepat melalui cara mediasi. Pengaduan yang dilakukan oleh nasabah tidak selalu mendapatkan penyelesaian yang dapat memuaskan nasabah, oleh karena itu untuk menghindari konflik yang berkepanjangan Bank Indonesia menerbitkan PBI ini. Nasabah yang tidak puas tersebut dapat melanjutkan upaya penyelesaian melalui mediasi perbankan atau melalui alternatif penyelesaian sengketa lainnya, bahkan dapat melanjutkan upaya penyelesaian sengketa di bidang perbankan melalui jalur peradilan. Mediasi merupakan salah satu cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan, yang merupakan penyelesaian sengketa di luar peradilan. Kata mediasi berasal dar bahasa Inggris "mediation yang artinya penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai penengah, atau penyelesaian sengketa secara menengahi, yang menengahinya digunakan mediator atau Hal 85

orang yang menjadi penengah. 10 Menurut Pasal 1 angka 5 PBI Nomor 8/5/PBI/2006 tcntang mediasi Perhankan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008, mediasi adalah proses pcnyelesaian sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang disengketakan. Pasal 4 PBI Nomor 8/5/PBI/2006 menyebutkan fungsi mediasi perbankan yang dilaksanakan Bank Indonesia tersebut terbatas pada upaya membantu nasabah dalam rangka memperoleh kesepakatan. Jadi Bank Indonesia hanya memfasilitasi nasabah dan bank dalam penyelesaian sengketa dengan cara memanggil. mempertemukan, mendengar dan memotivasi nasabah dan bank untuk mencari kesepakatan tanpa memberikan rekomendasi atau keputusan penyelesaian sengketa kepada nasabah dan bank. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1) PBI Nomor 10/1/PBI/2008 tentang mediasi perbankan, yang dapat mengajukan mediasi perbankan adalah: a. Nasabah perseorangan, nasabah di sini tidak hanya pihak yang menggunakan jasa bank, tetapi termasuk pula pihak yang tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi keuangan (walk-in cutomer). b. Nasabah usaha mikro dan kecil. c. Perwakilan nasabah, termasuk lembaga, badan hukum, dan atau bank lain yang menjadi nasabah bank lain. Dalam mengajukan penyelesaian sengketa secara mediasi wajib memenuhi beberapa persyaratan menurut Pasal 8 PB1 Nomor 10/l/PBI/2008 tentang mediasi perbankan yaitu : a. Diajukan secara tertulis dengan disertai dokumen pendukung yang memadai. b. Pernah diajukan upaya penyelesaiannya oleh nasabah kepada bank. c. Sengketa yang diajukan tidak sedang dalam proses atau belum pernah diputus oleh lembaga arbitrase atau peradilan, atau belum terdapat kesepakatan yang difasilitasi oleh lembaga mediasi lainnya. 10 Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa DI Luar Pengadilan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal.79 Hal 86

d. Sengketa yang diajukan merupan sengketa keperdataan. e. Sengketa yang diajukan belum pernah diproses dalam mediasi pernbankan yang difasilitasi oleh Bank Indonesia. f. Pengajuan penyelesaian sengketa tidak melebihi enam puluh hari kerja sejak tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan yang disampaikan bank kepada nasabah. Apabila setelah melakukan proses penyelesaian melalui mediasi, nasabah masih belum merasa puas dengan hasil yang didapatkan maka nasabah dapat melakukan proses penyelesaian sengketa melalui proses litigasi di dalam pengadilan. Perlindungan hukum terhadap nasabah bank juga dapat dilakukan oleh hakim. Dalam hal melakukan penyelesaian perkara yang terjadi antara pihak bank dan nasabah. para hakim diharapkan dapat menggunakan asas atau lembaga iktikad baik, kepatutan dan kebiasaan serta penyalahgunaan keadaan sebagai indikator untuk mengawasi perjanjian baku yang telah dibuat oleh bank. 11 Lebih lanjut, Pasal 19 UU ITE menyatakan bahwa para pihak yang melakukan transaksi elektronik harus menggunakan sistem elektronik yang disepakati. Hal ini guna meminimalisir sengketa yang terjadi dalam suatu e- transaction. Namun, apabila terjadi sengketa UU ITE mengatur alternatif penyelesaian sengketa sebagaimana diatur dalam Pasal 38 yang berbunyi: 1) Setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan sistem elektronik dan/atau menggunakan teknologi informasi yang menimbulkan kerugian. 2) Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan sistem elektronik dan/atau menggunakan teknologi informasi yang berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Berdasarkan ketentuan di atas, UU ITE memperbolehkan masyarakat yang dirugikan untuk mengajukan gugatannya secara class action. Lebih lanjut, gugatan yang dapat dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan tersebut mempertegas bahwa ketentuan yang terdapat dalam KUHPerdata berlaku dalam transaksi elektronik. Selain penyelesaian gugatan perdata yang 11 Rachmadi Usman, Op. Cit., hal. 139 Hal 87

sesuai dengan hukum acara perdata tersebut, berdasarkan Pasal 39 ayat (2) UU ITE terlihat bahwa memungkinkan bagi para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui badan arbitrase atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya. C. KESIMPULAN Berdasarkan uraian sebagaimana tersebut di atas, maka berkaitan dengan elektronik banking, khususnya dalam aktivitas perbankan biasa digunakan istilah internet banking, terdapat beberapa kelemahan dalam penyelenggaraan sistem informasi tersebut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada nasabah bank. Hal ini bisa disebabkan karena kesalahan sistem atau kelalaian pihak terkait. Terpenuhinya unsur perbuatan melawan hukum akibat kelalaian atau kesalahan sistem tersebut menyebabkan nasabah pengguna layanan internet banking yang mengalami kerugian dapat melakukan gugatan terhadap pihak bank. Dalam hal ini, pihak bank wajib bertanggungjawab dikarenakan terlanggarnya kewajiban pihak bank untuk menerapkan prinsip kehati-hatian serta manajemen risiko perbankan sebagaimana diakomodir PBI No.9/15/PBI/2007. Hal 88

DAFTAR PUSTAKA Budi Agus Riswandi, Aspek Hukum Internet Banking, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2005. Budi Rahardjo, Aspek Teknologi dan Keamanan Dalam Internet Banking, materi Seminar Internet Banking: Implementasi dan Tantangannya ke Depan, Banking Research and Regulation Directorate, Bank Indonesia, 13 Agustus 2001. Hugo Prasetyo, Menilik RisikoFraud Dalam E-Banking, Infobank, Kolom Opini, Oktober 2009. Karen Furst, Internet Banking: Development and Prospects, Program on Information Resources Policy Harvard University, 2002. Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006. Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa DI Luar Pengadilan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, Penyelesaian Pengaduan Nasabah dan Mediasi Perbankan, PT. Mandar Maju, Bandung, 2011. Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, CV. Mandar Maju, Bandung, 2008. Hal 89