TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA Plutella xylostella DENGAN INSEKTISIDA DAN AGENSIA HAYATI PADA KUBIS DI KABUPATEN KARO

dokumen-dokumen yang mirip
Jurnal ILMU DASAR Vol. 16 No. 2, Juli 2015 : Helmi *), Didik Sulistyanto, Purwatiningsih ABSTRACT

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di

POLA FLUKTUASI POPULASI Plutella xylostella (L.) (LEPIDOPTERA: PLUTELLIDAE) DAN MUSUH ALAMINYA PADA BUDIDAYA BROKOLI DENGAN PENERAPAN PHT DAN ORGANIK

Pengujian Beberapa Konsentrasi Bacillus thuringiensis Berliner dalam Mengendalikan Hama Ulat Daun Selada {Lactuca sativa)

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan milik petani di Desa Dolat Rakyat-

POPULASI LARVA Plutella xylostella Linn. PADA TANAMAN KUBIS DI KELURAHAN PASLATEN KECAMATAN TOMOHON TIMUR KOTA TOMOHON

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KUBIS DENGAN SISTEM TANAM TUMPANGSARI

BAHAN DAN METODE. Kabupaten Karo, Desa Kuta Gadung dengan ketinggian tempat m diatas

Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah. Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat

EKSPLORASI PARASITOID TELUR Plutella xylostella PADA PERTANAMAN KUBIS Brassica oleracea DI DAERAH MALANG DAN KOTA BATU ABSTRACT

INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI MUSUH ALAMI PADA ULAT DAUN KUBIS Plutella xylostella (L.) DAN ULAT KROP KUBIS Crocidolomia binotalis Zell.

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS

PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN BPTP KARANGPLOSO

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT

TINGKAT SERANGAN HAMA PENGGEREK TONGKOL, ULAT GRAYAK, DAN BELALANG PADA JAGUNG DI SULAWESI SELATAN. Abdul Fattah 1) dan Hamka 2)

Struktur Komunitas Hama Pemakan Daun Kubis dan Investigasi Musuh Alaminya

APLIKASI BEBERAPA PENGENDALIAN TERHADAP LALAT BIBIT (Ophiomya phaseoli Tryon) DI TANAMAN KEDELAI. Moh. Wildan Jadmiko, Suharto, dan Muhardiansyah

PENGKAJIAN PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA ULAT, Spodoptera exiqua PADA USAHATANI BAWANG MERAH DI SERANG, BANTEN

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di lahan percobaan Politeknik Negeri Lampung, Bandar

SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

Pengaruh Jarak Tanam dan Ukuran Umbi Bibit terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kentang Varietas Granola untuk Bibit

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

Kata Kunci : Biaya Total, Penerimaan, Pendapatan, dan R/C.

BAB I PENDAHULUAN. ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum

PENGGUNAAN BEAUVERIA BASSIANA DAN BACILLUS THURINGIENSIS UNTUK MENGGENDALIKAN Plutella xylostella L. (Lepidoptera: Plutellidae) DI LABORATORIUM

Teknologi Budidaya Tumpangsari Ubi Kayu - Kacang Tanah dengan Sistem Double Row

PENGARUH PERBAIKAN PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI KELURAHAN TABA PENANJUNG KABUPATEN BENGKULU TENGAH ABSTRAK

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU

Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara

EVALUASI TINGKAT PARASITISASI PARASITOID TELUR DAN LARVA TERHADAP PLUTELLA XYLOSTELLA L. (LEPIDOPTERA: YPONOMEUTIDAE) PADA TANAMAN KUBIS-KUBISAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

Program Studi Entomologi, Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi, Kampus UNSRAT Manado korespondensi:

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TATA CARA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap

PENGAMATAN HAMA DAN PENYAKIT PENTING TANAMAN KUBIS BUNGA (Brassica oleracea var. botritys L.) DATARAN RENDAH

BAB III BAHAN DAN METODE

Pengaruh Kehadiran Gulma terhadap Jumlah Populasi Hama Utama Kubis pada Pertanaman Kubis

Penerapan Inovasi Teknologi Beberapa Varietas Bawang Merah di Daerah Dataran Rendah Sulawesi Barat

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Efektivitas Aplikasi Beauveria bassiana sebagai Upaya

E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: Vol. 3, No. 1, Januari 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian km. 6,5 Kota Bengkulu HP:

BAHAN DAN METODE. Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan. yang digunakan adalah benih kacang panjang (Parade),

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tujuan Penelitian Kerangka Pemikiran Hipotesis... 4

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Januari 2014 di

KEPADATAN POPULASI ULAT KROP

Rintisan Metode Pengamatan Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) di Kabupaten Dairi Propinsi Sumatera Utara.

PENGARUH BERBAGAI MACAM BOBOT UMBI BIBIT BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) YANG BERASAL DARI GENERASI KE SATU TERHADAP PRODUKSI

PENDAMPINGAN KAWASAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA DI KABUPATEN BANTAENG

LAPORAN HASIL PERCOBAAN

Teknik Budidaya Bawang Merah Ramah Lingkungan Input Rendah Berbasis Teknologi Mikrobia PGPR

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian C3 B1 C1 D2 A2 E2 B3 C2 E3 B2 D3 A1. Keterangan:

M. Syarief, Aplikasi Pestisida Berdasarkan Monitoring Dan Penggunaan Kelambu Kasa Plastik Pada Budidaya Bawang Merah

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

PENGARUH PENGEMBALIAN BERBAGAI BIOMASSA TANAMAN TERHADAP SERANGAN HAMA PENGGEREK BATANG KEDELAI Agromyza sojae Zehntn

Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

ANALISIS USAHATANI SAYURAN DI NAGARI AIR DINGIN, KECAMATAN LEMBAH GUMANTI, KABUPATEN SOLOK

I. PENDAHULUAN. memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun,

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

APLIKASI AGENS PENGENDALI HAYATI TERHADAP POPULASI HAMA

Oleh Administrator Kamis, 07 November :05 - Terakhir Diupdate Kamis, 07 November :09

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

BAB I PENDAHULUAN. oleh para petani sayuran dan umum dikonsumsi oleh masyarakat luas di

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara

TATA CARA PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

PENGGUNAAN Beauveria bassiana DAN Bacillus thuringiensis UNTUK MENGGENDALIKAN Plutella xylostella L.(Lepidoptera; Plutellidae) DI LABORATORIUM

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sayuran sawi sehari-harinya relatif cukup tinggi, sehingga

LAMPIRAN A. Layout Penelitian Blok 1 Blok 2 Blok 3 (P0.Z1) (P1.Z0) (P2.Z1) (P1.Z0) (P2.Z1) (P2.Z2) (P1.Z1) (P0.Z1) (P1.Z1) (P0.Z0)

BAHAN DAN METODE. Km. 60, Kab. Tanah karo, Sumatera Utara, dengan ketinggian tempat ± 1000

ANALISIS FINANSIAL BUDIDAYA TOMAT DI DATARAN RENDAH SULAWESI TENGAH

BAB III METODE PENELITIAN

Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada Tanaman Sayuran di Kota Tomohon Sulawesi Utara

Sumber : Nurman S.P. (

Studi Musuh Alami (Spodoptera Exigua Hbn) pada Agroekosistem Tanaman Bawang Merah. Study of Natural Enemy Spodoptera Exigua on Onion Agroecosystem

STUDI KERUSAKAN AKIBAT SERANGAN HAMA PADA TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN BULA, KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR, PROPINSI MALUKU

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang terpadu Universitas Lampung di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

ANALISIS USAHA TANI BEBERAPA VARIETAS PADI DENGAN MENGGUNAKAN REVENUE COST RATIO (R/C RATIO) Untari 1) ABSTRACT PENDAHULUAN

PENGARUH JUMLAH POPULASI DAN SAAT INVESTASI HAMA LARVA Plutella xylostella L. PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KAILAN (Brassica oleraceae L.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

I. PENDAHULUAN. luas areal kakao yang cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari

POTENSI EKSTRAK BIJI MAHONI (SWIETENIA MACROPHYLLA) DAN AKAR TUBA (DERRIS ELLIPTICA) SEBAGAI BIOINSEKTISIDA UNTUK PENGENDALIAN HAMA CAISIN

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

Transkripsi:

TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA Plutella xylostella DENGAN INSEKTISIDA DAN AGENSIA HAYATI PADA KUBIS DI KABUPATEN KARO Loso Winarto dan Darmawati Nazir Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatra Utara Jl. Jend Besar KH. A.Nasution I B Medan ABSTRACT Plutella xylostella is the main pest of cabbage crops and it could cause harvest loss around 5 to 1 percent if no pesticides application. Most farmers in Karo District control the pest using various pesticides with high concentration rates and short control interval that leads to high pesticide residual in cabbage crops and lowering export competitiveness. The study was conducted in Karo District in 21. P. xylostella was controlled using biological agents, namely Bacillus thuringiensis, Beauveria bassiana, farmers practice (using pesticides), control (no treatment). The assessment was carried out using demonstration plots. There were 18 participating farmers divided into 3 groups. Each group comprised 4, m 2 of land including border plants and each group functioned as replication. Areas of treatment plots were 65 m 2 each, but those of control were 25 m 2 each. Distance among treatment plots was 1.5 meters, and distance between border and treatment plants was 1.5 meters. The results showed that B. thuringiensis, B. bassiana, and farmers practice could contain P. xylostella s attack. Before treatments were carried out the population of P. xylostella were.6,.8, and.6 larva per plant, and after treatments the population became larva/plant. Population at control plots after treatment was 21.7 larva/plant. Leaves damage on 64 days after treatments was percent, while that of control was 74.35 percent. Yield of B. thuringiensis treatment was the highest (67,25 kg/ha), while those of B. bassiana and control were 66, kg/ha and 6, kg/ha, respectively. B. thuringiensis treatment gained highest income of Rp 33,52,2 with B/C ratio of 2.36, followed by B. bassiana treatment (Rp 32.,128,8, and B/C ratio of 2.28), insecticides treatment (Rp 24,95.7, and B/C ratio of 1.39), and control (Rp 5,964,, and B/C ratio of -.59). Key words: cabbage, Plutella xylostella, Bacillis thuringiensis, Beauveria bassiana ABSTRAK Dalam usahatani kubis masalah utama yang dihadapi petani adalah serangan hama. Salah satu hama utama kubis adalah Plutella xylostella. Serangan hama ini dapat mengakibatkan kehilangan hasil 5 1 persen apabila tidak dikendalikan. Pada umumnya petani Kabupaten Karo mengendalikan hama tersebut dengan menggunakan pestisida yang beraneka ragam dengan konsentrasi tinggi dan interval penyemprotan yang terlalu dekat, sehingga dapat menimbulkan efek residu serta mengurangi harga saing ekspor. Untuk mengurangi adanya efek residu insektisida, maka BPTP Sumatra Utara telah melakukan pengkajian di Kabupaten Karo pada tahun 21, mengenai pengendalian hama P. xylostella dengan agensia hayati menggunakan bakteri Bacillis thuringiensis, Beauveria bassiana, perlakuan petani (insektisida ) dan kontrol (tanpa perlakuan). Pengkajian dilakukan dengan sistem demplot di lahan petani yang diikuti 18 koperator, yang dibagi menjadi 3 kelompok. Masing-masing kelompok seluas 4. m 2 termasuk tanaman pinggiran, tiap kelompok sebagai ulangan. Luas petak tiap perlakuan 65 m 2, kecuali kontrol 25 m 2, jarak antar perlakuan 1,5 m, jarak tanaman pinggiran dengan perlakuan 1,5 m. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa perlakuan B. thuringiensis, B. bassiana dan perlakuan petani dapat menekan P. xylostella, sebelum aplikasi populasi larva masing-masing mencapai,6 ;,8 ; dan,6. Tetapi setelah aplikasi perlakuan yang ke 4 populasi larva P.xylostella menjadi larva/tanaman, perlakuan kontrol masih mencapai 21,7 larva/tanaman. Intensitas kerusakan daun saat 64 hari setelah tanam (hst) masing masing perlakuan persen, kecuali perlakuan kontrol mencapai 74,35 persen. Produksi tertinggi terdapat pada perlakuan B. thuringiensis (67.25 kg/ha), B.bassiana (66. kg/ha), sedangkan perlakuan kontrol hanya mencapai 6. kg/ha. Hasil analisis usahatani menunjukkan bahwa pendapatan tertinggi adalah B.thuringiensis Rp 33.52.2 dengan B/C ratio 2,36 diikuti oleh B.bassiana Rp 32.128.8 dengan B/C ratio 2,28; Insektisida Rp 24.95.7 dengan B/C 1,39 dan kontrol (tanpa perlakuan) Rp 5.964. dengan B/C ratio,59. Kata kunci : kubis, Plutella xylotella, Bacillus thuringiensis, Beauveria bassiana Teknologi Pengendalian Hama Plutella xylostella dengan Insektisida dan Agensia Hayati pada Kubis di Kabupaten Karo (Loso Winarto dan Darmawati Nazir) 27

PENDAHULUAN Kabupaten Karo adalah salah satu sentra produksi kubis di Sumatra Utara. Komoditas ini diekspor ke negara tetangga Singapura dan Malaysia. Menurut catatan sejak tahun 198-an ekspor kubis sering mengalami penolakan oleh konsumen luar negeri. Dalam usaha tani kubis masalah utama yang dihadapi adalah serangan hama. Salah satu hama utama yang biasanya menyerang tanaman ini adalah hama Plutella xylostella. Hama ini termasuk ordo Lepidoptera dari famili Plutelliadae dengan nama sinonimnya P. Maculipenis dan P.cruceferarum. Serangan ini umumnya dikenal sebagai diamond back moth karena pada sayap depan terdapat tiga titik seperti intan (Kalshoven, 1981). Imago P. xylostella berupa ngengat yang ramping dan ber warna coklat kelabu. Panjangnya 1,5 1,7 mm dengan rentang sayap 14,5 17,5 mm. Bagian tepi sayap depan berwarna terang (Suyanto, 1994). Serangga P. xylostella merusak tanaman pada stadium larva. Larva yang baru menetas akan merayap kepermukaan daun dan melubangi epidermis. Pada umumnya larva memakan permukaan daun bagian bawah, sehingga tinggal tulang-tulang daun dan epidermis daun bagian atas. Jika jumlah larva relatif banyak dapat menghabiskan tanaman kubis yang berumur satu bulan dalam waktu 3 5 hari. Umumnya larva menyerang tanaman muda, tetapi kadang-kadang dapat pula merusak tanaman yang sedang membentuk bunga (Rukmana, 1994). Sastrosiswojo dan Setiawati (1993) juga menyatakan bahwa P. xylostella menyerang tanaman kubis yang muda sebelum membentuk krop. Tingkat populasi larva yang biasanya terjadi pada 6-8 minggu setelah tanam, dan dalam kondisi seperti ini serangan dapat mengakibatkan kerusakan berat pada tanaman kubis. Kehilangan hasil yang ditimbulkan oleh hama P. xylostella pada tanaman kubis dapat mencapai 58 1 persen (Rukmana, 1994). Petani kubis dalam mengendalikan hama P. xylostella kebanyakan menggunakan insektisida yang beraneka ragam konsentrasi tinggi serta interval penyemprotan terlalu dekat sehingga dapat menimbulkan efek residu pestisida yang dapat mengurangi harga saing ekspor. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatra Utara pada Tahun Anggaran 2 telah melakukan uji adaptasi beberapa agensia hayati dari Puslit Kopi dan Kakao Jember (Jamur Beauveria bassiana). B. bassiana yang diaplikasikan dua kali seminggu pada tanaman kubis dapat menginfeksi larva P. xylostella 3 5 hari hingga mati sampai 66,2 persen (Abda, 1998). Demikian juga jamur Metarrhizium spp. Ditemukan dapat mematikan P. xylostella (Soper, 1985). Hasil penelitian Winarto et al., (2) menunjukkan bahwa intensitas serangan P. xylostella akibat perlakuan B. bassiana (24,54%), Bacillus chitinosporus (24,12%), Bacillus sp. (1,27%), Metarrhizium spp. (25,47%), Deltametrin (17,5%) kontrol (85,82%). Dari uraian di atas maka teknologi secara hayati dalam mendukung pengendalian hama terpadu perlu disosialisasikan pemanfaatannya dengan melibatkan beberapa kelompok tani dalam satu percobaan/demonstrasi plot. Namun demikian kenyataan menunjukkan bahwa demonstrasi plot saja tidak cukup untuk menjamin petani mau menerapkan teknologi baru. Mosher (1981) menyatakan, bahwa alasan pertama mengapa petani berperilaku tetap pada cara cara yang lama (subsistance) karena mereka sangat mempertimbangkan adanya resiko dan ketidakpastian (risk and uncertainity). Petani beranggapan bahwa keuntungan yang akan mereka peroleh jika mereka menerapkan teknologi baru akan lebih kecil dibandingkan dengan teknologi yang biasa mereka gunakan. Dengan demikian penerapan teknologi baru dalam usaha peningkatan produksi dapat memakan waktu yang lama ditingkat petani. Sehubungan dengan hal tersebut maka pengetahuan dan keterampilan petani dalam hal teknologi baru tersebut haruslah dapat ditingkatkan. Penguasaan teknologi baru oleh petani sangat penting dalam berusaha tani yang lebih maju. Umumnya petani yang menguasai dalam Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 7, No.1, Januari 24 : 27-33 28

menerapkan teknologi baru selalu lebih berhasil dan lebih unggul dari petani lain di sekitarnya. Oleh karena itu upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani perlu terus diupayakan. Salah satu upaya meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap petani untuk menerapkan teknologi pengendalian hama terpadu utama dengan menggunakan agensia hayati pada tanaman kubis adalah melalui pelatihan. Dengan pelatihan ini diharapkan petani mampu memahami teknologi baru tersebut sehingga ada keinginan untuk segera menerapkannya di lapangan. Pengkajian ini bertujuan untuk mendapatkan entomopatogen yang efektif terhadap pengendalian hama P. xylostella. METODE PENELITIAN Pengkajian ini dilaksanakan di Kabupaten Karo pada bulan Januari sampai dengan Desember 21 dengan mengikutkan 18 orang petani koperator. Sebelum pelaksanaan pengkajian di lapangan diadakan pelatihan cara perbanyakan dan aplikasi agensia hayati. Kemudian petani kooperator di bagi 3 kelompok, masingmasing kelompok melaksanakan perlakuan yang dikaji. Perlakuan demonstrasi plot adalah B. bassiana, bakteri B. thuringiensis yang berasal dari larva P. xylostella yang terinfeksi oleh bakteri tersebut, insektisida (perlakuan petani) dan kontrol (tanpa perlakuan). Luas areal demonstrasi plot adalah 6.6 m 2 dibagi 3 kelompok sebagai ulangan. Luas tiap perlakuan 65 m 2, jarak antar plot perlakuan 1,5 m, sedangkan jarak tanaman pinggir dengan plot perlakuan 1,5 m. Luas plot kontrol hanya 25 m 2 karena diperkirakan akan hancur. Untuk melihat perbedaan pengaruh antaragensia hayati dengan cara perlakuan petani (insektisida) dan kontrol, data pengamatan di tabulasi dan dirata-ratakan. Aplikasi agensia hayati dilakukan seminggu sekali, karena untuk agensia hayati belum didapatkan ambang kendali, sedangkan perlakuan petani disemprot dengan insektisida dilaksanakan 2 kali seminggu. Agensia hayati ini diperbanyak di Laboratorium BPTP Sumatra Utara. Varietas kubis yang digunakan adalah KR I yang ditanam dengan jarak 5 cm x 8 cm, dan dipelihara dengan pemberian pupuk kandang ayam 2 ton/ha, 2 kg Urea/ha, 2 kg ZA/ha, 4 kg SP-36/ha, 2 kg KCL /ha. Pupuk urea dan ZA diberikan dua kali, pemberian pertama setengah dosis satu hari sebelum tanaman bersama sama dengan pupuk kandang SP-36 dan KCL. Sedangkan pemberian yang kedua sisanya 21 hari setelah tanam (HST) bersamaan dengan pem-bumbuan yang pertama. Pengamatan meliputi intensitas kerusakan daun yang diamati 3 daun paling atas dengan menggunakan skoring sebagai berikut: = tanaman sehat; 1 = daun rusak 1 2 persen; 3 = daun rusak 21 4 persen; 5 = daun rusak 41 6 persen; 7 = daun rusak 61 8 persen; 9 = daun rusak 81 1 persen. Untuk mencari persentase kerusakan dengan menggunakan rumus (Sastrosiswojo 1992) : Σ n.v P = ---------- x 1 % Z.V Dimana: P = Persentase serangan; n = Jumlah daun/bagian tanaman dari tiap kategori serangan; v = Nilai skala tiap kategori serangan (, 1, 3, 5, 7, 9); Z = Nilai skala kategori serangan tertinggi (9); N = Jumlah daun/bagian tanaman yang diamati. HASIL DAN PEMBAHASAN Data pengamatan demplot pengendalian hama P. xylostella pada tanaman kubis di Kabupaten Karo ternyata semua perlakuan efektif kecuali kontrol tanaman hampir puso. Hasil pengamatan demplot pengendalian hayati disajikan pada Tabel 1, 2, dan 3. Teknologi Pengendalian Hama Plutella xylostella dengan Insektisida dan Agensia Hayati pada Kubis di Kabupaten Karo (Loso Winarto dan Darmawati Nazir) 29

Pada Tabel 1 dikemukakan bahwa pengamatan pertama dilakukan sebelum aplikasi perlakuan, populasi hama Plutella telah mencapai di atas ambang kendali (,5 larva/tanaman). Penyemprotan pertama dan penyemprotan selanjutnya dilakukan dengan berjadwal seminggu sekali karena pengendalian hayati nilai ambang kendali belum ketahui. Sedangkan perlakuan petani dilakukan penyemprotan insektisida berjadwal 2 kali seminggu. Pengamatan kedua dilakukan setelah penyemprotan pertama, semua perlakuan yang dikaji efektif, karena larva pada instar 1 dan 2 kondisinya masih lemah. Perlakuan B. thuringiensis, B. bassiana, insektisida (perlakuan petani) populasi larva Plutella menurun, masing masing mencapai,1; ; larva/tanaman sedangkan perlakuan kontrol populasi meningkat (2,9 larva/pohon). Udiarto dan Sudarwohadi (1997) mengatakan Diadegma sumiclousum tidak mau memarasit Plutella instar 1 dan 2 karena kulitnya masih lunak dan kondisinya masih lemah. Pada pengamatan ketiga perlakuan B. thuringiensis, dan insektisida terdapat kenaikan populasi larva masing masing mencapai,5 dan,2 larva/tanaman maka segera dilakukan penyemprotan, sedangkan perlakuan B. bassiana dari pengamatan ketiga (29 HST) hingga pengamatan kedelapan (64 HST) tidak ditemukan larva Plutella, meskipun tidak terdapat larva Plutella pada perlakuan B. bassiana dan B. thuringiensis tetap dilakukan penyemprotan seminggu sekali, karena ambang kendali yang sudah diteliti adalah untuk perlakuan insektisida. Perlakuan insektisida pada tanaman berumur 15 HST populasi larva Plutella rata rata mencapai,6 /tanaman, setelah aplikasi populasi larva Plutella menurun pada tanaman umur 29 HST hanya mencapai,2/tanaman. Pada tanaman umur 36 sampai 64 HST populasi larva Plutella dapat dikatakan tidak ada lagi, karena tanaman umur 57 HST terdapat larva Plutella yang rata rata populasinya hanya,1 /tanaman. Tampak bahwa efektivitas insektisida yang digunakan sangat tinggi. Perlakuan kontrol dari umur 15 HST sampai dengan 5 HST populasi larva P. xylostella makin meningkat yaitu antara,5 1,3 larva per tanaman, tetapi setelah 57 HST sampai dengan 64 HST mulai menurun populasinya antara 6,5 4,9 larva per tanaman. Hal ini disebabkan tanaman makin tua, karena larva P. xylostella menyerang tanaman pada tanaman masih muda. Setiawati et al. (1991) menyatakan bahwa P. xylostella menyerang tanaman kubis yang muda sebelum membentuk krop. Tingkat populasi larva yang tinggi biasanya terjadi pada 6 minggu setelah tanam, dan pada tanaman umur tersebut serangan hama dapat mengakibatkan kerusakan yang berat. Dari Tabel 2 dapat dikemukakan bahwa intensitas kerusakan daun dari pengamatan 15 22 HST belum menunjukkan adanya kerusakan, Hal ini dikarenakan populasi hama P. xylostella masih sangat rendah sehingga kerusakan daun belum nampak secara jelas. Tetapi setelah 28 57 HST perlakuan B. thuringiensis intensitas kerusakan daun mulai nampak jelas, rata rata intensitas kerusakan daun mencapai 3,33 persen dengan 4,44 persen ini sejalan dengan populasi hama P. xylostella yang menyerang tanaman kubis, bila populasi hama Plutella tinggi maka nilai kerusakan daun kubis juga tinggi. Tabel 1. Populasi Larva Plutella pada Denplot Pengendalian Hayati Tanaman Kubis di Karo, 21 Perlakuan Umur tanaman/hst (larva/ pohon) 15 22 29 36 43 5 57 64 B.thuringiensis,6,1,5,,1,,3, B.bassiana,8,,,,,,, Insektisida,6,,2,,,,1, Kontrol,5 2,9 3,5 8,9 12,7 1,3 6,2 4,9 Keterangan : Rataan 9 tanaman sample yang diamati sistim diagonal dari 3 ulangan (Sudarwohadi 1992) Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 7, No.1, Januari 24 : 27-33 3

Tabel 2. Rataan Persentase Intensitas Kerusakan Daun Akibat Perbedaan Perlakuan Pengendalian Hama Pemakan Daun Kubis di Karo, 21 Umur tanaman / hari setelah tanam (%) Perlakuan 15 22 29 36 43 5 57 64 B.thuringiensis,, 3,33 4,44 2,22 2,3 3,42, B.bassiana,,,, 5,56 4,3 2,25, Insektisida,,, 3,3 4,44 3,36 2,56, Kontrol, 2,3 5,64 25,9 43,5 52,45 6,76 74,35 Keterangan : Rataan 9 tanaman sampel yang diamati sistem diagonal dari 3 ulangan (Sudarwohadi 1992) Tabel 3. Produksi Kubis Akibat Perbedaan Perlakuan Agen Hayati di Karo, 21 Perlakuan B.thuringien sis Lua s plot (m2 ) Produk si/ tanama n (kg) Produk si/ plot (kg) 65 2,69 4.77, B.bassiana 65 2,64 4.29, Insektisida 65 2,37 3.851,3 Produksi/ ha (ton) 67,25 66, 59,25 Kontrol 25,5 15, 6, Keterangan : angka rataan dari 3 ulangan, untuk perlakuan kontrol luas plot tidak sama karena diperkirakan akan hancur Sedangkan pada perlakuan B. bassiana dari tanaman berumur 15 36 HST belum memperlihatkan kerusakan daun, karena dari umur tersebut untuk perlakuan B. bassiana populasi hama pemakan daun kubis sangat rendah bahkan dapat dikatakan tidak ada larva hamanya, meskipun pada 15 HST terdapat larva Plutella,8/tanaman, nampaknya tidak berarti pada nilai kerusakan daun, karena setelah diaplikasi pada pengamatan berikutnya tidak ditemukan kerusakan daun. Larva Plutella yang ditemukan pada tanaman berumur 15 HST masih instar 1 sampai 2 sehingga sangat mudah mati karena infeksi jamur B, bassiana, di samping itu juga dibantu oleh curah hujan yang tinggi yang dapat membantu menekan penetasan telur ngengat P. xylostella. Sudarwohadi (1975) menyatakan bahwa curah hujan yang lebat, tidak menguntungkan bagi hama Plutella. Di samping curah hujan, beberapa faktor lain yang mempengaruhi mortalitas larva Plutella ialah parasit, predator, penyakit dan persaingan makan. Pada perlakuan kontrol intensitas kerusakan daun dari 22 64 HST makin meningkat yang menimbulkan kerusakan total pada tanaman kubis. Rukmana (1994) bahwa kehilangan hasil yang ditimbulkan oleh hama P. xylostella pada tanaman kubis dapat merugikan petani antara 58 1 persen. Dari Tabel 3 dapat dikemukakan bahwa perlakuan B. thuringiensis dan B. bassiana menunjukkan angka produksi yang cukup tinggi, rata rata per sampel mencapai 2, 69 kg dan 2,64 kg. Sedangkan perlakuan insektisida dan kontrol hanya mencapai 2,37 kg dan,5 kg per sampel. Teknologi Pengendalian Hama Plutella xylostella dengan Insektisida dan Agensia Hayati pada Kubis di Kabupaten Karo (Loso Winarto dan Darmawati Nazir) 31

Tabel 4. Analisis Usahatani Uji Aplikasi Teknologi Pengendalian Hama Kubis dengan Insektisida dan Agensia Hayati di Kabupaten Karo, 21 No A B Jenis pengeluaran / ha Biaya tetap a. Sewa tanah selama 4 bulan b. penyusutan alat-alat c. Bunga modal selama 4 bulan (1%) Biaya tidak tetap 1. Biaya sarana produksi a. Bibit 25. batang @ Rp 6,- b. Pupuk - 2 ton pupuk kandang @ Rp 166.75,- - 2 kg Urea @ Rp 1.2,- - 2 kg ZA @1.2,- - 4 kg Sp-36 @ Rp 1.8,- - 2kg KCl @ Rp1.9,- c. Insektisida/Agensia hayati - 4 botol Agrimex @ Rp16.,- - 244 bks/3gr B.bassiana @ Rp5.,- - 132 liter/ b.thuringiensis @ Rp 9.,- - Perekat/perata 1 botol @ Rp 5.,- 2.Biaya tenaga kerja Rp 2.,- / hari/orang a. Pengolaham tanah (2 x traktor) b.membuata lubang tanam 12 orang c. Pemupukan dasar 2 orang d. Penanaman 1 orang e. Penyiraman 7 orang f.penyisipan 5 orang g.pemupukan susulan dan pembumbunan I 15 org h. Penyiangan & pembumbunan ke II 12 org i. Penyemprotan 8 tangki @ Rp 2.5,- Kontrol (Rp) 4. 5. 924. 1.5. 3.335. 72. 38. 7. 4. 2. 14. 1. 3. 1. Insektisida (Rp) 4. 2. 1.58. 1.5. 3.335. 72. 38. 4. 5. 7. 4. 2. 14. 1. 3. 2.. 4. Jenis Agensia hayati ( Rp) Beauveria bassiana 4. 2. 1.279.2 1.5. 3.335. 72. 38. 1..22. 5. 7. 4. 2. 14. 1. 3. 2.. 4. Bacillus thuringiensis 4. 2. 1.274.8 1.5. 3.335. 72. 38. 1.188. 5. 7. 4. 2. 14. 1. 3. 2.. 4. j. Panen C. Total biaya produksi 1.164. 17.38. 14.59.2 14.22.8 D Produksi ( kg) 6. 59.251 66. 67.25 E. Nilai produksi (Rp 7,-/ kg) 4.2. 41.475.7 46.2. 47.75. F. Pendapatan -5.964. 24.95.7 32.14.8 33.52.2 R/C ratio -,41 2,39 3,29 3,36 B/C ratio -,59 1,39 2,29 2,36 Produksi tertinggi per plot maupun konversi/ha terdapat pada perlakuan B. thuringiensis dan B. bassiana masing-masing per plot mencapai 4.77, kg dan 4.29, kg atau 67,25 t/ha dan 66 t/ha. Untuk insektisida dan kontrol produksi rata-rata per sampel hanya mencapai 2,37 kg dan,5 kg atau 59,251 t/ha dan 6 t/ha. Sastrosiswojo (1975) mengatakan tanaman yang sehat, pertumbuhan figur dan produksi dapat mencapai maksimum. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 7, No.1, Januari 24 : 27-33 32

Selanjutnya hasil analisis usahatani pada Tabel 4 menunjukkan bahwa pendapatan tertinggi adalah pada perlakuan B. thuringiensis yakni Rp 33.52.2,-/ha dengan B/C ratio 2,36. Ini artinya setiap pengeluaran Rp 1 akan memperoleh keuntungan Rp 2,36. Berikutnya adalah B. bassiana Rp 32.14.8,-/ha dengan B/C ratio 2,29.; Insektisida Rp 24.95.7,- dengan B/C ratio,59. Ini artinya setiap pengeluaran Rp 1 memperoleh kerugian sebesar Rp,59. KESIMPULAN 1. Perlakuan B. thuringiensis, B. bassiana dan perlakuan petani (insektisida) dapat menekan populasi hama P. xylostella masing masing pada 15 HST populasi larva,6;,8 dan,6/tanaman tetapi setelah diaplikasikan mencapai larva/ tanaman pada 64 HST 2. Perlakuan B. thuringiensis, B. bassiana dan insektisida dapat menekan kerusakan daun kubis persen, tetapi pada kontrol kerusakan daun mencapai 74,35 persen. 3. Produksi tertinggi, terdapat pada perlakuan B. thuringiensis, B. bassiana kemudian diikuti perlakuan insektisida masing-masing mencapai 67 ton/ha dan 66 ton/ha dan 59,25 ton/ha, kontrol hanya mencapai 6 ton/ha. 4. Pendapatan dan keuntungan (B/C ratio) tertinggi secara berturut turut terdapat pada perlakuan B. thuringiensis, B. bassiana yakni Rp 33.52.2,-/ ha dengan B/C ratio 2,36; Rp 32.14.8,- /ha dengan B/C ratio 2,29. Sedangkan perlakuan insektisida dan kontrol menunjukkan pendapatan Rp 24.95.7,- dengan B/C ratio 1,39 dan kontrol hanya Rp 5.954.,- /ha dengan B/C ratio,59. DAFTAR PUSTAKA Abda, G. 1998. Kajian teknologi pengendalian ulat krop Crosidolomia binotalis pada tanaman kubis dengan agensi hayati (CbBx). Kumpulan Makalah Gelar Teknologi Spesifik Lokasi Karawang 5-9 Oktober. Direktorat Jend. Tanaman Pangan dan Hortikultura. Direktorat Bina Perlindungan Tanaman. Hal.84-86. Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. PT. Ichtiar Baru Van Hoeve. Jakarta.p 583. Mosher, A.T. 1981. Membangun dan menggerakkan pertanian. CV. Yasa Guna Jakarta. Rukmana, R. 1994. Budidaya Kubis dan Brokoli. Kanisius, Yogyakarta. Hal : 27 Sastrsiswojo, S dan W. Setiawati. 1993. Hama-hama Tanaman Kubis dan Cara Pengendalian. Balai Penelitian Hortikultura Lembang. Hal. 39-41. Setiawati, W dan Tinny Suhartini Uhan. 1991. Sinergisme insektisida mikroba Bacillus thuringiensis dengan Piritroid Sentetik terhadap Larva Heliotis amegera Hbn. Bull. Penel. Hort.21 (2) : 44 51. Soper, R.S. 1985. Pathogen of Leaf Hoppers and Planthop Pers. In The Leaf Hoppers and Plant Hoppers (Ed. By Nault IB and J.G Rodriguez). John Willey and Sens Inc. Sudarwohadi, S. 1975. Hubungan antara waktu tanam kubis dengan dinamika populasi Plutella maculipennis Curt dan Crocidolomia binotalis Zell. Bul Penel. Hort.3 (4) : 3 14. Sudarwohadi, 1992. Metode pengambilan sampel. Materi pelatihan PHT. di Bandung. Suyanto, A. 1994. Hama Sayuran dan Buah. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 53 Udiarto, B.K dan S. Sastrosiswojo. 1997. Selektifitas beberapa jenis insektisida terhadap larva Plutella xylostella L. dan Parasitoid imago Diadegma sumiclausum Helln. Jur. Hort.7 (3) : 81 817. Winarto, L., Nova P., Siti M. dan Syarifuddin Y. 2. Uji adaptasi beberapa agensia hayati terhadap penekanan perkembangan hama penting tanaman kubis di Karo. Laporan Intern BPTP Sumatra Utara. Teknologi Pengendalian Hama Plutella xylostella dengan Insektisida dan Agensia Hayati pada Kubis di Kabupaten Karo (Loso Winarto dan Darmawati Nazir) 33

Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 7, No.1, Januari 24 : 27-33 34