Yuwono et al, 2000 KELULUSAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN CACING LUR Nereis sp. (POLYCHAETA, NEREIDAE) YANG DIPELIHARA PADA SUBSTRAT DAN PADAT PENEBARAN BERBEDA 1 Edy Yuwono, Asrul Sahri, Bambang Haryadi, Sugiharto Fakultas Biologi & Pusat Sumberdaya Akuatik Tropik Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto 53122 ABSTRAK Cacing lur (Nereis sp.) banyak ditemukan di pantai Brebes. Karena potensinya untuk pakan udang, cacing lur ini diupayakan budidayanya. Pembesaran larva dalam berbagai substrat merupakan upaya untuk mengetahui tipe substrat yang paling baik untuk kehidupan cacing lur tersebut. Penelitian telah dilakukan dengan menggunakan substrat kompos dari dedak halus dan substrat kompos dari kotoran burung puyuh. Larva yang diteliti kelulusan hidup dan pertumbuhannya ditebarkan dalam media pemeliharaan dengan kepadatan berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan penebaran mempengaruhi kelulusan hidup sedangkan tipe substrat mempengaruhi pertumbuhan larva cacing lur. 1. PENDAHULUAN Cacing lur Nereis sp. adalah hewan invertebrata bentik anggota kelas Polychaeta yang banyak hidup didalam lumpur berpasir di perairan payau di kawasan pantai Brebes, Jawa Tengah serta di kawasan pantai utara Jawa lainnya (Abdurrachman et al., 1990). Hewan bentos ini telah banyak dimanfaatkan sebagai pakan induk udang dan telah dibuktikan bahwa pakan yang mengandung tepung cacing lur dapat mengakselerasi pertumbuhan (Yuwono et al., 1993b) dan meningkatkan respon perilaku makan (Mujatmoko et al., 1996) udang galah (Macrobrachium rosenbergii) serta meningkatkan pertumbuhan dan pengambilan pakan pada benur udang windu (Penaeus monodon) sebab cacing lur ini mengandung asam amino essensial dan kemoatraktan yang dibutuhkan oleh udang tersebut (Yuwono & Rachmad, 2000). Karena potensinya untuk pakan udang inilah maka penelitian yang mendukung upaya budidayanya telah dilakukan, diantaranya tentang reproduksi di alam (Yuwono et al. 1994) serta perkembangannya di laboratorium (Yuwono et al., 1999). Hasil penelitian yang dilaporkan dalam makalah ini merupakan bagian dari upaya pembesaran larva cacing lur tersebut di laboratorium dalam rangka pemanfaatan potensi biota lokal secara berkelanjutan. 2. MATERI DAN METODE Larva 3 setiger cacing lur berusia 1 hari diperoleh dari hasil fertilisasi induk masak alami yang dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan, Fakultas Biologi Universitas Jenderal
2 Soedirman, Purwokerto. Substrat yang digunakan terdiri atas kompos dari dedak dan kompos dari kotoran burung puyuh. Larva dipelihara dalam wadah berukuran 120 cm 3 berisi susbstrat setebal 5 cm. Padat penebaran adalah 3, 6 dan 12 ekor larva cacing lur per wadah percobaan. Pada saat penebaran larva cacing lur masih bersifat planktonik tetapi telah acap kali berada dipermukaan substrat. Pada hari kedua setelah penebaran larva cacing telah menjadi bentik. Jumlah cacing yang hidup setelah 3 bulan dalam pemeliharaan dihitung untuk menentukan kelulusan hidup. Parameter pertumbuhan adalah pertambahan jumlah segmen posterior setelah 3 bulan dalam pemeliharaan. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Kelulusan hidup cacing lur setelah tiga bulan menunjukkan bahwa pada padat penebaran terendah yaitu 3 ekor per wadah adalah yang tertinggi (Gambar 1). Pada kelompok hewan uji yang dipelihara pada substrat kompos dedak halus menunjukkan kelulusan hidup yang lebih tinggi dari hewan uji dalam substrat kompos kotoran burung puyuh, baik pada padat penebaran 3 maupun padat penebaran 12. Nampaknya padat penebaran mempengaruhi kelulusan hidup cacing lur baik yang dipelihara dalam substrat kompos dedak halus maupun kompos kotoran burung puyuh. Menurunnya kelulusan hidup cacing lur yang dipelihara dengan padat penebaran yang tinggi dimungkinkan karena terjadinya kompetisi ruang gerak terutama pada saat larva masih planktonik, kompetisi medapatkan pakan dan oksigen untuk kepentingan metabolismenya. Kompetisi semacam ini adalah umum terjadi pada hewan larva palnktonik yang hidup di perairan. Misalnya pada larva ikan gurami meningkatnya kepadatan menyebabkan penurunan kelulusan hidup karena menipisnya persediaan pakan dan kurangnya oksigen (Chaeri et al., 1996) namun hal ini dapat diatasi dengan sistem resirkulasi dan penyempurnaan manajemen pakan (Santoso & Sukardi, 1997). Kelulusan hidup cacing lur yang dipelihara dalam substrat kompos kotoran burung puyuh lebih rendah dari yang dipelihara dalam kompos dedak halus. Hal ini menunjukkan bahwa cacing lur sensitif terhadap kondisi media pemeliharaan yang mengandung nitrogen dan phosphat tinggi yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas plankton (Marnani et al., 1998) yang merupakan pakan larva cacing lur pada media pemeliharaan. Di perairan jika terjadi peningkatan nitrogen yang signifikan dibarengi dengan menipisnya kandungan oksigen seperti halnya pada perairan yang mengalami pengayaan hara 1 Makalah Seminar Nasional Peran Biologi dalam Pengelolaan Sumberdaya Kelautan, 2000
Kelulusan hidup (%) 3 (Satranegara, 1996) sehingga merugikan bagi hewan yang sensitif terhadap perubahan kondisi fisika kimia perairan. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Kompos KP Kompos DH 13 62 312 3 6 Kepadatan 6 per wadah 12 Gambar 1. Kelulusan hidup cacing lur Nereis sp. yang dipelihara dalam substrat kompos dedak halus dan substrat kompos kotoran burung puyuh selama tiga bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan jumlah segmen posterior cacing lur setelah dipelihara 3 bulan berkisar antara 50 segmen, pada hewan uji yang dipelihara dalam susbstrat kompod kotoran burung puyuh dengan padat penebaran 6 ekor per wadah pemeliharaan, sampai dengan 80 segmen, pada hewan uji yang dipelihara dalam substrat kompos dedak halus dengan padat penebaran 3 dan 6 ekor per wadah pemeliharaan (Gambar 2). Nampaknya baik padat penebaran maupun tipe substrat media pemeilharaan tidak mempengaruhi pertumbuhan larva cacing lur. Namun demikian, data dalam gambar 2 menunjukan bahwa pada semua padat penebaran, pertumbuhan cacing lur dalam substrat kompos kotoran burung puyuh selalu sedikit lebih rendah dari cacing lur pada substrat kompos dedak halus. Rendahnya kandungan oksigen dalam media pemeliharaan dimungkinkan mempengaruhi metabolisme yang pada gilirannya akan mempengaruhi pertumbuhan. Schmidt-Nielsen (1990) menyatakan bahwa walaupun kemampuan hewan mengekstraksi oksigen dari perairan meningkat, tetapi jika konsentrasi oksigen terlalu rendah maka hewan tersebut tidak akan
Pertambahan segmen 4 memanfaatkannya dengan baik. Kemampuan cacing lur dalam mengekstraksi oksigen yang rendah dari media pemeliharaan masih perlu diteliti lebih lanjut. 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Kompos KP Kompos DH 3 6 12 1 2 3 Kepadatan per wadah Gambar 2. Pertumbuhan cacing lur Nereis sp. yang dipelihara dalam substrat kompos kotoran burung puyuh dan kompos dedak halus selama tiga bulan. 4. KESIMPULAN DAN SARAN Kelulusan hidup cacing lur (Nereis sp.) dipengaruhi oleh padat penebaran dan tipe substrat media pemeliharaan karena hal ini menimbulkan kompetisi ruang, pakan dan ketersediaan oksigen serta kondungan hara yang dapat mempengaruhi kehidupan cacing tersebut. Hasil penelitian ini menyarankan perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui sensitifitas cacing lur terhadap pengayaan bahan organik dalam media pemeliharaan. Percobaan skala masal menggunakan padat penebaran larva berkisar antara 3-5 ekor/50 cm 3 dengan substrat kompos dedak halus dan pada lumpur tambak perlu dilakukan dalam rangka upaya mengembangkan teknik budidaya guna pemanfaatan biota pantai tropik lokal.
5 UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada saudara Basuki Rachmad, Mijatmoko, Freddy Okgijatno dan Slamet Purwanto atas segala bantuannya dalam pelaksanaan penelitian. Penelitian ini dibiayai oleh RUT 3. DAFTAR PUSTAKA Abdurrachman, F., S. Harminto, B. S. Oemaryati, W. Wardhana, M. P. Patria, 1990. Telaah Biota Bentik Teluk Jakarta. LP-UI Depok, Jawa Barat. Chaeri, A., S. Suryaningsih, D. Bhagawati, Sugiharto dan N. Setyaningrum. 1996. Kelulusan hidup benih gurami pada berbagai padat penebaran. Majalah Ilmiah Biologi Biosfera 3: 7-12. Marnani, S., I. Sulistyo, A. Mahdiana, Taryono dan Y. Soebagyo, 1998. Pengaruh Jenisjenis Pupuk Kandang Terhadap Kualitas dan Kuantitas Pakan Alami di Kolam Air Tawar. Sains Akuatik 1, 1: 14-17. Mujatmoko, Soeminto, E. Yuwono dan U. Soesilo, 1995. Respon perilaku udang galah terhadap pakan berbahan baku berbeda, Majalah Ilmiah Biologi Biosfera. Santoso, M. dan P. Sukardi, 1997. Intensifikasi Pembenihan Ikan Gurami (Osphronemus gouramy Lac.), Majalah Ilmiah Biologi Biosfera 8: 7-11. Sastranegara, H. 1996. Kecenderungan Peningkatan Eutrifikasi di Segara Anakan Cilacap. Majalah Ilmiah Biologi Biosfera 4: 29-35. Schmidt-Nielsen, K. 1990. Animal Physiology Adaptation and Environment. Fourth Edition. Cambridge University Press, New York, USA. pp. 172-173. Yuwono, E. dan B. Rachmad, 2000. Pertumbuhan Dan Laju Makan Serta Efisiensi Protein Pada Post Larva Udang Windu Yang Diberi Pakan Mengandung Tepung Cacing Lur. Makalah Seminar Nasional Biologi di ITB. Yuwono, E., A. Sahri and Sugiharto, 1999. Larval development in Nereis from the north coast of Java, Tropical Marine Journal, 2 (1): 1-4. Yuwono, E., U. Susilo dan B. Haryadi, 1994. Gametogenesis pada cacing lur Nereis sp. (Polychaeta, Nereidae) dalam kondisi alami. Majalah Ilmiah Unsoed, 2, XX, 64-73. Yuwono, E., U. Susilo, B. Harayadi, F.N. Rachmawati dan S. B. Ida, 1993. Pemanfaatan cacing lur (Nereis sp) sebagai pakan udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) sakala laboratorium. Laporan penelitian, Fakultas Biologi UNSOED.