FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA DISPARITAS PIDANA DALAM PUTUSAN PENGADILAN TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

TINJAUAN HUKUM PIDANA MENGENAI TINDAK PIDANA PENIPUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keadaan saat ini dimana moralitas masyarakat telah dihegomoni oleh perkembangan budaya negatif yang

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yanag dapat dipidana, orang yang dapat dipidana, dan pidana. Istilah tindak pidana di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang

I. PENDAHULUAN. Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

POKOK-POKOK HUKUM PIDANA oleh : Susan Fitriasari Heryanto,M.Pd

II. TINJAUAN PUSTAKA. itu, hukum pidana dan segala pengaturanya diatur dalam Kitab Undang-undang

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

V. PENUTUP. polri studi putusan No: 283/pid.B./2011/PN.MGL. Pertanggungjawaban atas

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktivitas manusia tersebut harus didukung oleh fasilitas pendukung

I. PENDAHULUAN. harus dilindungi. Anak tidak dapat melindungi diri sendiri hak-haknya, berkepentingan untuk mengusahakan perlindungan hak-hak anak.

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

Pengantar Hukum Pidana Joeni Arianto Kurniawan,S.H.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO)

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

BAB III PIDANA BERSYARAT

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

Moral Akhir Hidup Manusia

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

Pengertian Hukum Pidana Sumber Hukum Pidana Asas-asas berlakunya hukum pidana Hukum Pidana dan Kriminologi Peritiwa Pidana Jenis-Jenis Hukuman

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA ORIENTASI PRINSIP PEMIDAAN DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis.

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

BAB I PENDAHULUAN. terjadi kasus pidana anak dibawah umur yang menyebabkan kematian, baik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak adalah bagian yang tak terpisahkan dari keberlangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Primary needs, Pengalaman-pengalaman tersebut menghasilkan nilai-nilai

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dan hendak dilaksanakan oleh bangsa ini tidak hanya hukum

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk

Tinjauan tentang disparitas putusan hakim pada tindak pidana perkosaan (studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

I. PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia dikarunia dengan daerah daratan, lautan dan

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. mengenai adanya suatu samenloop van strafbare feiten, apabila di dalam. salah satu dari tindakan-tindakan yang telah dilakukan.

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

ABSTRAKSI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA DISPARITAS PIDANA DALAM PUTUSAN PENGADILAN TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) Oleh: R A H M A D I C. 100 000 148 JURUSAN HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2007 0

ABSTRAKSI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA DISPARITAS PIDANA DALAM PUTUSAN PENGADILAN TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) A. Latar Belakang Masalah Merupakan suatu kodrat bahwa manusia dalam memenuhi fungsi kehidupannya selalu dihadapkan pada perbedaan sifat antara yang satu dengan lainnya mau tidak mau dalam membentuk pribadinya masing-masing dengan menggunakan budi pekerti serta keinsyafan batinnya ia harus menimbang rasa, memilih nilai-nilai yang berguna baginya dalam pergaulan hidup masyarakat Pertentangan-pertentangan sifat inilah kiranya yang menimbulkan paradoks dalam kehidupan manusia. Sehingga tidaklah mengherankan, jika pada suatu saat kita berbicara mengenai hak-hak asasi manusia pada saat itu pula kita memikirkan kebaikannya, yaitu pembatasan-pembatasan hak-hak asasi tersebut. Hal ini bukanlah disebabkan karena kekhawatiran kalau hakhak asasi tersebut dibatasi, tetapi justru disebabkan karena kebutuhan akan adanya pembatasan tersebut untuk menjaga keseimbangan ketertiban dalam masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat selalu terdapat nilai-nilai abstrak yang dianut sebagai ketentuan atau kaidah yang ditaati oleh setiap orang dalam pergaulan hidup bermasyarakat dan menjamin ketertiban dalam masyarakat yang biasanya disebut dengan norma Supaya norma dapat menjadi pedoman hidup dalam masyarakat, maka norma harus diberikan sanksi. Salah satu norma dalam masyarakat yang memiliki sanksi yang bersifat tegas dan mengikat adalah norma hukum, sanksi yang terdapat di dalam norma hukum berupa ancaman pidana yang ditetapkan 1

oleh negara (penguasa) yang wajib ditaati oleh setiap anggota masyarakat apabila mereka melakukan pelanggaran terhadap norma hukum tersebut. Dengan begitu eksistensi hukum diperlukan untuk mencegah timbulnya bahaya-bahaya yang mampu meresahkan kehidupan masyarakat sehingga setiap anggota masyarakat merasa aman dan tentram karena memperoleh suatu perlindungan hukum. Sebagai negara hukum, Indonesia berusaha untuk menegakkan supremasi hukum, segala persoalan harus ditangani sesuai dengan hukum yang berlaku. Demikian juga apabila terjadi pertentangan antar kepentingan individu dalam masyarakat yang juga melanggar ketentuan dalam aturan hukum atau yang sering disebut dengan kejahatan maka harus ditanggulangi dengan kaidah hukum yang berlaku, yang dalam hal ini adalah hukum pidana. Untuk dapat menjatuhkan sanksi pidana kepada seseorang yang melanggar aturan hukum diperlukan sebuah institusi atau lembaga yang memiliki wewenang untuk itu. Di Indonesia institusi atau lembaga itu adalah lembaga peradilan yang dalam pelaksanaan tugasnya dilakukan oleh hakim. B. Perumusan Masalah Perumusan masalah ini berguna untuk mempermudah dalam melakukan penelitian, sehingga diperoleh data yang dapat digunakan dalam pembatasan agar dapat memberikan gambaran yang jelas agar tercapai sasaran dan tujuan sesuai dengan judul yang dipilih. Adapun perumusan masalah yang dibahas adalah sebagai berikut : 1. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya disparitas pidana dalam perkara narkotika? 2. Bagaimana dampak terjadinya disparitas pidana terhadap kasus narkotika dalam penegakan hukum dan asas kepastian hukum di Indonesia? 3. Langkah-langkah apakah yang ditempuh untuk mengurangi terjadinya disparitas pidana dalam perkara narkotika di Pengadilan Negeri Surakarta? 2

C. Tujuan Penelitian Menurut Soerjono Soekanto, bahwa tujuan penelitian dirumuskan secara deklaratif dan merupakan pernyataan-pernyataan tentang apa yang dicapai dengan penelitian tersebut. Dalam penelitian ini tujuan penelitian dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu tujuan obyektif dan tujuan subyektif yang dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang menyebabkan timbulnya disparitas Pidana dalam perkara penyalahgunaan narkotika di Pengadilan Negeri Surakarta. b. Untuk mengetahui dampak Disparitas Pidana dalam perkara narkotika terhadap asas kepastian hukum serta upaya penegakan hukum di Pengadilan Negeri Surakarta. c. Untuk mengetahui peranan hakim dalam mencegah terjadinya disparitas pidana khususnya di Pengadilan Negeri Surakarta. 2. Tujuan Subjektif a. Untuk melengkapi syarat akademis guna memperoleh kesarjanaan Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Univesitas Muhammadiyah Surakarta. b. Untuk melatih kemampuan dan ketrampilan peneliti dalam mengungkapkan suatu keadaan melalui kegiatan yang obyektif sistematis dan konsisten sehingga dapat menunjang kemampuan berfikir dari peneliti. c. Untuk menambah dan memperluas cakrawala pengetahuan peneliti. D. Metodologi Penelitian Menurut The Liang Gie metode adalah suatu cara yang berulang kembali sehingga menjadi pola untuk menggali pengetahuan tentang suatu gejala. 3

Metode merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada dalam penelitian. Metodologi pada hakikatnya memberikan pedoman tentang caracara seorang ilmuwan mempelajari, menganalisis dan memahami lingkunganlingkungan yang dihadapi. Untuk digunakan salah satu cara dengan mengumpulkan data yang ada kaitannya dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini dengan suatu harapan agar skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmu khususnya dalam ilmu hukum. Dalam proses pencarian data dan informasi untuk penelitian ini langkah-langkah yang penulis tempuh. E. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana a. Istilah Tindak Pidana Seperti kita ketahui bahwa di negara kita Indonesia, sampai saat ini dalam hal pengaturan masalah hukum pidana, kita masih belum mempunyai produk hukum nasional yang asli karya bangsa sendiri. KHUP yang berlaku di Indonesia saat ini berasal dari WvS (Wetboek van Strafrecth) Hindia Belanda yang aslinya masih berbahasa Belanda, sehingga banyak sekali penafsiran istilah yang kadang kala saling berbeda antara sarjana hukum satu dengan yang lainnya. Strafbaafeit atau kadang-kadang disebut delik merupakan contoh dalam bahasa Belanda yang banyak menimbulkan penafsiran dikalangan sarjana hukum di Indonesia, antara lain: 1) Moeljatno, menterjemahkan dengan istilah perbuatan pidana. 2) Tresna dan E. Utrecht menterjemahkan dengan istilah peristiwa pidana. 3) Roeslan Saleh, menterjemahkan dengan istilah sifat melawan hukum dari pada perbuatan pidana. 4) Soedarto menggunakan istilah tindak pidana dengan alasan sudah mempunyai penilaian sosial, dan ternyata dalam perundang-undangan pidana di Indonesia telah dipakai istilah tindak pidana tersebut. 4

Dari beragamnya pendapat para ahli mengenai pengertian Strafbaaoreit di atas maka dapat kita mengerti bahwasanya feit dalam bahasa Belanda dapat berarti fakta, kenyataannya atas peristiwa. Akan tetapi apabila mempergunakan istilah peristiwa pidana akan janggal karena akan terkesan terlalu luas, karena peristiwa itu dapat terjadi karena hal-hal selain perbuatan manusia, sebagai contoh adanya kejadian alam dan sebagainya. Dalam ilmu hukum, strafbaarfeit hanya menyangkut perbuatan manusia (menselifke handeliing) dengan pengertian bahwa handeling tidak berarti perbuatan manusia yang aktif dan pasif, yaitu berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. Sehingga dari berbagai pendapat di atas maka istilah strafbaarfeit banyak dikenal oleh masyarakat dengan pengertian tindak pidana atau perbuatan pidana. Tindak pidana dimana Moeljatno memberikan istilah dengan perbuatan, yaitu perbuatan yang dilakukan oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai dengan ancaman sanksi yang berupa pemidanaan tertentu, bagi siapa saja yang melanggar aturan/larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang pada perbuatan, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan pada perbuatan, (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu. Mengenai pengertian dari istilah tindak pidana sebenarnya tumbuh dalam perundang-undangan yang dikeluarkan dari Menteri Kehakiman dalam produk undang-undangnya. Meskipun kata tindak lebih pendek dairpada perbuatan, tapi tindak tidak menunjukkan kepada abstrak seperti perbuatan, tapi hanya menyatakan keadaan konkrit, sebagaimana halnya dengan peristiwa. Dengan perbedaan bahwa tindak adalah kelakuan, tingkah laku gerak-gerik, atau sikap jasmani seseorang, hal mana lebih dikenal dalam tindak tandu, tindakan dan bertindak dan belakangan juga sering dipakai ditindak. Oleh karena tindak sebagai 5

kata tidak begitu dikenal, maka dalam perundang-undangan yang menggunakan istilah tindak pidana baik dalam pasal-pasalnya sendiri, maupun dalam penjelasannya hampir selalu dipakai pula kata perbuatan. b. Pengertian Tindak Pidana Dalam hukum pidana, pengertian tentang tindak pidana merupakan sesuatu yang sering muncul dan dapat dikatakan sebagai pengertian dasar. Tindak pidana hukum sering muncul dan dapat dikatakan sebagai pengertian dasar. Tindak pidana dalam hukum merupakan pengertian yuridis yang berbeda dari pengertian perbuatan jahat atau kejahatan dalam pengertian kriminiologis. Definisi dari Simon di atas dapat kita lihat bahwa unsur-unsurnya adalah: 1) Hendeling, artinya perbuatan manusia baik yang positif maupun negati, yaitu baik berbuat atau tidak berbuat/membiarkan (nalaten). 2) Starbaar gesteld, artinya diancam dengan pidana 3) Onrechtmating, artinya dilakukan dengan secara melawan hukum. 4) Met schuld, artinya dilakukan dengan kesalahan (dolus maupun culpa). 5) Torekeningsvatbaar persoon, artinya orangnya dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatannya. Van Hamel merumuskan sebagai berikut: Strafbaarfeit adalah kelakuan orang (menselijkegedraging) yang dirumuskan dengan wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana (Strafwaarding) dan dilakukan dengan kesalahan. Dari rumus di atas dapat kita lihat unsurnya adalah: 1) Menschelijke gedraging, artinya perbuatan manusia. 2) Rechtwettelijk omschreven, artinya yang dirumuskan dalam undangundang. 3) Ontrechtmatig, artinya dilakukan dengan secara melawan hukum. 4) Aan schuld te witjen, artinya dilakukan dengan kesalahan. 5) Strafwaarding, artinya patut dipidana. 6

Kami berpendapat bahwa detik itu mengandung perbuatan yang melawan hak yang dilakukan dengan salah dosa, oleh orang yang sempurna akal budinya dan siapa perbuatan tersebut patut dipertanggungjawabkan. Melihat rumusan di atas maka akan terlihat para ahli tersebut di atas mempunyai pandangan yang monistis sebab semua unsur-unsur yang memungkinkan seseoarang dijatuhi pidana dikumpulkan menjadi satu, dant idak dipisahkan antara criminal act dan criminal responsibility. Begitu juga dengan Moeljatno, yang memberikan arti perbuatan pidana sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana, barang siapa melanggar larangan-larangan tersebut. Unsur adanya perbuatan pidana harus ada unsur: perbuatan manusia, memenuhi rumusan undang-undang (syarat normal) dan bersifat melawan hukum (syarat materiilnya). Menurut pasal 1 KUHP (asas legalitas) maka syarat formil harus ada, dan syarat materiilnya diperlukan sebab perbuatan tersebut betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai suatu perbuatan yang tidak patut untuk dilakukan serta kemampuan bertanggungjawab tidak termasuk dalam unsur perubatan pidana sebab hal ini melekat pada orangnya, tidak dapat menjatuhkan pidana tidak cukup hanya orang tersebut telah melakukan perubatan pidana saja tanpa ada kesalahan dari kemampuan bertanggungjawab orang tersebut. Mengenai kemampuan bertanggung jawab, dalam KUHP telah ditetapkan bahwa unsur ini harus ada untuk dapat dipidananya seorang pelaku. Jika terjadi suatu kekecualian bahwa seorang pelaku dianggap tidak mampu bertanggungjawab, jadi perbuatan tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, ia akan dilepaskan dari seluruh tuntutan hukum misalnya pertumbuhan jiwanya catat/tidak normal atau karena penyakit. c. Unsur-Unsur Tindak Pidana Setelah membicarakan tentang peristilahan dan pengertian tindak pidana maka akan dibicarakan masalah unsur-unsur tindak pidana, 7

meskipun terdapat berbagai pendapat yang berbeda-beda, namun sebenarnya inti perbedaan tersebut adalah dari segi mana kita memandang unsur-unsur tersebut. Mengenai unsur-unsur Strafbaarfeit sebenarnya tidak mempunyai arti penting bagi hukum pidana materiil, tetapi bagi hukum pidana formil unsur dari Strafbaarfeit menjadi sedemikian pentingnya sebab berguna sebagai syarat pembuktian dan yang bersangkutan paut dengan itu. Karena unsur-unsur rumusan dakwaan itulah yang harus dituduhkan dan buktikan. Mengenai unsur-unsur tindak pidana dapat ditinjau dari segi subyektif dan dari segi obyektif. Yang dimaksud dengan tinjauan secara subyektf adalah hal-hal yang melekat dalam pelaku, dimana yang terpenting adalah bersangkutan dengan batin si pelaku, sedangkan yang bermaksud dengan unsur obyektif adalah hal-hal yang berhubungan dengan lahiriah, yaitu bukan keadaan mana tindak pidana itu dilaksanakan, dan diluar batin pelaku. Tinjauan Umum tentang Pidana a. Pengertian Pidana Pengertian hukum pidana Definisi mengenai hukum pidana sampai saat ini masih menjadi persoalan yang sangat pelik dipecahkan, sebab belum ada kesepakatan yang jelas diantara para ahli dalam merumuskan arti dari hukum pidana menjadi satu pengertian yang utuh dan sempurna, banyak sekali para ahli yang memberikan arti dari pidana tersebut menurut sudut pandang dan latar belakang ahli itu sendiri Dari pendapat-pendapat di atas dapat diambil bahwa hukum pidana adalah: hukum pidana sebagai bagian dari hukum pada umumnya mempunyai norma-norma dalam hal ini norma hukum yang sifatnya khusus, sebagai sesuatu yang memiliki sanksi yang dapat dipaksakan, yang berwujud penderitaan khusus yaitu pemidanaan antara lain perampasan nyawa/pidana mati. 8

Sedangkan pidana sendiri adalah sanksi yang dijatuhkan kepada seseorang yang melakukan tindak pidana. Pidana ini diatur dalam pasal 10 KUHP yang terdiri dari: Pidana Pokok? Mati? Penjara? Kurungan? Denda Pidana Tambahan? Pencabutan hak-hak tertentu? Perampasan barang-barang tertentu? Pengumuman keputusan hakim b. Teori-Teori Pemidanaan Menurut hukum pidana subyektif maka negaralah yang berhak menjatuhkan pidana kepada warga negaranya, pidana mana pada hakekatnya adalah suatu siksaan atau perlakuan yang tidak enak kepada para pelanggarnya. Hal inilah yang seharusnya dihindari oleh negara, sebab justru negaralah yang berkewajiban menjamin kesejahteraan dan keselamatan rakyatnya. Tetapi walaupun hal ini saling bertentangan tetapi pada kenyataannya tanpa ada pidana yang diancamkan maka negara akan menjadi tidak terkendali bahkan banyak sekali warga masyarakat yang tidak mendapatkan kesejahteraan karena haknya dilanggar oleh orang lain. Sehingga hal ini memacu munculnya teori-teori tentang pemidanaan yang membahas sistem pemidanaan dimana dibicarakan secara khusus dalam ilmu pengetahuan tentang pemidanaan yaitu: Penologie. Terdapat beberapa teori yang memberikan dasar kepada perlunya pemidanaan, teori tersebut adalah: 1) Teori Absolut/Teori Pembahasan (Vergeldingstheori) Teori ini mengatakan bahwa pidana adalah pembalasan dendam berdasarkan atas keyakinan zaman kuno, bahwa siapa membunuh harus dibunuh. Dasar keyakinan ini adalah talio atau kisas, orang 9

yang membunuh itu harus menebus dosanya dengan jiwanya sendiri, itu berarti kejahatan itu sendirilah yang memuat unsur menuntut dan membenarkan dijatuhkannya pidana. Penganut teori ini adalah Imanuel Kant, Hegel, Stahl, Herbart dan lain sebagainya. 2) Teori Relatif atau Teori Tujuan Teori ini mengatakan bahwa penjatuhan pindana itu dibenarkan melihat pada tujuannya adalah: a) Teori mempertakutkan (afschrikkingstheorie) mengatakan bahwa penjatuhan pidana itu bermaksud untuk menakutkan orang supaya jangan berbuat jahat, penganutnya adalah Anselm Von Feurebacht. Sifat pidananya harus bersifat mencegah (preventif) sifat prevensi dibagi atas:? Prevensi umum, yang bertujuan supaya orang-orang pada umumnya jangan berbuat kejahatan.? Prevensi khusus yang bertujuan mencegah supaya pembuat kejahatan khususnya jangan mengulangi lagi perbuatannya. b) Teori memperbaiki (verbeteringstheorie) yang mengatakan bahwa pidana harus bertujuan memperbaiki orang telah berbuat jahat, penganutnya adalah Plato. 3) Teori Gabungan Teori ini menggabungkan kedua teori di atas, karena dengan teori pembalasan saja mungkin timbul tindakan yang adil dalam mencari ukurannya, karena masalah yang mempengaruhi seseorang untuk berbuat jahat tidak diperhitungkan, sebaliknya dengan teori tujuan saja tidak cukup oleh karena kesadaran hukum masyarakat tidak diberi kemantapan dan bersifat pembalasan terhadap pelaku harus pula diperhitungkan. Aliran-aliran baru dalam pemidanaan berjalan kearah menginduvidualiskan pemidanaan, dan memperhatikan keadaan pribadi si penjahat, seperti mereka yang masih belum matang jiwanya, mereka yang sakit jiwa, dan sebagainya. 10

c. Macam-Macam Pidana Secara hukum pidana yang dinamakan pidana adalah suatu tindakan yang tidak enak (sengasar) dijatuhkan oleh hakim dengan vonis pada orang yang telah melanggar hukum pidana. Dengan demikian maka hukuman yang biasa diberikan oleh seorang tua kepada anaknya atau seorang guru kepada muridnya adalah tidak masuk dalam pengertian ini. Ada beberapa macam pidana yang dapat dijatuhkan hakim kepada pelaku tindak pidana yaitu pidana yang berada di dalam KUHP dan pidana yang terdapat di luar KUHP. Yang berada dalam KUHP adalah sesuai rumusan dalam pasal 10 KUHP, yaitu berupa hukuman pokok ada lima macam, yaitu hukuman mati, hukuman penjara, hukuman kurungan, hukuman dendan, dan ditambah dengan hukuman tutupan dengan Undang-undang RI tanggal 31 Oktober 1946 No. 20, hukuman tambahan ada tiga macam yaitu pencabutan beberapa hak yang tertentu perampasan beberapa barang yang tertentu dan pengumuman putusan hakim, sedangkan yang berada di luar KUHP adalah seperti tahanan rumah, tahanan kota, dan lain sebagainya. F. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Faktor-Faktor Penyebab Disparitas Pidana dalam Perkara Penyalahgunaan Narkotika di Pengadilan Negeri Surakarta Dalam lingkungan peradilan kedudukan dan fungsi hakim memegang peranan yang sangat penting dalam terciptanya suatu proses peradilan yang adil dan memenuhi rasa keadilan di lingkungan masyarakat. Peran hakim menjadi sedemikian penting disebabkan hakim merupakan tumpuhan terakhir dari suatu proses peradilan bagi masyarakat. Dalam menyelenggarakan peradilan hakim mempunyai tugas menegakkan hukum yang mempunyai pengertian bahwa hakim dalam menuntut suatu perkara harus selalu berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang sedang berlaku, dengan kata lain hakim harus selalu menegakkan hukum tanpa harus melanggar hukum itu sendiri. 11

2. Dampak Disparitas Pidana dalam Kasus Penyalahgunaan Narkotika Terhadap Penegakan Hukum di Indonesia Pengaruh yang ditimbulkan oleh kejahatan narkotika yang dirasakan sudah sangat menganggu dan menjadi keprihatinan kita semua membawa dampak yang luas bagi dunia peradilan di Indonesia khususnya di lingkungan Pengadilan Negeri Surakarta. Kejahatan narkoba dengan berbagai bentuk pelanggarannya akhirakhir ini semakin marak bahkan semakin mengkhawatirkan efek sampingnya bagi perkembangan generasi muda kita. Dengan penerapan yang tegas oleh aparat negara di mana di dalamnya termasuk lembaga peradilan sebagai benteng terakhir keadilan akan ditegakkan, maka diharapkan proses pengambilan keputusan dan hasilnya akan memenuhi aspirasi masyarakat dan memenuhi rasa keadilan di dalamnya. Tujuan dan peradilan dimana agar dengan ditegakkannya hukum dan ketertiban dengan melalui lembaga peradilan masyarakat akan lebih menghormati hukum akan terancam apabila dalam prakteknya banyak sekali perbedaan-perbedaan yang mencolok antara keputusan satu dengan yang lainnya atau lembaga kejahatan yang nilai akibat perbuatan tersebut dapat dibandingkan. Penghormatan masyarakat apabila terdakwa dimana dia merasa menjadi korban peradilan yang memihak akan mendorong terdakwa dan masyarakat yang kurang faham akan proses hukum semakin tidak mempercayai hukum sebagai penyeimbang dan penengah bagi persoalan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dampak yang lain adalah tujuan dari hukum sendiri yaitu bahwasannya hukum tersebut menginginkan masyarakat akan merasa aman dan merasa terlindungi. Dengan hukum maka dengan adanya disparitas yang mencolok ini mengakibatkan masyarakat mencari jalan yang lain di luar jalur pengadilan misalnya banyaknya kasus penganiayaan massa dan munculnya banyak aksi unjuk rasa yang menentang suatu kasus 12

dimejahijaukan, sebab masyarakat merasa peradilan tidak fair dalam memberikan hukuman terhadap terdakwa. Hal ini merupakan cerminan bahwa dengan banyaknya disparitas pidana yang mana tanpa adanya penjelasan kepada masyarakat mengenai proses pengadilan serta latar belakang yang menyertainya maka akan membawa akbiat buruk bagi penegakan hukum di Indonesia. G. Kesimpulan Pada bab ini penulis mengakhiri seluruh tulisan dengan mengemukakan beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan pokok-pokok dari skripsi. Dalam bab ini pula akan memberikan saran-saran yang berhubungan dengan kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap disparitas pidana dalam perkara tindak pidana narkotika di Pengadilan Negeri Surakarta, maka penulis dapat menyimpulkan hasil penelitian sebagai berikut : 1. Faktor yang menyebabkan timbulnya disparitas pidana disebabkan karena peraturan perundang-undangan sendiri. 2. Dampak disparitas dalam perkara narkotika terhadap penegakan hukum serta kepastian hukum di Indonesia jelas akan menimbulkan rasa tidak puas di pihak terdakwa dan otomatis terdakwa akan merasa menjadi korban dari praktek peradilan yang tidak fair dan memihak, tujuan lembaga peradilan sebagai benteng terakhir bagi pencari keadilan akan hilang sebab banyaknya disparitas pidana tersebut tanpa ada penjelasan yang jelas oleh pihak pengadilan, penghormatan terhadap hukum akan sangat berkurang apabila perbedaan ini tetap dijalankan tanpa ada pengertian dari lembaga peradilan sendiri untuk menerangkan pada masyarakat. 3. Upaya-upaya yang ditempuh dalam rangka mengurangi dampak disparitas pidana dalam perkara tindak pidana narkotika di Pengadilan Negeri Surakarta adalah mengadakan pengarahan kepada hakim-hakim muda mengenai berbagai hal yang menyangkut teknik pengambilan keputusan dalam perkara tindak pidana narkotika. Dari upaya tersebut diharapkan 13

masyarakat lebih memahami proses peradilan serta duduk perkara dalam suatu kasus tertentu sehingga persepsi yang berbeda antara penegak hukum dan masyarakat dapat dikurangi, sehingga esensi dari tujuan peradilan yaitu untuk supremasi hukum dapat tercapai. H. Saran Dalam bagian terakhir dari skripsi, penulis akan memberikan beberapa saran yang merupakan sumbangan pemikiran dan mungkin dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak, saran-saran itu adalah : 1. Untuk menekan terjadinya disparitas sanksi pidana khususnya dalam penerapan putusan hakim terhadap kasus tindak pidana narkotika yang pertama kali perlu dibenahi undang-undangannya. 2. Untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan dengan adanya disparitas sanksi pidana dalam putusan undang-undang narkotika maka hakim harus dapat memberikan rasa keadilan, baik bagi si terpivdana maupun bagi masyarakat dengan memberikan putusan yang berdasarkan obyektifitas hakim dan harus dapat dipertanggungjawabkan. 3. Pengadilan Negeri Surakarta sebagai institusi peradilan harus memberikan pembinaan kepada hakim-hakim secara berkala mengenai teknik pengambilan keputusan dalam tindak pidana narkotika. 14