TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

dokumen-dokumen yang mirip
tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

EFISIENSI PENYALURAN AIR IRIGASI DI KAWASAN SUNGAI ULAR DAERAH IRIGASI BENDANG KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TINJAUAN PUSTAKA. sebagai pemanfaatan serta pengaturan air dan sumber-sumber air yang meliputi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang dihasilkan dibawa oleh udara yang bergerak.dalam kondisi yang

RC MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI

KEHILANGAN AIR AKIBAT REMBESAN KE DALAM TANAH, BESERTA PERHITUNGAN EFFISIENSINYA PADA SALURAN IRIGASI SEKUNDER REJOAGUNG I DAN II

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS

TINJAUAN PUSTAKA. padi adalah tersedianya air irigasi di sawah-sawah sesuai dengan kebutuhan. Jika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa komponen dalam sistem irigasi diantaranya adalah :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyumas. Sungai ini secara geografis terletak antara 7 o 12'30" LS sampai 7 o

ANALISIS EFISIENSI DAN KEHILANGAN AIR PADA JARIRINGAN UTAMA DAERAH IRIGASI AIR SAGU. Wilhelmus Bunganaen *)

KEBUTUHAN AIR. penyiapan lahan.

BAB III LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

BAB III LANDASAN TEORI

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Air Tanaman 1. Topografi 2. Hidrologi 3. Klimatologi 4. Tekstur Tanah

BAB-2 JARINGAN IRIGASI

ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA

Matakuliah : S0462/IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Tahun : 2005 Versi : 1. Pertemuan 2

PERENCANAAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR YOGI OKTOPIANTO

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERTEMUAN ke-5 A. Kompetensi Mahasiswa memahami proses pembuatan peta petak untuk keperluan irigasi

BAB II LANDASAN TEORI

ABSTRAK. Kata kunci : Saluran irigasi DI. Kotapala, Kebutuhan air Irigasi, Efisiensi. Pengaliran.

METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Studi dan Waktu Penelitian Lokasi Studi

Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran umum Daerah Irigasi Ular Di Kawasan Buluh. Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai pada 18 Desember 2003, semasa

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI POLA LENGKUNG KEBUTUHAN AIR UNTUK IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI TILONG

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. dengan penguapan suhu tanaman akan relatif tetap terjaga. Daerah Irigasi di Sumatera Utara adalah Daerah Irigasi Sungai Ular.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kembali lagi ke laut, seperti digambarkan pada Gambar 2.1. Gambar 2.1. Ilustrasi Siklus Hidrologi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di

Lebih dari 70% permukaan bumi diliputi oleh perairan samudra yang merupakan reservoar utama di bumi.

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu

PENDAHULUAN. Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab III TINJAUAN PUSTAKA

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

Manfaat Penelitian. Ruang Lingkup Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular di Kawasan Sumber Rejo. Kawasan Sumber Rejo terletak kecamatan yakni Kecamatan Pagar Merbau,

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1

BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA

ABSTRAK Faris Afif.O,

1.3. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pola jaringan drainase dan dasar serta teknis pembuatan sistem drainase di

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. penanaman sangat penting. Oleh karena air menggenang terus-menerus maka

DESAIN BANGUNAN IRIGASI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas

PERANCANGAN SISTEM DRAINASE

TINJAUAN PUSTAKA. rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Irigasi

Perencanaan Saluran Irigasi Primer di Desa Maroko Kabupaten Yahukimo Provinsi Papua

Gambar 7. Peta Ikhtisar Irigasi

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

RC MODUL 1 TEKNIK IRIGASI

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut

TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE

PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI MELALUI PEMBANGUNAN LONG STORAGE

BAB III METODOLOGI. Dalam pengumpulan data untuk mengevaluasi bendungan Ketro, dilakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, antara lain :

BAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

Ada empat unsur fungsional pokok dalam suatu jaringan irigasi, yaitu :

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI

BAB V PEMBAHASAN. lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih model lereng stabil dengan FK

STUDI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA EMBUNG GUWOREJO DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BAKU DI KABUPATEN KEDIRI

EVALUASI KINERJA PENYALURAN AIR DI DAERAH IRIGASI PAYA SORDANG KECAMATAN PADANGSIDIMPUAN TENGGARA KABUPATEN TAPANULI SELATAN

KAJIAN KOEFISIEN REMBESAN PADA SALURAN IRIGASI TERSIER DI DESA SEI BERAS SEKATA DAERAH IRIGASI MEDAN KRIO KECAMATAN SUNGGAL KABUPATEN DELI SERDANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kita tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai

OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

0 BAB 1 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Secara tata bahasa Indonesia rawa didefinisikan adalah lahan genangan air secara

HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian di DAS Ciliwung hulu tahun ,

PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI TIM PENGAMPU MATA KULIAH AGROHIDROLOGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian hilir. Air hujan yang jatuh diatas permukaan bumi dalam perjalanannya sebagian kecil menguap dan sebagian besar mengalir dalam bentuk alur-alur kecil kemudian menjadi alur-alur sedang seterusnya mengumpul menjadi satu alur besar atau utama. Daerah dari mana sungai memperoleh air merupakan daerah tangkap hujan yang biasa disebut dengan daerah aliran sungai (DAS). Dengan demikian DAS dapat dipandang sebagai suatu unit kesatuan wilayah tempat air hujan mengumpul kesungai menjadi aliran sungai (Lubis, dkk.,1993). Sungai mempunyai peranan yang sangat besar bagi perkembangan peradaban manusia di seluruh dunia ini, yakni dengan menyediakan daerah-daerah subur yang umumnya terletak di lembah-lembah sungai dan sumber air sebagai sumber kehidupan yang paling utama bagi manusia. Dalam bidang pertanian sungai berfungsi sebagai sumber air yang penting untuk irigasi (Sosrodarsono dan Tominaga, 1994). Daerah aliran sungai (DAS) sesuai dengan pola-polanya dapat dibedakan menjadi : 1) Daerah aliran sungai (DAS) dengan pola bulu burung, di daerah aliran sungai ini selain terdapat sungai utama terdapat juga di sebelah kiri dan kanannya pola-pola sungai kecil atau anak-anak sungai

2) Daerah aliran sungai (DAS) dengan pola radial atau melebar, di daerah aliran sungai ini terdapat sungai utama (besar dengan beberapa anak sungainya), hanya anak-anak sungainya melingkar dan akan bertemu pada satu titik daerah 3) Daerah aliran sungai (DAS) dengan pola paralel atau sejajar, daerah aliran sungai ini memiliki 2 jalur daerah aliran, yang memang paralel, yang dibagian hilir keduanya bersatu membentuk sungai besar (Siregar, 1981). Merisaukan pula keadaan di daerah-daerah aliran sungai (DAS) dengan tekanan penduduk yang semakin besar dan sumber daya air dan lahan terbatas sesuai dengan kondisi fisik dan hidrologinya. Keterbatasan lahan merupakan kendala yang paling peka, karena sumber daya ini tetap sejumlah yang diwariskan pendahulu dan sejumlah itu pula yang akan diwariskan pada generasi yang akan datang (Pasadaran, 1991). Sistem Irigasi Irigasi atau pengairan adalah suatu usaha untuk memberikan air guna keperluan pertanian yang dilakukan dengan tertib dan teratur untuk daerah pertanian yang membutuhkannya dan kemudian air itu dipergunakan secara tertib dan teratur dan dibuang ke saluran pembuang. Istilah irigasi diartikan suatu bidang pembinaan atas air dari sumber-sumber air, termasuk kekayaan alam hewani yang terkandung didalamnya, baik yang alamiah maupun yang diusahakan manusia. Pengairan selanjutnya diartikan sebagai pemanfaatan serta pengaturan air dan sumber-sumber air yang meliputi irigasi, pengembangan daerah rawa,

pengendalian dan pengaturan banjir, serta usaha perbaikan sungai, waduk, dan penyediaan air minum, air perkotaan, dan air industri ( Ambler, 1991). Sebagian besar sumber air untuk irigasi adalah air permukaan yang berasal dari air hujan dan pencairan salju. Air ini secara alami mengalir di sungai-sungai yang membawanya ke laut. Jika dimanfaatkan untuk irigasi, sungai dibendung dan dialirkan melalui saluran-saluran buatan ke daerah pertanian, atau air terlebih dahulu ditampung di dalam waduk yang selanjutnya dialirkan secara teratur melalui jaringan irigasi ke daerah pertanian. Adapun faktor-faktor yang menentukan pemilihan metode pemberian air irigasi adalah: distribusi musiman hujan, kemiringan lereng dan bentuk permukaan lahan, suplai air, rotasi tanaman dan permeabilitas tanah lapisan bawah. Metode pendistribusian air irigasi dapat dibagi kedalam: 1) Irigasi permukaan 2) Irigasi lapisan bawah 3) Sprinkler 4) Drip atau trickle (Hakim, dkk., 1986). Berdasarkan sudut pandangnya irigasi di kelompokkan menjadi irigasi aliran dan irigasi angkat yang lebih dikenal dengan sebutan irigasi pompa. Irigasi aliran adalah tipe irigasi yang penyampaian airnya kedalam pertanian atau area persawahan dilakukan dengan cara pengaliran. Sedangkan irigasi angkat adalah tipe irigasi yang penyampaian airnya ke areal pertanaman dilakukan dengan cara pemompaan bangunan airnya berumah pompa bukan bendungan atau waduk (Dumairy, 1992).

Dalam pembangunan irigasi paling tidak ada dua alternatif strategi yang diperlukan yaitu: pertama adalah membangun proyek irigasi baru dan yang kedua adalah rehabilitasi sarana irigasi yang ada. Selanjutnya kisaran alternatif ukuran dari sistem irigasi yang akan dibangun, misalnya apakah akan diutamakan pada proyek-proyek berukuran kecil seperti sistem irigasi sederhana atau proyekproyek dalam ukuran sedang dan besar (Pasadaran, 1984). Jaringan Irigasi Dari segi konstruksi jaringan irigasinya, Pasandaran, (1991) mengklasifikasikan sistem irigasi menjadi empat jenis yaitu: 1) Irigasi sederhana Irigasi sederhana adalah sistem irigasi yang sistem konstruksinya dilakukan dengan sederhana, tidak dilengkapi dengan pintu pengatur dan alat pengukur sehingga air irigasinya tidak teratur dan tidak terukur, sehingga efisiensinya rendah 2) Irigasi setengah teknis Irigasi setengah teknis adalah suatu sistem irigasi dengan konstruksi pintu pengatur dan alat pengukur pada bangunan pengambilan (head work) saja, sehingga air hanya teratur dan terukur pada bangunan pengambilan saja dengan demikian efisiensinya sedang 3) Irigasi teknis Irigasi teknis adalah suatu sistem irigasi yang dilengkapi dengan alat pengatur dan pengukur air pada bangunan pengambilan, bangunan bagi dan bangunan sadap sehingga air terukur dan teratur sampai bangunan bagi dan sadap, diharapkan efisiensinya tinggi

4) Irigasi teknis maju Irigasi teknis maju adalah suatu sistem irigasi yang airnya dapat diatur dan terukur pada seluruh jaringan dan diharapkan memiliki efisiensinya tinggi sekali. Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan untuk pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan penggunaannya. Secara hirarki jaringan irigasi dibagi menjadi jaringan utama dan jaringan tersier. Jaringan utama meliputi bangunan, saluran primer dan saluran sekunder. Sedangkan jaringan tersier terdiri dari bangunan dan saluran yang berada dalam petak tersier. Suatu kesatuan wilayah yang mendapatkan air dari suatu jarigan irigasi disebut dengan Daerah Irigasi. Petak tersier terdiri dari beberapa petak kuarter masing-masing seluas kurang lebih 8 sampai dengan 15 hektar. Pembagian air, eksploitasi dan pemeliharaan di petak tersier menjadi tanggung jawab para petani yang mempunyai lahan di petak yang bersangkutan dibawah bimbingan pemerintah. Petak tersier sebaiknya mempunyai batas-batas yang jelas, misalnya jalan, parit, batas desa dan batas-batas lainnya. Ukuran petak tersier berpengaruh terhadap efisiensi pemberian air. Beberapa faktor lainnya yang berpengaruh dalam penentuan luas petak tersier antara lain jumlah petani, topografi dan jenis tanaman. Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang semuanya dialiri oleh satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder. Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda topografi yang jelas misalnya saluran drainase. Luas

petak sukunder dapat berbeda-beda tergantung pada kondisi topografi daerah yang bersangkutan. Saluran sekunder pada umumnya terletak pada punggung mengairi daerah di sisi kanan dan kiri saluran tersebut sampai saluran drainase yang membatasinya. Saluran sekunder juga dapat direncanakan sebagai saluran garis tinggi yang mengairi lereng medan yang lebih rendah. Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil langsung air dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil air langsung dari bangunan penyadap. Daerah di sepanjang saluran primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan cara menyadap air dari saluran sekunder (Direktorat Jenderal Pengairan, 1986). Efisiensi Irigasi Efisiensi pengairan merupakan suatu rasio atau perbandingan antar jumlah air yang nyata bermanfaat bagi tanaman yang diusahakan terhadap jumlah air yang tersedia atau yang diberikan dinyatakan dalam satuan persentase. Dalam hal ini dikenal 3 macam efisiensi yaitu efisiensi penyaluran air, efisiensi pemberian air dan efisiensi penyimpanan air (Dumairy, 1992). Efisiensi irigasi adalah angka perbandingan dari jumlah air irigasi nyata yang terpakai untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman dengan jumlah air yang keluar dari pintu pengambilan (intake). Efisiensi irigasi merupakan faktor penentu utama dari unjuk kerja suatu sistem jaringan irigasi. Efisiensi irigasi terdiri atas efisiensi pengaliran yang pada umumnya terjadi di jaringan utama dan efisiensi di jaringan sekunder yaitu dari bangunan pembagi sampai petak sawah. Efisiensi irigasi didasarkan asumsi sebagian dari jumlah air yang diambil akan hilang baik

di saluran maupun di petak sawah. Kehilangan air yang diperhitungkan untuk operasi irigasi meliputi kehilangan air di tingkat tersier, sekunder dan primer. Besarnya masing-masing kehilangan air tersebut dipengaruhi oleh panjang saluran, luas permukaan saluran, keliling basah saluran dan kedudukan air tanah. (Direktorat Jenderal Pengairan,1986). Kebutuhan air pengairan adalah banyaknya air yang dibutuhkan untuk menambah curah hujan efektif (sebagian dari curah hujan total yang jatuh pada wilayah yang bersangkutan) guna memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kebutuhan air pengairan adalah tergantung pada banyaknya atau tingkat pemakaian dan efesiensi jaringan pengairan yang ada (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994). Jumlah air yang tersedia bagi tanaman di areal persawahan dapat berkurang karena adanya evaporasi permukaan, limpasan air dan perkolasi. Efisiensi irigasi adalah perbandingan antara air yang digunakan oleh tanaman atau yang bermanfaat bagi tanaman dengan jumlah air yang tersedia yang dinyatakan dalam satuan persentase (Lenka, 1991). Debit Air Untuk memenuhi kebutuhan air pengairan irigasi bagi lahan-lahan pertanian, debit air di daerah bendung harus lebih cukup untuk disalurkan ke saluran-saluran (induk-sekunder-tersier) yang telah disiapkan di lahan-lahan pertanaman. Agar supaya penyaluran air pengairan ke suatu areal lahan pertanaman dapat diatur dengan sebaik-baiknya (dalam arti tidak berlebihan atau agar dapat dimanfaatkan seefisien mungkin, dengan mengingat kepentingan areal

lahan pertanaman lainnya) maka dalam pelaksanaanya perlu dilakukan pengukuran-pengukuran debit air (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994). Pengukuran Debit Debit adalah suatu koefisien yang menyatakan banyaknya air yang mengalir dari suatu sumber persatuan waktu, biasanya diukur dalam satuan liter per detik. Pengukuran debit dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: 1. Pengukuran debit dengan bendung 2. Pengukuran debit berdasarkan kerapatan larutan obat 3. Pengukuran kecepatan aliran dan luas penampang melintang, dalam hal ini untuk mengukur kecepatan arus digunakan pelampung atau pengukur arus dengan kincir 4. Pengukuran dengan menggunakan alat-alat tertentu seperti pengukur arus magnetis, pengukur arus gelombang supersonis (Dumairy, 1992). Alat ukur arus adalah alat untuk mengukur kecepatan aliran. Apabila alat ini ditempatkan pada suatu titik kedalaman tertentu maka kecepatan aliran pada titik tersebut akan dapat ditentukan berdasarkan jumlah putaran dan waktu lamanya pengukuran. Apabila keadaan lapangan tidak memungkinkan untuk melakukan pengukuran dengan menggunakan alat ukur arus maka pengukuran dapat dilakukan dengan alat pelampung. Alat pelampung yang digunakan dapat mengapung seluruhnya atau sebagian melayang dalam air (Lubis, dkk., 1993). Pengukuran debit aliran yang paling sederhana dapat dilakukan dengan metoda apung. Caranya dengan menempatkan benda yang tidak dapat tenggelam

di permukaan aliran sungai untuk jarak tertentu dan mencatat waktu yang diperlukan oleh benda apung tersebut bergerak dari suatu titik pengamatan ke titik pengamatan lain yang telah ditentukan. Kecepatan aliran juga bisa diukur dengan menggunakan alat ukur current meter. Alat berbentuk propeler tersebut dihubungkan dengan kotak pencatat (alat monitor yang akan mencatat jumlah putaran selama propeler tersebut berada dalam air) kemudian dimasukkan ke dalam sungai yang akan diukur kecepatan alirannya. Bagian ekor alat tersebut menyerupai sirip dan akan berputar karena gerakan aliran sungai. Tiap putaran ekor tersebut akan mencatat oleh alat monitor, dan kecepatan aliran sungai akan ditentukan oleh jumlah putaran per detik untuk kemudian dihitung dengan menggunakan persamaan matematik yang khusus dibuat untuk alat tersebut untuk lama waktu pengukuran tertentu (Asdak, 1995). Evaporasi Evaporasi adalah penguapan dari seluruh air, tanah, salju, es, tumbuhtumbuhan, permukaan-permukaan lain ditambah transpirasi. Penggunaan konsumtif adalah penguapan total dari seluruh daerah ditambah air yang digunakan langsung dalam pembangunan jaringan tanaman (Linsley, dkk., 1989). Evaporasi merupakan proses penguapan air yang berasal dari permukaan bentangan air atau dari bahan padat yang mengandung air. Laju evaporasi sangat bergantung pada masukan energi yang diterima, maka akan semakin banyak molekul air yang diuapkan. Transpirasi merupakan penguapan air yang berasal dari jaringan tumbuhan melalui stomata (Lakitan, 1994).

Di lapangan proses evaporasi dan transpirasi terjadi secara bersamaan dan sulit dipisahkan satu dengan lainnya. Oleh karena itu kehilangan air akibat kedua proses ini pada umumnya disebut evapotranspirasi, dengan demikian evapotranspirasi merupakan jumlah air yang diperlukan tanaman (Islami dan Wani, 1995). Perkolasi Perkolasi adalah gerakan air ke bawah zona tidak jenuh, yang terletak di antara permukaan tanah sampai ke permukaan air tanah (zona jenuh). Daya perkolasi adalah laju perkolasi maksimum yang dimungkinkan yang besarnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam zona tidak jenuh yang terletak diantara permukaan tanah dengan permukaan air tanah (Soemarto, 1995). Perkolasi dapat berlangsung secara vertikal dan horizontal. Perkolasi yang berlangsung secara vertikal merupakan kehilangan air kelapisan tanah yang lebih dalam, sedangkan yang berlangsung secara horizontal merupakan kehilangan air kearah samping. Perkolasi ini sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik tanah antara lain permeabilitas dan tekstur tanah. Pada tanah bertekstur liat laju perkolasi mencapai 13 mm/hari, pada tanah bertekstur pasir mencapai 26,9 mm/hari, pada tanah bertekstur lempung berpasir laju perkolasi mencapai 3-6 mm/hari, pada tanah bertekstur lempung laju perkolasi mencapai 2-3 mm/hari, pada tanah lempung berliat mencapai 1-2 mm/hari (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).

Rembesan Bentuk saluran pembawa irigasi yang sangat umum adalah bentuk saluran tanah. Keuntungan utamanya adalah memiliki biaya awal yang rendah, namun irigasi ini memiliki banyak kerugian yaitu : a. Kehilangan air akibat rembesan yang besar b. Debit air yang rendah c. Bahaya kerusakan yang diakibatkan gerusan dan injakan hewan d. Keadaan yang sesuai untuk pertumbuhan tanah dan rumput air (Hansen, dkk., 1992).