Foto IV-10 Gejala Sesar Anjak Cinambo 3 pada lokasi CS 40.

dokumen-dokumen yang mirip
mangkubumi, serta adanya perubahan kemiringangn lapisan satuan konglomerat batupasir dimana semakin melandai ke utara.

BAB IV STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

Foto 4.10 Blok bagian kanan bergerak relatif ke kanan dari blok bagian kiri (lokasi pengamatan STG 10)

IV.2 Pola Kelurusan Daerah Penelitian

BAB IV STRUKTUR GEOLOGI

GEOLOGI DAN KARAKTERISTIK SESAR ANJAK DAERAH JATIGEDE DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SUMEDANG, PROPINSI JAWA BARAT

BAB V PENAMPANG SEIMBANG

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

A. Perlapisan batupasir batulempung dengan ketebalan yang homogen B. Antara batupasir dan batu lempung memperlihatkan kontak tegas

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI UNTUK KARAKTERISASI SESAR ANJAK DI DAERAH CAMPAKA DAN SEKITARNYA, CIANJUR, JAWA BARAT

ANALISIS KINEMATIK SESAR ANJAK (THRUST FAULT) DAN IMPLIKASINYA TERHADAP EVOLUSI TEKTONIK ZONA KENDENG DAERAH NGRANCANG DAN SEKITARNYA

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI UNTUK KARAKTERISASI SESAR ANJAK DAERAH CIMANINTIN DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SUMEDANG, PROPINSI JAWA BARAT

Gambar 3.14 Peta pola kelurusan lembah dan bukit di daerah penelitian

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

GEOLOGI STRUKTUR. PENDAHULUAN Gaya/ tegasan Hasil tegasan Peta geologi. By : Asri Oktaviani

JAWA BARAT TUGAS AKHIR. Di Program. Disusun oleh:

Struktur Geologi Daerah Jonggol Dan Jatiluhur Jawa Barat

GEOLOGI DAERAH LAWELE DAN SEKITARNYA, KECAMATAN LASALIMU, KABUPATEN BUTON, SULAWESI TENGGARA

GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR UNTUK KARAKTERISASI SESAR ANJAK DAERAH CIJORONG DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB V SEJARAH GEOLOGI

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR DAERAH CIKATOMAS DAN SEKITARNYA, KABUPATEN LEBAK, BANTEN.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI DAERAH DESA SUKARAMA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN BOJONGPICUNG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT TUGAS AKHIR A

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB IV MODEL EVOLUSI STRUKTUR ILIRAN-KLUANG

BAB VI SEJARAH GEOLOGI

III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk

GEOLOGI DAERAH KLABANG

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Foto III-11. T.abc sekuen Bouma pada Satuan Batupasir-Batulempung (CKG 11) Foto III-12. T.abc sekuen Bouma pada Satuan Batupasir-Batulempung (CKG 12)

PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP MUNCULNYA REMBESAN MINYAK DAN GAS DI DAERAH BOTO, KECAMATAN BANCAK, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH

ANALISIS KEKAR PADA BATUAN SEDIMEN KLASTIKA FORMASI CINAMBO DI SUNGAI CINAMBO SUMEDANG JAWA BARAT

Bab V Evolusi Teluk Cenderawasih

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Foto 3.30 Bidang Sesar Malekko 3 di Salu Malekko.

Struktur geologi terutama mempelajari struktur-struktur sekunder yang meliputi kekar (joint), sesar (fault) dan lipatan (fold).

BAB II GEOLOGI REGIONAL

STRUKTUR LIPATAN ANJAKAN DAERAH WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT

BAB V SINTESIS GEOLOGI

BAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

SESAR MENDATAR (STRIKE SLIP) DAN SESAR MENURUN (NORMAL FAULT)

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.

Bab IV Analisis Data. IV.1 Data Gaya Berat

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PRAKTIKUM GEOLOGI STRUKTUR ACARA 1 : MENETUKAN KEDUDUKAN PERLAPISAN BATUAN DARI 2 DIP SEMU

SKRIPSI FRANS HIDAYAT

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Untuk mengetahui klasifikasi sesar, maka kita harus mengenal unsur-unsur struktur (Gambar 2.1) sebagai berikut :

III. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI DAERAH SUKARESMI, KABUPATEN CIANJUR TANJUNGSARI, KABUPATEN BOGOR DAN SEKITARNYA, PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram

Foto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Tabel hasil pengukuran geometri bidang sesar, ketebalan cekungan dan strain pada Sub-cekungan Kiri.

BENTANG ALAM STRUKTURAL

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK

7. Peta Geologi Pengertian dan Kegunaan

Gambar Gambaran struktur pada SFZ berarah barat-timur di utara-baratlaut Kepala Burung. Sesar mendatar tersebut berkembang sebagai sesar

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB 5 REKONSTRUKSI DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Umur dan Lingkungan Pengendapan Umur Satuan Batupasir-Batulempung berdasarkan hasil analisis foraminifera kecil yaitu N17-N20 atau Miosen

Transkripsi:

Foto IV-10 Gejala Sesar Anjak Cinambo 3 pada lokasi CS 40. 4.1.4 Sesar Anjak Cisaar 1 Gejala sesar ini dijumpai pada Sungai Cisaar pada lokasi CS 40, CS 41, CS 4, CS 2, dan CS 10. Kehadiran sesar ini ditunjukkan oleh adanya lapisan tegak pada Sungai Cisaar (foto IV.11 dan foto IV.12). Selain itu sesar ini ditandai dengan adanya kekar gerus yang dominan di lapangan. Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang diperoleh di lapangan (Lampiran C), didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N115ºE/ 46ºSW. 53

Foto IV-11 Gejala Sesar Anjak Cisaar I berupa lapisan tegak pada lokasi CS 4. Foto IV-12 Gejala Sesar Anjak Cisaar I berupa lapisan tegak pada lokasi CS 6. 54

4.1.5 Sesar Anjak Cisaar 2 Gejala sesar ini dijumpai pada Sungai Cisaar dan Sungai Cipaingeun pada lokasi CS 66 dan LDR 29. Sesar ini juga diperkirakan berperan sebagai kontak antara Satuan Konglomerat Citalang dengan Satuan Batulempung Cisaar, Satuan Batulempung Cisaar dengan Satuan Batulempung Subang. Kehadiran sesar ini ditunjukkan dengan adanya curug pada Sungai Cipaingeun (foto IV.13) serta adanya kekar tarik dan kekar gerus yang dominan di lapangan. Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang diperoleh di lapangan (Lampiran C), didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu berkisar N157ºE/67ºSW. Foto IV-13 Gejala Sesar Anjak Cisaar II berupa lapisan tegak pada lokasi LDR 29. 4.1.6 Sesar Mendatar Cinambo. Sesar ini dijumpai pada bagian selatan Sungai Cinambo pada lokasi CNB 23 dan CNB 24. Kehadiran sesar ini ditunjukkan oleh adanya gores garis dan kekar gerus yang intensif pada singkapan batupasir-batulempung dan adanya sesar geser minor yang terlihat pada foto IV.4. Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang diperoleh di lapangan (Lampiran C), didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N 153º E/ 89ºSW. 55

Foto IV.14 Gejala Sesar Mendatar Cinambo pada lokasi CNB 24 4.1.7 Sesar Mendatar Cikandang Sesar ini dijumpai pada bagian selatan Sungai Cikandang pada lokasi CKG 9 dan CKG 14. Kehadiran sesar ini ditunjukkan oleh adanya sesar geser minor yang terlihat pada foto IV.15 dan foto IV.16. Berdasarkan pengamatan di lapangan, didapatkan kedudukan bidang sesar minor yaitu N 213º E/ 89ºSW. 56

Foto IV.15 Gejala Sesar Mendatar Cikandang pada lokasi CKG 9. 57

Foto IV.16 Gejala Sesar Mendatar Cikandang pada lokasi CKG 14. 4.1.8 Sesar Mendatar Cisaar Sesar ini dijumpai pada bagian selatan Sungai Ciasar pada lokasi CS 25. Kehadiran sesar ini ditunjukkan oleh adanya gores garis, kekar gerus yang intensif pada singkapan batupasir-batulempung dan adanya sesar geser yang terlihat pada foto. Berdasarkan pengamatan di lapangan terdapat bidang sesar minor, yaitu N120ºE/86 ºSW. 58

Foto IV.17 Gejala Sesar Mendatar Cisaar pada lokasi CS 25. 59

Foto IV.18 Gejala Sesar Mendatar Cisaar pada lokasi CS 25. 4.1.9 Sesar Normal Cariang Sesar Normal Cariang ini berbentuk setengah melingkar mengikuti bentukan morfologi dari Pasir Cariang. Adanya sesar ini diinterpretasikan berdasarkan morfologi Pasir Cariang, kedudukan lapisan Satuan Konglomerat-Batupasir terhadap kedudukan lapisan umum daerah penelitian dan perbedaan umur antara Satuan Batulempung C yang berumur Pliosen dengan Satuan Konglomerat-Batupasir yang berumur Pleistosen. 60

4.2 Struktur Lipatan 4.2.1 Antiklin Cinambo Lipatan ini dijumpai pada lokasi CNB 6 pada sungai Cinambo. Lipatan ini diinterpretasikan tidak berkembang secara intensif karena lipatan ini tidak dijumpai pada lintasan lain. Kemenerusannya diperkirakan sesuai dengan penunjaman sumbu lipatannya. Lipatan ini memiliki sumbu yang berarah baratlaut-tenggara. Dari pengolahan data bidang perlapisan di daerah penelitian, didapatkan kedudukan sumbu lipatan yaitu 17º, N289.7ºE serta bidang sumbu dengan kedudukan N113ºE/76ºSW. Berdasarkan klasifikasi Rickard (1971) dalam Modul Praktikum Struktur (2005), lipatan ini termasuk ke dalam Inclined Fold (Lampiran C). Foto IV.19. Singkapan Antiklin pada lokasi CNB 6. 4.2.2 Antiklin Cisaar Lipatan ini berada di antara lokasi CS 33 dan CS 43, CS 18 dan CS 19 pada sungai Cisaar, dan diantara LDR 8 dan LDR 9 pada sungai Cipaingeun. Lipatan ini memiliki sumbu yang berarah baratlaut-tenggara. Dari pengolahan data bidang perlapisan di daerah penelitian, didapatkan kedudukan sumbu lipatan yaitu 33.5º, N297ºE serta 61

bidang sumbu dengan kedudukan N 297ºE/89.2ºNE. Berdasarkan klasifikasi Rickard (1971) dalam Modul Praktikum Struktur (2005), lipatan ini termasuk ke dalam Upright Fold (Lampiran C). 4.2.3 Sinklin Cipicung Lipatan ini berada di lembah sungai Cipicung. Kemenerusannya diperkirakan sesuai dengan penunjaman sumbu lipatannya. Lipatan ini memiliki sumbu yang berarah baratlaut-tenggara. Dari pengolahan data bidang perlapisan di daerah penelitian, didapatkan kedudukan sumbu lipatan yaitu 18.4º, N286.9ºE serta bidang sumbu dengan kedudukan N286.9ºE/ 86.9ºNE. Berdasarkan klasifikasi Rickard (1971) dalam Modul Praktikum Struktur (2005), lipatan ini termasuk ke dalam Upright Fold (Lampiran C). 4.2.4 Sinklin Cibeber Lipatan ini berada diantara lokasi CLT 6 dan CCR 12 pada daerah Cibeber. Lipatan ini memiliki sumbu yang berarah relatif barat-timur. Dari pengolahan data bidang perlapisan di daerah penelitian, didapatkan kedudukan sumbu lipatan yaitu 33.5º, N297ºE serta bidang sumbu dengan kedudukan N297ºE/89.2ºNE. Berdasarkan klasifikasi Rickard (1971) dalam Modul Praktikum Struktur (2005), lipatan ini termasuk ke dalam Upright Fold (Lampiran C). 4.3 Mekanisme Pembentukan Struktur Geologi Berdasarkan analisis struktur geologi, daerah penelitian diinterpretasikan berada pada zona foreland (Gambar IV.2) yang sangat berhubungan dengan adanya pemendekan regional dari rezim tektonik kompresi yang membentuk suatu konfigurasi sesar naik yang dinamakan dengan jalur anjakan-lipatan (fold thrust belt). Zona foreland disebut juga dengan zona eksternal yang dicirikan oleh deformasi plastis yang kurang dominan. Zona ini tidak dipengaruhi oleh kondisi metamorfisme dan strain yang bersifat non-penetratif (Marshak dan Mitra, 1988). Sesar anjak pada daerah penelitian dapat diinterpretasikan berhubungan dengan tektonik thin-skinned yang bekerja pada suatu lapisan stratigrafi, serta tidak melibatkan adanya pergerakan dari batuan dasar (McClay, 2003). 62

Backarc thrust belt Forearc basin Cekungan Sedimen Gambar IV.2 Jalur anjakan-lipatan pada zona subduksi di bagian foreland. Sesar anjak merupakan komponen struktur utama yang bekerja pada daerah penelitian, dengan komponen struktur penyerta terdiri sesar geser dan lipatan. Sesar geser pada daerah penelitian umumnya dihasilkan dari sesar sobekan (tear fault). Pada peta geologi terlampir (lampiran H) terlihat bahwa Sesar Mendatar Cinambo dan Sesar Mendatar Cikandang memiliki arah yang hampir tegak lurus dengan arah sesar anjakan. Sesar ini diakibatkan oleh perbedaan pengakomodasian gaya pemendekan dari blok yang berbeda (Gambar IV.3), dengan kata lain sesar sobekan memisahkan segmen yang memiliki besaran strain berbeda yang juga meyebabkan perbedaan geometri dan frekuensi dari sesar dan lipatan. Gambar IV.3 Tear fault, yang diakibatkan oleh perbedaan pengakomodasian gaya pemendekan (McClay, 2003) 63

Sesar anjak di daerah penilitian sesuai dengan adanya struktur lipatan yang ada, yang disebut dengan fault-related folds, yang secara umum dapat dibagi menjadi fault bend fold dan fault propagation fold. Sesar anjakan tipe fault bend fold (Gambar IV.4) dicirikan dengan lipatan antiklin yang memiliki sudut hampir sama, dengan sumbu lipatan vertikal. Sedangkan untuk sesar anjakan tipe fault propagation fold dicirikan dengan antiklin yang memiliki bidang sumbu miring. Terbentuknya lipatan pada fault propagation folds diakibatkan oleh pembengkokan yang bersifat lentur dari suatu lapisan batuan yang kemudian memicu pecahnya batuan dan pada akhirnya membentuk suatu bidang pensesaran (McClay, 2003). Adanya urutan beberapa sesar anjak yang bersifat sejajar pada darah penelitian merupakan manifestasi dari bekerjanya suatu sistem sesar anjak (thrust system) yang secara kinematik yang berhubungan dan menghasilkan susunan sesar yang berkembang dan membentuk sekuen sesar (Marshak dan Mitra, 1988). Sistem sesar anjak pada daerah penelitian diinterpretasikan berupa sistem imbrikasi yang didefinisikan sebagai sistem sesar yang terbentuk akibat pengakomodasian pergeseran (displacement) sesar utama dengan besar pergeseran yang ada didistribusikan ke sesar-sesar yang lebih kecil sehingga besar (magnitude) dan arah (sense) pergeseran menjadi konsisiten (Dahlstrom, 1977). Sistem sesar anjakan imbikrasi di daerah penelitian dapat diklasifikasikan ke dalam sesar anjakan leading (Gambar IV.5), dengan pergerakan sesar maksimum berada pada bagian depan atau paling bawah dari urutan sesar yang ada (Boyer dan Elliott, 1982). Hal ini dibuktikan oleh hadirnya satuan batuan tertua yang naik ke permukaan pada Sesar Anjak Cisaar 2. Gambar IV.4 Sesar anjakan tipe Fault Bend Fold (Suppe, 1985 dalam McClay, 2003). 64

Gambar IV.5 (a) imbrikasi sesar leading (b) imbrikasi sesar trailing (Boyer dan Elliott, 1982) Umur pembentukan struktur geologi diinterpretasikan tidak lebih muda dari Pliosen, yang dibuktikan dengan satuan batuan termuda yang terlibat adalah Satuan Batulempung C yang berumur Pliosen. Berdasarkan analisis dinamika diperoleh bahwa tegasan utama (σ1) memiliki arah baratdaya-timurlaut, yang juga searah dengan arah transport tektonik pada umur pembentukan struktur geologi darah penelitian Dalam Pada Pleistosen Awal, penulis membuat dua konsep yang terjadi pada daerah Pasir Cariang. Konsep pertama diinterpretasikan terjadi aktivitas vulkanik. Aktivitas vulkanik ini diinterpretasikan menyebabkan terbentuknya kaldera. Kaldera tersebut kemudian menjadi wadah atau ruang akomodasi bagi pengendapan Satuan Konglomerat-Batupasir. Selama aktivitas ini berangsung, dinterpretasikan terbentuk Sesar Normal Cariang. Umur pembentukan struktur geologi tersebut diinterpretasikan adalah Pleistosen, berdasarkan satuan batuan yang terlibat, yaitu Satuan Konglomerat- Batupasir yang berumur Pleistosen. Kelemahan dari konsep ini adalah dengan tidak ditemukannya dinding vulkanik pada tebing yang diinterpretasikan sebagai dinding kaldera tersebut. 65

Pada konsep kedua, diinterpretasikan terjadi pengangkatan (tectonic uplift) dan erosi yang sangat besar pada daerah Pasir Cariang. Bidang erosi tersebut diinterpretasikan membentuk sebuah cekungan yang kemudian menjadi wadah atau akomodasi bagi terbentuknya Satuan Konglomerat-Batupasir. Kelemahan dari konsep ini adalah dilihat dari besarnya pengangkatan dan proses erosi yang terjadi seharusnya melibatkan regional yang luas dan tidak hanya bersifat lokal. Dalam hal ini seharusnya daerah penelitian seluruhnya mengalami erosi dan tertutup oleh Satuan Konglomerat-Batupasir. Dari dua konsep tersebut, penulis cenderung memilih konsep pertama, dengan asumsi bahwa dinding vulkanik yang tidak terlihat di lapangan telah tererosi atau tertutup oleh Satuan Konglomerat-Batupasir. 4.4 Penampang Seimbang (Balanced Cross-Section) Rekonstruksi penampang seimbang merupakan dilakukan dalam pembuatan penampang geologi dengan tujuan untuk memperoleh penampang yang mendekati keadaan sebenarnya. Dalam pembuatan penampang seimbang, dibutuhkan pemahaman mengenai stratigrafi, sekuen sesar anjak dan karakteristik dari sesar anjak (McClay, 2003). Penampang seimbang juga bermanfaat untuk menguji validitas geometri struktur yang dihasilkan, seperti mencakup analisis model sesar, panjang lapisan batuan dan konsistensi area penampang (Marshak dan Mitra, 1988). Salah satu kunci utama dalam prosedur pembuatan penampang seimbang yaitu restorasi penampang. Hal ini bertujuan untuk mengetahui keadaan geologi suatu daerah sebelum mengalami proses deformasi. Dalam melakukan penampang seimbang, rekonstruksi penampang dilakukan dengan menggunakan metode kink. Ada beberapa asumsi yang diterapkan dalam melakukan restorasi penampang dengan metode ini. Asumsi yang diambil pada restorasi penampang geologi daerah penelitian adalah bahwa volume batuan selama terjadinya deformasi dianggap tetap. Selain itu pada daerah penelitian diasumsikan bahwa ketebalan lapisan adalah tetap. 4.4.1 Metode Kink Penggunaan metode kink dalam restorasi penampang seimbang berperan penting karena dapat memudahkan perhitungan panjang lapisan dan luas area lapisan. Metode 66

kink merupakan metode rekontrusi penampang dengan menggunakan dip domain sebagai batas suatu kemiringan lapisan mulai berubah. Lipatan yang terbentuk pada jalur anjakan lipatan umumnya tidak membentuk suatu kurva halus namun justru membentuk beberapa dip domain sesuai dengan perubahan dip yang ada (Marshak & Woodward, 1988). Langkah pertama dalam rekonstruksi penampang dengan menggunakan metode kink yaitu dengan penyajian data kedudukan lapisan dan data batas satuan stratigrafi sebagai data dasar (Gambar IV.6). Kemudian penentuan domain dip dilakukan dengan cara membuat garis bagi sudut antara dua kemiringan lapisan yang berbeda (Gambar IV.7), yang dibatasi oleh garis batas dengan menentukan garis bagi sudut dua kemiringan. Gambar IV.6 Contoh data pada penampang (Marshak dan Mitra, 1988). Gambar IV.7 Penentuan garis bagi domain kemiringan(marshak dan Mitra, 1988). Setelah semua domain dip dibuat berdasarkan setiap adanya perubahan kemiringan lapisan, tiap-tiap batas stratigrafi kemudian ditarik berdasarkan domain kemiringan lapisan tersebut sehingga terbentuk profil penampang akhir yang lengkap (Gambar IV.8) 67

Gambar IV.8 Profil lengkap dari struktur lipatan (Marshak dan Mitra, 1988) 4.4.2 Perhitungan Kedalaman Detachment Penghitungan kedalaman detachment merupakan tahap penting dalam rekonstruksi penampang seimbang dalam restorasi penampang geologi. Batas keberadaan detachment berguna untuk penarikan elemen struktur maupun batas satuan batuan diatasnya. Marshak dan Mitra (1988) mengaplikasikan konsep pemendekan regional dalam penentuan kedalaman detachment (Gambar IV.10). Dari perhitungan tersebut, dapat diketahui bahwa besarnya nilai detachment berhubungan langsung dengan besarnya pemendekan yang ditunjukkan oleh morfologi kurvatur dari suatu perlipatan (A) atau yang dinamakan dengan excess area. Permasalahan biasanya dijumpai ketika ditemukan adanya sesar di antara satuan yang terlipat dengan detachment, apabila terjadi maka perhitungan kedalaman detachment akan menjadi tidak tepat (Marshak dan Mitra, 1988). Metode lain yang dapat dipergunakan dalam perhitungan detachment yaitu menggunakan data penampang seismik dan stratigrafi regional. 68

Gambar IV.9 Perhitungan dalamnya detachment (Dahlstrom, 1969) Pada daerah penelitian perhitungan bidang detachment tidak dapat dilakukan. Hal ini dikarenakan pada daerah penelitian tidak ditemukan bagian dari lapisan batuan yang tidak terdeformasi. Penampang seimbang yang dlakukan di daerah penelitian didasarkan kepada ketebalan lapisan dari stratigrafi daerah penelitian. 4.4.3 Restorasi Penampang Seimbang Pada proses restorasi penampang pin line (titik tetap) diletakkan pada footwall, sedangkan untuk bagian hanging wall diletakkan titik yang bisa berubah, atau disebut loose line. Loose line dan pin line merupakan dua faktor utama yang dapat membantu untuk menguji validitas dari suatu penampang. Dari penampang terdeformasi, loose line diletakkan pada bagian paling selatan, sedangkan pin line regional diletakkan pada bagian paling utara. Loose line merupakan suatu titik-titik tidak tetap yang diletakkan pada bagian hanging-wall dari penampang terdeformasi dan berguna untuk mengetahui apakah penampang yang dihasilkan dapat dipercaya atau tidak. Secara ideal, loose line yang lurus menunjukkan bahwa penampang berada dalam kondisi seimbnag, namun dari restorasi penampang A-B diperoleh garis loose line yang miring searah dengan arah 69

kemiringan lapisan (lampiran D). Penampang dapat dikategorikan tidak seimbang jika hasil dari restorasi loose line membentuk kemiringan yang berlawanan dengan arah kemiringan lapisan (Marshak dan Mitra, 1988). Permasalahan ini salah-satunya dapat diatasi dengan melakukan perubahan besaran sudut ramp sesar pada penampang terdeformasi. Pin line dapat dibagi menjadi pin line lokal dan pin line regional, dimana pin line lokal diletakkan pada bagian penampang dengan satuan stratigrafi yang lengkap sedangkan pin line regional diletakkan pada bagian foot-wall ataupun pada bagian penampang yang tidak terdeformasi. Pin line merupakan titik-titik tetap yang dibuat tegak lurus terhadap bidang lapisan dan bertujuan untuk membantu penentuan lokasi sesar dan lokasi area tererosi. Pada daerah penelitian, penampang yang direstorasi adalah penampang A-B (lampiran D). Berdasarkan penampang restorasi A-B dan analisis struktur geologi pada daerah penelitian, dapat diketahui bahwa sesar anjak pertama yang terbentuk pada daerah penelitian adalah Sesar Anjak Cisaar II. Pada pembentukan sesar anjak ini, daerah penelitian mengalami pemendekan sebesar 12.1%. Kompresi yang masih berlanjut di daerah penelitian, hal ini menyebabkan terbentuknya Sesar Anjak Cisaar I dengan pemendekan sebesar 20.5%. Proses pembentukan sesar anjak pada daerah penelitian dilanjutkan dengan pembentukan Sesar Anjak Cinabo III dengan pemendekan sebesar 34.8%. Proses kompresi selanjutnya menyebabkan terbentuknya Sesar Anjak Cinambo II dan daerah penelitian mengalami pemendekan sebesar 41.9%. Proses kompresi pada daerah penelitian masih berlangsung, hal ini menyebabkan terbentuknya Sesar Anjak Cinambo I. Pada proses ini daerah penelitian mengalami pemendekan sebesar 53.9%. Proses terbentuknya sesar-sesar anjak tersebut diinterpretasikan tidak lebih muda dari Pliosen. Hal ini diinterpretasikan berdasarkan satuan batuan termuda yang terlibat, yaitu Satuan Batulempung C (ditandai dengan warna biru pada penampang A-B). Selanjutnya pada konsep pertama (Lampiran D), daerah penelitian diinterpretasikan mengalami aktivitas vulkanik yang menyebabkan terbentuknya kaldera. Kaldera ini diinterpretasikan menjadi wadah bagi terbentuknya Satuan Konglomerat- Batupasir (ditandai dengan warna coklat muda pada penampang A-B). 70

Pada konsep kedua (Lampiran DII), daerah penelitian diinterpretasikan mengalami pengangkatan (tectonic uplift), yang kemudian diteruskan dengan terjadinya proses erosi yang besar yang mengakibatkan terbentuknya cekungan pada daerah penelitian. Cekungan ini diinterpretasikan menjadi wadah bagi pengendapan Satuan Konglomerat-Batupasir (ditandai dengan warna coklat muda pada penampang A-B). Dari hasil restorasi yang dilakukan pada penampang A-B, diperoleh nilai pemendekan sebesar 53.5% dengan tipe sistem sesar anjakan sebagai sesar anjakan duplex dan imbrikasi leading. 71