BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa dan terletak sekitar 30 kilometer di Utara wilayah Provinsi Daerah

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. dunia. Frekuensi erupsi Gunungaapi Merapi yang terjadi dalam rentang waktu 2-

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan aslinya (Hairiah, 2003). Hutan menjadi sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. dan dikelola dengan zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki luas sekitar Ha yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri

MANAJEMEN HABITAT DAN POPULASI SATWALIAR LANGKA PASCA BENCANA ALAM ERUPSI DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Keberadaan hutan di Indonesia mempunyai banyak fungsi dan

BAB I PENDAHULUAN. Habitat merupakan salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam

Sumber : id.wikipedia.org Gambar 2.1 Gunung Merapi

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya tahun 1994, 1997, 1998, antara tahun , 2006 dan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 (UUD) 1945 menentukan bahwa bumi, air. dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

PERUBAHAN AKSES MASYARAKAT AKIBAT KEBERADAAN TNGM

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ada di Indonesia. Kebutuhan akan kawasan konservasi sebagai kawasan yang

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

BAB I PENDAHULUAN. 110º BT - 110º dan 07º LS, sedangkan secara. longitudinal yang melewati Jawa (Anonim, 2005).

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. orologi, produksi pertanian, pemukiman, dan kehidupan sosial ekonomi di daerah

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami

PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan memiliki prospek baik, potensi hutan alam yang menarik. memiliki potensi yang baik apabila digarap dan sungguh-sungguh

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. Hutan jati merupakan bagian dari sejarah kehidupan manusia di Indonesia

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 Latar Belakang. Luas kawasan konservasi di Indonesia sampai dengan tahun 2006 adalah

PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. ekosistem asli (alami) maupun perpaduan hasil buatan manusia yang

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

I. PENDAHULUAN. secara lestari sumber daya alam hayati dari ekosistemnya.

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Kekayaan Indonesia dalam keanekaragaman jenis tumbuhan merupakan hal

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

Taman Nasional Sembilang

BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Suaka Margasatwa Paliyan dengan luas total 434,834 Ha berada di wilayah

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

2. Dinamika ekosistem kawasan terus berubah (cenderung semakin terdegradasi),

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan species tumbuhan endemik Kepulauan Nusa Tenggara Timur (NTT)

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah salah satu sumber daya alam yang memiliki manfaat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Judul Artikel PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR DI KABUPATEN SERANG. Di tulis oleh: Subki, ST

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Potensi Sumber Daya Alam di Indonesia yang sangat melimpah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III: DATA DAN ANALISA PERENCANAAN

I. PENDAHULUAN. Dampak penambangan yang paling serius dan luas adalah degradasi, kualitas

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis vegetasi strata semak yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. (Firdaus, 2012). Pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilakukan pada

BAB I. Sumber daya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumber. daya alam hayati, sumber daya alam non hayati dan sumber daya buatan.

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan luar

BAB I PENDAHULUAN. Setiap kawasan memiliki potensi alam yang melimpah salah satunya. adalah kawasan Tlogo Muncar Taman Nasional Gunung Merapi, yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ikan) yang cukup tinggi, namun jika dibandingkan dengan wilayah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak semua kerusakan alam akibat dari ulah manusia. yang berbentuk menyerupai cekungan karena dikelilingi oleh lima gunung

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi aktif yang terdapat di Pulau Jawa dan terletak sekitar 30 kilometer di Utara wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara administratif, kawasan Gunung Merapi termasuk dalam wilayah Kabupaten Sleman di Daerah Istimewa Yogyakarta serta Kabupaten Magelang, Boyolali dan Klaten yang termasuk dalam Provinsi Jawa Tengah. Menurut Sutomo (2013), sekurangnya telah terjadi 83 kali peristiwa letusan (erupsi) Gunung Merapi yang terdokumentasikan sehingga Gunung Merapi termasuk dalam kategori gunung berapi yang paling aktif di dunia. Erupsi skala kecil Gunung Merapi terjadi dalam interval waktu 2 5 tahun sekali, erupsi sedang terjadi dalam 7 10 tahun sekali dan erupsi skala besar biasanya terjadi setiap 100 tahun sekali (Newhall et al., 2000). Kawasan hutan Gunung Merapi merupakan salah satu perwakilan ekosistem hutan pegunungan di Pulau Jawa bagian tengah yang mempunyai fungsi strategis bagi kehidupan manusia di sekitarnya. Komponen biologis ekosistem hutan Gunung Merapi mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi. Selain itu, Gunung Merapi juga telah menciptakan ekosistem yang spesifik yaitu hutan tropika pegunungan dan pola suksesi vegetasi yang berkembang secara dinamis, khususnya pada area-area yang terdampak oleh erupsi Gunung Merapi (Djuwantoko et al., 1

2005). Kawasan hutan Gunung Merapi merupakan daerah tangkapan air yang penting dan merupakan sumber air bagi beberapa sungai yang mengalir di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan di Jawa Tengah. Fungsi strategis kawasan hutan Gunung Merapi tersebut merupakan dasar penunjukan kawasan hutan dengan luas ± 6.410 ha menjadi Taman Nasional Gunung Merapi oleh pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor :SK.134/Menhut- II/2004 tanggal 04 Mei 2004. Salah satu jenis tumbuhan khas pegunungan yang terdapat di Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) adalah puspa (Schima wallichii (DC.) Korth) yang termasuk ke dalam famili Theaceae. Secara umum, spesies tersebut dapat dijumpai di ekosistem hutan dataran rendah hingga hutan pegunungan, terutama pada area yang telah terganggu dan berupa hutan sekunder. Puspa merupakan jenis tumbuhan yang banyak digunakan untuk rehabilitasi hutan dan lahan karena peranannya dalam mengendalikan erosi serta untuk tujuan konservasi tanah dan air (Orwa et al., 2009). Awal keberadaan tegakan puspa di dalam kawasan TNGM tidak dapat dilepaskan dari sejarah pengelolaan kawasan TNGM. Sebelum ditunjuk menjadi kawasan taman nasional, sebagian besar kawasan hutan Gunung Merapi berfungsi sebagai hutan lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani. Hanya sebagian kecil kawasan hutan Gunung Merapi yang bukan merupakan hutan lindung, yaitu kawasan dengan luas 198,5 ha di Kabupaten Sleman yang ditunjuk sebagai Cagar Alam Plawangan Turgo dan kawasan Hutan Taman Wisata Alam dengan luas 131 ha. Kondisi topografi kawasan yang curam dan berupa bukit-bukit mendorong 2

dilakukannya penanaman puspa untuk pengendalian erosi serta konservasi tanah dan air. Menurut Umiyati (2003), pada tahun 1930 1932, di kawasan Hutan Taman Wisata Kaliurang telah dilakukan penanaman bibit puspa. Dengan demikian, beberapa tegakan puspa yang terdapat di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi saat ini sebagian besar merupakan hasil penanaman yang kemudian berkembang karena adanya permudaan secara alami. Erupsi terakhir Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober dan 5 November tahun 2010 telah mengakibatkan kerusakan ekosistem hutan TNGM. Berdasarkan survei kondisi biofisik kawasan yang dilaksanakan oleh Balai Taman Nasional Gunung Merapi (BTNGM) dan Fakultas Kehutanan UGM, kejadian erupsi Gunung Merapi tahun 2010 telah mengakibatkan kerusakan vegetasi pada areal seluas ±2450 ha, dengan tingkat kerusakan yang bervariasi dari rusak ringan, rusak sedang, hingga rusak berat (BTNGM, 2011). Sebagian area yang mengalami kerusakan vegetasi tersebut sebelumnya merupakan hutan yang didominasi oleh tegakan puspa. Kerusakan ekosistem hutan akibat erupsi Gunung Merapi tahun 2010 mendorong perlunya dilakukan restorasi ekosistem untuk mengembalikan fungsi ekosistem Gunung Merapi dengan penanaman jenis-jenis tumbuhan asli Gunung Merapi. Puspa merupakan salah satu jenis tanaman yang digunakan dalam kegiatan restorasi ekosistem karena memenuhi kriteria jenis asli ekosistem Gunung Merapi, berfungsi untuk konservasi tanah dan air serta memiliki fungsi rekreatif (BTNGM, 2011). Kebutuhan bibit tanaman dalam jumlah besar dan terbatasnya jumlah permudaan alam puspa di kawasan TNGM mendorong pihak pengelola kawasan 3

untuk menggunakan bibit tanaman dari luar kawasan TNGM. Bibit puspa yang ditanam dalam kegiatan restorasi ekosistem TNGM berasal dari wilayah Purwokerto, Jawa Tengah (BTNGM, 2011). Bibit tanaman yang kurang sesuai dengan kondisi lingkungan area restorasi ekosistem dan teknik silvikuktur yang tidak tepat merupakan penyebab kegagalan beberapa kegiatan restorasi ekosistem (Thomas et al., 2014). Keragaman genetik dari bibit tanaman untuk kegiatan restorasi ekosistem akan mempengaruhi keberhasilan proyek restorasi ekosistem dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka pendek, keragaman genetik diperlukan oleh suatu populasi untuk mempertahankan kemampuan reproduksi (reproductive fitness). Dalam jangka panjang, keragaman genetik diperlukan untuk menjaga potensi evolusi adaptif (adaptive evolutionary potential) pada kondisi lingkungan yang selalu berubah. Populasi dengan keragaman genetik yang rendah akan sangat rentan terhadap kepunahan karena tidak dapat bertahan dari perubahan lingkungan (Frankham et al., 2002). Informasi mengenai keragaman genetik dan potensi permudaan alam dari beberapa kelompok tegakan puspa di TNGM pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010 sampai saat ini belum tersedia. Kondisi kawasan hutan TNGM yang berada di sekitar Gunung Merapi yang masih aktif menyebabkan tingginya potensi kerusakan ekosistem akibat aktivitas vulkanik Gunung Merapi. Erupsi Merapi yang terjadi secara periodik merupakan alasan utama pentingnya program restorasi ekosistem dalam pengelolaan kawasan TNGM. Puspa merupakan jenis yang telah ditentukan sebagai salah satu jenis prioritas untuk kegiatan restorasi ekosistem. 4

Informasi mengenai keragaman genetik kelompok-kelompok tegakan puspa dan potensi permudaan alam yang ada pada tegakan-tegakan tersebut akan sangat bermanfaat untuk keberhasilan program restorasi ekosistem di masa mendatang. 1.2 Rumusan Masalah Dalam kegiatan restorasi ekosistem TNGM pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010, belum pernah dilakukan penelitian-penelitian terkait dengan kondisi keragaman genetik dan potensi permudaan alam dari beberapa kelompok tegakan puspa yang terdapat di kawasan TNGM. Tingkat kerusakan vegetasi yang bervariasi pada kelompok-kelompok tegakan puspa di kawasan TNGM akibat erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena yang menarik untuk dikaji keragaman genetiknya. Peristiwa erupsi Gunung Merapi yang menyebabkan terjadinya pengurangan ukuran populasi (population bottleneck) tumbuhan puspa dapat berakibat pada terjadinya damparan genetik (genetic drift) dan menurunkan tingkat keragaman genetik puspa di kawasan TNGM. Selain itu, reintroduksi jenis puspa yang bibitnya berasal dari luar kawasan TNGM melalui kegiatan restorasi ekosistem tanpa melakukan kajian terhadap keragaman genetik sebelumnya, mendorong perlunya dilakukan penelitian mengenai keragaman genetik pada kelompok tegakan puspa, khususnya mengenai peran kegiatan restorasi ekosistem dalam memperbaiki keragaman genetik puspa di TNGM pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010. 5

1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui keragaman genetik kelompok-kelompok tegakan puspa yang masih ada di kawasan TNGM pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010 dan tegakan yang ditanam melalui kegiatan restorasi ekosistem TNGM. 2. Mengetahui potensi permudaan alam dari beberapa kelompok tegakan puspa di kawasan TNGM. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Menyediakan data dan informasi ilmiah tentang keragaman genetik kelompok-kelompok tegakan puspa di TNGM. Informasi tersebut akan sangat bermanfaat bagi pihak pengelola kawasan, khususnya dalam menentukan kebijakan konservasi jenis puspa di kawasan TNGM; 2. Sebagai bahan rekomendasi kepada pihak pengelola kawasan dalam menentukan kelompok tegakan puspa yang potensial untuk digunakan sebagai sumber benih dalam kegiatan restorasi ekosistem TNGM di masa mendatang. 6