BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
ABSTRAK EFEK INFUSA DAUN KATUK (Sauropus androgynous Merr.) TERHADAP PENINGKATAN KADAR HEMOGLOBIN PADA TIKUS WISTAR BETINA

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Proposal

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan jumlah sel darah merah dibawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan.

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB I PENDAHULUAN. Ketidak cukupan asupan makanan, misalnya karena mual dan muntah atau kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap

BAB I PENDAHULUAN. negara maju maupun negara berkembang adalah anemia defisiensi besi.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk.

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan fisiknya dan perkembangan kecerdasannya juga terhambat.

BAB 1 PENDAHULUAN. cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan

BAB 1 PENDAHULUAN. partus lama karena inertia uteri, perdarahan post partum karena atonia. uteri, syok, infeksi (baik intrapartum atau post partum).

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang. tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan juga didapatkan dari tradisi (Prasetyo, 2007).

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah. pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,

BAB I. antara asupan (intake dengan kebutuhan tubuh akan makanan dan. pengaruh interaksi penyakit (infeksi). Hasil Riset Kesehatan Dasar pada

BAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) wanita dengan usia tahun

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,

BAB I PENDAHULUAN. waktu menjelang atau selama menstruasi. Sebagian wanita memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan. perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja, dan

MAKALAH GIZI ZAT BESI

BAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Periode remaja adalah periode transisi dari anak - anak menuju dewasa, pada

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

GIZI WANITA HAMIL SEMESTER VI - 6 DAN 7

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein

BAB I PENDAHULUAN. usia subur. Perdarahan menstruasi adalah pemicu paling umum. kekurangan zat besi yang dialami wanita.meski keluarnya darah saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

PERBEDAAN KADAR HB DALAM PEMBERIAN TABLET FE + VITAMIN C PADA REMAJA PUTRI DI KOTA BUKITTINGGI. Hasrah Murni (Poltekkes Kemenkes Padang )

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu yang akhirnya akan

BAB I PENDAHULUAN. terutama di negara berkembang. Data Riset Kesehatan Dasar (R iskesdas)

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DEFISIENSI ZAT GIZI SITI SULASTRI SST

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting. dalam menentukan derajat kesehatan masyatakat.

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

SARI KURMA (PHOENIX DACTYLIFERA) SEBAGAI SUPLEMEN NUTRISI UNTUK MENAMBAH KADAR HAEMOGLOBIN PADA TIKUS PUTIH BETINA (RATUS NORVEGICUS)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Dalam periode kehamilan ini ibu membutuhkan asupan makanan sumber energi

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui

BAB I PENDAHULUAN. populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang

Bab I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. bukanlah zat yang bisa dihasilkan oleh tubuh melainkan kita harus

BAB 1 PENDAHULUAN. merah atau hemoglobin kurang dari normal. Kadar hemoglobin normal. umumnya berbeda pada laki-laki dan perempuan. Untuk pria, anemia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI SMA PEDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur

BAB I PENDAHULUAN. dan Afrika. Menurut World Health Organization (dalam Briawan, 2013), anemia

BAB I PENDAHULUAN. defisiensi besi, etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan yaitu hemodilusi. 1

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, di samping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara berkembang. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia atau 1500 juta orang menderita anemia sebagian besar hidup di daerah tropis. Pada tahun 2002 anemia defisiensi besi dikatakan memiliki kontribusi terpenting untuk beban penyakit global (Bhakta, 2006). Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit atau massa hemoglobin tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (Bhakta, 2006). Batasan anemia menurut kriteria WHO, yang digunakan di Indonesia adalah Hemoglobin < 10 g/dl, Hematokrit < 30%, dan Eritrosit < 2,8 juta mm 3 (De Benoist et al, 2008). Secara global, prevelensi anemia dari tahun 1993-2005 yang dilakukan oleh WHO mencapai 1,62 milyar orang. Prevalensi tertinggi pada anak-anak sebelum sekolah (47,4%) dan terendah pada pria (12,7%). Di Indonesia sendiri, pada tahun 2006, dilaporkan angka anemia terjadi pada 9.608 orang (De Benoist et al, 2008). Saat ini anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia khususnya anemia defisiensi besi yang cukup menonjol pada anak-anak sekolah khususnya remaja. Sebagai perbandingan menurut Zloktin (2003) anak-anak yang belum sekolah di Kanada mencapai 4-5% sedangkan prevelensi di negara berkembang mencapai 50% terkena anemia defisiensi terutama pada anak-anak berusia 1 tahun (Zloktin, 2003). Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah masa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan tubuh. Penyebab anemia yang paling sering adalah kurangnya jumlah zat besi yang dikonsumsi dan tidak 1

sesuai dengan yang dibutuhkan. Selain itu berbagai faktor dapat mempengaruhi terjadinya anemia defisiensi besi, seperti konsumsi zat-zat atau obat-obatan yang menghambat absoprsi besi yaitu teh, antibiotik, aspirin, sulfonamide, obat malaria, dan kebiasaan merokok. Anemia juga dapat disebabkan oleh perdarahan saluran cerna, luka bakar, diare, dan gangguan fungsi ginjal (Bakta, 2006). Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (deplated iron store) sehingga penyediaan besi untuk eritropoiesis berkurang yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin berkurang. Kelainan ini ditandai oleh besi serum yang menurun, Total Iron Binding Capacity (TIBC) meningkat, saturasi transferrin menurun, ferritin serum menurun, dan adanya respon terhadap pengobatan dengan preparat besi (Dian Anindita Lubis, 2013). Anemia defisiensi besi dapat menyebabkan mudah lelah, kram saat berjalan, kedinginan, memiliki kebiasan memakan makanan yang tidak lazim (pica), daya tahan tubuh yang kurang baik. Anemia defisiensi besi pada anak juga dapat mempengaruhi pertumbuhan mental dan fisik (Emedicine,2014). Salah satu pengobatan anemia defisiensi besi adalah dengan pemberian tablet tambah darah yang berupa tablet Fe. Namun pemakaian besi yang dimakan tidak hanya untuk memperbaiki anemia tetapi untuk menambah cadangan zat besi sehingga pemakaian tablet Fe harus membutuhkan periode waktu 6-12 bulan. Pemakaian tablet Fe juga memiliki efek samping seperti nyeri perut, mual, muntah dan konstipasi (Dian Anindita Lubis, 2013). Banyak tanaman Indonesia yang saat ini telah digunakan secara luas untuk berbagai tujuan pengobatan salah satunya adalah daun katuk (Kristanty Yunitasari,2013). Saat ini daun katuk sudah diproduksi sebagai sediaan fitofarmaka yang berkhasiat untuk melancarkan ASI. Pada tahun 2000 telah terdapat sepuluh pelancar ASI yang mengandung daun katuk yang beredar di Indonesia. Ekstrak daun katuk juga telah digunakan sebagai produk makanan yang diperuntukkan bagi ibu menyusui, memperlancar, dan meningkatkan produksi ASI. Daun katuk telah dikenal luas oleh masyarakat sebagai sayur, di samping daun katuk memiliki efek laktagogum (pelancar asi), daun katuk juga memiliki kandungan kalsium 185 mg, zat besi 3,1 2

mg,dan mengandung serat 1,2 gram. Kadar zat besi pada daun katuk dapat menjadi alternatif untuk pengobatan anemia defisiensi besi. Daun katuk juga tidak memiliki efek samping yang menganggu percernaan sehingga daun katuk dinilai lebih aman dari pengobatan menggunakan tablet Fe (Kristanty Yunitasari,2013). 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka identifikasi masalah adalah efek infusa daun katuk meningkatan kadar hemoglobin pada tikus Wistar betina. 1.3 Maksud dan Tujuan Maksud Penelitian adalah untuk memperoleh sediaan suportif dalam hal ini efek infusa daun katuk terhadap peningkatan kadar hemoglobin pada tikus Wistar betina. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai efek infusa daun katuk terhadap peningkatan kadar hemoglobin pada tikus Wistar betina. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat akademis adalah untuk menambah pengetahuan, memperkenalkan dan membuktikan efek infusa daun katuk terhadap peningkatan kadar hemoglobin pada tikus Wistar betina. Manfaat praktis adalah memberikan informasi pada masyarakat luas terhadap manfaat lain infusa daun katuk setelah diuji klinis. 3

1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 1.5.1 Kerangka Pemikiran Anemia defisiensi besi merupakan anemia tersering yang ditandai oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun (Bakta, 2006). Anemia defisiensi besi dapat disebabkan antara lain karena rendahnya asupan besi selama kehamilan, gangguan absorbsi, berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoiesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang (Bakta, 2006). Anemia defisiensi besi dapat mengenai siapapun terutama pada anak-anak, remaja, wanita dewasa, dan ibu hamil. Anemia pada anak-anak dan remaja dapat menggangu pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental, sedangkan pada wanita dewasa dan ibu hamil dapat menyebabnya berkurangnya produktifitas hidup dan mengganggu pertumbuhan janin, bahkan dapat menimbulkan keguguran. Mengingat besarnya dampak buruk dari anemia defisiensi zat besi maka perlu kiranya perhatian yang cukup dan pengobatan yang baik (Bakta, 2006). Daun katuk (Sauropus androgynous Merr) kaya vitamin K, selain provitamin A (beta-karotena), vitamin B, dan vitamin C. Mineral yang terkandung pada daun katuk adalah kalsium hingga 2,8%, besi, kalium, fosfor, dan magnesium. Daun katuk memiliki kandungan besi berkisar 3,1 mg diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif pengobatan pada anemia defisiensi besi (Syahrial Mayus, 2013). Besi yang diabsorbsi dari usus halus, segera berikatan dengan protein apoferitin untuk membentuk ferritin yang digunakan sebagai pembentuk hemoglobin. Hemoglobin dibutuhkan dalam pembentukan sel darah merah (Rodak, George, Elaine. 2012) 4

1.5.2 Hipotesis Penelitian Pemberian infusa daun katuk meningkatan kadar hemoglobin pada tikus Wistar betina. 5