BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia dengan laju pembangunannya masih menghadapi masalah pendidikan yang berat,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. ditumbuhkan dalam diri siswa SMA sesuai dengan taraf perkembangannya.

I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses aktualisasi peserta didik melalui berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. belajar dan proses pemebelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berfikir, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya, karena kualitas pendidikan merupakan. tingkat kesejahteraan masyarakat pada suatu negara. Melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mencakup tiga segmen

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam membina kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan kehidupan masyarakat dalam suatu negara sangat. dipengaruhi oleh kemajuan dalam dunia pendidikan. Secara formal, dunia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pesan itu sendiri yang biasanya berupa materi pelajaran. Kadang-kadang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan. Nasional :

1. PENDAHULUAN. didapatkan nilai rata-rata tes formatif materi pokok larutan elektrolit dan redoks kelas

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN TGT (Team Games Tournament) YANG DILENGKAPI DENGAN MEDIA POWER POINT DAN DESTINASI TERHADAP PRESTASI BELAJAR

I. PENDAHULUAN. kecerdasan, (2) pengetahuan, (3) kepribadian, (4) akhlak mulia, (5)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang diajarkan di sekolah dasar. Dalam mengajarkan mata pelajaran Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. keluarga serta lingkungan masyarakat. Oleh karena itu, dalam proses pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diberikan di tingkat dasar dan menengah. IPS tidak hanya mendengarkan,

BAB I PENDAHULUAN. warga negara yang menguasai pengetahuan (knowladge), keterampilan (skill),

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang berkembang begitu pesat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. disampaikan hanya dengan metode ceramah saja.

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari. Usaha untuk mencapai tujuan. yang melibatkan siswa aktif dalam proses pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. hasil belajar siswa disekolah. Kurikulum yang digunakan saat ini adalah

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT(TEAMS GAMES TOURNAMENT) DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia khususnya dalam bidang pendidikan.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan sebagai salah satu sektor yang paling penting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan kegiatan belajar mempunyai komponen pokok yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal tersebut tercantum pada Undang-

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan dirinya menuju masyarakat global adalah kemampuan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam proses. pendidikan di sekolah. Proses belajar menentukan berhasil tidaknya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemajuan kehidupan masyarakat dalam suatu negara sangat dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan pengalamannya kepada siswa pada setiap mata pelajaran.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Pendidikan. Menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003:

I. PENDAHULUAN. demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang. memungkinkannya untuk berfungsi secara menyeluruh dalam kehidupan

mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Bahasa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan bagian dari strategi meningkatkan capaian pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Charlina Ribut Dwi Anggraini

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai bangsa yang menginginkan kemajuan. pendidikan, karena pendidikan berperan penting dalam meningkatkan potensi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. siswa. Siswa yang belajar akan mengalami perubahan baik dalam pengetahuan,

I. PENDAHULUAN. proses tersebut diperlukan guru yang memberikaan keteladanan, membangun

BAB I PENDAHULUAN. saja, melainkan membutuhkan waktu yang relatif panjang. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan guru secara sadar dan dengan sistematis serta berpedoman pada

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

SKRIPSI. Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang diamanatkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan. Nasional Nomor 20 Tahun 2003 akan tercapai bila didukung oleh

I. PENDAHULUAN. Sistem pendidikan nasional di era globalisasi seperti saat ini menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. proses pendidikan pada umumnya yang bertujuan membawa anak didik atau

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dalam kehidupan manusia yang. memberikan bekal untuk menjalani kehidupan dan untuk menyiapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan peserta didik dalam situasi intruksional edukatif. Melalui proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. belajar yang dialami oleh siswa sebagai peserta didik. Hal ini berhungan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembelajaran kepada anak sejak dini. Selain itu pembelajaran Bahasa

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan guru bidang studi Kimia kelas

BAB I PENDAHULUAN. memegang peranan penting pola pikirnya dalam membentuk siswa menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi sebagian besar orang, berarti berusaha membimbing anak untuk menyerupai orang dewasa,

BAB I PENDAHULUAN. yang disusun dan dilaksanakan di masing masing satuan pendidikan. Sesuai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan. berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan (Trianto, 2007:3).

PUBLIKASI ILMIAH DYAH LUSIANA A54F ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. nasional, biologi merupakan mata pelajaran yang mewajibkan siswa untuk

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia dengan laju pembangunannya masih menghadapi masalah pendidikan yang berat, terutama berkaitan dengan kualitas, relevansi, dan efisiensi pendidikan. Pada saat ini pengembangan kurikulum sekolah sangat dimungkinkan secara fleksibel untuk peningkatan kualitas pembelajaran, khususnya di Sekolah Menengah Atas (SMA). Sebab kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan dan mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan - tujuan pendidikan (Silaban, 2011). Kurikulum yang berlaku di Indonesia salah satunya adalah kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), yang telah diberlakukan berdasarkan Permen Diknas No. 22 Tahun 2006. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Sudah 6 tahun kurikulum ini berjalan, namun apakah implementasinya sudah sesuai dengan yang diharapkan (Mursaha, 2011). Simorangkir (2009) mengatakan bahwa berdasarkan hasil analisis dokumentasi, sebagian besar sekolah belum mengembangkan silabus kimia, modul dan RPP belum sempurna. Faktor penghambat antara lain kurang jelasnya persepsi guru tentang KTSP. Kurang mampunya guru mengembangkan silabus kimia, dan dengan kondisi daerah kurangnya fasilitas media elektronik, faktor internal guru (menyita waktu dan memberikan tugas guru). Dalam proses pembelajaran, siswa seharusnya dituntut untuk aktif dan juga menuntut kreatifitas guru dalam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran. Misalnya, seorang guru dapat memilih pendekatan dan model/metode yang tepat dengan materi yang akan disajikan, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Ataupun dengan memvariasikan metode-metode yang ada sehingga kegiatan

2 pembelajaran tidak hanya berpusat pada guru dan berorientasi pada hasil belajar serta kebersamaan (Siregar, 2013). Wena (2009) mengemukakan bahwa paradigma lama dalam proses pembelajaran adalah guru memberi pengetahuan pada siswa secara pasif. Kebanyakan guru masih mengajar dengan strategi ceramah dan mengharapkan siswa untuk duduk, diam, mendengarkan, mencatat, dan menghafal. Kondisi pembelajaran seperti ini masih mendominasi proses pembelajaran pada sebagian besar jenjang pendidikan. Hal yang seharusnya dilakukan adalah meningkatkan keikutsertaan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar. Aktifnya siswa dalam kegiatan pembelajaran diharapkan dapat memotivasi dan meningkatkan hasil belajar siswa dan membuat kegiatan pembelajaran lebih bermakna. Paulina dalam Muhibuddin (2008) mengemukakan bahwa pelajaran kimia adalah salah satu pelajaran yang tegolong sulit serta kurang diminati oleh para siswa. Arianti (2011) juga mengatakan bahwa ilmu kimia merupakan salah satu pelajaran IPA yang kurang diminati, bahkan banyak siswa yang menganggap pelajaran kimia menakutkan, karena banyak siswa yang terlebih dahulu merasa kurang mampu dalam mempelajari kimia dan merasa bahwa kimia adalah pelajaran yang sulit dan membosankan. Akibatnya, hasil belajar kimia siswa relatif rendah. Dari hasil wawancara dengan guru kimia SMA RK Deli Murni Delitua diketahui bahwa prestasi belajar kimia siswa di sekolah pada pokok bahasan struktur atom cenderung rendah. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata nilai UH siswa yaitu 65 dengan rentang nilai 40-72, dengan nilai KKM 75. Rendahnya prestasi belajar kimia siswa tersebut diduga karena guru secara aktif menjelaskan materi dan memberi contoh sedangkan siswa hanya mendengar, mencatat dan menghapal. Pembelajaran seperti ini kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan, membentuk dan mengembangkan pengetahuannya sendiri. Dengan demikian, pembelajaran tersebut kurang mampu menumbuhkan motivasi belajar dalam diri siswa. Selain itu, kecil sekali peluang terjadinya proses sosial antar siswa yaitu hubungan siswa satu dengan lainnya rangka membangun pengetahuan bersama.

3 Untuk menyiasati hal tersebut para guru menggunakan berbagai macam strategi mengajar untuk setiap materi pelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan guna meningkatkan keikutsertaan siswa secara aktif dalam pembelajaran adalah dengan menerapkan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif akan memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Model pembelajaran kooperatif diharapkan dapat membantu meningkatkan hasil belajar siswa. Model pembelajaraan kooperatif memiliki banyak jenis, antara lain model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan tipe TGT (Team Games Tournament). Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitik beratkan pada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil. Dalam model ini siswa memiliki banyak kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan mengolah informasi yang didapat dan dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi (Rusman, 2010). Model pembelajaran Jigsaw juga akan mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Mengajar serta diajar oleh sesama siswa merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran. Pemilihan anggota dalam setiap kelompok juga harus diperhatikan agar pembelajaran optimal. Keanggotaan kelompok sebaiknya bersifat heterogen, baik dari segi kemampuannya maupun karakteristik lainnya (Mareta, 2011). TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan adanya kerjasama antar anggota kelompok untuk mencapai tujuan belajar. Terdapat empat tahap dalam TGT yaitu mengajar, belajar kelompok, turnamen/perlombaan, dan penghargaan kelompok. Hal yang menarik dari TGT dan yang membedakannya dengan tipe pembelajaran kooperatif yang lain adalah turnamen. Di dalam turnamen, siswa yang berkemampuan akademiknya sama akan saling berlomba untuk mendapatkan skor tertinggi di meja turnamennya. Jadi siswa yang berkemampuan akademiknya tinggi akan berlomba dengan siswa yang berkemampuan akademiknya tinggi, siswa yang berkemampuan akademiknya sedang akan berlomba dengan siswa yang berkemampuan akademiknya sedang, siswa yang berkemampuan akademiknya rendah akan

4 berlomba dengan siswa yang berkemampuan akademiknya rendah juga. Oleh karena itu, setiap siswa punya kesempatan yang sama untuk menjadi yang terbaik di meja turnamennya. Hal ini tentu akan memotivasi siswa dalam belajar sehingga berpengaruh juga terhadap prestasi belajar siswa (Nuril, 2009). Melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe TGT diharapkan dapat memberikan solusi dan suasana baru yang menarik dalam pengajaran sehingga memberikan pengalaman belajar dengan konsep baru. Pembelajaran tipe jigsaw dan tipe TGT membawa konsep pemahaman inovatif, dan menekankan keaktifan siswa, diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Beberapa penelitian yang telah dilaksanakan tentang pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan tipe TGT ternyata berhasil dengan baik antara lain : Bahri (2012) mengatakan bahwa hasil belajar kimia siswa yang diajarkan dengan menggunkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terintegrasi pendidikan karakter lebih baik daripada hasil belajar siswa yang diajarkan tanpa menggunakan model tersebut pada pokok bahasan ikatan kimia, dengan hasil hipotesis 1,754 > 1,668 pada taraf signifikan α = 0,05. Sitohang (2009) memperoleh hasil bahwa peningkatan hasil belajar siswa setelah diberikan perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan media VCD lebih tinggi dibandingkan dengan metode ceramah, dengan t hitung = 8,493 untuk α = 0,05. Pasaribu (2014) mengatakan bahwa peningkatan hasil belajar kimia siswa kelas eksperimen I lebih besar dari pada hasil belajar kimia kelas eksperimen II, yaitu 50,5% dan 30,5% dengan rata-rata nilai keseluruhan kedisiplinan belajar siswa kelas eksperimen I adalah 82,52 dan kelas eksperimen II adalah 78,91. Hasil uji t diperoleh t hitung = 1,833 dan t tabel = 1,677, sehingga t hitung > t tabel pada pengaruh macromedia flash dan peta konsep dengan model pembelajaran PBL terhadap hasil belajar siswa SMA kelas X pada pokok bahasan struktur atom. Berdasarkan uraian di atas perlu dilakukan penelitian dengan judul: Hasil Belajar Kimia Siswa SMA Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Tipe Team Games Tournament Pada Pokok Bahasan Struktur Atom.

5 1.2. Ruang Lingkup Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka ruang lingkup dalam penelitian ini adalah Perbedaan Hasil Belajar Kimia Siswa SMA Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Tipe TGT Pada Pokok Bahasan Struktur Atom. 1.3. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Adakah perbedaan hasil belajar kimia siswa SMA melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan tipe TGT pada pokok bahasan struktur atom? 1.4. Batasan Masalah Agar penelitian lebih terarah maka penulis membatasi masalah sebagai berikut : 1. Materi pelajaran yang diteliti pada penelitian ini adalah struktur atom pada kompetensi dasar menjelaskan teori atom Bohr dan mekanika kuantum untuk menuliskan konfigurasi elektron dan diagram orbital serta menentukan letak unsur dalam tabel periodik. 2. Pengaruhnya dilihat dari perbedaan hasil belajar kimia siswa antara yang diajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT. 3. Hasil belajar yang dimaksud adalah hasil belajar kimia siswa setelah proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada kelas eksperimen pertama dan model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada kelas eksperimen kedua dilihat dari aspek kognitifnya. 1.5. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar kimia siswa SMA melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan tipe TGT pada pokok bahasan struktur atom.

6 1.6. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai masukan bagi para guru kimia dalam memilih model pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan kualitas pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan. 2. Menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti sebagai calon guru tentang penggunaan model pembelajaran yang tepat sehingga siswa dapat menyerap lebih banyak informasi yang berhubungan dengan materi yang diajarkan dan dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. 3. Sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti lain dalam menciptakan model pembelajaran kimia yang inovatif yang mampu menciptakan suasana belajar yang aktif dan menyenangkan.