NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dipertegas dalam Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke-3 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN DAN PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DOMESTIK

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016. PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PERBUATAN PERCOBAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA 1 Oleh: Magelhaen Madile 2

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

DAFTAR PUSTAKA. Andi Hamzah, Asas - Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008.

BAB III PENUTUP. terdahulu, maka penulis menyimpulkan beberapa hal yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DISPARITAS PUTUSAN PENGADILAN. lembaga yang berwenang kepada orang atau badan hukum yang telah

I. PENDAHULUAN. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kenakalan anak atau (juvenile deliuencya) adalah setiap

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN SECARA BERLANJUT

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara hukum.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja di Indonesia mulai dari usia sekolah hingga perguruan tinggi.

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

I. PENDAHULUAN. pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk

BAB III PENUTUP. penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dan hendak dilaksanakan oleh bangsa ini tidak hanya hukum

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai anak, adalah merupakan hal yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. atau ditaati, tetapi melalui proses pemasyarakatan yang wajar dalam suatu

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Van Hamel, Tindak pidana adalah kelakuan orang (menselijke

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan di dalam masyarakat berkembang seiring dengan. tidak akan dapat hilang dengan sendirinya, sebaliknya kasus pidana semakin

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak

BAB III PENUTUP. a. Faktor kemandirian kekuasaan kehakiman atau kebebasan yang. pengancaman pidana di dalam undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

BAB I PENDAHULUAN. tegas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat); tidak. berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat).

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum (rechtstats), bukan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini

Transkripsi:

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun Oleh : SUGIANTO C 100.070.146 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012

ABSTRAKSI Sugianto, 2007. PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Perbandingan Penjatuhan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pertama dan Residivis. Penelitian ini termasuk penelitian yang bersifat deskriptif. Lokasi penelitian dilakukan di 3 (tiga) pengadilan yaitu Pengadilan Negeri Surakarta, Pengadilan Negeri Sukoharjo dan Pengadilan Negeri Klaten. Jenis data yang digunakan meliputi data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data melalui wawancara, studi pustaka, perundang-undangan, buku atau tulisan yang berhubungan dengan obyek penelitian. Data yang diperoleh disusun dalam bentuk metode kualitatif. Melalui hasil penelitian dapat diketahui ada perbandingan penjatuhan sanksi pidana yang diberikan oleh hakim kepada pelaku pertama maupun residivis. Pelaku pertama penjatuhan sanksinya lebih ringan dibandingkan sanksi pidana yang dijatuhkan kepada residivis, sedangkan penjatuhan pidana kepada residivis berdasarkan peraturan perundangundangan bahwa residivis hukumannya 1/3 (sepertiga) lebih berat dibandingkan dengan pelaku pertama. Hakim dalam menjatuhkan pidana baik kepada pelaku pertama maupun residivis sebelumnya mempertimbangkan beberapa hal seperti mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan, motif kejahatan, keadaan psikis atau sikap batin dari pelaku, kejahatan yang dilakukan merupakan kejahatan berat atau ringan, mempertimbangkan tindak pidana yang dilakukan beserta sanksinya, pelaku baru pertama kali melakukan tindak pidana atau residivis. Banyaknya pengulangan tindak pidana disebabkan oleh faktor ekonomi yang sangat mendesak, selain itu penjatuhan sanksi pidana yang ringan oleh hakim kepada pelaku tindak pidana sehingga dengan ringannya penjatuhan sanksi pidana yang dijatuhkan oleh hakim tersebut maka mereka tidak jera untuk melakukan pengulangan tindak pidana lagi. Penulis menyadari bahwa ada keterbatasan kemampuan yang penulis miliki dalam membuat penulisan hukum ini. Namun, penulis berharap apa yang penulis berikan dalam penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian. Kata kunci: sanksi,pidana,residivis.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum merupakan keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan dengan suatu sanksi. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal dan damai, tetapi dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum maka hukum harus ditegakkan. 1 Dikalangan masyarakat kita ada beberapa sebutan yang sering kita dengar mengenai seseorang yang telah melakukan tindak pidana (kejahatan) yaitu terpidana (pelaku pertama) dan residivis. Seseorang yang telah melakukan tindak pidana dan di pengadilan dia terbukti bersalah telah melakukan suatu tindak pidana sebagaimana yang didakwakan kepadanya, maka dia akan menerima putusan dari pengadilan yaitu berupa putusan pidana. Dalam hal ini orang itu disebut dengan terpidana. Menurut Pasal 1 butir 6 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang dimaksud dengan terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sementara itu ada seseorang yang telah melakukan tindak pidana dan telah menerima putusan pengadilan yang mempunyai hukum tetap, akan tetapi setelah dia selesai menjalani hukuman tersebut, dia di luar sana melakukan atau mengulangi suatu tindak pidana lagi. Orang yang melakukan pengulangan tindak pidana yang demikian ini disebut dengan residivis. Seseorang dapat dikatakan sebagai residivis apabila melakukan kejahatan baik sejenis maupun tidak sejenis, antara melakukan kejahatan yang satu dengan yang lain sudah ada putusan hakim yaitu berupa hukuman penjara antara tidak lebih dari 5 (lima) tahun terhitung sejak si terpidana menjalani semua atau sebagian hukuman yang telah dijatuhkan. Pada proses peradilan terpidana akan dijatuhi putusan oleh majelis hakim dan saat putusan dijatuhkan ada beberapa hal yang akan meringankan 1 Sudikno Mertokusumo. 1986. Mengenal Hukum Suatu Penganta., Yogyakarta: Liberty. hal. 37 1

2 penjatuhan pidana, salah satunya adalah ketika terpidana mengakui kesalahan dan menyesali yang telah diperbuat. Akan tetapi berbeda dalam hal tindak pidana yang dilakukan oleh residivis, biasanya penjatuhan hukuman yang diberikan oleh hakim dalam memutus perkara yang dilakukan oleh residivis hukumannya lebih berat karena dia pernah dijatuhi sanksi oleh hakim yang menangani perkara yang dia lakukan sebelumnya dan ternyata sanksi tersebut tidak membuatnya jera melainkan membuat dia melakukan sebuah tindak pidana lagi. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkatnya ke dalam sebuah penelitian guna penyusunan skripsi yang diberi judul: PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. B. Perumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu sebagai berikut: 1. Apakah yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku pertama dan residivis? 2. Apakah ada perbedaan dalam penjatuhan sanksi pidana yang diberikan kepada pelaku pertama dan residivis? 3. Apakah penjatuhan sanksi pidana yang ringan merupakan faktor terjadinya pengulangan tindak pidana? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penulis menentukan tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku pertama dan residivis. 2. Untuk mengetahui perbedaan dalam penjatuhan sanksi pidana yang diberikan kepada pelaku pertama dan residivis.

3 3. Untuk mengetahui penjatuhan sanksi pidana yang ringan merupakan faktor terjadinya pengulangan tindak pidana. Sedangkan manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a) Manfaat teoritis 1. Dapat memberikan sumbangan pemikiran pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya. 2. Untuk menambah bahan referensi dan bahan masukan untuk penelitian selanjutnya. b) Manfaat Praktis 1. Dapat memberikan data serta informasi mengenai perbandingan penjatuhan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pertama dan residivis. 2. Dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan yang sedang diteliti, dalam hal ini mengenai perbandingan penjatuhan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pertama dan residivis. D. Kerangka Pemikiran Masyarakat pada umumnya menyebut seseorang yang telah melakukan tindak pidana adalah narapidana dan residivis, dimana mereka adalah orang-orang yang telah melakukan tindak pidana dan telah diberi hukuman oleh hakim yang berwenang memutus perkara yang mereka lakukan tersebut. Dalam penjatuhan hukuman terhadap narapidana (pelaku pertama) dengan residivis sangatlah berbeda karena memang hal tersebut telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penjatuhan sanksi terhadap residivis. Penjatuhan sanksi yang diberikan oleh hakim kepada residivis yaitu (1/3) sepertiga lebih berat dari pada penjatuhan sanksi yang diberikan kepada narapidana (pelaku pertama). E Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian agar terlaksana dengan maksimal maka peneliti menggunakan beberapa metode sebagai berikut:

4 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris. Jadi, dalam hal ini penulis ingin melakukan pendekatan yuridis terhadap praktik perbandingan penjatuhan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pertama dan residivis. 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif 2 yaitu untuk memberikan data seteliti mungkin tentang ketentuan yuridis dan praktik perbandingan penjatuhan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pertama dan residivis. 3. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini lokasi yang akan dijadikan tempat penelitian adalah di Pengadilan Negeri Surakarta, Pengadilan Negeri Sukoharjo dan Pengadilan Negeri Klaten dengan alasan bahwa peneliti tertarik memilih lokasi penelitian di tiga Pengadilan Negeri tersebut, karena di sana terdapat cukup banyak adanya kasus tindak pidana baik yang dilakukan oleh pelaku pertama maupun residivis, selain itu lokasi penelitian juga dekat dan mudah dijangkau dengan tempat tinggal peneliti jadi dalam melakukan penelitian dapat menghemat waktu dan biaya. 4. Jenis Data Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan sumber data sebagai berikut: a. Data Primer Data primer diperoleh penulis secara langsung dari Hakim Pengadilan Negeri Surakarta, Pengadilan Negeri Sukoharjo dan Pengadilan Negeri Klaten berupa sejumlah keterangan atau fakta-fakta mengenai perbandingan penjatuhan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pertama dan residivis. 2 Bambang Sunggono. 1997. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal 35.

5 b. Data Sekunder Data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka, yang terdiri dari : 1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang mengikat dan digunakan dalam penelitian ini adalah Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ), Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Peraturan Perundangundangan lainnya. 2) Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini meliputi buku-buku atau literatur, Berita Acara Persidangan dan Putusan Hakim dari ketiga Pengadilan Negeri tersebut. 3) Bahan hukum tersier, yaitu: bahan yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yakni kamus hukum, kamus besar bahasa Indonesia dan sebagainya. 3 5. Metode Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data dimaksud diatas, maka digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut : a. Studi Kepustakaan Dilakukan dengan cara mempelajari buku-buku kepustakaan dengan tujuan untuk memperoleh data yang diperlukan, dilakukan dengan cara mencari, mencatat, menginventarisi, menganalisis, mempelajari dan mengutip data-data yang diperoleh dari buku-buku yang berkaitan dengan skripsi ini. b. Wawancara ( interview ) Yaitu tehnik pengumpulan data dengan cara tanya jawab secara langsung dan lisan dengan responden, guna memperoleh informasi atau 3 Soerjono Soekanto. 2001. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. Hal.12

6 keterangan yang berkaitan dengan masalah dan tujuan penelitian. 4 Yang dipilih sebagai responden dalam penelitian ini adalah pelaku tindak pidana (residivis) dan Hakim Pengadilan Negeri Surakarta, Pengadilan Negeri Sukoharjo serta Pengadilan Negeri Klaten. 6. Metode Analisis Data Dalam metode analisis data yang akan digunakan, penulis menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisa yaitu apa yang dikatakan oleh responden baik secara lisan maupun tulisan dan juga secara nyata diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. 5 4 S. Nasution. 2001. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Buana Aksara. Hal 113. 5 Soerjono Soekanto,1984, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia Press, hal 15

7 TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Pembahasan tentang tindak pidana ini merupakan salah satu dari tiga masalah pokok dalam hukum pidana, selain masalah pertanggungjawaban pidana dari si pelaku atau kesalahan dan masalah sanksi atau pidana. 2. Unsur-unsur Tindak Pidana Pada hakekatnya tiap-tiap perbuatan pidana harus terdiri atas unsur-unsur yang mengandung kelakuan dan akibat yang ditimbulkan karenanya dalam suatu kejadian. Unsur-unsur tersebut dalam teori hukum pidana dibedakan menjadi 2 (dua) aliran yaitu: Aliran Monisme dan Dualisme. 3. Macam-macam Tindak Pidana berikut : 6 Tindak pidana dapat dibedakan menjadi beberapa macam antara lain sebagai 1) Kejahatan dan Pelanggaran. 2) Delik Formil dan Delik Materiil. 3) Delik Commissionis, Ommissionis dan Commisionis Per Omissionem Comissa. 4) Delik Dolus dan Delik Culpa. 5) Delik Tunggal dan Delik Berganda. 6) Delik yang berlangsung terus dan delik yang tidak berlangsung terus. 7) Delik Aduan dan Delik Bukan Aduan. 8) Delik sederhana dan delik yang ada pemberatannya. 9) Delik Ekonomi. 6 Sudarto. 1990. Hukum Pidana 1.Semarang:Yayasan Sudarto Fakultas Hukum UNDIP Semarang.Hal. 56

8 10) Kejahatan Ringan. 4. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu : 7 1) Faktor Intern, antara lain : a. Sakit jiwa,(b) Daya Emosional,(c) Anatomi,(d) Umur,(e) Jenis kelamin,(f) Kedudukan Individu dalam masyarakat,(g) Pendidikan, (h) Hiburan dalam masyarakat 2) Faktor Ekstern, antara lain :(a)ekonomi ;(b) Agama, (c) Faktor Bacaan dan film. B. Tinjauan Umum Tentang Terpidana dan Residivis 1. Pengertian Terpidana (Pelaku Pertama) Seseorang yang melakukan pelanggaran hukum atau telah melakukan suatu tindak pidana dan terbukti bersalah, maka harus dihukum sesuai dengan ancaman pidana yang terdapat dalam perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana tersebut. 2. Pengertian Residivis Residive merupakan bahasa Perancis yang diambil dari dua kata latin yaitu re dan cado. Re berarti lagi dan cado berarti jatuh. Jadi dalam hal ini residive berarti suatu tendensi berulang kali dihukum karena melakukan kejahatan dan mengenai orangnya disebut dengan residivis 8. 3. Macam-macam Residive a. Menurut hukum pidana modern, residive dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu : 9 1) Residive Kebetulan; dan Residive Biasa. 7 Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana. Jakarta: Raja Grafindo Persada, Hal.81 8 Gerson W. Bawengan. 1983. Beberapa Pemikiran Mengenai Hukum Pidana di dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Pradnya Paramita. Hal.68 9 Ibid. hal 189-191.

9 b. Residive Menurut KUHP dan di luar KUHP C. Tinjauan Umum Tentang Pemidanaan 1. Teori Absolut atau Teori Pembalasan (Vergeldings Theorien) Menurut teori ini, pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana (quia peccatum est) 10 Negara berhak menjatuhkan pidana karena penjahat tersebut telah melakukan penyerangan dan perkosaan pada hak dan kepentingan hukum (pribadi, masyarakat atau negara) yang telah dilindungi. Teori Relatif atau Teori Tujuan (Doel Theorien) Teori ini dilandasi oleh tujuan (doel) sebagai berikut: 11 Menjerakan,Memperbaiki pribadi terpidana,membinasakan atau membuat terpidana tidak berdaya. 2. Teori Gabungan (Vernegings Theorien) Menurut teori gabungan, tujuan pemidanaan menghubungkan antara prinsip-prinsip pembalasan dengan prinsip-prisip tujuan yang bermanfaat. Pembalasan memang merupakan dasar dari pembenaran pidana, akan tetapi dengan menjatuhkan pidana pembalasan harus diperhatikan apa yang akan dicapainya dengan pemidanaan itu. 12 10 Barda Nawawi Arief. 1998. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Bandung: Alumni. Hal.10 11 Leden Marpaung. 2005. Asas Teori dan Praktik Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika. Hal.4 12 Loc.Cit. Sudaryono dan Natangsa Surbakti. Hal 319-320.

10 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Pertama dan Residivis. Hakim dalam menentukan suatu hukuman atau putusan kepada terdakwa harus memperhatikan kepentingan korban, masyarakat serta kepentingan terdakwa sendiri. Hukuman yang dijatuhkan oleh hakim harus dapat dirasakan yang terbaik oleh korban, masyarakat maupun terdakwa sehingga putusan tersebut dirasakan adil oleh mereka. B. Perbedaan Dalam Penjatuhan Sanksi Pidana Yang Di Berikan Kepada Pelaku Pertama Dan Residivis Penjatuhan sanksi oleh hakim antara tindak pidana yang satu dengan tindak pidana yang lain pasti berbeda, hal ini dikarenakan adanya pertimbanganpertimbangan hakim sebelum menjatuhkan pidana kepada pelaku tindak pidana sebagaimana yang telah dikemukakan di atas. begitu juga sanksi pidana yang dijatuhkan kepada pelaku pertama dengan residivis juga berbeda. Jadi hakim menjatuhkan pidana yang lebih berat kepada residivis sesuai dengan keadilan dan selama batas maksimal tidak melebihi ancaman pidananya, dan sesuai dengan peraturan tentang penjatuhan hukuman pidana bagi residivis maka residivis hukumannya harus ditambah 1/3 (sepertiga). C. Penjatuhan Sanksi Pidana Yang Ringan Merupakan Faktor Pendorong Terjadinya Pengulangan Tindak Pidana Menurut Hary Tri penjatuhan sanksi pidana yang ringan bukanlah merupakan salah satu faktor yang menjadikan mereka (pelaku tindak pidana)

11 kembali melakukan sebuah tindak pidana lagi karena dalam hal ini hakim sudah menjatuhkan hukuman secara adil kepada pelaku tindak pidana. Hukuman yang dijatuhkan sudah dianggap pantas diberikan kepada pelaku tindak pidana tersebut. Sebenarnya faktor yang menjadikan mereka melakukan pengulangan tindak pidana (residive) itu pada dasarnya kita kembalikan kepada individunya masing-masing, jadi seseorang yang mengulangi kejahatan bukanlah karena hukuman yang diberikan hakim terlalu ringan akan tetapi semua itu dikembalikan kepada individunya masing-masing. 13 PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan oleh penulis mengenai Perbandingan Penjatuhan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pertama dan Residivis. Maka penulis akan menyampaikan kesimpulan sebagai berikut: 1. Hakim dalam menjatuhkan pidana baik kepada pelaku pertama maupun residivis sebelumnya mempertimbangkan beberapa hal seperti mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan, motif kejahatan itu, keadaan psikis atau sikap batin dari pelaku, kejahatan yang dilakukan merupakan kejahatan berat atau ringan, mempertimbangkan tindak pidana yang dilakukan beserta sanksinya, pelaku baru pertama kali melakukan tindak pidana atau residivis. 2. Ada perbandingan penjatuhan sanksi pidana yang diberikan oleh hakim kepada pelaku pertama maupun residivis. Pelaku pertama penjatuhan 13 Hary Tri.Hakim PN Ska. Wawancara Pribadi. Pada hari Rabu tanggal 11 Januari 2012 jam 09.20 WIB di PN Ska.

12 sanksinya lebih ringan dibandingkan sanksi pidana yang dijatuhkan kepada residivis, sedangkan penjatuhan pidana kepada residivis berdasarkan peraturan perundang-undangan bahwa residivis hukumannya 1/3 (sepertiga) lebih berat dibandingkan dengan pelaku pertama. 3. Banyaknya pengulangan tindak pidana disebabkan oleh faktor ekonomi yang sangat mendesak, selain itu penjatuhan sanksi pidana yang ringan oleh hakim kepada pelaku tindak pidana sehingga dengan ringannya penjatuhan sanksi pidana yang dijatuhkan oleh hakim tersebut maka mereka tidak jera untuk melakukan pengulangan tindak pidana lagi. B. SARAN Dari hasil pembahasan dan kesimpulan yang telah penulis uraikan maka penulis memiliki beberapa saran. Saran yang hendak penulis sampaikan yaitu sebagai berikut: 1. Bagi Hakim a. Hakim sebelum menjatuhkan sanksi kepada pelaku tindak pidana selain mempertimbangkan hal-hal yang telah penulis dikemukakan di atas, para hakim juga harus mempertimbangkan usia pelaku tindak pidana karena sekarang ini banyak sekali kasus-kasus kejahatan yang dilakukan oleh anak kecil atau anak di bawah umur akan tetapi pidana yang mereka dapatkan adalah suatu sanksi pidana yang seharusnya tidak pantas mereka terima dan dirasakan sangat tidak adil. b. Meskipun pelaku pertama sudah dijatuhi hukuman oleh hakim sesuai dengan perbuatan yang dia lakukan, akan tetapi hal tersebut masih belum

13 bisa membuat mereka jera untuk tidak melakukan tindak pidana lagi sehingga dalam hal ini para hakim harus menjatuhkan pidana yang lebih berat lagi kepada para residivis dengan catatan tidak melampaui batas maksimum sanksi pidana yang mengatur tindak pidana yang mereka lakukan. c. Putusan yang dijatuhkan oleh majelis hakim kepada terdakwa baik itu berupa putusan bebas, putusan lepas, maupun putusan berupa pemidanaan, haruslah berupa putusan yang dapat memberikan keadilan tidak hanya bagi terdakwa belaka tetapi juga bagi masyarakat maupun korban.

14 DAFTAR PUSTAKA Arief. Barda Nawawi 1998. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Bandung: Alumni. Bawengan.Gerson W 1983. Beberapa Pemikiran Mengenai Hukum Pidana di dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Pradnya Paramita. Chazawi. Adami 2002. Pelajaran Hukum Pidana. Jakarta: Raja Grafindo Persada, Hary Tri.Hakim PN Ska. Wawancara Pribadi. Pada hari Rabu tanggal 11 Januari 2012 jam 09.20 WIB di PN Ska. Marpaung. Leden 2005. Asas Teori dan Praktik Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika. Mertokusumo.Sudikno 1986. Mengenal Hukum Suatu Penganta., Yogyakarta: Liberty. Nasution. S 2001. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Buana Aksara. Soekanto,Soerjono 1984, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia Press, Soekanto. Soerjono 2001. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. Sudarto. 1990. Hukum Pidana 1.Semarang:Yayasan Sudarto Fakultas Hukum UNDIP Semarang. Sudaryono dan Natangsa Surbakti.2005. Buku Pegangan Kuliah Hukum Pidana.Surakarta: Fakultas Hukum UMS. Sunggono. Bambang1997. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.