BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di dunia secara. global dan kompetitif memerlukan generasi yang memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pokok yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia adalah masalah yang berhubungan dengan mutu atau

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Proses pembelajaran matematika yang dilaksanakan selama ini

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab terhadap pembentukan sumber daya manusia yang unggul. Dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dalam pembelajaran yaitu: 1) kemampuan melakukan penalaran. 5) keterampilan komunikasi (Trisni dkk, 2012: 3).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. solving), penalaran (reasoning), komunikasi (communication), koneksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam. pendidikan formal, penyelenggaraan pendidikan tidak terlepas dari tujuan

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nining Priyani Gailea, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah , 2015

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mencapai tujuan belejar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah proses interaksi antara siswa dengan lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu matematika sampai saat ini, seperti Pythagoras, Plato,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini pesatnya kemajuan teknologi informasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dianugerahi kemampuan dan kekuatan berpikir. Berpikir

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan yang diperlukan dalam pembelajaran matematik. Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prahesti Tirta Safitri, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No 20 tahun 2003 pasal 1 menegaskan bahwa pendidikan. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dapat berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat di sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Matematika sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari maupun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

I. PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Oleh karena itu, dalam Permendiknas tahun

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan demi meningkatnya kualitas pendidikan. Objek yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. kembangkan potensi Sumber Daya Manusia sehingga tercipta generasi yang siap

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting

BAB 1 PENDAHULUAN. Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang jika

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, tiap individu senantiasa menghadapi masalah, dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika selain memiliki sifat abstrak, ternyata juga memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu

BAB I PENDAHULUAN. penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. membangun peradaban manusia di era modern seperti saat ini. Pada hakikatnya. mengalami perubahan (Wayan Somayasa, 2013: 2).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hella Jusra, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Annisa Shara,2013

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Matematika perlu. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lingkungan pembelajaran kimia tidak hanya terbatas pada penggunaan atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi segala jenis tantangan di era modern dewasa ini. Lebih lanjut

BAB II LANDASAN TEORI

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah cita-cita bangsa yang harus terus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jayanti Putri Purwaningrum, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Wahyudin Djumanta, Dkk.,Belajar Matematika Aktif Dan Menyenangkan,(Bandung: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008)

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yumiati, 2015

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya. Pendidikan diarahkan agar peserta didik memiliki spiritual

BAB I PENDAHULUAN. menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Hal semacam itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya pembelajaran kimia yang kreatif dan inovatif, Hidayati (2012: 4).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Depdiknas (2006) mengungkapkan bahwa dalam pendidikan, siswa

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

penekanannya pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa serta keterampilan dalam penerapan matematika. Namun, sampai saat ini masih banyak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karunia Eka Lestari, 2013

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini tak terlepas dari peran matematika sebagai ilmu universal dan konsep-konsep matematika yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, matematika dapat dikatakan memiliki peranan yang sangat besar dalam kemajuan peradaban ini. Paradigma baru dalam pembelajaran matematika yaitu perubahan dari pembelajaran yang berorientasi pada guru menjadi pembelajaran berpusat pada siswa. Hal ini sesuai dengan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 bahwa pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspriratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Dari paradigma tersebut, hal yang perlu diperhatikan dalam mencapai pembelajaran yang kreatif diantaranya siswa mampu berpikir kritis terhadap apa yang dialami dalam pembelajaran yang nantinya akan berpengaruh kepada kemandirian siswa dalam belajar. Kusumah (2008) menyatakan kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, kreatif, dan produktif dapat dikembangkan melalui pembelajaran matematika di sekolah, yang menitikberatkan pada sistem, struktur, konsep, prinsip, serta kaitan yang ketat antara suatu unsur dan unsur lainnya. Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Kemampuan berpikir kritis merupakan bagian dari kemampuan berpikir matematis yang perlu dimiliki oleh setiap siswa dalam menghadapi berbagai permasalahan. Pembelajaran Matematika memiliki fungsi sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, logis, kreatif, dan bekerjasama yang diperlukan siswa dalam kehidupan yang semakin maju ini. Seperti tercantum

2 dalam standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran matematika bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaaan yang selalu beubah, tidak pasti, dan kompetitif ( Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi). Oleh karena itu pembelajaran matematika memiliki sumbangan yang penting untuk perkembangan kemampuan berpikir kritis dalam setiap individu siswa agar menjadi sumber manusia yang berkualitas. Selain kemampuan berpikir kritis, terdapat aspek psikologi yang turut memberikan kontribusi terhadap keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan permasalahan dengan baik. Aspek psikologi tersebut diantaranya kemandirian belajar siswa. Karena pada kenyataannya siswa belum mempunyai kemandirian belajar yang baik. Siswa masih sangat bergantung kepada guru secara penuh, sehingga kurang punya inisiatif untuk belajar mandiri. Dari hasil penelitian Qahar (2010), yang dilaksanakan di sekolah menengah pertama kelas 8 diperoleh bahwa secara rata-rata kemandirian siswa masuk pada kriteria sedang, tetapi untuk siswa level sedang dan rendah menunjukkan kemandirian belajar siswa pada kriteria rendah. Kemandirian belajar adalah kemampuan siswa mengatur diri dalam belajar. Kemampuan mengatur diri dalam belajar matematika berperan dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas diri dalam belajar. Secara prinsipil, kemandirian belajar menempatkan pentingnya kemampuan seseorang untuk mengatur dan mengendalikan diri sendiri, terutama bila menghadapi permasalahan. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Sumarmo (2004) bahwa kemandirian belajar merupakan proses perancangan dan pemantauan diri yang seksama terhadap proses kognitif dan afektif dalam menyelesaikan suatu tugas akademik. Apabila siswa mempunyai kemandirian belajar yang tinggi maka cenderung belajar dengan lebih baik. Selain itu menurut Zimmerman (Izzati,

3 2012) siswa yang memiliki kemandirian belajar dapat menerapkan serangkaian strategi-strategi berkenaan dengan kemauan, dengan tujuan untuk menghindari ganguan internal dan eksternal, untuk menjaga konsentrasi, usaha, dan motivasi mereka ketika melakukan tugas akademik. Kemandirian belajar berkaitan dengan bagaimana siswa menjadi pelaku dari proses belajar mereka sendiri. Menurut Darr dan Fisher (2004) seorang siswa yang mandiri adalah seorang siswa yang secara aktif terlibat dalam memaksimalkan kesempatan dan kemampuannya untuk belajar, mengontrol aktivitas kognitif, mengembangkan keterampilan pengaturan terhadap sikap, lingkungan dan perilaku untuk meningkatkan hasil belajar yang positif. Kemandirian belajar menurut Zimmerman (Woolfolk, 2007) merupakan suatu proses mengaitkan dan mempertahankan pikirannya secara terus menerus, tindakan dan emosi untuk mencapai tujuan tertentu. Jika tujuan yang akan dicapai berkaitan dengan belajar matematika, maka dinamakan sebagai kemandirian belajar matematika. Menyadari pentingnya kemampuan berpikir kritis dan kemandirian belajar matematis siswa tersebut. Salah satu cara dalam menggali dan mengembangkan kemampuan matematis dan sikap siswa tersebut yaitu dengan menciptakan suasana belajar yang mendorong siswa aktif mengkonstruksi kemampuan matematis serta sikapnya. Pada beberapa kondisi, pembelajaran matematika cenderung abstrak dan diberikan secara klasikal melalui metode ceramah tanpa banyak melihat kemungkinan penerapan metode lain yang sesuai dengan jenis materi, bahan dan alat yang tersedia. Dari uraian diatas, upaya nyata yang dilakukan untuk menumbuh kembangkan kemampuan berpikir kritis matematis dan kemandirian belajar siswa. Pembelajaran yang diperlukan adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada siswa untuk menggunakan semua kemampuannya dalam berpikir. Salah satu solusi dalam menumbuhkan berpikir kritis dan kemandirian siswa diantaranya dengan menerapkan salah satu model pembelajaran. Sehubungan dengan diberlakukannya kurikulum 2013, maka pembelajaran yang dilakukan dalam kelas menggunakan pendekatan saintifik dengan lima

4 langkah pembelajaran, yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Model dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik yaitu Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning), Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning), Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning). Beberapa metode tersebut akan menjadi hal yang tidak asing lagi dalam kurikulum 2013. Hal ini berkaitan dengan salah satu tujuan pendekatan saintifik yaitu untuk meningkatkan kemampuan intelektual, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Susilo, Wiyanto,dan Supartono, (2012) menunjukkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah erat sekali hubungannya dengan kemampuan berpikir kritis. Pada penelitian ini, upaya yang dilakukan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematis dan kemandirian belajar siswa menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dan dengan model pembelajaran penemuan terbimbing. Model pembelajaran berbasis masalah ini merujuk dari pandangan kontruktivisme dalam membentuk pengetahuan siswa, dimana siswa difokuskan dalam mengkontruksi ide-idenya yang sudah ada sebelumnnya dalam proses pembelajaran. Pembelajaran berbasis masalah menurut Fogarty (1997) dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami konsep atau materi pelajaran dalam mengungkapkan masalah terlebih dahulu dengan pengetahuan awal yang telah mereka miliki, baik formal maupun informal. Hal ini dikarenakan pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu strategi yang dimulai dengan menghadapkan siswa pada masalah keseharian yang nyata atau masalah yang disimulasikan, sehingga siswa dituntut untuk berpikir kritis dan menempatkan siswa sebagai pemecah masalah, sehingga diharapkan menjadi terampil dalam memecahkan masalah. Model lain yang dapat melatih kemampuan berpikir kritis matematis dan kemandirian belajar siswa yaitu model pembelajaran terbimbing. Ruseffendi (1991: 329) mengemukakan bahwa metode discovery adalah metode mengajar yang diatur sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, dimana sebagian atau seluruh pengetahuan ditemukan sendiri dengan bantuan guru.

5 Blake (Rochaminah, 2008: 32) membahas tentang filsafat pembelajaran terbimbing yang dipublikasikan oleh Whewell. Whewell mengajukan pembelajaran terbimbing dengan tiga tahap, yaitu: (1) mengklarifikasi, (2) menarik kesimpulan secara induktif, (3) membuktikan kebenaran (verifikasi). Pada pembelajaran terbimbing struktur pembelajarannya adalah induktif, yaitu menekankan siswa untuk menemukan pola-pola, aturan, prinsip, dan struktur matematik melalui eksplorasi terhadap contoh-contoh. Sebagaimana yang dikemukakan Taba (Tresnadi, 2006: 21) bahwa metode discovery melibatkan suatu urutan induktif, urutan ini dimulai tidak dengan penjelasan sebuah prinsip umum tetapi dengan menghadapkan siswa kepada beberapa contoh dari prinsip, dimana mereka dapat menganalisis, memanipulasi dan bereksperimen. Salah satu keuntungan belajar melalui pembelajaran penemuan terbimbing adalah dapat menyebabkan berkembangnya potensi intelektual siswa. Dengan menemukan hubungan dan keteraturan dari materi yang sedang dipelajari, siswa menjadi lebih mudah mengerti struktur materi yang dipelajari. Sehingga siswa akan lebih mudah mengingat konsep, struktur atau rumus yang telah ditemukan. Selain dari aspek kognitif dan afektif, aspek Kemampuan Awal Matematis (KAM) juga dijadikan sebagai fokus dalam penelitian ini. Tujuan dari melihat kemampuan awal matematis yaitu untuk melihat apakah implementasi model pembelajaran penemuan terbimbing dan model pembelajaran berbasis masalah dapat merata di semua kategori tinggi,sedang dan rendah hanya kategori tertentu saja. Jika merata di semua kategori maka penelitian ini dapat simpulkan bahwa implementasi model pembelajaran penemuan terbimbing dan model pembelajaran berbasis masalah cocok diterapkan untuk semua level kemampuan. Berdasarkan hal diatas, dengan menelaah kaitannya antara model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran penemuan yang berawal dari pandangan kontruktivisme, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang Perbandingan kemampuan berpikir kritis matematis dan kemandirian belajar antara siswa yang belajar dengan pembelajaran berbasis masalah dengan pembelajaran penemuan terbimbing

6 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah dalam proposal ini sebagai berikut: 1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis antara siswa yang belajar melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan siswa yang belajar melalui Model pembelajaran Penemuan Terbimbing? 2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis antara siswa yang belajar melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan siswa yang belajar melalui Model pembelajaran Penemuan Terbimbing ditinjau dari KAM (tinggi, sedang, rendah)? 3. Apakah terdapat perbedaan kemandirian belajar antara siswa yang belajar melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan siswa yang belajar melalui Model pembelajaran Penemuan Terbimbing? 1.3 Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai perbandingan kemampuan berpikir kritis matematis dan kemandirian belajar siswa yang belajar melalui pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing model pembelajaran. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengkaji tentang perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis antara siswa yang belajar melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan siswa yang belajar melalui Model pembelajaran Penemuan Terbimbing. 2. Mengkaji tentang perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis antara siswa yang belajar melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan siswa yang belajar melalui Model pembelajaran Penemuan Terbimbing ditinjau dari KAM (tinggi, sedang, rendah).

7 3. Menelaah perbedaan kemandirian belajar antara siswa yang belajar melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan siswa yang belajar melalui Model pembelajaran Penemuan Terbimbing. 1.4 Manfaat Penelitian Hasi penelitian ini diharapkan dapat memberikan mafaat dan masukan bagi semua pihak, yaitu : 1. Bagi siswa Melalui hasil penelitian ini siswa diharapkan mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematis dan kemandirian belajar untuk meningkatkan prestasi belajar matematika atau mata pelajaran lainnya. 2. Bagi Peneliti,hasil penelitian ini dapat bermanfaat apabila akan melakukan penelitian tentang beberapa hal yang sama. 1.5 Definisi Operasional Untuk memperoleh kesamaan pandangan dan menghindari penafsiran yang berbeda terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, perlu dikemukakan definisi operasional sebagai berikut: 1. Kemampuan berpikir kritis matematis adalah tahap kegiatan berpikir logis dalam menganalisis ide dan informasi-informasi yang berhubungan dengan permasalahan yang diberikan kemudian mencari solusi tersebut. Pengukuran kemampuan berpikir kritis siswa dilakukan adalah elemen dasar FRISCO, yaitu: a. Focus (fokus), yaitu siswa mampu memfokuskan pertanyaan, mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan, dan mempertimbangkan jawaban yang mungkin. b. Reason (alasan), yaitu mencari kebenaran dari pernyataan dengan disertai alasan-alasan yang mendukung pernyataaan tersebut. c. Inference (penyimpulan), yaitu langka siswa dapat membuat kesimpulan dari alasan yang telah dikemukakan.

8 d. Situation (situasi), yaitu siswa membuat kesimpulan dengan tepat dari alasan-alasan yang dikemukakan sebelumnnya. e. Clarity (Kejelasan), yaitu siswa mampu menjelaskan arti atau istilahistilah yang digunakan atau dapat membedakan suatu istilah. f. Overview (tinjauan), yaitu siswa melihat kembali dan meneliti secara menyeluruh keputusan yang diambil. 2. Kemandirian belajar adalah kemampuan siswa untuk mengatur dirinya sendiri dalam kegiatan belajar, atas inisiatifnya sendiri dan bertanggung jawab, tanpa selalu bergantung pada orang lain. Pengukuran kemandirian belajar siswa dilakukan melalui indikator sebagai berikut: (1) inisiatif belajar; (2) mendiagnosa kebutuhan belajar; (3) menetapkan tujuan belajar; (4) memonitor dan mengatur belajar; (5) memandang kesulitan sebagai tantangan; (6) memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan; (7) memilih dan menerapkan strategi belajar yang tepat;(8) mengevaluasi proses dan hasil belajar; (9) konsep diri. 3. Pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang dimulai dengan menghadapkan siswa dengan masalah nyata atau masalah yang disimulasikan, kemudian diberikan arahan untuk proses penemuan dan mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah, mencari informasi tambahan, dan menuliskan topik yang diperlukan, selanjutnya siswa membangun hipotesis dan menyelesaikan masalah, diakhiri dengan mengevaluasi usaha yang dilakukan bersama kelompoknya, usaha untuk memecahkan masalah, dan mendiskusikan evaluasi tersebut dengan kelompoknya. 4. Pembelajaran penemuan terbimbing adalah pembelajaran yang awali dengan pemberian rangsangan menggunkan teknik bertanya dengan menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi, identifikasi masalah dan menganalisa permasalahan yang salah satunya dijadikan hipotesis atas pertanyaan masalah, pengumpulan data sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar atau tidak hipotesis, pengolahan data informasi yang telah diperoleh sebagai pembentuk konsep dan generalisasi sehingga siswa mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban, pembuktian

9 dengan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan dan tahap terakhir yaitu menarik kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verifikasi 5. Kemampuan Awal Matematis (KAM) adalah kemampuan yang dimiliki siswa sebelum penelitian dilakukan. kemampuan awal matematis dapat diketahui dengan nilai matematika siswa pada buku raport.