BAB II KERANGKA TEORITIS. mempunyai efek, dapat membawa hasil, berhasil guna. Efektivitas menunjukan

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang tinggi dalam proses belajar, tidak sekedar aktivitas fisik semata. Siswa

TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadi dalam diri seseorang dan interaksi dengan lingkungannya. Hal ini sesuai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan perkembangan yang dialami oleh seseorang menuju kearah

TINJAUAN PUSTAKA. kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi. Pengembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan. untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.

TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran matematika. Dengan pemahaman, siswa dapat lebih mengerti akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu kata efektif juga dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek yang biasanya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hamalik (2001, 37) belajar adalah memperoleh. pengetahuan melalui alat indra yang disampaikan dalam bentuk perangsang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar pada hakikatnya merupakan aktivitas yang utama dalam serangkaian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengatakan Learning is show by a behavior as a result of

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari kata efektif yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

II. KERANGKA TEORETIS. Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk berpikir

II. TINJAUAN PUSTAKA. dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan

Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN

PEMBELAJARAN AKUNTANSI MELALUI METODE KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE (TPS)

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi merupakan hal yang sangat penting bagi manusia. Komunikasi dapat

TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991: 250), efektivitas

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS) Model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) merupakan salah satu model

II. TINJAUAN PUSTAKA. juga mengalami sehingga akan menyebabkan proses perubahan tingkah laku pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang ada dalam pendidikan kita yaitu rendahnya mutu

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Sutikno

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran. Efektivitas itu sendiri menunjukan taraf tercapainya suatu tujuan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. yang tinggi dalam proses belajar, tidak sekedar aktivitas fisik semata. Siswa diberi

I. PENDAHULUAN. dianamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau. dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan

TINJAUAN PUSTAKA. Gagne dalam (Slameto, 2003: 13) menyatakan belajar sebagai Suatu proses

TINJAUAN PUSTAKA. TPS adalah suatu struktur yang dikembangkan pertama kali oleh Profesor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angkaangka,

BAB II LANDASAN TEORI. Kata komunikasi berasal dari bahasa latincommunicare, berarti. merupakan proses informasi ilmu dari guru kepada siswa.

PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN THINK PAIR AND SHARE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI SAWAH 2 CIPUTAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan latin Communis yang artinya membuat

BAB II KAJIAN TEORI. aktivitas untuk mencapai kemanfaatan secara optimal. yang bervariasi yang lebih banyak melibatkan peserta didik.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang

BAB II KAJIAN TEORI. emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap. baik secara fisik maupun secara mental aktif.

TINJAUAN PUSTAKA. mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar, diantaranya adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING STAD

BAB I PENDAHULUAN. otoritas tertinggi keilmuan (teacher centered). Pandangan semacam ini perlu

Edumatica Volume 04 Nomor 01, April 2014 ISSN:

I. PENDAHULUAN. oleh guru. Proses belajar mengajar akan berlangsung dengan baik apabila di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Huda (2014) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap

HASIL BELAJAR KIMIA SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN METODE THINK-PAIR-SHARE DAN METODE EKSPOSITORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

mengembangkan berbagai macam tingkat dan jenis sekolah.

II. TINJAUAN PUSTAKA. lemah menjadi kuat, dari tidak bisa menjadi bisa. Seperti diakatakan oleh Slameto

II. KERANGKA TEORITIS. kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Sutikno (2005: 29) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN METODE THINK PAIR SHARE PADA MATERI TURUNAN

PENGGUNAAN COOPERATIVE LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. dari ilmu yang lain, dengan kata lain matematika tumbuh dan berkembang

BAB I PENDAHULUAN. rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya (Trianto, 2011). Hakekat IPA

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang bermartabat dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara spesifik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran dapat dimaknai sebagai landasan dasar untuk membentuk. atau mendisain program pembelajaran didalam kelas.

BAB I PENDAHULUAN. agar memiliki kemampuan berfikir kritis, kreatif, dan sikap terbuka. melahirkan generasi-generasi bangsa yang berintelektual.

I. PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan zaman di era globalisasi menuntut setiap negara untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2007:17) menjelaskan bahwa belajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat membawa hasil atau berdaya guna. Efektif juga dapat diartikan dengan

I. PENDAHULUAN. Terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas dapat dilakukan melalui

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu,

KAJIAN PUSTAKA. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. siswa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar meruapakan suatu perubahan di dalam diri seseorang dari tudak

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai arti penting dalam kehidupan. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan media yang sangat berperan untuk menciptakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Jurnal Penelitian Tindakan dan Pendidikan 3(2)

FAKULTAS EKONOMI UNNES

II. KAJIAN PUSTAKA. menyampaikan sesuatu seperti menjelaskan konsep dan prinsip kepada siswa.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan pelajaran yang terdiri dari berbagai konsep yang tersusun

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ajaran_matematika/kegiatanbelajar1) menyatakan bahwa Matematika itu bukan

I. PENDAHULUAN. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1

REVITALISASI COOPERATIVE LEARNING MODEL THINK PAIR SHARE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA. Oleh: N U R D I N

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori yang menjadi acuan dalam penelitian ini akan diuraikan pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat menuju kearah yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Slameto

BAB I PENDAHULUAN. kurang menyenangkan, duduk berjam-jam mendengarkan guru menyampaikan

II. TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

8 BAB II KERANGKA TEORITIS A. Tinjauan Pustaka 1. Efektivitas Pembelajaran Dalam kamus bahasa Indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai efek, dapat membawa hasil, berhasil guna. Efektivitas menunjukan taraf tercapainya suatu tujuan. Suatu usaha dikatakan efektif jika usaha itu mencapai tujuannya. Sambas (2009: 26) menyatakan sebagai berikut: "Efektivitas berarti kemampuan sebuah lembaga dalam melaksanakan program pembelajaran yang telah direncanakan serta kemampuan untuk mencapai hasil dan tujuan yang telah ditetapkan. Proses pelaksanaan program dalam upaya mencapai tujuan tersebut didesain dalam suasana yang kondusif dan menarik bagi peserta didik. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan yang tepat atau mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas juga berhubungan dengan masalah bagaimana pencapaian tujuan atau hasil yang diperoleh, kegunaan atau manfaat dari hasil yang diperoleh. Sutikno (2 005: 14) menyatakan sebagai berikut: Pembelajaran efektif merupakan suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan.

9 Nasution (2002: 27) mengungkapkan bahwa: belajar yang efektif hasilnya merupakan pemahaman, pengertian, pengetahuan, atau wawasan. Lebih lanjut Kapel dan Ellington (dalam Sudrajat 2009) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah pencapaian hasil belajar yang diharapkan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tercapainya tujuan pembelajaran yang diwujudkan oleh hasil belajar yang merupakan hal utama dalam menilai efektivitas pembelajaran. Tujuan dalam pembelajaran matematika adalah tujuan kognitif, afektif dan psikomotor. Namun tujuan kognitif mempunyai persentase yang paling besar dibandingkan persentase tujuan afektif dan tujuan psikomotor dalam menilai efektivitas pembelajaran. Tujuan kognitif ini berupa kemampuan siswa dalam menguasai konsep matematika yang dapat dilihat dari nilai hasil tes yang diberikan. Lebih lanjut, Hamalik (2001: 171) menyatakan bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas seluas-luasnya kepada siswa untuk belajar. Penyediaan kesempatan belajar sendiri dan beraktivitas seluas-luasnya diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami konsep yang sedang dipelajari. Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran adalah ukuran keberhasilan dari suatu proses interaksi antar siswa maupun antara siswa dengan guru dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan pembelajaran.

10 2. Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS Pembelajaran kooperatif akan membantu siswa dalam membangun sikap positif terhadap pelajaran matematika. Para siswa secara individu membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan masalah matematika, sehingga akan mengurangi bahkan menghilangkan rasa cemas terhadap matematika yang banyak dialami siswa. Suherman (2003 : 52) menyatakan bahwa Pembelajaran kooperatif dalam matematika akan dapat membantu siswa meningkatkan sikap positif dalam matematika. Para siswa secara individu membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah matematika, sehingga akan mengurangi atau bahkan menghilangkan rasa cemas terhadap matematika (math anxiety) yang banyak dialami para siswa. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keberagaman, dan pengembangan sosial. Berdasarkan hasil penelitian Slavin (dalam Muslimin, 2003: 16), menunjukkan bahwa teknik-teknik pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan dengan pengalaman-pengalaman belajar individual atau kompetitif. Dari hasil penelitian Lundgren (dalam Muslimin, 2003: 17), menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang amat positif untuk siswa yang rendah hasil belajarnya.

11 Menurut Sutawijaya (dalam Suhito, 2003: 16), pembelajaran kooperatif adalah salah satu alternatif yang perlu digalakkan dalam konstruktivisme, dengan pertimbangan sebagai berikut. a. siswa yang sedang menyelesaikan masalah bersama-sama dengan teman sekelas, akan dapat menumbuhkan refleksi yang membutuhkan kesadaran tentang apa yang sedang dipikirkan dan dikerjakan, b. menjelaskan kepada temannya biasanya mengarah kepada suatu pemahaman yang lebih jelas dan sering menemukan ketidakkonsistenan pada pikirannya sendiri. c. ketika suatu kelompok kecil menerangkan solusinya ke seluruh kelas (tidak peduli apakah solusi itu cocok atau tidak) kelompok memperoleh kesempatan berharga untuk mempelajari hasil yang diperoleh. d. mengetahui bahwa ada teman sekelompok belum bisa menjawab, akan meningkatkan gairah setiap anggota kelompok untuk mencoba menemukan jawabannya. e. keberhasilan suatu kelompok menemukan suatu jawaban, akan menumbuhkan motivasi untuk menghadapi masalah baru. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang sesuai untuk diterapkan pada pelajaran matematika, dimana kegiatan belajar matematika lebih diarahkan pada kegiatan yang mendorong siswa aktif menemukan sendiri konsep keterampilan proses. TPS merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Frank Lyman, dkk dari Universitas Maryland pada tahun 1985. TPS memberikan

12 siswa waktu untuk berpikir dan merespon serta saling bantu satu sama lain. Sebagai contoh, seorang guru baru saja menyelesaikan suatu sajian pendek atau para siswa telah selesai membaca suatu tugas. Selanjutnya guru meminta kepada para siswa untuk menyadari secara serius mengenai apa yang telah dijelaskan oleh guru atau apa yang telah dibaca. Trianto (2007: 61) menyatakan bahwa TPS merupakan cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. TPS dapat memberi waktu lebih banyak berpikir, untuk merespon dan saling membantu. Menurut Nurhadi (2004: 23), TPS merupakan struktur pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa agar tercipta suatu pembelajaran kooperatif yang dapat meningkatkan penguasaan akademik dan keterampilan siswa. Lebih lanjut (Lie, 2002: 56) mengungkapkan bahwa TPS memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan lain dari pembelajaran ini adalah optimalisasi partisipasi siswa. Dengan metode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, tapi pembelajaran ini memberi kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain. TPS merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa. Waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Model pembelajaran

13 tipe ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat, serta mendorong siswa untuk meningkatkan kerjasama antar siswa. Dengan pembelajaran kooperatif tipe TPS kemampuan siswa baik secara individu maupun kelompok dapat berkembang. Trianto (2007: 61) menyatakan bahwa langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah sebagai berikut. a. Langkah 1 Berpikir (Thinking): Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang terkait dengan pelajaran dan siswa diberi waktu untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri. b. Langkah 2 Berpasangan (Pairing) : Guru meminta para siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan mengenai apa yang telah dipikirkan. Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan jawaban bersama jika suatu pertanyaan telah diajukan atau penyampaian ide bersama jika suatu isu khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru mengizinkan tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan. c. Langkah 3 Berbagi (Sharing) : Pada langkah akhir ini guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerjasama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka bicarakan. Pada langkah ini akan menjadi efektif jika guru berkeliling kelas dari pasangan satu ke pasangan yang lain, sehingga seperempat atau separo dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk melapor. Kagan (dalam Maesuri, 2002) menyatakan manfaat TPS sebagai berikut.

14 a. Siswa menggunakan waktu yang lebih banyak untuk mengerjakan tugasnya dan untuk mendengarkan satu sama lain, ketika mereka terlibat dalam kegiatan TPS lebih banyak siswa yang mengangkat tangan mereka untuk menjawab setelah berlatih dalam pasangannya. Para siswa mungkin mengingat secara lebih seiring penambahan waktu tunggu dan kualitas jawaban mungkin menjadi lebih baik. b. Guru juga mungkin mempunyai waktu yang lebih banyak untuk berpikir ketika menggunakan TPS. Mereka dapat berkonsentrasi mendengarkan jawaban siswa, mengamati reaksi siswa, dan mengajukan pertanyaan tingkat tinggi. Berdasarkan teori yang ada, maka salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman siswa adalah model pembelajaran kooperatif, dalam hal ini adalah pembelajaran kooperatif tipe TPS. 3. Pembelajaran Konvensional Pendekatan pembelajaran konvensional atau konservatif saat ini adalah pendekatan pembelajaran yang paling disukai oleh para guru. Sebagaimana dikatakan oleh Wallace (dalam Sunartombs : 2009) tentang pendekatan konservatif, pendekatan konvensional memandang bahwa proses pembelajaran yang dilakukan sebagai mana umumnya guru mengajarkan materi kepada siswanya. Guru mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa, sedangkan siswa lebih banyak sebagai penerima. Institute of Computer Technology (dalam Sunartombs: 2009) menyebutnya dengan istilah pengajaran tradisional. Dijelaskan bahwa pengajaran tradisional

15 yang berpusat pada guru adalah perilaku pengajaran yang paling umum yang diterapkan di sekolah-sekolah di seluruh dunia. Pengajaran model ini dipandang efektif, terutama untuk berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain, menyampaikan informasi dengan cepat, membangkitkan minat akan informasi, mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan. Namun demikian pendekatan pembelajaran tersebut mempunyai beberapa kelemahan yaitu tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan dan hanya memperhatikan penjelasan guru, sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari, pendekatan tersebut cenderung tidak memerlukan pemikiran yang kritis, dan mengasumsikan bahwa cara belajar siswa itu sama dan tidak bersifat pribadi. Metode mengajar yang lebih banyak digunakan guru dalam pembelajaran konvensional adalah metode ekspositori. Metode ekspositori ini sama dengan cara mengajar yang biasa (tradisional) dipakai pada pengajaran matematika. Kegiatan selanjutnya guru memberikan contoh soal dan penyelesaiannya, kemudian memberi soal-soal latihan, dan siswa disuruh mengerjakannya. Jadi kegiatan guru yang utama adalah menerangkan dan siswa mendengarkan atau mencatat apa yang disampaikan guru. Salah satu ciri kelas dengan pembelajaran secara biasa yaitu para siswa tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu. Menurut Hannafin (dalam Juliantara, 2009) sumber belajar dalam pendekatan pembelajaran konvensional lebih banyak berupa informasi verbal yang diperoleh

16 dari buku dan penjelasan guru atau ahli. Sumber-sumber inilah yang sangat mempengaruhi proses belajar siswa. Oleh karena itu, sumber belajar (informasi) harus tersusun secara sistematis mengikuti urutan dari komponen-komponen yang kecil ke keseluruhan dan biasanya bersifat deduktif. Oleh sebab itu, apa yang terjadi selama pembelajaran jauh dari upaya-upaya untuk terjadinya pemahaman. Siswa dituntut untuk menunjukkan kemampuan menghafal dan menguasai potongan-potongan informasi sebagai prasyarat untuk mempelajari keterampilanketerampilan yang lebih kompleks. Artinya bahwa siswa yang telah mempelajari pengetahuan dasar tertentu, maka siswa diharapakan akan dapat menggabungkan sub-sub pengetahuan tersebut untuk menampilkan prilaku (hasil) belajar yang lebih kompleks. 4. Pemahaman Konsep Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, paham berarti mengerti dengan tepat, sedangkan konsep berarti ide atau pengertian yang diabstrakan dari peristiwa konkret. Menurut Gagne (2011), konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan kita mengelompokkan objek ke dalam contoh dan bukan contoh. Sedangkan dalam matematika, konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk menggolongkan suatu objek atau kejadian. Jadi pemahaman konsep adalah pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak. Nasution (2006 : 26) mengatakan bahwa konsep sangat penting bagi manusia, karena digunakan dalam komunikasi dengan orang lain, dalam berpikir, dalam belajar, membaca, dan lain-lain. Tanpa konsep, belajar akan sangat terhambat.

17 Kemampuan pemahaman konsep matematika adalah salah satu tujuan penting dalam pembelajaran, memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu. Dengan pemahaman siswa dapat lebih mengerti akan konsep materi pelajaran itu sendiri. Pemahaman matematika juga merupakan salah satu tujuan dari setiap materi yang disampaikan oleh guru, sebab guru merupakan pembimbing siswa untuk mencapai konsep yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan Hudoyo (dalam Herdian, 2010: 5) yang menyatakan tujuan mengajar adalah agar pengetahuan yang disampaikan dapat dipahami peserta didik. Pemahaman konsep siswa dapat dilihat dengan tercapainya indikator dari pemahaman konsep. Menurut (dalam Noer 2010: 11) Indikator dari pemahaman konsep adalah: 1. menyatakan ulang suatu konsep 2. mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu 3. memberi contoh dan noncontoh dari konsep 4. menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika 5. mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep 6. menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu 7. mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah. Pemahaman konsep berpengaruh terhadap tercapainya hasil belajaryang tinggi. Jika siswa dapat mengerjakan soal atau menyelesaikan masalah matematika yang banyak, maka tes siswa tersebut akan tinggi, sehingga kemampuan siswa dalam memahami konsep tinggi. Hal ini akan membuat hasil belajar siswa tinggi. Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar atau kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Hasil

18 belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru. Hal ini sesuai dengan Dimyati (2006: 3) yang mengungkapkan: hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan puncak dari suatu proses belajar yang merupakan salah satu indikator untuk menentukan paham atau tidaknya konsep yang telah diajarkan kepada siswa selama kegiatan pembelajaran. Dalam penelitian ini, hasil belajar di peroleh siswa berdasarkan hasil tes. B. KERANGKA PIKIR Model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah suatu model pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Prosedur yang digunakan dalam metode kooperatif tipe TPS ini dapat memberi siswa lebih banyak waktu untuk berpikir, untuk merespon, untuk membantu, dan guru melengkapi penyajian singkat atau fasilitator saat situasi menjadi tanda tanya. Model pembelajaran ini diawali dengan siswa diberi suatu permasalahan atau pertanyaan oleh guru terkait dengan materi yang akan dipelajari. Kemudian siswa berdiskusi dengan pasangan yang telah ditentukan. dengan pasangannya. Masing masing pasangan kelompok bertanggung jawab Apabila ada anggota pasangannya yang belum paham, maka pasangan yang satunya membantu pasangannya hingga paham. Jika ditemukan ada pasangan yang kurang paham, maka tugas guru menfasilitasi pasangan tersebut hingga paham.

19 Tahapan berikutnya adalah berbagi dengan pasangan yang lain. Setelah masingmasing pasangan berdiskusi dengan pasangannya, guru meminta salah satu siswa perwakilan dari pasangannya untuk mengungkapkan hasil diskusi dengan pasangan kelompoknya. Pasangan kelompok yang lain mendengarkan dan menanggapi jika ada hal yang masih belum sesuai. Tiga tahap kegiatan tersebut masing-masing memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir sendiri, bekerja sama dengan pasangannya untuk memecahkan suatu permasalahan, dan melatih siswa berkomunikasi terutama pada saat berbagi informasi, bertanya, mengungkapkan pendapat di depan kelas. Model pembelajaran kooperatif tipetps melibatkan siswa secara aktif, misalnya mendiskusikan jawaban dengan pasangannya, memperhatikan penjelasan pasangannya, mengemukakan jawaban yang telah dipikirkan dan didiskusikan dengan pasangannya itu kepada seluruh kelas, dan memperhatikan teman yang sedang mengemukakan jawabannya kepada seluruh kelas sehingga proses pembelajaran menjadi lebih efektif. Dengan berpikir secara mandiri, berdiskusi dengan pasangan kemudian mengungkapkan hasil diskusi ke pasangan yang lain dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS siswa akan lebih mudah memahami konsep. Dengan demikian pemahaman konsep siswa akan meningkat, sehingga hasil belajar siswa pun juga meningkat. Peningkatan pemahaman konsep siswa pun juga meningkat dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Pembelajaran ini menggunakan metode ekspositori. Dimana guru yang mendominasi pembelajaran, siswa dianggap belum atau tidak

20 tahu dengan materi yang diajarkan. Guru menjelaskan semua ilmu pengetahuan kepada siswa, sedangkan siswa mendengarkan, memperhatikan, dan mencatat materi yang disampaikan oleh guru. Kegitan guru setelah menyampaikan materi adalah memberi contoh dan menyelesaikannya kemudian memberikan soal-soal latihan dan siswa meminta siswa menjawab atau mengerjakan soal tersebut. Dengan siswa mendengar, mencatat, dan memperhatikan guru mengajar, siswa akan mampu memahami konsep matematika yang telah dijelaskan sehingga pemahaman konsep matematika siswa tersebut meningkat. Tetapi jika dibandingkan dengan pembelajaran kooperstif tipe TPS, tingkat pemamahan konsep pembelajaran konvensional lebih lambat. Hal ini disebabkan pembelajaran kooperatif tipe TPS mempunyai kesempatan yang besar kepada siswa untuk bertanya kepada guru atau siswa yang lain, berdiskusi dengan pasangannya, dan berbagi dengan kelompok yang lain. C. Hipotesis Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Rata-rata pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik daripada rata-rata pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. 2. Rata-rata peningkatan pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik daripada rata-rata peningkatan pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.