BAB II TINJAUAN TEORITIS. Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa. perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

Hubungan antara Persepsi terhadap Pola Asuh Orang Tua dengan Keterampilan Sosial Buruk pada Remaja Kelas XI di SMAN 1 Bandung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Burgess & Locke (Duvall & Miller, 1985), Keluarga adalah

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran. Kegiatan pengajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu

BAB II TINJAUAN TEORITIS

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. menganggap dirinya sanggup, berarti, berhasil, dan berguna bagi dirinya sendiri,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Seksual. laku individu yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian pendahuluan ini berisi latar belakang masalah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB II LANDASAN TEORI

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Anak prasekolah merupakan sosok individu yang sedang mengalami proses

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

LAMPIRAN 1. DATA VALIDITAS & RELIABILITAS ALAT UKUR

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemandirian yang dimiliki oleh setiap manusia berawal dari masa anak anak. Proses

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat.

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. biologis dan ditutup dengan aspek kultural. Transisi dari masa kanak-kanak ke remaja

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. 2.1.1 Karakteristik Masa Remaja Menurut Hurlock (1992) karakteristik masa remaja adalah: a. Masa remaja merupakan periode yang penting Terdapat beberapa periode dalam rentang kehidupan yang menjadi penting karena akibatnya yang langsung terjaadi terhadap sikap dan perilaku. Pada periode remaja, baik akibat langsung maupun akibat jangka panjang tetap menjadi penting. Terdapat periode yang penting akibat fisik dan akibat psikologis. Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat, terutama pada masa awal remaja. Semua perkembangan tersebut menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai, dan minat baru. b. Masa remaja sebagai masa transisi Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Pada masa ini akan terjadi perubahan, pertumbuhan, dan disequilibrium pada fisik, sosial dan kematangan seksual. 11

12 c. Masa remaja sebagai periode perubahan Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Terdapat lima perubahan yang sama yang hampir bersifat universal, yaitu : a) Meningginya emosi b) Perubahan tubuh c) Perubahan minat, dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial untuk dipesankan, menimbulkan masalah baru d) Perubahan nilai akibat berubahnya nilai dan pola perilaku e) Ambivalen terhadap setiap perubahan d. Masa remaja sebagai usia bermasalah Setiap periode dalam rentang kehidupan memiliki masalahnya masingmasing, namun masalah pada masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Akibat dari ketidakmampuan mereka untuk mengatasi sendiri masalahnya menurut cara yang mereka yakini, banyak remaja akhirnya menemukan bahwa penyelesaiannya tidak selalu sesuai dengan harapan mereka. e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih menjadi suatu hal yang penting bagi anak laki-laki maupun perempuan. Lambat laun, mereka mulai mendambakan identitas diri dan

13 tidak puas lagi dengan kesamaan yang dimiliki bersama dengan temanteman dalam segala hal. f. Masa remaja sebagia masa yang menimbulkan ketakutan Anggapan bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, tdiak dapat dipercaya, cenderung merusak dan berprilaku merusak menyebabkan orang dewasa memiliki pandangan yang buruk tentang remaja sehingga menimbulkan banyak pertentangan dan dapat menghalangi anak untuk meminta bantuan orang tua dalam mengatasi berbagai masalah yang dihadapinya. g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik Remaja cenderung memandang dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang dia inginkan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik menyebabkan meningkatnya emosi yang merupakan ciri dari masa remaja. h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa Semakin dekat usia masa dewasa, remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. 2.1.2 Tugas Perkembangan Remaja Menurut Havighurst (dalam Santrock, 2007), tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh remaja, yaitu:

14 1. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin 2. Mencapai peran sosial yang matang sesuai jenis kelamin 3. Menerima keadaan fisik dan memanfaatkannya secara efektif 4. Mencapai kemandirian secara emosional terhadap orang tua dan orang dewasa lain 5. Mempersiapkan pernikahan dan kehidupan keluarga 6. Mempersiapkan karir ekonomi 7. Mengembangkan sistem nilai dan etika sebagai pedoman bertingkah laku dan mengembangan ideologi 8. Mempunyai kemampuan dan kemauan bertingkah laku sosial dan bertanggung jawab 2.1.2.1 Remaja mencapai tugas perkembangan dalam tiga tahap : 1. Early adolescence Pada tahap ini usia remaja berada pada masa SMP atau awal masuk SMA. Pertumbuhan yang terjadi pada remaja berlangsung pesat dalam hal fisik, intelektual, dan karakteristik seksual. Dikarenakan pertumbuhan yang terjadi, remaja harus dapat memenuhi tugas perkembangan berupa menerima keadaan fisik dan dapat memanfaatkannya secara efektif.

15 2. Middle adolescence Pada tahap ini usia remaja berada pada masa SMA. Remaja mulai mencapai perubahan fisik dan otonomi secara psikologis dari orang tua. Tugas perkembangan yang harus dipenuhi berupa belajar mengatasi masalah dalam relasi dengan kedua jenis kelamin, fokus pada kemandirian dari orang tua, memiliki relasi yang matang dengan teman sebaya. 3. Late adolescence Pada tahap ini usia remaja berada pada tahun terakkhir SMA dan berlanjut sampai dengan mencapai identitas personal, peran sosial, system nilai, dan tujuan hidup. Remaja pada tahap ini fokus pada tugas perkembangan mempersiapkan pernikahan dan kehidupan keluarga, mempersiapkan karir ekonomi, mengembangkan sistem nilai dan etika sebagai pedoman bertingkah laku dan mengembangan ideology, mempunyai kemampuan dan kemauan bertingkah laku sosial dan bertanggung jawab. 2.2 Persepsi 2.2.1 Pengertian Persepsi Beberapa definisi menurut para ahli:

16 a. Atkinson, dkk (1983) Persepsi merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mngertikan polapola stimulus yang ada dalam lingkungan. b. Morgan, dkk Persepsi adalah apa yang dialami langsung oleh manusia. c. Udai Pareek (1984:13) Persepsi sebagai proses menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji dan memberikan reaksi kepada rangsang panca indera atau data. 2.2.2 Proses Persepsi Tahapan persepsi menurut Udai Pareek, yaitu: 1. Proses menerima rangsang Dalam menerima rangsang didapat dari berbagai sumber, namun panca indra merupakan sumber terbanyak yang dapat menerima rangsangan. Seperti melihat, mendengar, atau mencium. 2. Proses menyeleksi rangsang Setelah rangsangan diterima, terjadi proses seleksi rangsang. Perhatian menjadi peranan yang sangat penting dalam persepsi dikarenakan perhatian memiliki fungsi selektif untuk dapat menyeleksi berbagai rangsangan. 3. Proses pengorganisasian Rangsangan yang telah diseleksi, selanjutnya diorganisasikan ke dalam

17 suatu bentuk. Terdapat tiga dimensi utama dalam pengorganisasian rangsang, yaitu pengelompokkan rangsang, kecenderungan untuk memusatkan perhatian pada rangsangan tertentu yang terlihat lebih menonjol, sedangkan rangsangan lainnya berada di latar belakang, dan kemampuan persepsi. 4. Proses penafsiran Setelah menerima rangsang yang telah di atur oleh penerima, rangsangan kemudian ditafsirkan dengan berbagai cara. Dikatakan telah terjadi persepsi setellah rangsangan tersebut ditafsirkan. 5. Proses pengecekan Setelah rangsangan ditafsirkan kemudian penerima melakukan pengecekan untuk memastikan hasil dari tafsiran yang telah dibuat benar atau salah. Pengecekan ini dapat dilakukan dari waktu ke waktu untuk menegaskan apakah persepsi dibenarkan oleh rangsangan baru. 6. Proses reaksi Proses reaksi merupakan tindakan yang dilakukan sehubungan dengan apa yang telah diserap. Biasanya dilakukan jika seseorang melakukan sesuatu yang sehubungan dengan persepsinya. 2.3 Pola Asuh Berikut empat tipe pola asuh yang dikembangkan pertama kali oleh Diana Baumrind yaitu pola asuh authoritharian, pola asuh authoritative, pola asuh indulgent dan pola asuh neglectful (J.W. Santrock, 2007) :

18 a. Pola Asuh Authoritarian Pola asuh ini bersifat membatasi dan menghukum. Dimana orang tua mendesak anak untuk mengikuti aturan yang diberikan oleh mereka dan menghormati pekerjaan dan upaya mereka. Orang tua yang otoriter menerapkan batas kendali yang tegas pada anak. Anak dari orang tua yang otoriter seringkali tidak bahagia, ketakutan, minder ketika membandingkan diri dengan orang lain, tidak mampu memulai aktivitas, dan memiliki kemampuan komunikasi yang lemah. Anak laki-laki dari orang tua yang otoriter mungkin berperilaku agresif (Hart, dkk., 2003) b. Pola Asuh Authoritative Pola asuh ini mendorong anak untuk mandiri, namun masih menempatkan batas dan kendali pada tindakan mereka. Tindakan verbal memberi dan menerima dimungkinkan, dan orang tua bersikap hangat dan penyayang terhadap anak. Orang tua pada tipe pola asuh ini menunjukkan kesenangan dan dukungan sebagai respons terhadap perilaku konstruktif anak. Mereka juga mengharapkan perilaku anak yang dewasa, mandiri, dan sesuai dengan usianya. Anak yang memiliki orang tua autoritatif seringkali ceria, bisa mengendalikan diri dan mandiri, dan berorientasi pada prestasi, mereka cenderung untuk mempertahankan hubungan yang ramah dengan teman sebaya, bekerja sama dengan orang dewasa, dan bisa mengatasi stress dengan baik.

19 c. Pola Asuh Neglectful Pola asuh ini merupakan situasi dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Anak yang memiliki orang tua yang mengabaikan ini merasa bahwa aspek lain kehidupan orang tua lebih penting daripada diri mereka. Pola asuh ini biasanya mengakibatkan inkompetensi sosial pada anak, terutama kurangnya pengendalian diri. Mereka seringkali memiliki harga diri yang rendah, tidak dewasa, dan mungkin terasing dari keluarga. d. Pola Asuh Indulgent Pola asuh dimana orang tua sangat terlibat dengan anak, namun tidak terlalu menuntut atau mengontrol mereka. Orang tua dengan pola asuh ini membiarkan anak melakukan apa yang dia inginkan. Hasilnya, anak tidak pernah mengendalikan perilakunya sendiri dan selalu berharap mendapatkan keinginannya. Orang tua dengan tipe pola asuh indulgent, percaya bahwa cara terbaik untuk mengungkapkan cinta mereka untuk memberikan apa yang anak inginkan. Mereka mengizinkan anak-anak mereka untuk mengambil keputusan sesuai dengan keinginan anaknya sendiri dan cenderung tidak mengontrol anak-anak mereka. Mereka tidak ingin mengatakan tidak atau mengecewakan anak-anakya. Anak yang memiliki orang tua yang selalu menurutinya, jarang belajar menghormati orang lain dan mengalami kesulitan untuk mengendalikan perilakunya. Mereka mungkin mendominasi, egosentris,

20 tidak menuruti aturan, dan kesulitan dalam hubungan dengan teman sebaya. 2.4 Keterampilan Sosial Definisi keterampilan Sosial menurut para ahli: a. Libet and Lewinsohn Keterampilan sosial merupaka kemampuan yang kompleks untuk menunjukkan perilaku yang baik dinilai secara positif atau negatif oleh lingkungan dan tidak akan menunjukkan suatu perilaku apabila perilaku tersebut diberikan punishment oleh lingkungan. b. Kelly Keterampilan sosial diidentifikasikan sebagai perilaku-perilaku yang dipelajari, yang digunakan oleh individu pada situasi interpersonal dalam lingkungan. c. Shepherd Keterampilan sosial merupakan perilaku yang ditampilkan oleh individu ketika berinteraksi sosial, ditandai dengan kemampuan untuk mempertahankan hubungan dan peran sosial. d. Hargie, Saunders, and Dickson Keterampilan sosial merupakan perilaku yang muncul ketika berinteraksi secara interpersonal dengan orang lain, dimana mengarah pada tujuan, saling berhubungan, sesuai dengan situasi, dan perilaku yang dapat dipelajari.

21 e. Merrel Keterampilan sosial sebagai perilaku spesifik, inisiatif, mengarahkan pada hasil sosial yang diharapkan sebagai bentuk perilaku seseorang. 2.4.1 Dimensi Keterampilan Sosial Menurut Caldarella dan Merrell (dalam Gimpel & Merrell, 1998) terdapat lima dimensi umum yang terdapat pada keterampilan sosial, yaitu: 1. Relasi dengan teman sebaya (Peer relation) Relasi dengan teman sebaya merupakan hubungan yang dibangun dengan teman-teman sebayanya dengan menunjukkan perilaku positif terhadap teman sebaya. Seperti interaksi sosial, prososial, empati. 2. Manajemen diri (Self-management) Manajemen diri merupakan pengendalian diri untuk mengontrol suatu perilaku. Remaja yang memiliki perkembangan emosi yang baik akan dapat mengontrol emosinya, memiliki toleransi stres yang baik, tidak bergantung dengan orang lain. 3. Kemampuan akademis (Academic) Kemampuan akademis ditunjukkan melalui perilaku remaja yang ditampilkan di lingkungan sekolahnya. Penyesuaian sosial di sekolah yang baik, berorientasi pada tugas, mengikuti aturan yang berlaku di sekolah.

22 4. Kepatuhan (Compliance) Kepatuhan yang digambarkan di sini adalah remaja yang pada dasarnya dapat bergaul dengan orang lain dengan mengikuti aturan dan harapan, dapat membagi waktunya dengan baik untuk menjalani tuntutan yang ada di sekitarnya, dan dapat berbagi suatu hal dengan teman sebayanya. Pada dasarnya, dimensi ini melibatkan sesuai dengan permintaan yang sesuai dibuat oleh orang lain. 5. Perilaku asertif (Assertion) Perilaku asertif merupakan kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain tanpa menyakiti atau merugikan orang lain. Kemampuan-kemampuan yang membuat seorang remaja dapat menampilkan perilaku yang tepat dalam situasi yang diharapkan. Dimensi ini didominasi oleh perilaku remaja yang ekstrovert pada orang lain. Keterampilan seperti memulai percakapan dengan orang lain, mengakui pujian, dan mengajak orang lain untuk berinteraksi semua muncul untuk menggambarkan dimensi ini dengan baik. 2.4.2 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Sosial Hasil studi Davis dan Forsythe (Mu tadin, 2002 dalam artikel individual; mengembangkan keterampilan sosial pada remaja), terdapat 8 aspek yang dapat mempengaruhi keterampilan sosial dalam kehidupan remaja, yaitu :

23 1. Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak dalam mendapatkan pendidikan. Kepuasan psikis yang diperoleh anak dalam keluarga akan sangat menentukan bagaimana ia akan bereaksi terhadap lingkungan. Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak harmonis dan dapat menyebabkan anak tidak mendapatkan kepuasan psikis yang cukup maka anak akan sulit mengembangkan keterampilan sosialnya. Hal yang paling penting diperhatikan oleh orang tua adalah menciptakan suasana yang demokratis di dalam keluarga sehingga remaja dapat menjalin komunikasi yang baik dengan orang tua maupun saudarasaudaranya. Dengan adanya komunikasi timbal balik antara anak dan orang tua maka segala konflik yang timbul akan mudah diatasi. Sebaliknya komunikasi yang kaku, dingin, terbatas, menekan, penuh otoritas, dan sebagainya, hanya akan memunculkan berbagai konflik yang berkepanjangan sehingga suasana menjadi panas, emosional, dan dapat menyebabkan hubungan sosial antara satu sama lain menjadi rusak. 2. Lingkungan Sejak dini, anak sudah mulai diperkenalkan dengan lingkungan. Baik itu lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Selain itu lingkungan juga meliputi lingkungan keluarga yang merupakan lingkungan pertama yang dikenal oleh anak, lingkungan sekolah berupa tempat dimana dia akan bertemu teman dan guru juga lingkungan masyarakat yang luas.. Dengan pengenalan lingkungan tersebut maka sejak dini anak sudah

24 mengetahui bahwa dia memiliki lingkungan sosial yang luas, tidak hanya terdiri dari lingkungan keluarga saja. Selain konteks lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat secara luas, remaja juga dipengaruhi oleh media massa sekitarnya. Remaja gemar memanfaatkan semua media informasi yang ada dalam rangka menambah wawasannya sehingga remaja dapat melakukan interpretasi terhadap fenomena-fenomena sosial dan kultural yang terjadi di sekitarnya. Dengan wawasan yang dimiliki remaja akan mampu melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosialnya. 3. Kepribadian Secara umum penampilan seseorang sering diindentikkan dengan manifestasi dari kepribadian seseorang, namun sebenarnya tidak. Hal-hal yang ditampilkan oleh seseorang tidak selalu menggambarkan pribadi yang sebenarnya. Dalam hal ini, penting bagi remaja untuk tidak menilai seseorang berdasarkan penampilan semata, sehingga orang yang memiliki penampilan tidak menarik cenderung dikucilkan. Dalam hal ini orang tua berpern penting dalam memberikan penanaman nilai-nilai yang menghargai harkat dan martabat orang lain tanpa mendasarkan pada halhal fisik seperti materi atau penampilan. 4. Rekreasi Rekreasi merupakan kebutuhan sekunder yang sebaiknya dapat terpenuhi. Dengan rekreasi seseorang akan merasa mendapat kesegaran baik fisik maupun psikis, sehingga terlepas dari rasa lelah, bosan, monoton serta akan mendapatkan semangat baru.

25 5. Pergaulan dengan lawan jenis Untuk dapat menjalankan peran berdasarkan jenis kelamin, maka anak dan remaja sebaiknya tidak dibatasi pergaulannya hanya dengan teman-teman yang memiliki jenis kelamin yang sama. Pergaulan dengan lawan jenis akan memudahkan anak dalam mengidentifikasi sex role behavior yang menjadi sangat penting. 6. Pendidikan/sekolah Pada dasarnya sekolah mengajarkan berbagai keterampilan kepada anak. Salah satu ketrampilan tersebut adalah keterampilan-keterampilan sosial yang dikaitkan dengan cara-cara belajar yang efisien dan berbagai teknik belajar sesuai dengan jenis pelajarannya. Dalam hal ini peran orangtua adalah menjaga agar keterampilan-keterampilan tersebut tetap dimiliki oleh anak atau remaja dan dikembangkan terus-menerus sesuai tahap perkembangannya. 7. Persahabatan dan solidaritas kelompok Pada masa remaja peran kelompok dan teman-teman amat besar. Pada masa remaja berkembang sikap conformity, yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran, atau keinginan orang lain (Yusuf, 2001). Seringkali remaja bahkan lebih mementingkan urusan kelompok dibandingkan urusan dengan keluarganya. Hal tersebut merupakan suatu yang normal sejauh kegiatan yang dilakukan remaja dan kelompoknya bertujuan positif dan tidak merugikan orang lain. Dalam hal ini orangtua perlu memberikan

26 dukungan sekaligus pengawasan agar remaja dapat memiliki pergaulan yang luas dan bermanfaat bagi perkembangan psikososialnya 8. Lapangan kerja Cepat atau lambat, setiap orang pasti akan menghadapi dunia kerja. Keterampilan sosial untuk memilih lapangan kerja sebenarnya telah disiapkan sejak anak masuk sekolah dasar. Melalui berbagai pelajaran di sekolah mereka telah mengenal berbagai lapangan pekerjaan yang ada dalam masyarakat. Setelah masuk SMA mereka mendapat bimbingan karier untuk mengarahkan karier masa depan. Dengan memahami lapangan kerja dan keterampilan-keterampilan sosial yang dibutuhkan maka remaja yang terpaksa tidak dapat melanjutkan sekolah ke Perguruan Tinggi akan dapat menyiapkan untuk bekerja. 2.5 Hubungan Antara Pola Asuh Dengan Keterampilan Sosial Pada remaja Pola asuh yang diterapkan pada anak dapat berupa kombinasi dari beberapa teknik pola asuh. Namun, terdapat dominasi satu teknik pola asuh yang akan dimaknakan oleh anak. Secara umum beberapa peneliti telah menemukan bahwa pengasuhan orang tua yang bersifat otoritatif berkaitan dengan aspek-aspek positif dari perkembangan (Steinberg&Silk, 2002). Berdasarkan studi yang dilakukan terhadap remaja laki-laki terungkap bahwa pengasuhan orang tua yang bersifat otoritatif berkaitan dengan coping dan penyesuaian diri yang lebih baik dibandingkan pengasuhan orang tua yang bersifat otoritarian (Mayseless, Scharf, &

27 Sholt, 2003). Dari penelitian tersebut diungkap bahwa pola asuh yang dimaknakan oleh anak dapat mempengaruhi anak dalam berperilaku di lingkungan sosialnya. Dalam berperilaku di lingkungan sosial, dibutuhkan keterampilan untuk dapat membina hubungan dengan teman sebayanya. Apabila keterampilan yang dimiliki buruk, maka remaja tidak dapat membina hubungan yang baik dengan lingkungannya sedangkan tugas perkembangan di masa remaja berupa membina hubungan yang matang dengan teman sebayanya. Namun apabila remaja memiliki keterampilan yang baik, maka remaja akan dapat memnuhi tugas perkembangannya tersebut. 2.6 Kerangka Pikir Salah satu tugas perkembangan pada masa remaja yaitu mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik laki-laki maupun perempuan. Untuk dapat memenuhi tugas perkembangan tersebut dengan baik, remaja mulai belajar untuk membina relasi dengan teman sebayanya agar dapat mencapai hubungan baru yang lebih matang dan sesuai dengan tuntutan lingkungan sosialnya. Remaja membutuhkan penyesuaian diri yang baik agar dapat diterima oleh suatu kelompok untuk membina relasi dengan teman sebaya. Keterampilan sosial merupakan perilaku yang dipelajari oleh remaja sejak kecil untuk dapat berperilaku dengan lingkungannya.

28 Kegagalan remaja dalam menguasai keterampilan sosial dapat menyebabkan remaja sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Sehingga akan timbul rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan dan cenderung berperilaku normatif seperti asosial maupun antisosial bahkan dapat menjadi kenakalan remaja. Keterampilan sosial dipelajari dari lingkungan pertama yang dimiliki oleh manusia berupa keluarga. Menurut Davis dan Forsythe, keluarga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keterampilan sosial pada remaja. Dalam hal ini faktor keluarga yang dapat memberikan pengajaran untuk dapat berperilaku dengan lingkungan sosialnya adalah pola asuh yang diterapkan oleh orang tua pada anak. Menurut Baumrind, pola asuh merupakan interaksi yang dibangun antara orang tua dan anak. Interaksi yang baik antara orang tua dengan anak dapat mempengaruhi penyesuaian yang baik bagi diri anak. Dalam menyesuaikan diri, dibutuhkan keterampilan sosial yang baik untuk berinteraksi dengan teman-teman di lingkungan sosialnya. Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua, pada umumnya menggunakan kombinasi dari beberapa teknik pola asuh yang berbeda. Namun, pada setiap orang tua memiliki pola asuh dominan yang diterapkan pada anak-anaknya. Dalam menerapkan pola asuh pada remaja dapat membentuk penyesuaian sosial pada diri remaja baik berupa penyesuaian sosial yang baik maupun penyesuaian sosial buruk. Remaja yang mempersepsikan pola asuh yang mengarah pada authoritative, mengungkapkan bahwa ketika di rumah orang tua selalu

29 meluangkan waktunya untuk sekedar berbincang dengan anak-anaknya, menanyakan aktivitas mereka seharian, menannyakan keadaan temanteman dekatnya, juga mau mendengar cerita apapun yang diceritakan oleh anak. Remaja dengan pola asuh yang mengarah pada authoritative ini merasa diperhatikan, didengar, dan disayangi oleh kedua orang tuanya karena terbiasa didengarkan dan diberikan respon apabila menceritakan hal apapun pada orang tua. Sehingga mereka cenderung dapat dengan mudah berinteraksi dengan orang lain, mau terbuka dengan orang baru, dan mau mengungkapkan perasaannya kepada orang lain. Remaja yang mempersepsikan pola asuh yang mengarah pada neglectful, mengungkapkan bahwa orang tua terlalu sibuk dengan pekerjaannya, jarang berkomunikasi dengan anak, dan tidak mengetahui kegiatan apapun yang dilakukan oleh anak. Remaja dengan tipe pola asuh yang mengarah pada neglectful ini merasa tidak dihargai, merasa bahwa orang tua tidak memperhatikan mereka sehingga ketika di sekolah mereka menjadi kurang tertarik dengan kehidupannya dan memiliki prestasi yang rendah. Remaja pun cenderung berperilaku tidak peduli dengan orang lain, tidak dapat mengendalikan dirinya, dan memiliki harga diri yang rendah. Remaja yang memaknakan pola asuh yang mengarah pada authoritarian, mengungkapkan bahwa orang tua mereka terlalu banyak memberikan larangan, dari mulai tidak boleh pulang malam seperti temantemannya yang lain, harus belajar ketika malam hari, pulang sekolah harus selalu langsung pulang, dan juga tidak boleh banyak bermain di luar

30 rumah. Tipe pola asuh authoritarian dimana orang tua langsung menghukum remaja ketika melanggar aturan yang diberikan. Sehingga remaja merasa cemas apabila berinteraksi secara sosial. Selain itu, tindakan memberikan hukuman dari orang tua tersebut membuat remaja merasa gelisah dan tidak bahagia. Remaja juga meniru tindakan tersebut ketika mereka tidak mendapatkan apa yang diinginkan sehingga membuat remaja menjadi lebih agresif. Remaja cenderung minder, tidak mampu mengkomunikasikan apa yang dirasakannya, dan akan berperilaku agresif seperti bullying secara verbal ataupun fisik. Remaja yang memaknakan pola asuh yang mengarah pada indulgent, mengungkapkan bahwa orang tuanya selalu memberikan dan memenuhi apa yang diinginkan anak, mengijinkan anaknya apabila anaknya ingin pergi kemanapun sehingga anak memaknakan bahwa dia dapat melakukan hal apapun sesukanya. Orang tua tidak membuat tuntutan atau membebankan batasan pada remaja sehingga remaja merasa bebas dapat melakukan apa saja tanpa campur tangan dari kedua orang tuanya. Remaja pun menjadi tidak pernah belajar untuk mengendalikan dirinya dan selalu berharap bahwa mereka dapat mendapatkan semua keinginannya sehingga mereka menjadi lebih egosentris. Selain itu, remaja juga cenderung tidak mau mengikuti aturan yang berlaku, kesulitan membina hubungan karena egosentris yang dimilikinya, dan tidak dapat memahami orang lain.

31 Dari uraian di atas diperoleh gambaran bahwa pola asuh yang diterapkan pada anak dapat menyebabkan anak berperilaku tertentu di lingkungan sosialnya terutana keterampilan sosial yang ditampilkan oleh remaja di lingkungan sosialnya. Tidak jarang, keterampilan sosial yang dimiliki oleh anak tidak dapat diterima oleh lingkungannya.

32 Skema Kerangka Berpikir Persepsi Remaja Terhadap Pola Asuh Orang Tua Pola Asuh Orang Tua Authoritarian orang tua sangat terlibat dengan anak, menerapkan batas kendali yang tegas pada anak, anak harus mengikuti aturan yang diberikan oleh orang tua Authoritative Orang tua mendorong anak untuk mandiri, masih menempatkan batas dan kendali pada tindakan remaja, bersikap hangat dan penyayang terhadap anak, menunjukkan dukungan pada anak Neglectful Orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak, tidak adanya aturan, dan tidak adanya komunikasi dengan anak Indulgent Orang tua sangat terlibat dengan anak, tidak terlalu menuntut dan mengontrol anak, orang tua membiarkan anak melakukan apa yang dia inginkan. Tindakan menghukum dari orang tua membuat remaja merasa cemas dan gelisah juga membuat remaja tidak bahagia. Tindakan menghukum tersebut juga ditiru oleh remaja apabila tidak mendapatkan apa yang diinginkan. Remaja merasa diperhatikan, didengar, dan disayangi oleh kedua orang tuanya karena terbiasa didengarkan dan diberikan respon apabila menceritakan hal apapun pada orang tua. Remaja merasa tidak dihargai, merasa bahwa orang tua tidak memperhatikan mereka. Remaja pun cenderung berperilaku tidak peduli dengan orang lain. Remaja merasa bebas dapat melakukan apa saja tanpa campur tangan dari kedua orang tuanya. Remaja pun menjadi tidak pernah belajar untuk mengendalikan dirinya dan selalu berharap dapat mendapatkan semua keinginannya sehingga mereka menjadi lebih egosentris Remaja merasa minder ketika membandingkan diri dengan orang lain, kemampuan komunikasi lemah, agresif, tidak mampu memulai aktivitas Dapat mengendalikan diri, berorientasi pada prestasi, ramah dengan teman sebaya, dapat mengatasi stress dengan baik Kurang memiliki pengendalian diri, harga diri rendah, prestasi buruk di sekolah, kurang memiliki tanggung jawab di lingkungan sosialnya Tidak dapat menghormati orang lain, tidak menuruti aturan, kesulitan dalam menjalin hubungan dengan teman sebaya Keterampilan sosial buruk Keterampilan sosial baik Keterampilan sosial buruk Keterampilan sosial buruk

33 2.7 Hipotesis Penelitian Sehubungan dengan penelitian tersebut, maka hipotesis yang diajukan adalah Terdapat hubungan yang erat antara pola asuh orang tua yang dipersepsikan oleh remaja dengan keterampilan sosial buruk pada remaja kelas XI di SMAN 1 Bandung a. Semakin remaja mempersepsikan pola asuh yang diterapkan oleh orang tua mengarah pada pola asuh authoritarian maka semakin mengarah pada buruknya keterampilan sosial yang dimiliki oleh remaja di SMAN 1 Bandung. b. Semakin remaja mempersepsikan pola asuh yang diterapkan oleh orang tua mengarah pada pola asuh authoritative maka semakin mengarah pada baiknya keterampilan sosial yang dimiliki oleh remaja di SMAN 1 Bandung. c. Semakin remaja mempersepsikan pola asuh yang diterapkan oleh orang tua mengarah pada pola asuh neglectful maka semakin mengarah pada buruknya keterampilan sosial yang dimiliki oleh remaja di SMAN 1 Bandung. d. Semakin remaja mempersepsikan pola asuh yang diterapkan oleh orang tua mengarah pada pola asuh indulgent maka semakin mengarah pada buruknya keterampilan sosial yang dimiliki oleh remaja di SMAN 1 Bandung.