BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepsis dan syok sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di intensive care unit (ICU), mengakibatkan kematian lebih dari 30% pada 28 hari pertama perawatan. Jutaan penderita tersebar diseluruh dunia dan rata-rata sebanyak 1400 pasien meninggal setiap hari. Tingginya biaya perawatan, kualitas hidup setelahnya, dan beban ekonomi yang harus ditanggung, semua ini membuat sepsis menjadi masalah kesehatan yang besar. Sepsis merupakan suatu penyakit yang berspektrum mulai dari respon inflamasi yang ringan hingga gangguan multi organ. Pengenalan dan terapi lebih awal diperlukan untuk mencegah perburukan penyakit dan dapat memperbaiki kemungkinan harapan hidup (Dhilon and Bittner, 2010). Keterlibatan trombosit dalam patofisiologi sepsis sebagai petanda yang sering dijumpai adalah trombositopenia. Pada sepsis dapat terjadi aktivasi trombosit, yang dapat secara langsung oleh endotoksin atau sitokin proinflamasi. Trombosit juga dapat teraktivasi oleh faktor koagulasi seperti trombin, aktivasi ini terjadi akibat sekresi protein proinflamasi dan growth factors yang berkontribusi pada proses inflamasi. (Relo, et al., 2009). Komponen permukaan dinding sel dari organisme gram negatif (endotoksin) dan gram positif (peptidoglycans dari Staphylococcus aureus) dapat memicu terjadinya disseminated intravascular coagulation, kemudian mengkonsumsi platelet yang mengakibatkan trombositopenia. Pada sepsis berat endotel mikrovaskuler dapat mengalami kerusakan oleh berbagai faktor, termasuk perfusi jaringan yang buruk, hipoksia, dan asidosis. Hal ini menyebabkan perlekatan trombosit pada kolagen, 1
peningkatan aktivasi, agregasi dan konsumsi trombosit. Sehingga pada sepsis rangkaian interaksi yang komplek tersebut seringkali pada akhirnya meningkatkan terjadinya trombositopenia (Lee, et al., 1993). Trombositopenia umumnya didefinisikan sebagai angka trombosit kurang dari 150,000 sel/µl, bila di dapatkan angka di bawah 50,000 sel/µl dianggap sebagai trombositopenia berat. Terlepas dari komplikasi perdarahan, beberapa penulis menjelaskan adanya hubungan antara trombositopenia dan buruknya luaran dengan trombositopenia sebagai petanda prognosis. Oleh karena itu trombositopenia seringkali dikaitkan dengan lama waktu rawat inap di ICU, beratnya penyakit, sepsis dan gangguan fungsi organ (Marco, et al., 2012). Memperkirakan mortalitas pasien dari ruang perawatan intensif atau Intensive Care Unit sangat penting, baik secara klinik maupun administrasi. Prediksi mortalitas pasien bukanlah merupakan penilaian kinerja ICU, tetapi memperkirakan pasien saat keluar dari ICU dapat membantu memantau keadaan pasien dan membantu memberikan informasi mengenai kelanjutan dari pasien yang berhubungan dengan keadaan penyakit pasien dan dapat dijadikan panduan untuk keputusan terapi selanjutnya pada pasien (Sunaryo, et al., 2011). Saat ini sepsis telah menjadi sindroma penyakit yang dapat dijumpai secara luas dibelahan bumi manapun. Oleh karena itu selain pengenalan dini dan penanganan secepat mungkin. Maka memperkirakan prognosis mejadi salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam penanganan pasien sepsis. Dengan demikian diperlukan sarana pemeriksaan yang dapat menunjang usaha prognostik tersebut. Apalagi bila pemeriksaan tersebut dapat dilakukan dengan uji yang lebih sederhana dan dapat dilakukan sekalipun di rumah sakit perifer. Disamping 2
pemeriksaan yang lebih dulu digunakan sebagai prediktor mortalitas, dalam hal ini kadar asam laktat dan penilaian defisit basa. Peneliti melakukan penelitian untuk mengetahui apakah trombositopenia dapat digunakan sebagai prediktor kematian pada pasien sepsis dalam hal ini di ICU RS DR Sardjito Yogyakarta. Dibawah ini (tabel.1) beberapa penelitian yang telah dilakukan dibeberapa negara pada pasien sepsis di ICU yang mengalami penurunan angkatrombosit dihubungkan dengan angka mortalitas. Tabel 1. Studi Angka Mortalitas pada pasien Sepsis yang mengalami Trombositopenia Tempat dan Tahun penelitian Singapura, 1991 Lee KH, TanWC Brasil, 2009 W Faviere, T Boechat Parameter penelitian Sampel 53pasien sepsis Trombositopenia dan survivor/non survivor 62pasien sepsis Trombositopenia Mortalitas Hasil Angka trombosit lebih rendah pada pasien DIC (+) dari pada DIC (-) (192±25x10 9 /L,77±13x10 9 /L, respektif, p= 0.0006) Angkatrombosit pada non survivors (mean97±1,8x10 9 /L) secara signifikan lebih rendah dari pada grup survivor (194+27x 10 9 /L) p= 0,004. Dengan Multiple regression analysis menunjukkan bahwa selain skor APACHE II, angkatrombosit merupakan faktor risiko independen untuk kematian. Grup Trombositopenia (T) mortalitas 76,4% grup recovery trombositopenia (RT) mortalitass 50%; grup non recovery trombositopenia (NRT) mortalitas 100% 3
Bulgaria, 2011 G Georgiev, S Milanov, V Todorova, L Kozarov, M Milanov 118pasien dengan trombositopenia dengan berbagai tingkat severitas (39,33% dari 300 pasien sepsis) Trombositopenia Mortalitas Angka mortalitas secara signifikan meningkat pada pasien yang mengalami trombositopenia (66.95% vs. 41.76%, P = 0.000) Brasil, 2011 Tiago de Oliveira Boechat, Maria Fernanda Baylão Bueno da Silveira, Wilian Faviere, Gerson Luiz de 56 Pasien sepsis Dari 56 pasien, 34 pasien mengalami sepsis (grup 1) dengan angka mortalitas 76.4%. Pada pasien yang tidak mengalami trombositopenia angka mortalitas 40.9%. sebanyak 44.1% pasien grup 1 mengalami penurunan trombosit >50% dibanding saat masuk 93.3% dintaranya meninggal. Pada grup 1 pasien yang mengalami pemulihan angka trombosit 53.3% hidup, sedangkan pasien yang tidak mengalami perbaikan 100% meninggal. (RR 2.14, 95% CI 1,35-3,39, p = 0,0003). Di antara pasien dengan skor APACHE II> 22, pasien thrombocytopenic memiliki tingkat kematian 81,8% (p = 0,25), sementara tidak ada kematian terjadi di antara pasien nonthrombocytopenic. Untuk pasien dengan skor APACHE II 22, angka kematian dari pasien thrombocytopenic adalah 74% (p = 0,0741), dibandingkan 42,8% untuk pasien non-thrombocytopenic. 4
B. Rumusan Masalah Sepsis dan syok sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di intensive care unit (ICU). Buruknya keluaran akibat sepsis telah menjadi perhatian yang luas dari para klinisi serta peneliti di berbagai negara. Beberapa hal telah diketahui sebagai prediktor kematian pada pasien sepsis, diantaranya pemeriksaan kadar laktat dan defisit basa. Keterlibatan trombosit pada patofisiologi sepsis yang sering dijumpai sebagai petanda adalah timbulnya trombositopenia. Trombositopenia pada sepsis terjadi karena konsumsi yang berlebihan akibat aktivasi koagulasi, disamping akibat menurunya produksi trombosit karena hemophagositosis dari megakariosit. Aktivasi koagulasi dapat secara langsung oleh endotoksin atau sitokin proinflamasi yang berinteraksi dengan sel endotel maupun monosit. Perubahan hemostasis ini meliputi up regulation jalur prokoagulan, down regulation antikoagulan, dan penekanan jalur fibrinolisis. Keadaan ini selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi platelet dan protein koagulasi, serta terjadinya meluasnya thrombosis dan deposit fibrin pada mikrovaskular. Selanjutnya trombosis mikrovaskular dan iskemik akan memberikan kontribusi terjadinya cidera jaringan dan disfungsi organ multipel. Beratnya trombositopenia dihubungankan dengan buruknya luaran pasien sepsis. Sehingga masalah penelitian dapat dirumuskan apakah trombositopenia dapat digunakan sebagai prediktor kematian pada pasien sepsis dalam hal ini di ICU RS DR Sardjito Yogyakarta. C. Pertanyaan Penelitian Apakah terdapat korelasi antara trombositopenia dengan kematian pada pasien sepsis di ICU RSUP DR. Sardjito Yogyakarta 5
D. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui apakah trombositopenia mempunyai nilai prediktif untuk kematian pada pasien sepsis di ICU. E. Manfaat Penelitian Bila terbukti bahwa trombositopenia mempunyai nilai prediktif untuk kematian pada pasien sepsis : 1. Mendapatkan prediktor mortalitas dengan pemeriksaan sederhana. 2. Diharapkan mempermudah pengenalan pasien sepsis berikut resiko kematian di tempat pelayanan kesehatan dengan fasilitas terbatas. F. Keaslian Penelitian Penelitian seperti ini telah dilakukan dibeberapa negara sebagaimana yang telah kami cantumkan pada tabel 1. Namun sepengetahuan peneliti belum pernah menemukan judul penelitian ini di RS. Dr. Sardjito Yogyakarta. 6