I. PENDAHULUAN. Sektor perkebunan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman yang berasal dari

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan suatu bentuk asoasiasi mutualisme antara cendawan (myces)

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan fungi akar yang memiliki peran dan manfaat yang penting

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) termasuk tanaman monokotil tidak

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan sebuah istilah yang mendeskripsikan adanya hubungan

I. PENDAHULUAN. Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu memberikan

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit termasuk tanaman tahunan yang mulai menghasilkan pada umur 3

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pangan dari tahun ke tahun meningkat, hal ini sejalan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. jamur (mykos = miko) dan akar (rhiza). Jamur ini membentuk simbiosa

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu primadona tanaman

PENDAHULUAN. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. endomikoriza atau FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) pada jenis tanaman. (Harley and Smith, 1983 dalam Dewi, 2007).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Indonesia dan lingkup internasional. Di Indonesia karet merupakan salah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula, etanol, vetsin dan

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi penyakit busuk pangkal batang (Ganodermaspp.) Spesies : Ganoderma spp. (Alexopolus and Mims, 1996).

TINJAUAN PUSTAKA. dengan akar tumbuhan tingkat tinggi, yang mencerminkan adanya interaksi

I. PENDAHULUAN. Penggunaan pupuk anorganik telah menjadi tradisi pada sistem. pertanian yang ada pada saat ini. Hal ini mulai dilakukan sejak

I. PENDAFIULUAN. Tanaman kelapa sawit {Elaeis guineensis Jacq') merapakan tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Mikoriza adalah simbiosis mutualistik, hubungan antara fungi dan akar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikoriza merupakan asosiasi mutualistik antara jamur dengan akar

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia modern saat ini tidak terlepas dari berbagai jenis makanan

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

JENIS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DI LAHAN GAMBUT DESA AEK NAULI, KECAMATAN POLLUNG, KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) merupakan asosiasi antara fungi tertentu

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)

BAB I PENDAHULUAN. bertambahnya jumlah penduduk, sehingga bahan pangan yang tersedia harus

TINJAUAN PUSTAKA. dirusak, baik melalui penebangan pohon, perladangan berpindah maupun

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Kelapa Sawit. Deskripsi Tumbuhan

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Mykes (cendawan) dan Rhiza (akar). Kata mikoriza pertama kali dikemukakan

RESPON TANAMAN RAMI (Boehmeria nivea L.Gaud) TERHADAP PEMBERIAN BEBERAPA DOSIS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) PADA ULTISOL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang

TINJAUAN PUSTAKA. dapat bersimbiosis dengan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA). Namun pada

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Fungi mikoriza arbuskular merupakan suatu bentuk asosiasi antara fungi dan akar

TINJAUAN PUSTAKA. A. Budidaya Kedelai. diberi nama nodul atau nodul akar. Nodul akar tanaman kedelai umumnya dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Syarat Tumbuh Tembakau Deli. Tembakau termasuk klas Dikotil, famili Solanaceae, genus Nicotiana dan

MIKORIZA MATERI KULIAH BIOLOGI TANAH UPNVY. Mikoriza (Mycorrhizae): Oleh: Ir. Sri Sumarsih, MP.

I. PENDAHULUAN. Berbagai upaya perbaikan tanah ultisol yang mendominasi tanah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. dengan bulan-bulan kering untuk pembungaannya. Di Indonesia tanaman kopi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Forastero (bulk cocoa atau kakao lindak), Criolo (fine cocoa atau kakao mulia),

MIKORIZA DAN PERANANNYA MIKORIZA LABORATORIUM PENGAMATAN HAMA DAN PENYAKIT BANYUMAS

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap trapping mikoriza. jagung pada tiga media tanam yaitu indigenous tanah Mediteran

TINJAUAN PUSTAKA. ini kemudian disepakati oleh para pakar sebagai titik awal sejarah mikoriza.

PENDAHULUAN Latar Belakang

Status Cendawan Mikoriza Vesikular-Arbuskular (MVA) pada Tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. hanya sekitar 7,8% dari 15 TW (terawatt) konsumsi energi dunia yang

MIKORIZA & POHON JATI

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Tanaman Suren. Sistematika tumbuhan jenis surian atau suren menurut Dephut (2002) diklasifikasikan ke dalam:

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditi yang sangat

TINJAUAN PUSTAKA. berubah kembali ke asal karena adanya tambahan substansi, dan perubahan bentuk

II. TNJAUAN PUSTAKA. klasifikasinya termasuk famili Meliaceae. Ada dua spesies yang cukup dikenal yaitu:

EFEKTIFITAS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR DENGAN PROVENAN JARAK PAGAR PADA CEKAMAN KEKERINGAN

TINJAUAN PUSTAKA. Kakao (Theobroma cacao L.) termasuk salah satu komoditas perkebunan

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas tanaman ditentukan oleh interaksi antara lingkungan dan

Kompos, Mikroorganisme Fungsional dan Kesuburan Tanah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Tanaman penutup tanah atau yang biasa disebut LCC (Legume Cover

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani dan Persyaratan Tumbuh Kelapa sawit. Kelapa sawit memiliki banyak jenis. Berdasarkan ketebalan cangkangnya kelapa

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat mencapai cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan Botanis Tanaman Pinus (Pinus merkusii) P. merkusii Jungh et De Vriese pertama kali ditemukan dengan nama

PENDAHULUAN Latar Belakang

Latar Belakang. meluasnya deforestasi. Di samping itu, lahan juga dapat menjadi kritis karena

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Kondisi Lahan Gambut. beserta vegetasi yang terdapat diatasnya, terbentuk di daerah yang topografinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nama mikoriza pertama kali digunakan oleh Frank pada tahun 1885 untuk menunjukkan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan pangan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. allin dan allisin yang bersifat bakterisida (Rukmana, 1994).

CARA TUMBUHAN MEMPERTAHANKAN DIRI DARI SERANGAN PATOGEN. Mofit Eko Poerwanto

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperlukan dalam bidang pertanian.dalam menentukan sifat tanah serta

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman industri penting penghasil

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara agraris yang artinya pertanian memegang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang senang mengkonsumsinya. Kebutuhan jagung manis nasional tanun 2015

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk famili solanaceae dan

TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan Umum Kacang Tanah. Kacang tanah (Arachis hypogaea,l.) merupakan tanaman polong-polongan atau

Pengendalian Hayati Penyakit Busuk Pangkal Batang (Ganoderma sp.) Pada Kelapa Sawit

PENDAHULUAN. kelapa sawit terluas di dunia. Menurut Ditjen Perkebunan (2013) bahwa luas areal

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ralstonia solanacearum

III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit PTPN 7 Unit Usaha

S. leprosula, S. selanica dan S. mecistopteryx menunjukkan

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sektor perkebunan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia berkembang dengan sangat pesat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Jika pada tahun 1998 luas areal perkebunan kelapa sawit 2,7 juta ha dengan volume produksi CPO (Crude Palm Oil/minyak sawit mentah) 5,6 juta ton, volume ekspor minyak sawit sebesar 852.843 ton dengan nilai US $ 333.866.000, maka pada tahun 2003 luas areal perkebunan kelapa sawit mencapai 5,06 juta ha dengan volume produksi CPO sebesar 9,6 juta ton atau rata-rata 1,8 ton per ha/th, volume ekspor minyak sawit sebesar 6,333 juta ton dengan nilai US$ 2,092 miliar. Komposisi kepemilikan areal perkebunan kelapa sawit terdiri atas perkebunan rakyat 29,7%, PTPN 13,2%, dan perkebunan besar swasta 57,1% (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2004 yang dikutip oleh Advertorial, 2010). Pada tahun 2008, luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia hampir mencapai 7 juta ha. Seperti tanaman lain, kelapa sawit juga rentan terhadap serangan sejumlah penyakit. Salah satu penyakit kelapa sawit yang paling penting adalah busuk pangkal batang (BPB). Penyakit BPB yang disebabkan oleh jamur Ganoderma sp. adalah penyakit yang paling serius pada kelapa sawit khususnya di Malaysia

2 dan Indonesia yang merupakan negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia (Adventorial, 2010). Penyakit BPB pertama kali diungkap pada tahun 1915 di Republik Kongo, Afrika Barat. Di Malaysia dulunya penyakit ini menginfeksi kelapa sawit tua yang berusia lebih dari 25 tahun yang memang akan ditanami kembali (replanting) sehingga BPB dianggap tidak penting secara ekonomis. Namun, menjelang tahun 1960-an, ketika kelapa sawit mulai dianggap sebagai tanaman perkebunan unggulan, penyakit BPB terus meningkat ketika tanaman kelapa sawit yang berusia lebih mudapun (10 15 tahun) terinfeksi. Bahkan baru-baru ini, Ganoderma sp. telah menyerang kelapa sawit umur 12 24 tahun dan bahkan tanaman berumur 4 5 tahun, terutama di areal replanting yang pada awalnya ditanami tanaman kelapa (Flood et al., 2000 yang dikutip oleh Bastaman, 2011). Serangan penyakit BPB di Indonesia awalnya rendah pada tanaman kelapa sawit berumur 7 tahun, selanjutnya serangan meningkat sebesar 40% ketika tanaman kelapa sawit mencapai umur 12 tahun. Pada pertanaman generasi keempat, serangannya terjadi lebih awal yaitu pada tanaman berumur 1 hingga 2 tahun. Penyakit tersebut dapat menyerang bibit-bibit kelapa sawit sejak di persemaian. Hal ini diduga karena patogen penyebab penyakit tersebut semakin menyebar pada lahan yang sering diremajakan (Advertorial, 2010). Penyakit BPB dapat menyebabkan rendahnya produksi minyak sawit dan penurunan bobot tandan buah segar (fresh fruit bunch). Kerusakan yang ditimbulkan dapat mencapai 80% hingga 100%, bahkan dapat menyebabkan

3 kematian pada tanaman yang terserang (Yulianti, 2001 yang dikutip oleh Antakowisena, 2011). Penyakit BPB merupakan ancaman bagi berbagai perkebunan kelapa sawit di Indonesia, terutama pada kebun yang telah mengalami peremajaan berulang. Pada kebun yang telah mengalami peremajaan tiga kali dengan tanaman belum menghasilkan (tbm), kejadian penyakit sudah terjadi hingga 11%. Hasil penelitian Sinaga (2003) menunjukkan bahwa semakin sering kebun sawit mengalami peremajaan atau pada areal pertanaman kelapa sawit sebelumnya ditanami dengan kopi, karet atau tanaman perkebunan lainnya, maka semakin rendah keragaman, kelimpahan, dan pemerataan agens biokontrol yang ditemukan. Berkurangnya keberadaan, keragaman, dan kelimpahan agen antagonis (kurang dari 105 cfu/g tanah) akan menyebabkan tingginya kejadian penyakit BPB (Sinaga et al., 2003 yang dikutip oleh Adventorial, 2010). Alternatif pengendalian BPB dapat dilakukan dengan cara pemberian agen antagonis pada awal pembibitan kelapa sawit sejak di persemaian yaitu dengan menggunakan fungi mikoriza arbuskular (FMA). Fungi mikoriza arbuskular merupakan asosiasi antara fungi tertentu dengan akar tanaman yang membentuk jalinan interaksi yang kompleks. Fungi mikoriza arbuskular dikenal dengan fungi tanah karena habitatnya berada di dalam tanah dan berada di area perakaran tanaman (rizosfer). Mikoriza ini pada setiap jenisnya selalu membentuk arbuskular tetapi tidak semua jenis membentuk vesikular sehingga mikoriza tersebut pada saat ini disebut fungi mikoriza arbuskular.

4 Istilah mikoriza diambil dari Bahasa Yunani yang secara harfiah berarti fungi (mykos = miko) dan akar (rhiza). Mikoriza ini membentuk simbiosis mutualisme antara fungi dan akar tumbuhan. Fungi memperoleh karbohidrat dalam bentuk gula sederhana (glukosa) dari tumbuhan. Sebaliknya, fungi menyalurkan air dan hara yang diserap dari tanah untuk tumbuhan. Disamping itu, fungi mikoriza arbuskular juga berperan dalam meningkatkan ketahanan hidup bibit terhadap penyakit (Novriani dan Madjid, 2010). Pada ekosistem alami, peranan utama fungi mikoriza adalah melindungi sistem perakaran dari patogen endemik diantaranya melalui kompetisi nutrisi dengan patogen dan induksi mekanisme ketahanan pada inang (Read et al., 1992). Akar tanaman yang bermikoriza dapat memproduksi antibiotik yang dapat menghambat pathogen dibanding dengan akar yang tidak bermikoriza. Bahan ini bila terdapat dalam jumlah cukup banyak dapat membatasi perkembangan patogen hingga keadaan simbiotik terjadi (Krupa dan Fries, 1971 yang dikutip oleh Hadian, 2010). Mekanisme lain yang membuat tanaman bermikoriza lebih tahan terhadap serangan pathogen adalah fungi mikoriza arbuskular memiliki akses utama dalam penyaluran fotosintat tanaman, sehingga patogen tidak akan mendapatkan akses yang sama untuk fotosintat tanaman. FMA juga akan melakukan perubahan dalam fisiologi tanaman yang dapat menentukan pola eksudasi akar, dan akibatnya terjadi perubahan kualitatif dan kuantitatif mikroba di rizhosper. Hal ini dapat menstimulasi perbanyakan komponen dari mikroba tanah yang pada

akhirnya semakin berkembangnya mikroba antagonis bagi patogen akar (Smith et al., 1994 yang dikutip oleh Rini, 2001). 5 Fungi mikoriza arbuskular akan meningkatkan laju respirasi tanaman yang diindikasikan berasal dari aktivasi metabolik yang tinggi, yang dapat menentukan kebutuhan tanaman untuk bereaksi lebih efektif untuk melawan patogen akar (Dugassa et al., 1996 yang dikutip oleh Rini, 2001). Hingga saat ini, sedikit laporan tentang pengaruh aplikasi berbagai jenis mikoriza untuk peningkatan ketahanan bibit kelapa sawit terhadap serangan Ganoderma sp. Oleh karena itu, perlu dilaksanakan penelitian tentang pengaruh berbagai jenis mikoriza pada pertumbuhan kelapa sawit di pembibitan dengan menggunakan media tanah yang terinfeksi Ganoderma sp. 1.2 Perumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah, penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut: 1. Jenis fungi mikoriza arbuskular (FMA) manakah yang paling sesuai untuk pertumbuhan bibit kelapa sawit? 2. Apakah Ganoderma sp. yang terdapat dalam media tanah mampu menginfeksi akar kelapa sawit dan menghambat pertumbuhan bibit kelapa sawit? 3. Jenis FMA manakah yang paling sesuai untuk meningkatkan ketahanan bibit kelapa sawit terhadap serangan Ganoderma sp.? 1.3 Tujuan Penelitian

6 Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah maka penelitian dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mendapatkan jenis FMA yang paling sesuai untuk pertumbuhan bibit kelapa sawit. 2. Untuk mengetahui apakah Ganoderma sp. yang terdapat dalam media tanah mampu menginfeksi akar kelapa sawit dan menghambat pertumbuhan bibit kelapa sawit. 3. Untuk mendapatkan jenis FMA yang paling sesuai untuk meningkatkan ketahanan bibit kelapa sawit terhadap serangan penyakit Ganoderma sp. 1.4 Manfaat Penelitian Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk mendapatkan jenis inokulum FMA yang sesuai untuk meningkatkan pertumbuhan dan daya tahan bibit kelapa sawit terhadap patogen Ganoderma sp.. Bagi petani, informasi dari penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui manfaat mikoriza bagi pertumbuhan bibit kelapa sawit sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani. 1.5 Kerangka Teoretis 1.5.1 Landasan Teori Dalam rangka menyusun penjelasan teoretis terhadap pertanyaan yang telah dikemukakan, penulis menggunakan landasan teori sebagai berikut: Fungi mikoriza arbuskular merupakan tipe asosiasi mikoriza yang tersebar sangat luas dan ada pada sebagian besar ekosistem yang menghubungkan antara tanaman

7 dengan rizosfer. Simbiosis terjadi dalam akar tanaman dimana fungi mengolonisasi apoplast dan sel korteks untuk memperoleh karbon hasil fotosintesis dari tanaman (Delvian, 2006 yang dikutip oleh Novriani dan Madjid, 2010). Mikoriza ini termasuk fungi divisi Zygomicetes, famili Endogonaceae yang terdiri dari genus Glomus, Entrophospora, Acaulospora, Archaeospora, Paraglomus, Gigaspora dan Scutellospora. Hifa fungi memasuki sel korteks akar, sedangkan hifa yang lain masuk ke dalam tanah (Morton, 2003 yang dikutip oleh Novriani dan Madjid, 2010). Fungi mikoriza arbuskular bersimbiosis dengan lebih dari 80% tanaman dan FMA terdapat pada sebagian besar ekosistem alam dan pertanian serta memiliki peranan yang penting dalam pertumbuhan, kesehatan dan produktivitas tanaman (Novriani dan Madjid, 2010). Tanaman yang bermikoriza tumbuh lebih baik dari tanaman tanpa mikoriza, karena mikoriza secara efektif dapat meningkatkan penyerapan unsur hara baik unsur hara makro maupun mikro. Selain itu, akar yang bermikoriza dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat dan yang tidak tersedia bagi tanaman (Anas, 1997). Asosiasi antara FMA dengan bakteri rizosfir yang bersifat menguntungkan telah banyak dibahas oleh para peneliti. Bakteri yang berasosiasi dengan FMA juga berpotensi meningkatkan ketahanan tanaman terhadap patogen akar. Aktivitas biokontrol yang dilakukan oleh FMA di dalam tanah terutama daerah rizosfir berkaitan dengan bakteri yang berasosiasi dengan FMA (Cruz et al., 2008).

8 Respon tanaman terhadap simbiosis dengan FMA dipengaruhi banyak faktor antara lain spesies fungi. Walaupun FMA mempunyai kespesifikan yang lebih rendah dibandingkan dengan simbiosis mikroorganisme lainnya seperti Rhizobium, tetapi masing-masing spesies FMA memiliki respons yang berbeda terhadap lingkungannya. Interaksi suatu spesies FMA dengan lingkungannya dapat menghasilkan respons yang spesifik dari masing-masing spesies. Mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui perlindungan tanaman dari patogen akar. Struktur mikoriza dapat berfungsi sebagai pelindung biologi terhadap serangan penyakit. Mekanisme perlindungan dapat diterangkan sebagai berikut : 1. Adanya selaput hifa (mantel) pada akar dapat berfungsi sebagai barier masuknya patogen. 2. Mikoriza menggunakan hampir semua kelebihan karbohidrat dan eksudat yang dihasilkan oleh akar, sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok untuk patogen. 3. Fungi mikoriza dapat mengeluarkan antibiotik yang dapat mematikan patogen. 4. Akar tanaman yang sudah diinfeksi fungi mikoriza, tidak dapat diinfeksi oleh cendawan patogen yang menunjukkan adanya kompetisi (Imas et al., 1989). Menurut Clark (1997) yang dikutip oleh Widiastuti et al. (2005), Acaulospora dan Gigaspora adalah genus yang toleran terhadap tanah masam dan aluminium tinggi, namun genus Acaulospora lebih banyak dijumpai pada tanah masam.

9 Pertumbuhan bibit yang diinokulasi A. tuberculata yang baik khususnya pada inokulasi 200 dan 350 spora kemungkinan disebabkan lebih mampunya spesies ini beradaptasi pada kondisi tanah yang bereaksi masam dan mengandung Al relatif tinggi. Adaptasi yang tinggi menyebabkan spora dapat berkecambah dan selanjutnya menginfeksi jaringan akar tanaman dan menyebar di akar tanaman. Anas et al. (1999) melaporkan bahwa FMA jenis Glomus sp. memiliki derajat infeksi akar yang tinggi (61%), sedangkan FMA jenis Entrophospora sp. tidak mampu menginfeksi akar bengkuang. Hasil penelitian Haryani (2000) menunjukkan bahwa inokulasi Glomus aggregatum dan Glomus manihotis pada bibit kelapa sawit mampu meningkatkan pertumbuhan dan serapan P-tajuk. Fungi mikoriza arbuskular juga bisa memberikan kekebalan bagi tanaman inang. Fungi ini mampu menghasilkan bahan antibiotik untuk melawan penyakit. Mikoriza sangat mengurangi perkembangan penyakit busuk akar yang disebabkan oleh Phytopthora cenamoni (Anas, 1997). Menurut penelitian Ho dan Khairudin (1995) yang dilakukan di dalam rumah kaca, bibit kelapa sawit yang terserang Ganoderma sp. menunjukkan gejala awal berupa munculnya klorosis atau garis-garis pada daun tertua diikuti dengan nekrosis daun. Daun yang baru membuka lebih kecil dan kadangkadang cacat dengan permukaan yang tidak rata. Pada tingkat serangan lebih lanjut, pertumbuhan sawit menjadi menurun dan biasanya basidiospora muncul di pangkal batang muda, akhirnya semua daun termasuk daun tombak yang belum terbuka menjadi nekrotik (Ho dan Khairudin, 1995 yang dikutip oleh Rini, 2001).

10 Gejala internal yang disebabkan oleh Ganoderma sp. pada kelapa sawit yaitu terjadinya pembusukan di pangkal batang. Pada jaringan batang yang busuk, lesio tampak sebagai daerah berwarna coklat muda disertai adanya daerah berwarna gelap berbentuk pita tidak beraturan. Pita ini sering disebut sebagai zona reaksi yang mengandung getah. Secara mikroskopis gejala internal akar yang terserang Ganoderma sp. mirip pada batang yang terinfeksi. Jaringan korteks akar yang sakit berubah warna dari putih menjadi coklat. Pengendalian alternatif yang bisa dilakukan yaitu dengan menggunakan FMA sebagai mikroorganisme antagonis. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan simbiosisnya adalah jenis FMA dan tanaman inang (Sulistyono et al., 1999). Jaringan kortikel akar yang terserang Ganoderma sp. berubah warna menjadi coklat dan mudah untuk didisintegrasikan, selain itu stele menjadi kehitaman. Pada akar tanaman tua, bagian permukaan sebelah dalam eksodermis ditemukan tanda penyakit berupa hifa berwarna keputihan. Pada serangan yang sudah lanjut, jaringan korteks rapuh dan mudah hancur. Hifa biasanya terdapat di jaringan korteks, endodermis, xylem, dan floem (Ariffin et al., 2000 yang dikutip oleh Risanda, 2008). 1.5.2 Kerangka Pemikiran Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, berikut ini disusun kerangka pemikiran untuk memberikan penjelasan teoretis terhadap perumusan masalah. Aplikasi mikoriza dilakukan pada bibit sawit berumur satu bulan. Terjadinya infeksi mikoriza pada akar tanaman melalui spora dari mikoriza yang berkecambah membentuk apressoria. Dengan alat apressoria fungi melakukan

11 penetrasi pada akar tanaman. Setelah penetrasi pada akar, maka hifa tumbuh secara interselluler dan intraselluler, selanjutnya arbuskular akan terbentuk di dalam sel korteks. Arbuskular merupakan percabangan pada hifa yang berbentuk seperti pohon. Arbuskula hidup hanya 4 15 hari, kemudian mengalami degenerasi dan pemendekan pada sel inang. Pada saat pembentukan arbuskula, beberapa mikoriza membentuk vesikel pada bagian interselluler, dimana vesikel merupakan pembengkakan pada bagian apikal atau interkalar hifa. Perluasan infeksi mikoriza dalam akar terdapat tiga fase yaitu: (a) fase awal pada saat infeksi primer, (b) fase exponential yaitu penyebaran, dan pertumbuhannya dalam akar lebih cepat, dan (c) fase setelah pertumbuhan akar dan mikoriza sama. Setelah terjadi infeksi primer dan fase awal, pertumbuhan hifa keluar dari akar dan di dalam rhizosfer tanah. Pada bagian ini struktur mikoriza disebut hifa eksternal yang berfungsi dalam penyerapan larutan nutrisi dalam tanah, dan sebagai alat transportasi nutrisi ke akar. Hifa eksternal tidak bersepta dan membentuk percabangan dikotom. Sebagian besar pertumbuhan tanaman yang diinokulasi dengan mikoriza menunjukkan hubungan yang positif yaitu meningkatkan pertumbuhan tanaman inangnya. Hal ini karena miselium eksternal mikoriza dapat meningkatkan penyerapan unsur hara. Hifa eksternal akan memperluas permukaan penyerapan akar dan hifa ini juga menunjukkan senyawa kimia yang menyebabkan lepasnya ikatan hara (terutama P) dalam tanah. Infeksi mikoriza pada akar memungkinkan mineral dapat dialirkan dari bahan organik mati ke akar tanaman, juga membentuk lingkungan mikrorizosfer yang dapat merubah komposisi dan aktivitas mikroba,

12 karena perubahan fisiologi akar dan produksi sekresi oleh mikoriza. Dengan demikian, tanaman yang bersimbiosis dengan FMA pertumbuhannya akan lebih baik lebih baik dibandingkan tanpa mikoriza. Mekanisme perlindungan mikoriza terhadap patogen dapat melalui berbagai cara yaitu (1) FMA memanfaatkan karbohidrat lebih banyak pada akar, sebelum dikeluarkan dalam bentuk eksudat akar sehingga patogen tidak dapat berkembang, (2) terbentuknya substansi yang bersifat antibiotik yang disekresikan untuk menghambat perkembangan patogen,dan (3) memacu perkembangan mikroba saprofitik di sekitar perakaran. Oleh karena itu akar tanaman yang sudah terinfeksi mikoriza tidak dapat diinfeksi oleh fungi patogen. Fungi patogen Ganoderma sp. yang terdapat dalam tanah akan menginfeksi tanaman dengan melakukan kontak pada perakaran tanaman kelapa sawit dan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit. Agar tanaman kelapa sawit tidak terinfeksi oleh Ganoderma sp., maka tanaman harus memiliki perlindungan dalam perakaran maupun di luar perakaran tanaman. Mikoriza yang telah menginfeksi perakaran tanaman kelapa sawit diharapkan dapat menghambat dan melindungi tanaman dari serangan fungi Ganoderma sp. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kombinasi jenis FMA dapat meningkatkan pertumbuhan, perkembangan, dan daya tahan terhadap patogen lebih bagus. Kombinasi Glomus sp. dan Entrophospora sp. akan lebih bagus dibandingkan dengan perlakuan tunggal, karena akan terjadi hubungan sinergis yang lebih baik terhadap penggabungan dua jenis FMA tersebut.

13 1.5.3 Hipotesis Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: (1) Pemberian jenis fungi mikoriza arbuskular (FMA) kombinasi Glomus sp. dan Entrophospora sp. akan menghasilkan pertumbuhan bibit kelapa sawit yang terbaik. (2) Inokulum Ganoderma sp. yang terdapat dalam media tanam mampu menginfeksi akar bibit kelapa sawit dan menghambat pertumbuhan bibit kelapa sawit (3) Pengaruh jenis FMA kombinasi Glomus sp. dan Entrophospora sp. dapat meningkatkan ketahanan bibit kelapa sawit terhadap serangan penyakit Ganoderma sp.