BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton

Sifat Kimiawi Beton Semen Portland (PC) Air Agregat bahan tambah peristiwa kimia PC dengan air hidrasi pasta semen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kinerja Kuat Tekan Beton dengan Accelerator Alami Larutan Tebu 0.3% Lampiran 1 Foto Selama Penelitian

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang bahan utamanya terdiri dari campuran antara semen, agregat halus,

BAB III LANDASAN TEORI. Belanda. Kata concrete dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin concretus

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA. direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. sejenisnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya. 2. Kegunaan dan Keuntungan Paving Block

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. sekumpulan interaksi mekanis dan kimiawi dari material pembentuknya.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istimewa Yogyakarta. Alirannya melintasi Kabupaten Sleman dan Kabupaten

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. Beton merupakan bahan dari campuran antara Portland cement, agregat. Secara proporsi komposisi unsur pembentuk beton adalah:

BAB III LANDASAN TEORI

PENGUJIAN KUAT TEKAN BETON YANG DIPENGARUHI OLEH LINGKUNGAN ASAM SULFAT

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

TEKNOLOGI BETON JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. tidak terlalu diperhatikan di kalangan masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sangat dingin. Disebut demikian karena struktur partikel-partikel

BAB I PENDAHULUAN. faktor efektifitas dan tingkat efisiensinya. Secara umum bahan pengisi (filler)

PENGARUH PENGGUNAAN ZEOLIT DAN SIKAMENT-520 TERHADAP KUAT TEKAN BETON MENGGUNAKAN PORTLAND POZZOLAND CEMENT (PPC)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI A.

BAB I PENDAHULUAN. dibidang konstruksi. Dalam bidang konstruksi, material konstruksi yang paling disukai dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas bahan, cara pengerjaan dan cara perawatannya.

PENGARUH PENAMBAHAN SILICA FUME TERHADAP PENGURANGAN SUSUT BETON. Abstrak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL PEMBAHASAN

KAJIAN OPTIMASI KUAT TEKAN BETON DENGAN SIMULASI GRADASI UKURAN BUTIR AGREGAT KASAR. Oleh : Garnasih Tunjung Arum

BAB III LANDASAN TEORI. (admixture). Penggunaan beton sebagai bahan bangunan sering dijumpai pada. diproduksi dan memiliki kuat tekan yang baik.

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Umum

PERBANDINGAN PEMAKAIAN AIR KAPUR DAN AIR TAWAR SERTA PENGARUH PERENDAMAN AIR GARAM DAN AIR SULFAT TERHADAP DURABILITAS HIGH VOLUME FLY ASH CONCRETE

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. didukung oleh hasil pengujian laboratorium.

hendak dicapai, maka diskusi antara insinyur perencana dan pemborong pekerjaan

BAB III LANDASAN TEORI

PENGGUNAAN PASIR SILIKA DAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT BETON The Use of Sea and Silica Sand for Concrete Aggregate

Scanned by CamScanner

BAB I PENDAHULUAN. portland atau semen hidrolik yang lain, dan air, kadang-kadang dengan bahan tambahan

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PASIR DARI BEBERAPA DAERAH TERHADAP KUAT TEKAN BETON. Abstrak

BAB III LANDASAN TEORI. beton dengan penggunaan kadar fly ash yang cukup tinggi yakni di atas 50%

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. tambahan yang membentuk massa padat. Beton Normal adalah beton yang

PENGARUH PERBEDAAN KARAKTERISTIK TYPE SEMEN ORDINARY PORTLAND CEMENT (OPC) dan PORTLAND COMPOSITE CEMENT (PCC) TERHADAP KUAT TEKAN MORTAR

proporsi perbandingan tertentu dengan ataupun tanpa bahan tambah yang

PENGARUH PERSENTASE BAHAN RETARDER TERHADAP BIAYA DAN WAKTU PENGERASAN CAMPURAN BETON

PENGGUNAAN AKSELERATOR PADA BETON YANG MENGGUNAKAN PEREKAT BERUPA CAMPURAN SEMEN PORTLAND TIPE I DAN ABU TERBANG

BAB II LANDASAN TEORI

PERBANDINGAN KINERJA BETON YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND POZZOLAN DENGAN YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND TIPE I

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. membentuk masa padat. Jenis beton yang dihasilkan dalam perencanaan ini adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Pengaruh Penambahan Abu Terbang (Fly Ash) Terhadap Kuat Tekan Mortar Semen Tipe PCC Serta Analisis Air Laut Yang Digunakan Untuk Perendaman

PENGARUH SEMEN TERHADAP MUTU BETON

Jurnal Teknik Sipil No. 1 Vol. 1, Agustus 2014

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu hasil

PENGGUNAAN PASIR DAN KERIKIL LOKAL DI KABUPTEN SUMENEP SEBAGAI BAHAN MATERIAL BETON DI TINJAU DARI MUTU KUAT BETON

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 3 METODOLOGI. yang dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai. Mulai. Tinjauan Pustaka. Pengujian Bahan/Semen

BAB III LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibuat dari campuran semen portland atau bahan perekat hidrolis sejenisnya,

BAB III DASAR TEORI Semen. Semen adalah suatu bahan pengikat yang bereaksi ketika bercampur

PENGARUH SULFAT TERHADAP KUAT TEKAN BETON DENGAN VARIASI BUBUK KACA SUBSTITUSI SEBAGIAN SEMEN DENGAN w/c 0,60 DAN 0,65

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Penggunaan Kaca Dalam Bidang Konstruksi. yang sangat dingin. Disebut demikian karena struktur partikel-partikel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

a. Jenis I merupakan semen portland untuk penggunaan umum yang memerlukan persyaratan persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis

REAKTIVITAS BERBAGAI MACAM POZZOLAN DITINJAU DARI SEGI KEKUATAN MEKANIK

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen Portland. dan air dengan perbandingan 1 semen : 7 pasir.

BAB III LANDASAN TEORI

bersifat sebagai perekat/pengikat dalam proses pengerasan. Dengan demikian

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENAMBAHAN ABU SEKAM PADA BETON DALAM MENGANTISIPASI KERUSAKAN AKIBAT MAGNESIUM SULFAT PADA AIR LAUT. Dharma Putra 1

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. A. Kajian Pustaka

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

> NORMAL CONCRETE MIX DESIGN <

Pengaruh Sifat Kimia Terhadap Unjuk Kerja Mortar

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Beton Beton merupakan material gabungan yang terdiri dari beberapa bahan penyusun yang dicampur menjadi satu. Bahan penyusun tersebut terdiri atas semen, agregat kasar, agregat halus, air, dan terkadang digunakan bahan tambahan (additive atau admixture). Pada umumnya beton terdiri dari rongga udara sekitar 1% - 2%, pasta semen sekitar 25% - 40%, dan agregat sekitar 60% - 75%. Untuk mendapat kekuatan yang baik, sifat dan karakteristik dari masing-masing bahan penyusun tersebut perlu dipelajari. Selain itu proporsi campuran, cara pelaksanaan dan perawatan beton perlu mendapat perhatian dengan baik. 2.2 Bahan Penyusun Beton Pada umumnya beton terdiri atas tiga bahan penyusun yaitu semen, agregat, dan air. Agregat terdiri dari agregat kasar dan agregat halus. Masingmasing material tersebut tentu memiliki ketentuan untuk dapat dikatakan layak digunakan untuk campuran beton. Berikut adalah penjelasan dari ketiga bahan penyusun tersebut. 2.2.1 Semen Semen merupakan bahan campuran yang secara kimiawi aktif setelah berhubungan dengan air. Agregat tidak berperan peranan penting dalam reaksi kimia tersebut, tetapi berfungsi sebagai bahan pengisi mineral yang dapat mencegah perubahan-perubahan volume beton setelah pengadukan selesai dan memperbaiki keawetan beton yang dihasilkan (Mulyono, 2004). Semen terdiri dari 2 macam yaitu semen non-hidraulis dan semen hidraulis. Semen nonhidraulis adalah semen yang dapat mengeras tetapi tidak stabil dalam air. Semen hidraulis adalah semen yang akan mengeras bila bereaksi dengan air, tahan 5

terhadap air, dan stabil didalam air setelah mengeras. Semen hidraulis yang biasa digunakan dalam konstruksi adalah semen Portland. Semen Portland dibedakan menjadi 4 tipe yaitu : 1. Tipe I adalah semen Portland untuk tujuan umum. Jenis ini paling banyak diproduksi karena digunakan hampir semua jenis konstruksi. 2. Tipe II adalah semen Portland modifikasi yang sifatnya setengah dari tipe IV dan setengah dari tipe V (moderat). Belakangan lebih banyak diproduksi sebagai pengganti tipe IV. 3. Tipe III adalah semen Portland dengan kekuatan awal yang tinggi. Kekuatan 28 hari umumnya dapat dicapai dalam 1 minggu. Semen jenis ini digunakan ketika acuan harus dibongkar secepat mungkin atau struktur harus dapat cepat dipakai. 4. Tipe IV adalah semen Portland dengan panas hidrasi rendah, yang dipakai pada kondisi dimana kecepatan dan jumlah panas yang timbul harus minimum. Contohnya pada bangunan massif seperti bendungan gravitasi yang besar. 5. Tipe V adalah semen Portland tahan sulfat yang dipakai untuk menghadapi aksi sulfat yang ganas. Umumnya dipakai di daerah dimana tanah atau airnya memiliki kandungan sulfat yang tinggi. (Nugraha dan Antoni, 2007) Dari tipe-tipe semen diatas, semen yang paling umum digunakan adalah semen Portland tipe I karena semen tipe ini tidak memerlukan persyaratan-persyaratan khusus dalam pengerjaannya. Sifat dan karakteristik masing-masing semen Portland dibedakan menjadi 4, yaitu : 1. Trikalsium Silikat (3CaO.SiO 2 ) yang disingkat menjadi C 3 S. 2. Dikalsium Silikat (2CaO.SiO 2 ) yang disingkat menjadi C 2 S. 3. Trikalsium Aluminat (3CaO.Al 2 O 3 ) yang disingkat menjadi C 3 A. 4. Tetrakalsium Aluminoferrit (4CaO. Al 2 O 3. Fe 2 O 3 ) yang disingkat menjadi C 4 AF. 6

Senyawa-senyawa tersebut memiliki sifat yang berbeda-beda. C 3 S dan C 2 S merupakan senyawa yang memiliki sifat sebagai perekat. C 3 A merupakan senyawa yang memiliki sifat reaktif dimana memiliki kecepatan hidrasi yang paling tinggi dibandingkan dengan senyawa lainnya. C 4 AF memiliki sifat sebegai katalisator. Senyawa tersebut akan menjadi bentuk kristal yang saling mengikat. Komposisi dari C 3 S dan C 2 S adalah sebesar 70% - 80% dari berat semen dan yang paling dominan memberikan sifat semen (Mulyono, 2004). Apabila senyawa C 3 S bereaksi dengan air akan menghasilkan panas. Panas tersebut akan memperngaruhi kecepatan pengerasan beton sebelum umur 14 hari. Senyawa C 2 S lebih lambat bereaksi dengan air dan hanya berpengaruh terhadap semen setelah umur 7 hari. C 2 S memberikan ketahanan terhadap serangan kimia dan mempengaruhi susut terhadap pengaruh panas akibat lingkungan. Jika kandungan C 3 S lebih banyak maka akan terbentuk semen dengan kekuatan tekan awal lebih tinggi dan panas hidrasi yang tinggi, sebaliknya jika kandungan C 2 S lebih banyak maka akan terbentuk semen dengan kekuatan tekan awal lebih rendah dan ketahanan terhadap serangan kimia yang tinggi. Apabila kalsium silikat (C 3 S maupun C 2 S) bereaksi dengan air maka akan menghasilkan gel kalsium silikat hidrat atau sering disingkat menjadi gel C-S-H dan kalsium hidroksida. Kalsium hidroksida yang dihasilkan memiliki sifat basa (ph = 12,5) yang menyebabkan semen sensitif terhadap asam dan akan bersifat mencegah terjadi korosi pada besi baja (Nugraha dan Antoni, 2007). 2C 3 S + 6H C 3 S 2 H 3 + 3CH (trikalsium silikat) (air ) (kalsium silikat hidrat) (kalsium hidroksida) 2C 2 S + 4 H C 3 S 2 H 2 + CH (dikalsium silikat) (air ) (kalsium silikat hidrat) (kalsium hidroksida) Dengan C = CaO ; S = SO 3 ; H = H 2 O ; CH = Ca(OH) 2 7

Pada senyawa C 3 A proses hidrasi berlangsung sangat cepat dan disertai dengan pengeluaran panas yang banyak. C 3 A memberikan kekuatan awal yang sangat cepat pada umur beton 24 jam pertama. Hal tersebut terjadi karena C 3 A yang bereaksi dengan air akan menghasilkan Kristal kalsium aluminat hidrat yang menyebabkan pengerasan pada pasta semen. Proses ini disebut dengan quick set sehingga perlu ditambahkan gypsum yang akan berfungsi untuk memperkecil reaktivitas dari C 3 A. Pada proses ini C 3 A akan bereaksi dengan gypsum terlebih dahulu dan menghasilkan kalsium sulfoaluminat. Kristal yang terbentuk berupa jarum dan disebut ettringite. Etrtingite berfungsi untuk memblokir air dari permukaan C 3 A sehingga menunda hidrasi. Setelah gypsum bereaksi seluruhnya, kemudian akan terbentuk kalsium aluminat hidrat. C 3 A bereaksi dengan air yang jumlahnya sekitar 40% dari beratnya. Karena persentasenya dalam semen sangat kecil (10%), maka pengaruhnya pada jumlah air untuk reaksi menjadi kecil. Senyawa ini sangat berpengaruh pada nilai panas hidrasi tinggi, baik pada saat awal maupun pada saat pengerasan berikutnya yang sangat panjang. Semen yang mengandung C 3 A lebih dari 10% tidak tahan terhadap serangan sulfat. Apabila kandungan C 3 A pada semen tinggi, kemudian bersentuhan dengan sulfat yang terdapat pada air maupun tanah maka akan mengeluarkan C 3 A yang bereaksi dengan sulfat dan mengembang sehingga mengakibatkan retak pada beton (Cokrodimulyo, 1992). C 3 A + CH + 12 H C 4 AH 13 (trikalsium aluminat) (kalsium hidroksida) (air ) (kalsium aluminat hidrat) Dengan C = CaO ; S = SO 3 ; H = H 2 O ; CH = Ca(OH) 2 Senyawa keempat, yakni C 4 AF pada tahap awal senyawa ini akan bereaksi dengan gypsum dan kalsium hidroksida. Hasil dari reaksi tersebut adalah terbentuknya kalsium sulfo-aluminat hidrat dan kalsium sulfo-ferrit hidrat yang berbentuk jarum kristal. Kecepatan reaksi hidrasi pada C 4 AF akan menurun terhadap waktu. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya gel C-S-H pada kristal semen. 8

C 4 AF + 4CH + 22 H C 8 AFH 26 (tetrakalsium alumino-ferrit) (kalsium hidroksida) (air ) (alumino-ferrit hidrat) Dengan C = CaO ; S = SO 3 ; H = H 2 O ; CH = Ca(OH) 2 Semen PCC (Portland Composite Cement) atau semen portland komposit merupakan perekat hidrolis yang dihasilkan dari penggilingan bersama klinker semen Portland dan gips dengan satu atau lebih bahan organik (SNI 15-7064- 2004). Semen PCC merupakan semen tipe I sehingga penggunaannya tidak membutuhkan perlakuan khusus. Secara umum kompsisi oksida utama pembentuk semen tipe I dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut : Tabel 2.1 Komposisi oksida semen Portland Oksida Komposisi % Cao 60 65 SiO 2 17 25 Al 2 O 3 3 8 Fe 2 O 3 0,5 6 MgO 0,5 4 SO 3 1 2 K 2 O,Na 2 O 0,5 1 (Sumber : Kardiyono Tjokromulyo, 2007) Sedangkan komposisi semen PCC Tiga Roda menurut PT. Tiga Roda yaitu sebagai berikut : Tabel 2.2 Komposisi semen PCC Tiga Roda No Parameter Kadar (%) 1 SiO 2 23,04 2 Fe 3,36 3 SO 3 2,00 4 Ca 57,38 5 Mg 1,91 6 Al 7,40 (Sumber : PT. Tiga Roda) 9

2.2.2 Agregat Agregat merupakan bahan mineral alami berupa butiran yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton. Kekuatan suatu beton dipengaruhi oleh kualitas dari masing-masing agregat, karena agegat pada umumnya digunakan dalam campuran beton sebanyak 60% - 75% dari volume total campuran beton. Agregat ini harus bergradasi sedemikian rupa sehingga seluruh massa beton dapat berfungsi sebagai satu kesatuan yang utuh, homogen, rapat, dan variasi dalam perilaku (Nawy, 1998). Agregat dbedakan menjadi dua, yaitu agregat kasar dan agregat halus. 2.2.2.1 Agregat Kasar Agregat kasar merupakan agregat yang semua butirannya tertinggal diatas ayakan 4,8 mm (SII.0052,1980). Agregat kasar dapat berasal dari batu-batuan alami yang terintegrasi menjadi kerikil atau berasal dari batu pecah baik yang dipecah menggunakan mesin maupun secara manual oleh tenaga manusia. Agregat kasar harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Tidak boleh bersifat reaktif terhadap alkali jika dipakai untuk beton yang berhubungan dengan basah dan lembab atau yang berhubungan denganbahan yang bersifat reaktif terhadap alkali semen, dimana penggunaan semen yang mengandung natrium oksida tidak lebih dari 0,6%. 2. Sifat fisika yag mencakup kekerasan agregat diuji dengan mesin Los Angeles dan bersifat kekal (soundness). Batas ijin partikel yang brpengaruh buruk perhadap beton dan sifat fisika yang diijinkan untuk agregat kasar (Mulyono, 2004). 3. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% dari berat kering. Apabila lebih maka agregat harus dicuci. 4. Kekerasan dari butir - butir agregat bila diperiksa dengan mesin Los Angeles tidak boleh kehilangan berat lebih dari 50 %. 10

SK SNI T-15-1990-03 memberi syarat-syarat untuk agregat kasar yang dikelompokkan dalam tiga zone atau daerah yang dituangkan dalam tabel 2.3 Tabel 2.3 Batas gradasi agregat kasar Lubang Ayakan Persen Berat Butir yang Lewat Ayakan (mm) 4,8 38 4,8 19 4,8 9,6 38 95 100 100 100 19 35 70 95 100 100 9,6 10 40 30 60 50 85 4,8 0 5 0 10 0 10 (sumber : SK SNI T 15-1990-03) 2.2.2.2 Agregat Halus Agregat halus merupakan agregat yang semua butirannya lolos saringan 4,8 mm (SII.0052,1980). Agregat halus adalah hasil dari desintegrasi alami dari batu-batuan atau berupa pasir dari hasil pecahan batuan. Agregat halus yang memiliki butir lebih kecil dari 1,2 mm disebut pasir halus, sedangkan butir-butir yang lebih kecil dari 0,075 mm disebut silt, dan yang lebih kecil dari 0,002 mm disebut clay (SK SNI T-15-1991-03). Menurut PBI 1971, beberapa syarat yang harus dimiliki oleh agregat halus, yaitu : 1. Pasir terdiri dari butir- butir tajam dan keras. Bersifat kekal artinya tidak mudah lapuk oleh pengaruh cuaca, seperti terik matahari dan hujan. 2. Tidak mengandung lumpur lebih dari 5%. Lumpur adalah bagian- bagian yang bisa melewati ayakan 0,063 mm. Apabila kadar lumpur lebih dari 5%, maka harus dicuci. Khususnya pasir untuk bahan pembuat beton. 3. Tidak mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak yang dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrams-Harder. Agregat yang tidak memenuhi syarat percobaan ini bisa dipakai apabila kekuatan tekan adukan agregat tersebut pada umur 7 dan 28 hari tidak kurang dari 95% dari kekuatan adukan beton dengan agregat yangs sama tapi dicuci dalam larutan 3% NaOH yang kemudian dicuci dengan air hingga bersih pada umur yang sama. 11

SK SNI T-15-1990-03 memberi syarat-syarat untuk agregat halus yang dikelompokkan dalam empat zone atau daerah yang dituangkan dalam tabel 2.4 Tabel 2.4 Batas gradasi agregat halus Lubang Ayakan Persen Berat Butir yang Lewat Ayakan (mm) I II III IV 10 100 100 100 100 4.8 90 100 90-100 90-100 95-100 2.4 60 95 75-100 85-100 95-100 1.2 30 70 55-90 75-100 90-100 0.6 15 34 35-59 60-79 80-100 0.3 5 20 8 30 12-40 15 50 0.15 0 10 0 10 0 10 0 15 (sumber : SK SNI T 15-1990-03) Dimana : 1. Daerah Gradasi I : Pasir Kasar 2. Daerah Gradasi II : Pasir Agak Halus 3. Daerah Gradasi III : Pasir Halus 4. Daerah Gradasi IV : Pasir Agak Halus 2.2.3 Air Air merupakan materi yang sangat penting dalam campuran beton karena air akan bereaksi dengan semen kemudian menghasilkan pasta yang berfungsi untuk mengikat material lainnya (agregat kasar dan agregat halus). Pasta adalah hasil reaksi kimia dari campuran air dan semen. Kualitas air sangat mempengaruhi kekuatan beton. Kualitas air erat kaitannya dengan bahan-bahan yang terkandung dalam air tersebut. Air diusahakan agar tidak membuat rongga pada beton, tidak membuat retak pada beton dan tidak membuat korosi pada tulangan yang mengakibatkan beton menjadi rapuh. Berikut ini uraiannya : 1. Air tidak mengandung lumpur lebih dari 2 gram/liter karena dapat mengurangi daya lekat atau bisa juga mengembang (pada saat pengecoran 12

karena bercampur dengan air) dan menyusut (pada saat beton mengeras karena air yang terserap lumpur menjadi berkurang). 2. Air tidak mengandung garam lebih dari 15 gram karena resiko terhadap korosi semakin besar 3. Air tidak mengandung klorida lebih dari 0,5 gram/liter karena bisa menyebabkan korosi pada tulangan. 4. Air tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter karena dapat menurunkan mutu beton sehingga akan rapuh dan lemah. 5. Air tidak mengandung minyak lebih dari 2 % dari berat semen karena akan mengurangi kuat tekan beton sebesar 20 %. 6. Air tidak mengandung gula lebih dari 2 % dari berat semen karena akan mengurangi kuat tekan beton pada umur 28 hari. 7. Air tidak mengandung bahan organik seperti rumput/lumut yang terkadang terbawa air Karena akan mengakibatkan berkurangnya daya lekat dan menimbulkan rongga pada beton. 2.3 Setting dan Hardening Setting dan hardening adalah pengikatan dan pengerasan semen yang terjadi setelah reaksi hidrasi. Apabila semen dicampurkan dengan air maka akan bereaksi sehingga membentuk suatu pasta dimana pasta tersebut bersifat plastis dan dapat dibentuk (workable). Keadaan tersebut disebut dengan fase dorman (periode tidur). Fase ini hanya berlangsung beberapa saat saja. Pada tahapan selanjutnya semen mulai mengeras, walau pun masih ada yang lemah, namun sudah tidak dapat dibentuk (unworkable), periode ini disebut initial set. Selanjutnya pasta semen melanjutkan kekuatannya sehingga didapat padatan yang utuh dan kondisi ini disebut final set. Selanjutnya semen meneruskan kekuatannya proses ini disebut dengan hardening. Semakin bertambahnya umur beton maka kuat tekannya akan semakin meningkat. Kecepatan bertambahnya kekuatan beton tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Laju kenaikan kuat tekan beton ini mula-mula cepat, akan tetapi semakin lama laju kenaikan akan melambat, pada saat pengikatan awal 13

terjadi, semen Portland akan terus bereaksi dengan air. Setelah umur beton 24 jam pada temperatur kamar, 30% - 40% semen biasanya mengalami proses hidrasi. Pada umumnya waktu pengikatan awal minimum adalah 45 menit dan waktu pengikatan akhir adalah 6 10 jam (Nugraha dan Antoni, 2007). Proses pembentukan beton dari saat mulai mengeras hingga umur beton 90 hari dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 2.1 Proses Pengikatan Beton ( sumber : Mulyono, 2004) Dari gambar diatas dapat dilihat pada gambar (a) merupakan proses terjadinya pencampuran pertama. Kemudian gambar (b) merupakan kondisi beton pada saat berumur 7 hari. Gambar (c) menunjukan kondisi beton pada umur 28 hari, dan gambar (d) merupakan kondisi beton setelah berumur 12 bulan. 2.4 Faktor Air Semen Faktor air semen merupakan perbandingan antara jumlah air terhadap jumlah semen dalam suatu campuran beton. Air yang terlalu banyak akan 14

menempati ruang dimana pada waktu beton sudah mengeras akan terjadi penguapan, ruang tersebut akan menjadi pori, sedangkan apabila air terlalu sedikit tentu akan berpengaruh terhadap kemudahan dalam pengerjaan. Umumnya nilai minimum faktor air semen adalah 0,4 dan nilai maksimumnya 0,65 (Mulyono, 2004). Semakin tinggi nilai faktor air semen maka mutu beton yang dihasilkan akan semakin rendah dan semakin kecil nilai faktor air semen kekuatan beton yang dihasilkan akan semakin tinggi. Dalam suatu rancangan campuran, nilai faktor air semen dapat ditentukan untuk mengetahui mutu beton yang akan dihasilkan. Nilai tersebut tertuang dalam bentuk grafik dimana masing-masing nilai faktor air semen berhubungan dengan tipe semen yang digunakan serta waktu pengujian. Berikut adalah grafik faktor air semen. Gambar 2.2 Grafik faktor air semen (fas) ( sumber : SK SNI T-15-1990-03) 15

2.5 Bahan Tambah Pada Beton Bahan tambah merupakan bahan yang ditambahkan pada campuran beton diluar bahan penyusun beton (air, semen, dan agregat). Bahan tambah secara umum terdiri dari dua jenis, yaitu bahan yang bersifat kimiawi (chemical admixture) dan bahan tambah yang bersifat mineral (additive). Bahan tambah admixture digunakan untuk memperbaiki atau merubah sifat beton. Bahan ini ditambahkan ke dalam campuran adukan beton selama pengadukan. Sedangkan bahan tambah additive merupakan bahan yang ditambahkan pada campuran beton. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki kekuatan beton dan bersifat sebagai bahan pengganti sebagian bahan utama penyusun beton. Bahan tambah additive dapat berupa pozzolan, fly ash, slag, dan silica fume. Menurut ASTM, terdapat beberapa jenis bahan tambah kimia, yaitu: 1. Tipe A Water-Reducing Admixtures Water-Reducing Admixtures adalah bahan tambah yang digunakan untuk mengurangi air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu. 2. Tipe B Retarding Admixtures Retarding Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi untuk menghambat waktu pengikatan beton. Penggunaanya untuk menunda waktu pengikatan (setting time). 3. Tipe C Accelerating Admixtures Accelerating Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi untuk mempercepat pengikatan dan pengembangan kekuatan awal beton. Accelerating Admixtures yang paling baik adalah kalsium klorida namun penggunaan secara berlebihan dapat mengakibatkan korosi pada tulangan. Dosis maksimum yang disarankan adalah 2% (Mulyono, 2004). 4. Tipe D Water Reducing and Retarding Admixtures Water Reducing and Retarding Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi ganda, yaitu untuk mengurangi jumlah air dan untuk menghambat pengikatan awal. 5. Tipe E Water Reducing and Accelerating Admixtures 16

Water Reducing and Accelerating Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi ganda, yaitu untuk mengurangi jumlah air dan juga untuk mempercepat pengikatan awal. 6. Tipe F Water Reducting, High Range Admixture Water Reducting, High Range Admixture adalah bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak 12% atau lebih. 7. Tipe G Water Reducting, High Range Retarding Admixture Water Reducting, High Range Retarding Admixture adalah bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak 12% atau lebih dan juga untuk menghambat pengikatan beton. Bahan tambah tipe C Accelerating Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi untuk mempercepat pengikatan dan pengembangan kekuatan awal beton. Bahan ini digunakan untuk mengurangi lamanya waktu pengeringan atau hidrasi dan mempercepat pencapaian kekuatan pada beton. Pada bahan tambah ini yang paling sering digunakan adalah kalsium klorida. Namun penggunaannya dapat mengakibatkan korosi pada tulangan sehingga disarankan dosis maksimumnya adalah 2% dari berat semen. Selain kalsium klorida bahan yang dapat digunakan adalah garam-garam anorganik yang dapat larut seperti klorida, bromida, fluorida, karbonat, nitrat, thiosulfat, silikat, aluminat, alkali hidroksida. Garam-garam organik lainnya seperti triethanolamine, kalsium format, kalsium asetat, kalsium propionate, dan kalsium butyat (Nugraha dan Antoni, 2007). Secara umum kekuatan awal beton terjadi merupakan hidrasi dari trikalsium silikat (C 3 S) dan trikalsium aluminat (C 3 A). Ketika trikalsium silikat (C 3 S) dan trikalsium aluminat (C 3 A) bereaksi dengan air akan menghasilkan panas dimana accelerator dalam hal ini berfungsi untuk meningkatkan tingkat hidrasi dan dengan cara demikian maka akan memberikan panas awal dan pengembangan kekuatan (Kumaladewi, 2006). 17

2.6 Disintegrasi oleh Garam Agresif Disintegrasi pada beton adalah suatu keadaan dimana terjadi pemisahan atau terlepasnya ikatan antara material penyusun beton yang menyebabkan penurunan sifat-sifat beton baik secara fisik maupun mekanik. Disintegrasi pada beton dapat disebabkan oleh pengaruh lingkungan luar maupun dari dalam beton itu sendiri. Salah satu pengaruh dari dalam adalah bahan penyusun beton yang bersifat reaktif. Bahan-bahan penyusun dikatakan bersifat reaktif apabila bahan tersebut mengandung garam-garam kimia yang bersifat agresif terhadap beton. Salah satu garam agresif adalah sulfat. Meskipun jarang ditemukan namun sulfat dapat berasal dari agregat kasar maupun agregat halus yang berasal dari daerah yang memiliki kandungan sulfat (daerah industri), maupun bahan tambahan. Semen sendiri merupakan bahan kimia campuran yang apabila bersentuhan dengan sulfat akan terjadi pengembangan pada beton dan mempengaruhi kekuatan beton itu sendiri. Sedangkan pengaruh dari luar adalah lingkungan yang memiliki kandungan sulfat, seperti dalam tanah yang disebut dengan lingkungan agresif. Garam-garam sulfat yang umum terdapat secara alami dalam tanah merupakan garam-garam sulfat yang merugikan karena merupakan kontaminasi sulfat akibat adanya reaksi kimia yang ditimbulkan dengan semen atau beton. Garam-garam tersebut adalah Natrium sulfat dan Magnesium sulfat. Magnesium sulfat merupakan garam yang paling agresif dan bersifat reaktif pada beton, karena mudah bereaksi dengan kalsium hidroksida yang merupakan sisa hasil hidrasi antara semen dengan air yang menghasilkan gypsum dan etringite yang bersifat menambah volume sehingga terjadi pengembangan dan akhirnya dapat merusak beton. Pada proses hidrasi semen, dihasilkan kalsium hidroksida dan kalsium aluminat hidrat. Kalsium hidroksida bersifat reaktif dimana sifat ini menyebabkan beton sensitif terhadap serangan garam sulfat. Magnesium sulfat akan bereaksi dengan kalsium hidroksida akan menghasilkan kalsium sulfat (CaSO 4 ) dan magnesium hidroksida (Mg(OH) 2 ). 18

MgSO 4 + Ca(OH) 2 CaSO 4 + Mg(OH) 2 Kemudian kalsium sulfat bereaksi dengan aluminat hidrat menghasilkan kalsium sulfoaluminat (ettringite) yang bersifat mengembang. Hal inilah yang kemudian membuat beton menjadi retak. 3CaSO 4 + 3CaO.Al 2 O 3.nH 2 O 3CaO.Al 2 O 3.3CaSO 4.nH 2 O (Diastuti, 2004). 2.6.1 Faktor yang Mempengaruhi Serangan Sulfat Menurut Cement Concrete and Aggregates Australia (2002) dalam Fanisa (2013), dalam tingkat keparahan serangan sulfat pada beton tergantung pada beberapa faktor antara lain sebagai berikut : 1. Jenis sulfat, dimana magnesium sulfat dan ammonium sulfat adalah garam agresif yang paling merusak beton. 2. Konsentrasi sulfat yaitu tingkat kandungan sulfat dalam suatu lingkungan yang dapat dikatakan sebagai lingkungan agresif. Semakin besar kadar sulfat maka akan lebih merusak beton. 3. Cara kontak antara sulfat dengan beton. Pada kasus air yang mengalir, keparahan serangan sulfat makin meningkat. Serangan yang lebih intensif terjadi pada beton yang terkena siklus pembasahan dan pengeringan daripada beton yang terus menerus tenggelam dalam larutan sulfat. 4. Tekanan dari luar beton cenderung memaksa larutan sulfat masuk ke beton yang mengakibatkan keparahan serangan sulfat. 5. Suhu dalam suatu lingkungan agresif, dimana seperti kebanyakan reaksi kimia lainnya, laju reaksi meningkat dengan dipengaruhi oleh suhu. 2.6.2 Faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Beton Terhadap Sulfat Serangan sulfat pada beton akan terjadi ketika larutan sulfat menembus dan bereaksi dengan beton, terutama semen. Dengan demikian faktor yang mempengaruhi ketahanan beton terhadap sulfat tidak hanya pada apa yang 19

mempengaruhi reaksi kimia dengan senyawa pada semen, tetapi juga pada apa yang mempengaruhi permeabilitas dan kualitas keseluruhan dari beton. Menurut Cement Concrete and Agregates (2002) dalam Fanisa (2013) faktor-faktor tersebut antara lain : 1. Jenis semen Jenis semen yang digunaka pada suatu campuran beton merupakan faktor yang mempengaruhi ketahanan beton terhadap sulfat. Semen Portland yang mengandung trikalsium aluminat kurang dari 5% diklasifikasikan sebagai semen yang tahan terhadap sulfat. 2. Kadar semen Tingkat kerusakan terhadap sulfat menurun seiring dengan bertambahnya kadar semen, bahkan pada beton yang terbuat dari semen Portland biasa. Dengan kata lain, untuk menghasilkan beton tahan sulfat, penggunaan semen tahan sulfat harus dikombinasikan dengan penggunaan kadar semen minimum. 3. Faktor air semen Apabila semua faktor air semen dalam beton sama, material penyusun memiliki kualitas yang baik, proporsi campuran tepat dan pengerjaan yang baik, ketahanan terhadap sulfat akan meningkat seiring dengan penurunan nilai faktor air semen. 4. Bahan tambahan Pemakaian bahan tambahan yang memiliki efek pengurangan nilai faktor air semen atau meningkatkan kinerja beton dapat meningkatkan ketahanan beton pada sulfat asalkan tidak digunakan untuk mengurangi kadar semen. 5. Proses pelaksanaan Pengecoran, pemadatan, dan perawatan beton merupakan faktor penting untuk memproduksi beton dengan permeabilitas rendah. Penambahan air selama pengecoran untuk mengurangi nilai slump atau untuk membantu selama proses finishing akan menggangu ketahanan beton terhadap sulfat. 20

2.7 Penelitian Terkait Beberapa penelitian telah dilakukan terhadap pengaruh Magnesium Sulfat terhadap sifat fisik maupun mekanik beton. Selain itu penelitian terkait mengenai penggunaan accelerator pada beton, yaitu : 1. Herwanto (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh mutu beton K-250 akibat terendam air laut dengan penambahan zat additive sikacim concrete kadar 0,6%, dimana dalam penelitian ini dibuat benda uji berbentuk kubus. Mutu yang ingin dicapai adalah K-250 pada umur dengan memberikan perlakuan direndam air tawar dan direndam air laut. Penelitian ini menggunakan bahan tambah accelerator Sikacim Concrete Additive dengan kadar 0,6%. Pada umur 28 hari dilakukan pengujian terhadap kuat tekan beton dimana pada beton normal tanpa accelerator kuat tekan beton yang direndam air tawar dan beton yang direndam air laut sebesar mengalami penurunan kuat tekan sebsar 7,53%. Sedangkan pada beton yang menggunakan accelerator dengan perlakuan sama mengalami penurunan kuat tekan beton sebesar 2,69%. 2. Fanisa (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Sulfat Terhadap Kuat Tekan Beton dengan Variasi Bubuk Kaca Substitusi Sebagian Pasir dengan c/c 0,60 dan 0,65 menyebutkan bahwa terjadi penurunan kuat tekan beton akibat disintegrasi oleh Magnesium Sulfat yang cukup signifikan. Pada penelitian ini digunakan benda uji silinder dengan ukuran diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Diberikan dua perlakuan yaitu benda uji direndam dengan larutan Magnesium Sulfat dan direndam dengan air biasa. Faktor air semen yang digunakan adalah 0,6 dan 0, 65. Pada benda uji ditambahkan serbuk kaca sebagai pengganti agregat halus sebanyak 0%, 5%, 10%, 15%, 20%. Dilakukan pengujian pada saat benda uji berumur 7 hari, 21 hari, dan 28 hari. Dari hasil pengujian didapat penurunan kuat tekan benda uji pada fas 0,6 dengan waktu pengujian 7 hari, 21 hari, dan 28 hari berturut-turut adalah 3,90%, 7,388%, dan 8,325%. Kemudian hasil pengujian kuat tekan pada benda uji dengan fas 0,65 dan waktu pengujian 7 hari, 21 hari, dan 28 hari berturut- 21

turut adalah 3,831%, 10,761%, dan 12,72%. Dari penelitian ini ditarik kesimpulan bahwa semakin besar nilai fas maka semakin besar penurunan kuat tekan beton, penambahan persen serbuk kaca semakin meningkatkan kuat tekan beton akibat disintegrasi oleh Magnesium Sulfat. 3. Dharma Putra (2006) dalam penelitiannya yang berjudul Penambahan Abu Sekam dalam Mengantisipasi Kerusakan Akibat Magnesium Sulfat Pada Air Laut dalam penelitian ini menggunakan benda uji kubus dengan ukuran 100 mm x 100 mm x 100 mm. Faktor air semen yang digunakan adalah 0,6 dengan menggunakan abu sekam padi sebagai bahan pengganti semen dengan prosentase 0%, 10%, 12%, 15%, 17,5% dan 20%. Konsentrasi Magnesium Sulfat yaitu 5% dari berat air rendaman. Dilakukan pengujian pada umur 90 hari dengan hasil penurunan kuat tekan antara benda uji yang direndam dengan Magnesium Sulfat dengan air biasa pada prosentase penambahan abu sekam 0%, 10%, 12%, 15%, 17,5% dan 20% berturut-turut adalah 18,043%, 14,230%, 11,922%, 9,068%, 7,149%, dan 9,450%. Dari hasil tersebut ditarik kesimpulan penurunan kuat tekan beton akibat disintegrasi oleh Magnesium Sulfat terjadi cukup signifikan, penambahan abu sekam padi dapat sebagai salah satu cara untuk memperbaiki mutu beton yang berada pada lingkungan agresif. 4. Kumaladewi (2006) dalam penelitiannya yang berjudul Efek Penggunaan Accelerator Terhadap Kuat Tekan Beton yang Dibuat dengan Menggunakan Semen Portland-Pozzolan menyebutkan persentase peningkatan kuat tekan beton yang dihasilkan berkisar antara 15,54% - 40,21% dengan penambahan accelerator dengan kadar 2,5% - 10%. Penelitian ini menggunakan semen PPC untuk beton yang menggunakan accelerator dan semen PC untuk beton yang tidak menggunakan accelerator. Benda uji yang digunakan dalam bentuk kubus dengan ukuran 150mm x 150mm x 150mm. Dari hasil pengujian kuat tekan beton dapat dilihat bahwa kecepatan perkembangan kuat tekan beton terjadi pada umur 22

awal yaitu 1, 3, dan 7 hari. Kemudian pada umur selanjutnya kecepatan perkembangan beton cenderung menurun. 5. Nopiana (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Accelerator Terhadap Kuat Tekan Beton yang Menggunakan Fly Ash Sebagai Bahan Pengganti Sebagian Semen menggunakan perekan 90% semen Portland dan 10% fly ash. Accelerator digunakan dengan konsentrasi 2,5% - 10% dan diuji pada umur 1, 3, 7, 28, dan 90 hari. Dari hasil pengujian diperoleh peningkatan kuat tekan beton berkisar antara 24,12% - 31,76% pada umur 1 hari dan 4,77% - 12,50% pada umur 90 hari. Hal ini menunjukan penambahan accelerator mempercepat pengerasan beton pada awal masa pengerasan. 6. Dianawati (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Penambahan Fly Ash dan Zat Additif pada Campuran Beton Terhadap Kinerja Hubungan Balok Kolom Dengan Pembebanan Statistik, menggunakan beton dengan bahan tambah SikaCim Concrete Additive dengan dosis 250ml/sak semen dan fly ash sebagai bahan pengganti semen sebesar 25%. Penelitian ini dibuat 3 perlakuan diantaranya silinder normal (tanpa bahan tambahan), kemudian silinder dengan fly ash dan silnder dengan fly ash + SikaCim Concrete Additive. Dari hasil pengujian diperoleh kuat tarik belah beton secara berturut-turut 1,87 MPa, 1,06MPa, dan 2,60 MPa. Hasil ini menunjukan persentase kenaikan kuat tarik beton fly ash + SikaCim Concrete Additive meningkat bila dibandingankan dengan silinder normal dan silinder dengan fly ash saja. 2.8 Kuat Tekan Beton Nilai kuat tekan beton dengan kuat tariknya tidak berbanding lurus. Menurut perkiraan kasarnya, nilai kuat tarik berkisar antara 9% - 15% dari kuat tekannya (Mulyono, 2004). Dari hasil tersebut dapat dilihat jika beton lebih kuat dalam menerima tekan daripada menerima tarik. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, pada struktur digunakan tulangan yang bertujuan untuk memperkuat beton dalam menerima tarik. Sehingga beton berfungsi untuk menerima tekan dan 23

tulangan berfungsi menerima tarik. Sedangkan beton hanya diperhitungkan untuk menahan gaya tekan. Proses pembentukan beton kuat tekan beton yang direncanakan dalam suatu konstruksi diperoleh dari pengujian kuat tekan beton menggunakan benda uji kubus 150 mm x 150 mm x 150 mm. Pengujian dapat dilakukan setelah benda uji berumur 28 hari. Kuat tekan beton dapat dihitung dengan persamaan berikut : = (2.1) (2.2) dengan : f ' c = kuat tekan beton yang diperoleh dari benda uji (kg/cm 2 ). f ' cr = kuat tekan rata-rata kubus (kg/cm 2 ). P = Beban maksimum yang diberikan (kn). A = Luas tekan bidang benda uji (cm 2 ). n = Jumlah benda uji. 2.9 Koefisien Variasi Koefisien variasi merupakan variasi yang dihasilkan dari hasil uji yang dapat ditelusuri dari variasi dalam metode pengujian dan perilaku campuran beton serta bahan pembentuknya (SNI 03-6815-2002). Variasi dalam pengujian menggunakan persamaan seperti berikut : (2.3) (2.4) 24

dengan : σ = standar deviasi dalam pengujian (kg/cm 2 ). = suatu konstanta yang tergantung pada jumlah benda uji untuk menghasilkan suatu hasil uji (tabel 2.5). R = rentang rata-rata. = koefisien variasi dalam pengujian. X = kekuatan rata-rata (kg/cm 2 ). Tabel 2.5 Konstanta jumlah benda uji Jumlah Benda Uji d2 i/d2 2 1.128 0.8865 3 1.693 0.5907 4 2.059 0.4857 5 2.230 0.4299 6 2.534 0.3946 7 2.704 0.3698 8 2.847 0.3512 9 2.970 0.3367 10 3.078 0.3249 (Sumber : SNI 03-6815-2002) 25