2015 PENERAPAN MOD EL INKUIRI ABD UKTIF UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP D AN LITERASI SAINS SISWA SMA PAD A MATERI HUKUM NEWTON

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengajarkan sains, guru harus memahami tentang sains. pengetahuan dan suatu proses. Batang tubuh adalah produk dari pemecahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi. Sebagaimana dikemukakan oleh Sukmadinata (2004: 29-30) bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Badan Nasional Standar Pendidikan (BSNP) merumuskan 16

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

2014 PENGEMBANGAN BUKU AJAR KIMIA SUB TOPIK PROTEIN MENGGUNAKAN KONTEKS TELUR UNTUK MEMBANGUN LITERASI SAINS SISWA SMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN DOMAIN KOMPETENSI DAN PENGETAHUAN SAINS SISWA SMP PADA TEMA PENCEMARAN LINGKUNGAN

ANALISIS BUKU AJAR IPA YANG DIGUNAKAN DI SEMARANG BERDASARKAN MUATAN LITERASI SAINS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siska Sintia Depi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siti Nurhasanah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewi Murni Setiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. tentang gejala-gejala alam yang didasarkan pada hasil percobaan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu peristiwa yang diamati yang kemudian diuji kebenarannya

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Abdul Latip, 2015

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA POKOK BAHASAN ENZIM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan seseorang menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting

BAB I PENDAHULUAN. secara maksimal. Keberadaan buku ajar memberikan kemudahan bagi guru dan. siswa untuk dapat memahami konsep secara menyeluruh.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

2015 KONSTRUKSI DESAIN PEMBELAJARAN IKATAN KIMIA MENGGUNAKAN KONTEKS KERAMIK UNTUK MENCAPAI LITERASI SAINS SISWA SMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan saja, melainkan proses sains dan menggunakannya untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sains berasal dari natural science atau science saja yang sering disebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut kita untuk memiliki

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Inelda Yulita, 2015

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

BAB I PENDAHULUAN. Skor Maksimal Internasional

BAB I PENDAHULUAN. sering dimunculkan dengan istilah literasi sains (scientific literacy). Literasi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses interaksi (hubungan timbal

I. PENDAHULUAN. Secara umum, asesmen dapat diartikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada tingkat sekolah dasar adalah merupakan pondasi bagi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Azza Nuzullah Putri, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan keterampilan sepanjang hayat (Rustaman, 2006: 1). Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di Indonesia dewasa ini kurang berhasil meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah seperti tidak dapat melanjutkan studi, tidak dapat menyelesaikan

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA PRAKTIKUM INKUIRI TERBIMBING PAD A TOPIK SEL ELEKTROLISIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

BAB 1 PENDAHULUAN. semua potensi, kecakapan, serta karakteristik sumber daya manusia kearah yang

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK TERHADAP PENCAPAIAN LITERASI KUANTITATIF SISWA SMA PADA KONSEP MONERA

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang melek terhadap sains dan teknologi (UNESCO,

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. teknologi (Depdiknas, 2006). Pendidikan IPA memiliki potensi yang besar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika

2015 PEMAHAMAN KONSEP SISWA PADA PEMBELAJARAN HIDROLISIS GARAM BERBASIS INKUIRI TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) memberikan. kemampuan yang dapat memecahkan masalah atau isu-isu yang beredar.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) merupakan ilmu yang berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Julia Artati, 2013

IDENTIFIKASI KEMAMPUAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DITINJAU DARI ASPEK-ASPEK LITERASI SAINS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran reciprocal teaching pertama kali diterapkan oleh Brown

... BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Adek, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kunci penting dalam menghadapi tantangan di masa depan. Menurut Hayat dan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pengetahuan sebagai kerangka fakta-fakta yang harus dihafal.

2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN S LEARNING IN SCIENCE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ika Citra Wulandari, 2015

BAB I PENDAHULUAN. ujian akhir semester (UAS) ganjil T.A 2011/2012. Ujian Akhir Semester Ganjil TB Rerata Kelas SMP Negeri 2 Pahae Julu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 PEMBELAJARAN LEVELS OF INQUIRY (LOI)

BAB I PENDAHULUAN. Di sekolah dasar, Ilmu Pengetahuan Alam atau sains merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Strategi Literasi Pada Pembelajran Bertema Alat Ukur Pada Kendaraaan Bermotor Untuk Meningkatkan Literasi Fisika

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. kesimpulan (Hohenberg, 2010). Langkah-langkah metode ilmiah ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

Ulya Dewi Annur, Wartono, dan Mudjihartono Universitas Negeri Malang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek

BAB I PENDAHULUAN. ilmuwan untuk melakukan proses penyelidikan ilmiah, atau doing science (Hodson,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata pelajaran fisika merupakan salah satu mata pelajaran sains yang dipelajari siswa di sekolah. Melalui pembelajaran fisika di sekolah, siswa belajar berbagai konsep fisika. Pembelajaran fisika mengajak siswa untuk mengamati gejala fisik yang dapat diselidiki penyebabnya. Menurut Permendikbud Nomor 81A tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum disebutkan bahwa, Di dalam pembelajaran, peserta didik didorong untuk menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan yang sudah ada dalam ingatannya, dan melakukan pengembangan menjadi informasi atau kemampuan yang sesuai dengan lingkungan dan jaman tempat dan waktu ia hidup. Berdasarkan kutipan di atas maka dalam pembelajaran fisika siswa membangun pengetahuannya berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa. Konstruksi pengetahuan beranjak dari pengetahuan awal siswa. Pengetahuan awal tersebut kemudian dikembangkan dengan bertambahnya pengetahuan dari konsep fisika yang sedang dipelajari siswa. Pengetahuan baru yang dimiliki oleh siswa tersebut disesuaikan dengan lingkungan sehari-harinya. Selama proses pembelajaran, siswa merupakan subjek yang aktif dalam penggalian konsep fisika. Dalam Permendikbud Nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses disebutkan bahwa prinsip pembelajaran yang digunakan dari peserta didik diberi tahu berubah menjadi peserta didik yang mencari tahu. Siswa diberikan kesempatan untuk terlibat aktif dalam pembelajaran. Pembelajaran fisika mengajak siswa untuk mengamati fenomena fisik yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya muncul dalam benak siswa beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan fenomena tersebut. Pertanyaan tersebut dijawab siswa melalui suatu penyelidikan ilmiah yang bertujuan untuk mengumpulkan data percobaan. Selanjutnya siswa dapat mengasosiasikan pengetahuan yang diperoleh kemudian mengkomunikasikan pengetahuan yang diperoleh. 1

2 Pengalaman belajar tersebut penting untuk membentuk penguasaan konsep siswa. Bruner (dalam Suyono dan Hariyanto, 2011) menjelaskan bahwa pengetahuan baru yang didapat dari konstruksi pengetahuan terdahulu menciptakan makna dan membuat siswa memahami secara mendalam dari informasi baru yang diperoleh. Penguasaan konsep siswa dikonstruksi melalui pengalaman belajar yang dipersiapkan oleh guru. Berdasarkan hasil wawancara guru fisika di salah satu SMA Negeri Bandung menyatakan bahwa pembelajaran dilakukan guru dengan cara menjelaskan materi kepada siswa. Siswa memperhatikan penjelasan guru kemudian mengerjakan soal-soal. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran masih berpusat pada guru. Hal serupa juga ditemukan oleh Mulyani (2013) yaitu dalam kesehariannya guru sering menyampaikan konsep fisika melalui metode ceramah dan proses pembelajaran seringkali hanya menekankan pada pengerjaan soal. Dari hasil observasi tersebut diketahui bahwa siswa adalah sebagai objek, bukan sebagai subjek yang aktif mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. Padahal pembelajaran yang dilakukan oleh guru sangat berpengaruh terhadap pengalaman belajar siswa untuk memahami konsep secara mendalam. Hal ini terbukti pada studi pendahuluan yang dilaksanakan di salah satu SMA Negeri Bandung ditemukan bahwa 68,06% siswa yang nilainya di bawah batas KKM. Temuan yang sama juga ditemukan oleh Hardiansyah (2010) yaitu hanya 30% siswa yang lulus dari tiap ulangan harian yang diselenggarakan padahal soal yang digunakan hanya berkisar C 1 dan C 2 saja. Soal-soal tersebut hanya berkisar pada pengetahuan dan pemahaman. Bila dibandingkan dengan penguasaan konsep, soal-soal tersebut belum cukup memenuhi karena penguasaan konsep mencakup ke tingkatan-tingkatan yang selanjutnya. Dari kenyataan tersebut dapat terlihat bahwa masih rendahnya penguasaan konsep yang dimiliki oleh siswa. Pembelajaran fisika di kelas tidak hanya sampai pada penguasaan konsep saja. Pengetahuan yang diperoleh tersebut kemudian direfleksikan oleh siswa sehingga siswa merasakan manfaat dari pengetahuan baru yang diperoleh. Hal ini sesuai dengan Permendikbud No. 81A tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum bahwa bahan kajian/pelajaran diharapkan bermakna bagi peserta didik yaitu bermanfaat karena dapat membantu peserta didik dalam kehidupan sehari-

3 hari. Hal senada juga dikemukakan oleh Suyono dan Hariyanto (2011, hlm. 17) bahwa pengetahuan yang diberikan oleh guru dikembangkan untuk disesuaikan dengan lingkungan, disesuaikan dengan perkembangan ilmu yang sedang terjadi dan dipergunakan untuk menyelesaikan masalah keseharian. Siswa bukan hanya dituntut untuk bisa mengerjakan soal fisika di kelas tetapi juga dapat mengaplikasikan pengetahuan yang didapat untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Pentingnya aplikasi pengetahuan dalam kehidupan seharihari juga didorong oleh adanya tantangan eksternal diantaranya isu yang terkait dengan masalah lingkungan hidup serta kemajuan teknologi dan informasi (Permendikbud No. 69 tahun 2013 tentang Kurikukum SMA-MA). Kemampuan siswa untuk menerapkan pengetahuan ilmiah pada situasi dunia nyata disebut sebagai literasi sains (American Association for the Advancement of Science, dalam Gormally dkk, 2012). Terdapat banyak definisi literasi sains sejak Paul de Hurd menggunakan istilah ini tahun 1958. Organization for Economic Co-operation and Development (2003) mendefinisikan literasi sains sebagai kemampuan untuk menggunakan pengetahuan ilmiah, untuk mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti agar dapat memahami dan membantu membuat keputusan tentang alam serta perubahan yang terjadi pada alam oleh aktivitas manusia. Menurut National Research Council (dalam Gormally dkk, 2012), literasi sains sebagai penggunaan bukti dan data untuk mengevaluasi kualitas dari informasi dan argumen sains yang diajukan oleh ilmuwan dan media. Definisi literasi sains menurut OECD dan NRC tersebut merupakan dua dasar definisi literasi sains menurut Gormally dkk (2012) yaitu (1) Keterampilan mengenali dan menganalisis penggunaan metode penyelidikan yang mengarah pada pengetahuan ilmiah, dan (2) Keterampilan yang berhubungan dengan mengorganisir, dan menafsirkan data kuantitatif dan informasi ilmiah. Di dalam Permendikbud No. 81 A tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum disebutkan bahwa peserta didik adalah subjek yang memiliki kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuan. Ketika siswa mencari dan mengolah informasi, siswa perlu mempunyai keterampilan untuk mengidentifikasi pernyataan ilmiah dan validitas sumber yang

4 merupakan aspek keterampilan kategori pertama dari Gormally dkk. Siswa juga perlu mempunyai keterampilan mengorganisir dan menafsirkan data kuantitatif dan informasi ilmiah selama mengkonstruksi pengetahuan, misalnya melalui penyelidikan ilmiah. Hal ini menjadi dasar dari penggunaan aspek keterampilan sains menurut Gormally dkk dalam penelitian ini. Dari pemaparan hasil wawancara Selama pembelajaran guru dapat melatihkan siswa keterampilan literasi sains. Keterampilan yang dilatihkan berkaitan dengan konten pelajaran yang sedang dipelajari siswa misalnya keterampilan siswa mencari informasi yang benar dari suatu fenomena yang diamati. Keterampilan tersebut bukan hanya akan bermanfaat di kelas selama pembelajaran namun keterampilan tersebut dapat dipakai oleh siswa dalam aktivitasnya. Akan tetapi hasil wawancara menunjukkan bahwa pembelajaran yang lebih menekankan pada penyelesaian soal. Siswa kurang mendapatkan pengalaman belajar untuk mengaitkan konsep ke kehidupan sehari-hari. Hal serupa juga dikemukakan oleh Trianto (2009, hlm.6) bahwa kenyataan di lapangan siswa hanya menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki. Kurangnya pengalaman belajar yang mengaitkan konsep dengan kehidupan nyata menyebabkan rendahnya litersi sains siswa. Berdasarkan hasil studi PISA pada tahun 2009 yang dilakukan terhadap sampel acak anak Indonesia usia 15 tahun, diperoleh hasil bahwa rata-rata skor prestasi literasi sains anak Indonesia adalah 383 yang menempatkan Indonesia pada 10 besar terbawah dari 65 negara yang ikut serta ( Balitbang, 2011). Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada umunya literasi sains anak Indonesia masih rendah. Menurut Ekohariadi (2009) bahwa anak Indonesia masih rendah dalam kemampuan literasi sains diantaranya mengidentifikasi masalah, menggunakan fakta ilmiah, memahami sistem kehidupan dan memahami penggunaan peralatan sains. Penguasaan konsep dan literasi sains siswa yang rendah perlu ditangani melalui suatu tindakan diantaranya dapat dimulai dengan memperbaiki proses pembelajaran fisika di sekolah. Proses pembelajaran sains di kelas menjadi bermakna apabila siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran dan dapat

5 mengaitkan pengalaman pembelajarannya dengan kehidupan sehari-hari. Dalam rangka memperbaiki literasi sains siswa, Rustaman (2000) mengemukakan bahwa, Pembelajaran sains hendaknya memberikan kemampuan bernalar, merencanakan dan melakukan penyelidikan ilmiah, menggunakan pengetahuan yang sudah dipelajari untuk memahami gejala alam dan perubahan alam yang terjadi disekitarnya. Pembelajaran tersebut salah satunya dapat dilakukan melalui pembelajaran berbasis inkuiri dengan menggunakan Model Inkuiri Abduktif. Model inkuiri abduktif menggunakan metode scientific dimana siswa dapat mengamati fenomena untuk melakukan eksplorasi, memeriksa hipotesis-hipotesis yang berkaitan dengan fenomena, melakukan penyelidikan ilmiah untuk menyeleksi hipotesis, kemudian memilih hipotesis terbaik berdasarkan kegiatan penyelidikan ilmiah untuk menjelaskan fenomena. Salah satu tahapan dari model inkuiri abduktif yaitu tahap examination (pemeriksaan). Pada tahap ini siswa melakukan penyelidikan ilmiah yang didalamnya terdapat kegiatan mengidentifikasi kebenaran suatu pernyataan ilmiah, mengevaluasi validitas sumber, menafsirkan data dalam bentuk grafis, menggunakan statistik, menggunakan keterampilan kuantitatif, serta membuat kesimpulan berdasarkan data kuantitatif. Keterampilan tersebut merupakan aspek keterampilan literasi sains Gormally dkk. Selain itu, selama melakukan penyelidikan ilmiah siswa juga diajak untuk memahami konsep fisika yang muncul dalam penyelidikan ilmiah serta menganalisis hasil temuan. Aspek mehamami dan menganalisis merupakan aspek dari penguasaan konsep. Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti ingin menyelidiki sejauh mana penerapan Model Inkuiri Abduktif dengan melihat peningkatan penguasaan konsep dan literasi sains siswa pada pembelajaran fisika. Oleh karena itu penulis mengadakan penelitian yang berjudul Penerapan Model Inkuiri Abduktif untuk meningkatkan Penguasaan Konsep dan Literasi Sains Siswa SMA pada Materi Hukum Newton

6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah Bagaimana peningkatan penguasaan konsep dan literasi sains siswa setelah diterapkan Model Inkuiri Abduktif pada materi Hukum Newton?. Berdasarkan pertanyaan penelitian tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dijabarkan secara operasional dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Bagaimana peningkatan penguasaan konsep siswa setelah diterapkan Model Inkuiri Abduktif pada pembelajaran di kelas? 2. Bagaimana peningkatan literasi sains siswa setelah diterapkan Model Inkuiri Abduktif pada pembelajaran di kelas? C. Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut. 1. Peningkatan penguasaan konsep yang dimaksud yaitu peningkatan pada sistem kognitif berdasarkan taksonomi marzano yang meliputi aspek mengingat, pemahaman, dan analisis. 2. Peningkatan Keterampilan literasi sains yang dimaksud dibatasi pada enam keterampilan literasi sains menurut Gormally dkk (2012) meliputi (1) Mengidentifikasi pernyataan ilmiah yang valid, (2) Mengevaluasi validitas sumber, (3) Membaca dan menafsirkan data dalam bentuk grafis, (4) Menyelesaikan masalah menggunakan keterampilan kuantitatif (5) Memahami dan menerjemahkan dasar penggunaan statistik, dan (6) Membenarkan inferensi, prediksi, dan kesimpulan berdasarkan data kuantitatif. D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menyelidiki peningkatan penguasaan konsep siswa setelah diterapkan Model Inkuiri Abduktif pada pembelajaran fisika di kelas

7 2. Menyelidiki peningkatan literasi sains siswa setelah diterapkan Model Inkuiri Abduktif pada pembelajaran fisika di kelas E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Memberikan alternatif model pembelajaran untuk meningkatkan penguasaan konsep dan kemampuan literasi sains siswa dalam mata pelajaran Fisika. 2. Memberikan gambaran mengenai penerapan Model Inkuiri Abduktif dan sebagai referensi untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai Inkuiri Abduktif dengan variabel selain penguasaan konsep dan literasi sains.