BAB IV PENGOLAHAN DATA

dokumen-dokumen yang mirip
V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan

APLIKASI INVERSI SEISMIK UNTUK KARAKTERISASI RESERVOIR

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik 3D PSTM Non

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan TERRA adalah salah satu lapangan yang dikelola oleh PT.

Analisis dan Pembahasan

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA

Jurnal OFFSHORE, Volume 1 No. 1 Juni 2017 : ; e -ISSN :

BAB 3. PENGOLAHAN DATA

BAB IV METODE PENELITIAN

menentukan sudut optimum dibawah sudut kritis yang masih relevan digunakan

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI

BAB V ANALISA. dapat memisahkan litologi dan atau kandungan fluida pada daerah target.

inversi mana yang akan digunakan untuk transformasi LMR nantinya. Analisis Hampson Russell CE8/R2 yaitu metoda inversi Modelbased Hardconstrain,

KARAKTERISASI RESERVOIR KARBONAT DENGAN MENGGUNAKAN METODE AVO INVERSISTUDI KASUS LAPANGAN NGAWEN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari tanggal 17 November 2014 sampai dengan

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA. Penelitian yang mengambil judul Analisis Seismik dengan

BAB IV METODE PENELITIAN. Tugas Akhir ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan pada 13 April 10 Juli 2015

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA. Pada penelitian ini data seismik yang digunakan adalah data migrasi poststack 3D

AVO FLUID INVERSION (AFI) UNTUK ANALISA KANDUNGAN HIDROKARBON DALAM RESEVOAR

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitan dilaksanakan mulai tanggal 7 Juli September 2014 dan

BAB IV PENGOLAHAN DATA

RANGGA MASDAR FAHRIZAL FISIKA FMIPA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011

Estimasi Porositas pada Reservoir KarbonatMenggunakan Multi Atribut Seismik

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat pesat. Hasil perkembangan dari metode seismik ini, khususnya dalam

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang mengambil judul Analisis Reservoar Pada Lapangan

Analisis Atribut Seismik dan Seismic Coloured Inversion (SCI) pada Lapangan F3 Laut Utara, Belanda

KARAKTERISASI RESERVOIR MENGGUNAKAN METODE INVERSI LAMBDA MU RHO (LMR) DAN ELASTIC IMPEDANCE PADA LAPANGAN X

Deteksi Lapisan Hidrokarbon Dengan Metode Inversi Impedansi Akustik Dan EMD (Empirical Mode Decompotition) Pada Formasi Air Benakat Lapangan "X"

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN

V. PEMBAHASAN. dapat teresolusi dengan baik oleh wavelet secara perhitungan teoritis, dimana pada

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang mengambil judul Interpretasi Reservoar Menggunakan. Seismik Multiatribut Linear Regresion

BAB 3 TEORI DASAR. Seismik refleksi merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk

BAB V INVERSI ATRIBUT AVO

KARAKTERISASI RESERVOAR BATUPASIR PADA LAPANGAN SG MENGGUNAKAN INVERSI ACOUSTIC IMPEDANCE (AI) DAN ELASTIC IMPEDANCE (EI)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH

Data dan Pengolan Data

Karakterisasi Reservoar Menggunakan Inversi Deterministik Pada Lapangan F3 Laut Utara, Belanda

BAB IV PERMODELAN POISSON S RATIO. Berikut ini adalah diagram alir dalam mengerjakan permodelan poisson s ratio.

BAB IV METODE DAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam eksplorasi dan eksploitasi hidrokarbon, seismik pantul merupakan metoda

IV.1 Aplikasi S-Transform sebagai Indikasi Langsung Hidrokarbon (DHI) Pada Data Sintetik Model Marmousi-2 2.

INVERSI IMPEDANSI ELASTIK UNTUK MENGESTIMASI KANDUNGAN RESERVOIR BATUPASIR LAPANGAN Ve FORMASI CIBULAKAN CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA

Chendrasari Wahyu Oktavia Dosen Pembimbing : DR. Widya Utama,DEA Jurusan Fisika- FMIPAITS, Institut Teknbologi Sepuluh Nopember Surabaya

PEMODELAN ATRIBUT POISSON IMPEDANCE

III. TEORI DASAR. menjelaskan karakter reservoar secara kualitatif dan atau kuantitatif menggunakan

IDENTIFIKASI PERSEBARAN HIDROKARBON PADA KONGLOMERAT FORMASI JATIBARANG MENGGUNAKAN ANALISIS INVERSI AVO (Amplitude Versus Offset)

Aplikasi Inversi AI dan EI Dalam Penentuan Daerah Prospek Hidrokarbon

KARAKTERISASI RESERVOIR KARBONAT DENGAN APLIKASI SEISMIK ATRIBUT DAN INVERSI SEISMIK IMPEDANSI AKUSTIK

BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 2. TEORI DASAR DAN METODE PENELITIAN

Identifikasi Sebaran Reservoar Hidrokarbon dengan Metode Inversi Simultan dan Analisis AVO Studi Kasus Lapangan A Cekungan Sumatera Selatan

Nugroho Budi Raharjo * Widya Utama * Labolatorium Geofisika Jurusan Fisika FMIPA ITS ABSTRAK

KARAKTERISASI RESERVOAR KARBONAT FORMASI BATURAJA MENGGUNAKAN INVERSI AI DAN EI DI LAPANGAN GEONINE CEKUNGAN SUMATERA SELATAN SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN. Objek yang dikaji adalah Formasi Gumai, khususnya interval Intra GUF a sebagai

BAB III TEORI DASAR Tinjauan Umum Seismik Eksplorasi

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

INTEGRASI SEISMIK INVERSI ACOUSTIC IMPEDANCE (AI) DAN ELASTIC IMPEDANCE (EI) UNTUK KARAKTERISASI RESERVOIR STUDI KASUS LAPANGAN MUON

Deteksi Lapisan Hidrokarbon dengan Metode Inversi Impedansi Akustik dan EMD (Empirical Mode Decomposition) pada Formasi Air Benakat Lapangan "X"

Aplikasi Inversi Seismik untuk Karakterisasi Reservoir lapangan Y, Cekungan Kutai, Kalimantan Timur

DAFTAR ISI. BAB IV METODE PENELITIAN IV.1. Pengumpulan Data viii

ANALISIS INDEPENDENT INVERSION GELOMBANG PP DAN PS DENGAN MENGGUNAKAN INVERSI POST-STACK UNTUK MENDAPATKAN NILAI Vp/Vs

Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya 2) Pertamina Asset 3

KARAKTERISASI RESERVOAR HIDROKARBON PADA LAPANGAN TAB DENGAN MENGGUNAKAN PEMODELAN INVERSI IMPEDANSI AKUSTIK

KARAKTERISASI RESERVOIR BATU PASIR FORMASI KEUTAPANG MENGGUNAKAN ANALISIS AVO (AMPLITUDE VERSUS OFFSET) PADA STRUKTUR X SUMATERA BAGIAN UTARA

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, Desember Penulis. 1. TUHAN YESUS KRISTUS yang telah memberikan kesehatan, kekuatan, iii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Jurnal Fisika Unand Vol. 4, No. 3, Juli 2015 ISSN

Tinjauan Pustaka. Gambar II.1. a). Geometri AVO b). Perubahan respon amplitudo yang ditimbulkan, modifikasi dari Russell (2008).

KARAKTERISASI RESERVOAR FORMASI BELUMAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE INVERSI IMPENDANSI AKUSTIK DAN NEURAL NETWORK PADA LAPANGAN YPS.

Analisa AVO dan Model Based Inversion Untuk Memetakan Penyebaran Hidrokarbon: Studi Kasus Struktur S, Cekungan Sumatera Selatan

BLIND TEST WELL MATCH COLOUR LOG - SEISMIC

KARAKTERISASI RESERVOAR FEBRI-UNILA FIELD

BAB III TEORI DASAR. dimensi pergerakan partikel batuan tersebut. Meskipun demikian penjalaran

BAB IV RESERVOIR KUJUNG I

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

ADVANCE SEISMIC PROCESSING

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah lapangan gas telah berhasil ditemukan di bagian darat Sub-

IDENTIFIKASI FLUIDA MENGGUNAKAN PARAMETER LAMBDA-MU RHO STUDI KASUS LAPANGAN BLACKFOOT

S t = W t * RC t...(1) Dimana : S t = Trace Seismik

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Klasifikasi Fasies pada Reservoir Menggunakan Crossplot Data Log P-Wave dan Data Log Density

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA RESPON SEISMIK SINTETIK PP DAN PS BERDASARKAN PEMODELAN SUBSTITUSI FLUIDA PADA SUMUR

Youngster Physics Journal ISSN: Vol. 6, No. 2, April 2017, Hal

INVERSI SEISMIK SIMULTAN UNTUK MENGEKSTRAK SIFAT PETROFISIKA RESERVOAR GAS : KASUS LAPANGAN BLACKFOOT TESIS

BAB IV UNIT RESERVOIR

BAB III TEORI DASAR. Metode seismik refleksi adalah metoda geofisika dengan menggunakan

III. TEORI DASAR. seismik juga disebut gelombang elastik karena osilasi partikel-partikel

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.1 Peta Lokasi Penelitian Gambar 2.2 Elemen Tektonik Kepala Burung... 6

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

UNIVERSITAS INDONESIA KARAKTERISASI RESERVOAR HIDROKARBON BERDASARKAN PARAMETER INVERSI LAMBDA MU RHO PADA LAPANGAN MUTAM KALIMANTAN TIMUR SKRIPSI

BAB IV PEMAPARAN DATA Ketersediaan Data Data Seismik Data Sumur Interpretasi

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN...

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

BAB III TEORI DASAR. Metoda seismik memanfaatkan perambatan gelombang elastis ke dalam bumi

BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching

ARTIKEL RISET. Zulfani Aziz dan Ari Setiawan *

Gambar 3.1 Peta lintasan akuisisi data seismik Perairan Alor

III. TEORI DASAR. gelombang akustik yang dihasilkan oleh sumber gelombang (dapat berupa

INTEGRASI INVERSI SEISMIK DENGAN ATRIBUT AMPLITUDO SEISMIK UNTUK MEMETAKAN DISTRIBUSI RESERVOAR PADA LAPANGAN BLACKFOOT SKRIPSI

Transkripsi:

BAB IV PENGOLAHAN DATA Pada bab ini, akan dibahas pengolahan data seismik yang telah dilakukan untuk mendapatkan acoustic impedance (AI), Elastic Impedance (EI), dan Lambda- Mu-Rho (LMR). Tahapan kerja yang dilakukan secara umum, dijelaskan pada diagram dibawah ini. ANGLE GATHER WELL LOGS ANGL E EKSTRAK SI ANALISA AVO SINTETIK SEISMOGRAM EKSTRAKS I WAVELET Rp dan Rs MODEL AWAL EI INVERSI MODEL AWAL AI INVERSI INVERSI (Ip dan Is) EI SECTION AI SECTION µρ = Is² λρ = Ip²-2Is² ANALISA Gambar 4.1 Tahapan kerja secara umum yang dilakukan untuk integrasi AI, EI dan Lambda-Mu- Rho 4.1. Tahap Inversi Acoustic Impedance (AI) Data seismik yang digunakan untuk inversi AI diperoleh dari proses angle stacks dengan sudut 0-15 o terhadap Rp (reflektivitas gelombang P). Proses inversi dilakukan menggunakan perangkat lunak STRATA Hampson-Russel. Langkah kerja yang dilakukan pada tahapan ini adalah sebagai berikut: 29 Universitas Indonesia

DATA SUMUR DATA SEISMIK NEAR ANGLE (0-15 derajat) EKSTRAKSI WAVELET WELL SEISMIK TIE PICKING HORISON MODEL AWAL ANALISIS INVERSI INVERSI AI Gambar 4.2. Tahapan kerja inversi AI Pada penelitian ini digunakan inversi model-based karena memberikan error terkecil dari hasil analisis inversi yang telah dilakukan dibandingkan dengan metoda yang lainnya. Untuk Inline 21 yang melintasi sumur 08-08, hasil analisis untuk beberapa metoda inversi diberikan oleh Tabel 4.1. Tabel 4.1 Tingkat kesalahan (error) dari beberapa metode inversi. Tingkat Kesalahan Metoda Inversi (Error) Model-Based 6,20 % Sparse spike (Linear Programming) 10,41 % Sparse spike (Maximum Likelihood) 16,00 % Bandlimited 19,00 % 30 Universitas Indonesia

4.1.1. Pengikatan data seismik terhadap sumur (well-seismic tie) Proses yang cukup penting pada tahapan ini adalah ekstraksi wavelet, yang nantinya akan digunakan untuk pembuatan seismogram sintetik. Wavelet terbaik dicari dari data sumur maupun ekstraksi secara statistik terhadap data seismik. Setiap wavelet, akan mempunyai koefisien korelasi yang menyatakan kemiripan seismogram sintetik yang dihasilkannya terhadap data seismik riil. Koefisien korelasi terbaik untuk masing-masing lintasan seismik yang digunakan dalam proses inversi ditampilkan pada Tabel 4.2. Spektrum frekuensi dan amplitudo wavelet yang digunakan pada inline 21, diperlihatkan pada Gambar 4.3. Tabel 4.2. Nilai Koefisien korelasi dari wavelet terbaik yang digunakan pada masing-masing lintasan dalam inversi AI. Lintasan Koef. Korelasi Xline-41 0,4384 Inline-21 0,5643 Gambar 4.3. Wavelet yang digunakan dalam inversi AI pada lintasan seismik yang melewati Sumur 08-08. a). Dalam domain waktu, b). Dalam domain frekuensi 31 Universitas Indonesia

4.1.2. Picking horison Setelah diperoleh wavelet terbaik dan seismogram sintetik, maka tahap selanjutnya adalah picking horison. Telah dilakukan picking terhadap 4 horison (coal-, glctop, glcs dan miss), yang nantinya akan digunakan sebagai input dalam pembuatan model awal sebelum proses inversi. 4.1.3. Pembuatan model awal AI Model awal yang digunakan untuk proses inversi berdasarkan constraint dari sumur-sumur di lapangan Blackfoot dengan input 5 buah horizon (Gambar 4.4). Gambar 4.4. Model awal inversi AI pada lintasan seismik yang melewati sumur 08-08 dan 04-16 4.1.4. Proses inversi AI Metoda terbaik yang digunakan untuk proses inversi terhadap semua lintasan seismik adalah inversi model-based. Parameter input yang digunakan adalah perubahan impedansi maksimum 30 %, ukuran blok 2ms, jumlah iterasi 40 (Gambar 4.5). 4.2. Tahap Inversi Elastic Impedance (EI) Proses dan tahapan yang dilakukan pada inversi EI, sama dengan inversi AI. Perbedaannya terletak pada data yang digunakan. Berbeda dengan proses inversi AI 32 Universitas Indonesia

yang menggunakan data near offset (0-15 o ), inversi EI menggunakan data far offset dari data Rp. Sudut yang digunakan adalah 15 o -30 o. Proses inversi dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Hampson-Russel (STRATA). Gambar 4.5. Hasil inverse AI terhadap line seismik yang melewati sumur 08-08 dan 04-16 4.2.1. Pengikatan data seismik terhadap sumur (well-seismic tie) Wavelet yang digunakan untuk proses inversi EI berbeda dengan inversi AI. Oleh karena itu, kita melakukan proses pencarian wavelet baru yang memberikan koefisien korelasi paling besar. Wavelet terbaik dicari dari data sumur maupun ekstraksi secara statistik terhadap data seismik far offset. Koefisien korelasi terbaik untuk masing-masing lintasan seismik yang digunakan dalam proses inversi ditampilkan pada Tabel 4.3. Spektrum frekuensi dan amplitudo wavelet yang digunakan pada inline 21, diperlihatkan pada Gambar 4.6. Tabel 4.3. Nilai Koefisien korelasi dari wavelet terbaik yang digunakan pada masing-masing lintasan dalam inversi AI. Lintasan Koef. Korelasi Xline-41 0,6550 Inline-21 0,6231 33 Universitas Indonesia

Gambar 4.6. Wavelet yang digunakan dalam inversi AI pada lintasan seismik yang melewati Sumur 08-08. a). Dalam domain waktu, b). Dalam domain frekuensi 4.2.2. Picking horison Sama seperti dalam proses inversi AI, juga telah dilakukan picking terhadap 5 horison, yang nantinya akan digunakan sebagai input dalam pembuatan model awal sebelum proses inversi. Kelima horison yang digunakan tersebut sama dengan yang telah digunakan dalam inversi AI maupun yang akan digunakan dalam ekstraksi parameter fisika reservoir Lambda-Rho dan Mu-Rho untuk analisis LMR. 4.2.3. Pembuatan model awal EI Dilakukan pemodelan EI dengan output yang akan digunakan untuk proses inversi berdasarkan constraint dari sumur-sumur lapangan Blackfoot, dengan input 4 buah horizon (Gambar 4.7.). 4.2.4. Proses inversi EI Metoda inversi dan parameter input yang digunakan sama dengan yang telah dilakukan pada inversi AI. Parameter input yang digunakan adalah perubahan impedansi maksimum 30 %, ukuran blok 2ms, jumlah iterasi 40 (Gambar 4.8.). 34 Universitas Indonesia

Near Stack Far Stack Gambar 4.7. Pemodelan awal inversi EI pada line yang melewati sumur 08-08 pada near stack dan far stack Near Stack Far Stack Gambar 4.8. Hasil pemodelan inversi EI pada line yang melewati sumur 08-08 pada near stack dan far stack 4.3. Inversi Rp dan Rs untuk Ekstraksi Parameter Fisika Reservoir Lambda- Rho ( λρ ) dan Mu-Rho ( µρ ) Tahapan yang dilakukan untuk mendapatkan parameter fisika reservoir Lambda-Rho dan Mu-Rho adalah sebagai berikut (Gambar 4.9.): 35 Universitas Indonesia

Dengan mengamati diagram alir di atas, terlihat bahwa kita telah mempunyai impedansi P (Ip) dari proses inversi AI. Oleh karena itu, pada tahap ini yang masih belum dimiliki untuk mengekstrak Lambda-Rho dan Mu-Rho adalah impedansi S (Is). Tahapan dalam melakukan inversi terhadap Rs (reflektivitas gelombang S) sama dengan inversi yang dilakukan terhadap Rp (reflektivitas gelombang P). DATA SEISMIK (pre stack) DATA SUMUR KOREKSI NMO EKSTRAKSI WAVELET ANGLE GATHER BANDPASS FILTER CDP STACK ANALISIS AVO Rp dan Rs PICKING HORISON SINTETIK PEMBUATAN MODEL AWAL LAMBDA- RHO INVERSI PEMBUATAN MODEL AWAL MU-RHO Gambar 4.9. Tahapan dalam ekstraksi parameter fisika reservoir Lambda-Rho dan Mu-Rho untuk analisis LMR 36 Universitas Indonesia

4.3.1. Pengikatan data seismik terhadap sumur (well-seismic tie) Sama seperti proses-proses lainnya, wavelet yang digunakan untuk proses inversi Rs berbeda dengan inversi Rp. Oleh karena itu, proses pencarian wavelet baru pun dilakukan yang memberikan koefisien korelasi paling besar. Koefisien korelasi terbaik untuk masing-masing lintasan seismik yang digunakan dalam proses inversi Rp dan Rs diringkas pada tabel dibawah ini. Koefisien korelasi terbaik untuk masingmasing lintasan seismik yang digunakan dalam proses inversi ditampilkan pada Tabel 4.4. Spektrum frekuensi dan amplitudo wavelet yang digunakan pada inline 21, diperlihatkan pada Gambar 4.10. Tabel 4.4. Nilai Koefisien korelasi dari wavelet terbaik yang digunakan pada masing-masing lintasan dalam inversi AI. Lintasan Koef. Korelasi Xline-41 0,4384 Inline-21 0,5643 Gambar 4.10. Wavelet yang digunakan dalam inversi AI pada lintasan seismik yang melewati Sumur 08-08. a). Dalam domain waktu, b). Dalam domain frekuensi 37 Universitas Indonesia

4.3.2. Picking horison Sama seperti dalam proses inversi Rp, juga telah dilakukan picking terhadap 4 horison, yang nantinya akan digunakan sebagai input dalam pembuatan model awal sebelum proses inversi Rs. Kelima horison yang digunakan tersebut sama dengan yang telah digunakan dalam inversi Rp. 4.3.3. Pembuatan model awal Rs Merupakan model awal yang digunakan untuk proses inversi berdasarkan constraint dari sumur sumur di lapangan Blackfoot, dengan input 4 buah horizon (Gambar 4.11). Gambar 4.11. Model awal Rs pada lintasan seismic yang melewati sumur 08-08 dan 04-16 4.3.4. Proses inversi Rs Metoda inversi dan parameter input yang digunakan sama dengan yang telah dilakukan pada inversi Rp (Gambar 4.12). 38 Universitas Indonesia

Gambar 4.12. Hasil inversi Rs pada lintasan seismic yang melewati sumur 08-08 dan 04-16 4.3.5. Ekstraksi Lambda-Rho ( λρ ) dan Mu-Rho ( µρ ) Ekstraksi parameter fisika reservoir Mu-Rho (Gambar 4.13.) dan Lambda- Rho (Gambar 4.14.) dilakukan dengan melakukan trace math terhadap impedansi gelombang P (Ip) dan Impedansi gelombang S (Is). Formulasi yang digunakan untuk mendapatkannya adalah: 2 2 Untuk Lambda-Rho : λρ = I I p 2 s 2 Untuk Mu-Rho : µρ = I s Gambar 4.13 Hasil Mu-Rho pada lintasan seismic yang melewati sumur 08-08 dan 04-16 39 Universitas Indonesia

Gambar 4.14. Hasil Lambda-Rho pada lintasan seismic yang melewati sumur 08-08 dan 04-16 40 Universitas Indonesia

BAB V ANALISA DATA Lapangan Blackfoot merupakan lapangan minyak dan gas, dengan lapisan yang merupakan target utama menghasilkan hydrocarbon adalah pada lapisan glauconitic channel sand. Kemenerusan dari lapisan glauconitic channel sand ini dapat ditemukan di sekitar sumur-sumur dari lapangan Blackfoot (Gambar 5.1.). Batupasir ini diendapkan di incised valley fill (channel fill) dengan lingkungan pengendapan estuarine. Pada glauconitic member tersebut terdapat unconformity sebagai batas sikuen yang diinterpretasikan terbentuknya saat terjadinya kenaikan air muka laut. Berdasarkan atas time structure map (Gambar 5.2.) terlihat bahwa hidrokarbon yang terperangkap merupakan perangkap stratigrafi bukan perangkap struktur yang tersusun oleh batupasir kuarsa dari incised valley/channel dari glauconitic member. Gambar 5.1. Korelasi stratigrafi pada sumur-sumur di lapangan Blackfoot yang menunjukkan kemenerusan glauconitic channel sand 41 Universitas Indonesia

Batuan yang berperan sebagai seal di lapangan Blackfoot umumnya merupakan batuan batupasir glauconitic yang porous pinch out terhadap batuan impermeable yang relative lebih updip. Gambar 5.2. Peta time structure pada lapisan glauconitic channel sand di lapangan Blackfoot Berdasarkan atas time slice pada 1050 ms (Gambar 5.3) dan memotong volume tepat diatas dari pada horizon glauconitic channel sand, menunjukkan adanya anomali sepanjang trend dari sumur-sumur di bagian barat lapangan Blackfoot. Tujuan dari melakukan flattening di time slice ini adalah untuk menghilangkan pengaruh dari wavelength structure dari data yang disebabkan oleh pengangkatan pada horst block saat berumur pertengahan Cretaceous. Kenampakan dari data time slice ini menunjukkan pola dari channel relative tidak unik, dimana pola bright amplitude tidak hanya terjadi di sepanjang channel tetapi juga terjadi di luar channel. Berdasarkan atas data dipmeter pada saat terbentuknya glauconitic channel sand ini menunjukkan arah pengendapan relative dari selatan-utara. 42 Universitas Indonesia

Sebelum melakukan analisa AI, EI dan Lambda-Mu-Rho lebih lanjut dalam membedakan kandungan fluida. Penulis melakukan analisa dari CDP Gather (near offset dan far offset) terhadap line seismic yang melewati sumur yang kering (04-16) dan yang telah berproduksi minyak (08-08).Hal ini dilakukan untuk mengetahui terlebih dahulu DHI (Direct Hydrocarbon Index). Bedasarkan dari data CDP gather, penulis membuat near offset dengan sudut antara 0-15 0 dan untuk sudut far offset adalah 15-30 0. Hasil dari perbandingan antara near offset dengan far offset menunjukkan bahwa pada sumur 08-08 yang mengandung hidrokarbon (minyak) akan memberikan anomali amplitude terhadap offset, dimana pada far stack akan memberikan respon high amplitude dan near stack akan memberikan respon low amplitude (Gambar 5.4). Sedangkan untuk sumur yang kering (04-16) menunjukkan pada near stack akan menunjukkan high amplitude sedangkan pada far stack akan menunjukkan respon low amplitude (Gambar 5.5). Gambar 5.3. Time slice pada 1050 ms, menunjukkan anomaly bright amplitude di sepanjang sumursumur berproduksi dan menunjukkan arah pengendapan dari selatan-utara. 43 Universitas Indonesia

Low Amplitude High Amplitude Gambar 5.4. Meununjukan adanya anomaly amplitude terhadap jarak (sumur 08-08), dimana pada near offset menunjukkan low amplitude sedangkan pada far offset menunjukkan high amplitude High Amplitude Low Amplitude Gambar 5.5. Meununjukan tidak adanya anomaly amplitude terhadap jarak (sumur 04-16), dimana pada near offset menunjukkan high amplitude sedangkan pada far offset menunjukkan low amplitude 5.1. Analisa AI dan EI Analisa terhadap beberapa parameter yang dihasilkan dalam proses inversi seismik, seperti Acoustic Impedance (AI) dan Elastic Impedance (EI), didasarkan pada hasil analisa parameter sejenis di lakukan pada sumur 08-08. Analisa pada data ini dimaksudkan untuk melihat dengan jelas, bagaimana karakteristik litologi (sand/shale) dan fluida pori (oil-gas, non hidrokarbon) pada interval kedalaman 44 Universitas Indonesia

reservoir yang telah diketahui secara pasti jenis litologi dan tipe fluida porinya dari hasil uji kandungan lapisan (UKL) yang telah dilakukan pada sumur 08-08. Berdasarkan atas krosplot antara P-Impedance dan S-Impedance terhadap Gamma Ray (Gambar 5.6.) dari data sumur 08-08, mampu dalam membedakan jenis litologi penyusunnya. Untuk glauconitic channel sand yang merupakan batuan reservoir utama di lapangan Blackfoot dapat dibedakan dengan jelas pada nilai S- Impedance yang relatif lebih rendah daripada non reservoir sands dan shale. Dimana untuk nilai S-Impedance dari glauconitic channel sand berkisar antara 16000-19000 ((ft/s)*(g/cc)), sedangkan untuk non reservoir sand dan shale ditunjukkan oleh nilai yang lebih besar. Sebaliknya untuk nilai P-Impedance tidak dapat dibedakan antara jenis litologinya, karena untuk reservoir sands, non reservoir sands dan shale menunjukkan nilai yang sama dengan kisaran 26000-37500 ((ft/s)*(g/cc)). Dalam penentuan jenis litlogi hasil krosplot dari P-Impedance dan S-Impedance ini didukung oleh nilai Gamma Ray, dengan nilai cut off untuk batupasir kurang dari 60 API dan untuk batupasir lebih besar dari 60 API. Shale OIL ZONE Reservoir Sands Reservoir Sands Gambar 5.6. Krosplot antara P-Impedance dan S-Impedance terhadap Gamma Ray, dimana untuk glauconitic channel sand, ditunjukkan dari nilai S-Impedance yang relative rendah. Untuk melihat hubungan antara nilai AI dan kandungan fluidanya, maka penulis melakukan krosplot antara P-Impedance dan porositas terhadap saturasi air (Gambar 45 Universitas Indonesia

5.7.) dan krosplot antara S-Impedance dan porositas terhadap saturasi air (Gambar 5.8.). Hasil yang didapat dari gambar 5.5. menunjukkan bahwa nilai P-Impedance yang relatif rendah (27000-29000 ((ft/s)*(g/cc))) akan memiliki porositas yang besar (21-29%) dan saturasi air yang relatif kecil (0.08-0.24%). Sedangkan hasil krosplot dari gambar 5.8. mengindikasikan bahwa pada glauconitic channel sand ditunjukkan oleh nilai S-Impedance yang relatif kecil (16000-19000 ((ft/s)*(g/cc))) dengan nilai porositas yang besar dan kandungan saturasi air yang sangat kecil. OIL ZONE Gambar 5.7. Krosplot antara P-Impedance dan porositas terhadap saturasi air, menunjukkan bahwa pada glauconitic chnnel sand akan memiliki nilai P-Impedance yang rendah dengan kandungan porositas yang tinggi dan saturasi air yang rendah OIL ZONE Gambar 5.8. Krosplot antara S-Impedance dan porositas terhadap saturasi air, menunjukkan bahwa pada glauconitic chnnel sand akan memiliki nilai S-Impedance yang rendah dengan kandungan porositas yang tinggi dan saturasi air yang rendah 46 Universitas Indonesia

Gambar 5.9. memperlihatkan kurva log EI pada near angle dan far angle di sumur 08-08. Dengan menggunakan transformasi untuk menghitung nilai EI near dan EI far angle, terlebih dahulu melakukan perubahan mathematik terhadap log density, P-wave dan S-wave menjadi fluid factor hingga menghasilkan log density FRM, P- wave FRM dan S-wave FRM, yang akan digunakan sebagai input dalam menghasilkan EI near dan EI far. Untuk EI near, sudut tetap (constant angle) yang diterapkan adalah 7.5 0, sedangkan sudut tetap untuk menghasilkan EI far adalah 22. 0 dengan nilai konstan K adalah ((Vs/Vp)^2 ). Pada batuan glauconitic channel sand yang berisi hidrokarbon akan dicirikan pada EI far akan memilik nilai relative lebih kecil (6000-8000 ((ft/s)*(g/cc)) dibandingkan oleh nilai EI near yang mempunyai kisaran (20000-32000 ((ft/s)*(g/cc)). Sedangkan untuk batuan non reservoir dan shale akan menunjukkan kurva EI far akan selalu lebih tinggi dibandingkan dengan kurva EI near. Hal ini dikarenakan pada batuan yang mengandung hidrokarbon akan semakin mengecilnya nilai EI pada sudut jauh (22.5 0 ) terhadap nilai EI pada sudut dekat (AI). Penurunan ini disebabkan oleh kehadiran fluida (hidrokarbon) pada zona ini yang diperkuat oleh hasil uji kandungan lapisan. Pada Gambar 5.10 diperlihatkan krosplot hubungan antara EI near (AI) dan EI far, dimana pada batuan reservoir glauconitic channel sand yang di representasikan oleh zona berwarna kuning berisi hidrokarbon dicirikan oleh penurunan nilai EI far terhadap EI near, sedangkan pada batuan non reservoir dan shale direpresentasikan dan ditujukan oleh nilai EI near yang lebih besar daripada EI far. 47 Universitas Indonesia

EI_Far is lower in the gas oil zone, but but higher at at rest of log. Gambar 5.9. Kurva log yang memperlihatkan bahwa zona dengan kehadiran hidrokarbon lebih diperlihatkan, dimana nilai EI-nya (EI far) lebih kecil dibandingkan AI (EI near). OIL ZONE Gambar 5.10. Krosplot yang memperlihatkan bahwa zona dengan kehadiran hidrokarbon lebih diperlihatkan, dimana nilai EI-nya (EI far) lebih kecil dibandingkan AI (EI near). 48 Universitas Indonesia

Secara umum, trend nilai EI hampir sama dengan AI kecuali nilainya yang berbeda. Karena lebarnya range warna yang merepresentasikan nilai AI dan EI, sangat sulit bagi kita untuk melihat bagian dalam dari lapisan tersebut. Oleh karena itu, dilakukan normalisasi terhadap nilai EI untuk menghilangkan efek sudut dari EI sehingga kita seolah-olah mempunyai EI (7.5 o ). Dari sini, kita dapat melakukan perbandingan secara langsung antara nilai AI dan EI pengurangan antara AI dengan EI (22.5 o ) normalisasi. Dengan hanya melihat penampang AI, glauconitic channel sand dicitrakan relatif heterogen. Akan tetapi, setelah dilakukan penggabungan antara AI dan EI dengan menghitung delta anomalinya, maka terlihat pada zona ini beberapa anomali yang tinggi yang diduga sebagai hidrokarbon pada sekitar glauconitic channel sand. Pada Sumur 08-08 (Gambar 5.11.) yang merupakan Sumur berproduksi minyak dicirikan dengan adanya anomaly pada EI far relative rendah (5000 sampai 7000 ft/s*gr/cc), ditampilkan dengan warna hijau tua sampai hijau muda. Sedangkan untuk EI near (AI) menunjukkan nilai yang besar (8300 sampai 9500 ft/s*gr/cc) dan diwakili oleh warna coklat hingga merah. Pada line seismic yang melewati Sumur kering (04-16) menampilkan nilai sebaliknya (Gambar 5.12.), dimana EI far mempunyai nilai yang besar (warna coklat hingga merah) dan EI near (AI) memiliki nilai yang kecil (warna hijau). Setelah didapatkan hasil EI antara near dan far, maka selanjutnya dibuat krosplot antara EI near dan EI far. Hasil yang didaptkan dari krosplot tersebut dapat dibedakan menjadi 2 zona, dimana zona kuning adalah zona dari glauconitic channel sand yang menghasilkan hidrokarbon sedangkan zona abu-abu adalah zona yang tidak menghasilkan hidrokarbon (kering) 49 Universitas Indonesia

a). EI-Near b). EI-Far Gambar 5.11. a). Mempunyai nilai EI yang relative besar dengan diwakili warna coklat-merah. b). Mempunyai nilai EI yang relative lebih kecil dan diwakili oleh warna hijau 50 Universitas Indonesia

a). EI-Near b). EI-Far Gambar 5.12. a). Mempunyai nilai EI yang relative kecil dengan diwakili warna hijau. b). Mempunyai nilai EI yang relative lebih besar dan diwakili oleh warna kuning-merah 51 Universitas Indonesia

a). b). Gambar 5.13. a) Pada Sumur 08-08, hasil analisis EI menunjukkan adanya hidrokarbon yang diwakili oleh warna kuning b). Pada Sumur 04-16, analisis EI menunjukkan tidak adanya hidrokarbon (kering) dan diwakili oleh warna abu-abu. 52 Universitas Indonesia

Peta penyebaran AI diperoleh dengan melakukan ekstraksi amplitude dengan windows 50 ms (Gambar 5.14). Peta penyebaran AI ini menunjukkan bahwa sebaran AI yang memiliki nilai AI yang lebih kecil (522 sampai 731 ft/s*gr/cc) berada pada bagian utara dan selatan, sedangkan penyebaran nilai AI yang besar (939 sampai 1357 ft/s*gr/cc) terkonsentrasi pada bagian tengah. Untuk peta penyebaran EI (Gambar 5.15.) menunjukkan bahwa nilai EI yang kecil (3300 sampai 3600 ft/s*gr/cc) berada pada bagian utara dan selatan, sedangkan pada bagian tengah mempunyai nilai EI yang besar (4000 sampai 4500 ft/s*gr/cc). Berdasarkan atas analisa AI dan EI pada lapangan Blackfoot menunjukkan bahwa Sumur-Sumur yang telah berproduksi hdrokarbon akan memiliki penyebaran nilai AI yang kecil dan nilai EI yang kecil pula. Sedangkan untuk Sumur-Sumur kering (dry) akan terkonsentrasi pada bagian tengah dengan penyebaran nilai AI yang besar dan penyebaran nilai EI yang besar. Gambar 5.14. Peta penyebaran AI di lapangan Blackfoot 53 Universitas Indonesia

Gambar 5.15. Peta penyebaran EI di lapangan Blackfoot 5.2. Analisa Lambda-Rho ( λρ ) dan Mu-Rho ( µρ ) Menurut Gray dan Andersen (2000), inkompresibilitas (Lambda) yang terkalibrasi dengan densitas (Rho) memiliki pengertian fisis sebagai indikasi kehadiran fluida pada reservoir, dimana nilainya menunjukkan tingkat daya tahan fluida terhadap perubahan volume ketika terjadi perubahan kompresi yang mengenai dirinya. Sedangkan rigiditas ( Mu ) atau shear modulus didefinisikan sebagai daya tahan batuan terhadap strain yang diakibatkan oleh perubahan ukuran dan bukan merupakan perubahan volume. Parameter Mu yang terkalibrasi dengan Rho dapat memberikan pendekatan dalam penentuan jenis lithologi pada suatu reservoar. 54 Universitas Indonesia

Tidak seperti halnya batuan dan fluida (selain gas) yang sulit dikompres, gas sangat mudah untuk dikompres. Oleh karena itu kehadiran gas pada batuan mengakibatkan terjadinya penurunan inkompressibilitas. Harga inkompresibilitas ( Lambda-Rho ) yang semakin mengecil memberikan informasi tentang keberadaan fluida yang cenderung berupa gas. Jika harga Mu-Rho relatif besar maka jenis lithologinya berupa batugamping/batupasir. Oleh karena itu, untuk kasus reservoir gas, kita akan menjumpai nilai Lambda-Rho yang kecil dan nilai Mu-Rho besar karena gas memiliki tekanan yang tinggi sehingga akan memerlukan reservoir yang memiliki tingkat rigiditas yang besar namun porous. Sebaliknya untuk kasus non reservoir, baik Lambda-Rho maupun Mu-Rho akan bernilai besar. Adapun untuk kasus reservoir terisi oleh minyak bumi, akan mempunyai nilai Lambda-Rho diantara kedua kondisi diatas. Gambar 5.16. memperlihatkan krosplot antara Lambda-Rho dan Porosity terhadap saturasi air di Sumur 08-08. Hasil dari krosplot tersebut dapat dibedakan menjadi 2 zona, dimana zona yang berasosiasi dengan glauconitic channel sand direpresentasikan dengan zona warna hijau, dimana nilai dari Lambda-Rho pada zona ini menunjukkan nilai yang kecil (27-31 GPa*g/cc) dengan porositas yang besar (<20%) dan saturasi air yang kecil juga (0.08-0.2%). Sedangkan untuk nilai Lambda-Rho (31-38 GPa*g/cc) yang besar berasosiasi dengan batuan non reservoir yang memiliki porositas kecil (20-29%) dan saturasi air yang besar (0.3-0.6%). 55 Universitas Indonesia

G Gambar 5.16. Krosplot antara Lambda-Rho dan Porosity terhadap Saturasi air pada sumur 08-08. Glauconitic channel sand yang merupakan zona interest hasil analisa AI dan EI, secara konsisten juga diperlihatkan pada krosplot ini. Gambar 5.17. menunjukkan penampang Mu-Rho dari lintasan seismik yang melewati Sumur 08-08. Berdasarkan diskripsi cutting, bahwa pada interval 1540 1570 m didominasi oleh batupasir dengan sisipan shale. Zona pada batupasir ini oleh penampang AI dicitrakan dengan nilai AI kecil, ternyata merupakan batupasir dengan nilai Mu-Rho 7450-8036 {ft/s*gr/cc} (warna ungu)). Sedangkan untuk zona pada shale ditunjukkan oleh penampang AI dengan nilai AI rendah, dan pada nilai Mu- Rho direpresentasikan oleh nilai yang tinggi dengan warna hijau muda hingga hijau muda (2200-3400 {ft/s*gr/cc}) Berdasarkan atas data seismic volume Mu-Rho, penulis melakukan prediksi sand body detection dengan menggunakan software Petrel. Hasil yang didapat dari sand body detection ini dapat teridentifikasi tubuh-tubuh batupasir dari glauconitic channel sand terdapat disekitar Sumur 08-08 (Gambar 5.18). 56 Universitas Indonesia

Gambar 5.17. Hasil nilai Mu-Rho pada Sumur 08-08, menunjukkan nilai yang tinggi mengindikasikan matriks batupasir Gambar 5.18. Analisis sand body detection berdasarkan atas data Mu-Rho, dapat teridentifikasi kemenerusan dari tubuh batubasir disekitar Sumur 08-08. 57 Universitas Indonesia

Gambar 5.19 menunjukkan volume seismic Lambda-Rho dari lintasan seismik yang melewati Sumur-sumur di lapangan Blackfoot. Hidrokarbon pada glauconitic channel sand ditunjukkan oleh nilai Lambda-Rho yang rendah, dengan nilai berkisar antara 6000 7790 {ft/s*gr/cc} (warna kuning kehijauan sampai merah). Sedangkan untuk glauconitic channel sand yang tidak mengandung hidrokarbon akan dicirikan oleh nilai Lambda-Rho yang cukup besar, yaitu 111208-11778 {ft/s*gr/cc} (warna magenta hingga biru). Gambar 5.19. Berdasarkana atas analisa volume seismic Lambda-Rho, menunjukkan bahwa sumursumur yang berada di lapangan Blackfoot berada pada nilai Lambda-Rho yang kecil, sedangkan sumur-sumur kering terdapat pada nilai Lambda-Rho yang besar. 58 Universitas Indonesia

Berdasarkan atas integrasi analisis AI, EI dan Lambda-Mu-Rho, penulis juga melakukan perbandingan dengan melakukan analisis penyebaran hidrokarbon di sekitar lapangan Blackfoot dengan menggunakan analisis AFI (Gambar 5.20). Penyebaran dari distribusi hidrokarbon dapat didentifikasi penyebaran hidrokarbon terjadi di sekitar sumur-sumur yang telah berproduksi baik di daerah utara maupun selatan dari lapangan Blackfoot (warna hijau), sedangkan daerah yang kering terintegrasi hanya disekitar sumur-sumur kering pada bagian tengah lapangan Blackfoot. Gambar 5.20. Distribusi hidrokarbon berdasarkan atas analisis AFI menunjukkan bahwa hidrokarbon terakumulasi di bagian utara dan selatan dari lapangan Blackfoot, sedangkan pada bagian tengah tidak terakumulasi hidrokarbon. 59 Universitas Indonesia