BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Kanker paru memiliki prevalensi tertinggi di dunia mencapai 18 % dari total kanker (World Health Organization, 2008). Pada tahun 2010, insiden kanker paru menduduki peringkat ke-3 dari kanker di dunia memiliki angka mortalitas tertinggi di antara seluruh kejadian kanker di dunia (World Health Organization, 2010). Selain itu, kanker paru mempunyai tingkat insidensi dan mortalitas tertinggi pada pria dan menduduki peringkat ke-4 pada wanita (setelah kanker payudara, kanker servix, dan kanker kolorektal) (World Health Organization, 2010). Di Indonesia, hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan di 5 rumah sakit propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan angka kesakitan karena kanker paru sebesar 30%, sehingga untuk sementara Indonesia menduduki peringkat ke - 4 penderita kanker paru terbanyak di dunia (Depkes RI, 2004). Insidensi kanker paru 1
2 cenderung meningkat hingga 0,5% setiap tahunnya, terutama di negara negara berkembang termasuk Indonesia. Indonesia memiliki prevalensi yang tinggi terhadap salah satu faktor risiko kanker paru yaitu konsumsi rokok (World Health Organization & DepKes RI, 2003). Indonesia menduduki peringkat ke 3 konsumsi rokok di dunia dan prevalensinya akan terus meningkat hingga 5 tahun akan datang (World Health Organization, 2008). Berdasarkan keterangan Global Adult Tobacco Survey (GATS), sebuah survei global standar untuk memonitor penggunaan tembakau di suatu negara, prevalensi perokok aktif pria di Indonesia sebesar 67,4 persen. Peningkatan konsumsi rokok di populasi ini yang akan meningkatkan pula prevalensi kejadian kanker paru (Sat Sharma, 2009). Jika pola peningkatan ini terus berlanjut, kanker paru akan semakin menjadi masalah dalam dunia kesehatan (American Cancer Society (ACS), 2007). Telah banyak upaya yang dilakukan untuk mengatasi penyakit kanker paru, salah satu upayanya adalah dengan memproduksi obat anti kanker paru. Senyawa anti kanker paru yang berasal dari substansi sintesis tersebut digunakan untuk proses kemoterapi. Pemberian kemoterapi
3 sebagai pengobatan pada kanker paru sering menimbulkan efek samping berupa mual, muntah (Abdul muthalib, 2006), kelelahan, kehilangan nafsu makan (National Cancer Center Singapore, 2009) dan kerontokan rambut (Wills et al., 1981). Penderitaan yang dialami pasien akan memperburuk kondisi psikologis pasien sehingga proses penyembuhan akan semakin lama. Selain hal di atas, usaha penyembuhan kanker paru dengan obat sintesis masih dianggap terlalu mahal oleh masyarakat sehingga mereka cenderung takut untuk melanjutkan terapi (Indrayani dkk., 2006). Hal tersebut mendorong dilakukannya pencarian sumber obat baru yang berasal dari alam, salah satunya adalah tanaman herbal. Kekayaan Indonesia akan tanaman herbal merupakan suatu keuntungan untuk mengembangkan berbagai penelitian di bidang medis (Indrayani dkk., 2006). Beberapa penelitian mulai diarahkan pada pengujian potensi bahan alam sebagai agen kemoterapi. Tujuannya adalah untuk meningkatkan sensitivitas sel kanker serta mengurangi efek samping yang ditimbulkan oleh agen kemoterapi. Agen kemoterapi umumnya memiliki aktivitas menghambat pertumbuhan tumor (sitotoksik) melalui mekanisme cell cycle arrest (Saphiro and Harper, 1999),
4 kemampuan induksi apoptosis (Fisher, 1994) ataupun menghambat ekspresi protein yang berperan dalam induksi apoptosis (Kitagawa, 2006). Pengendalian apoptosis dihubungkan dengan gen yang mengatur siklus sel, termasuk di antaranya gen p53, Rb, myc, caspase 9 dan lain-lain. Beberapa jenis gen berfungsi sebagai penghambat apoptosis, di antaranya keluarga gen Bcl-2 (Kumar et al., 2010). Pada sel kanker paru terdapat kelompok gen tumor supressor yakni gen p53 dan Rb (Zeiss, 2003). Semua proses ini merupakan efek toksik yang pada akhirnya menimbulkan kematian pada sel kanker (Ren et al., 2003). Pimpinella alpina merupakan salah satu tanaman herbal yang berpotensi untuk mengobati penyakit kanker. Tanaman ini berupa semak kecil yang dapat dengan mudah dijumpai di Indonesia, khususnya di daerah dataran tinggi. Salah satu penelitian biomolekular uji kandungan menyatakan bahwa akar Pimpinella alpina ini mengandung substansi kimia yang unik yaitu limoneria, dranethole, asam kafeat, anisheton (Suzery M, 2004), senyawa turunan sterol, saponin dan alkaloida (Lubis dkk., 1975), turunan senyawa kumarin yaitu senyawa bergapten (Syahid dkk., 2004). Dalam penelitian lain
5 dikatakan bahwa zat aktif berupa saponin dan sterol pada tanaman purwaceng (Pimpinella alpina) terbukti secara empirik berkhasiat meningkatkan daya seksualitas dan daya gairah pria (afrodisiak) (Suzery M, 2004). Selain itu, zat aktif yang lain berupa limoneria, dranethole, asam kafeat, anisheton pada tanaman purwaceng (Pimpinella alpina) ini dipercaya dapat mengobati lemah syawat dan meluruhkan air seni (diuretik) (Suzery M, 2004). Purwaceng (Pimpinella alpina) juga mempunyai zat aktif berupa turunan senyawa kumarin yaitu senyawa bergapten, iso-bergapten yang bermanfaat sebagai obat analgetika, anti piretika, sedativa, anti helmitika, anti fungi, anti bakteri, dan anti kanker (Syahid dkk., 2004). Kumarin secara khusus merupakan zat yang berguna sebagai anti kanker pada sel kanker. Kumarin yang terkandung dalam akar Pimpinella alpina dalam bentuk kumarin psoraldin. Psoraldin adalah furanokumarin alami terisolasi dari coryfoliapsoralea yang memiliki sifat anti kanker yang memicu apoptosis pada sel kanker tanpa toksisitas terhadap jaringan normal (Bronikowska J et al., 2011). Selain kumarin, kandungan alkaloid diketahui juga berpotensi sebagai agen anti kanker dengan
6 menghambat proliferasi (antiproliferatif) dan menginduksi proses apoptosis dari sel kanker tersebut (Sreelatha et al., 2009). Berdasarkan uraian masalah di atas, dapat diketahui bahwa perlu adanya alternatif pengobatan baru untuk kanker paru dengan menggunakan metode herbal. Kandungan zat aktif yakni kumarin psoraldin dan alkaloid pada akar tanaman Pimpinella alpina dapat dijadikan acuan untuk meneliti lebih lanjut mengenai efektivitas akar Pimpinella alpina pada penyembuhan penyakit kanker paru melalui aktivitas anti kanker yaitu kemampuan menginduksi apoptosis pada sel kanker paru. Pada penelitian ini, ekstrak air Pimpinella alpina diharapkan mampu memberikan efek sitotoksik dengan menginduksi apoptosis pada sel kanker paru melalui berbagai jalur ekspresi protein gen yakni p53, Rb, Bcl-2, dan Caspase-9. I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah ekstrak air Pimpinella alpina mengandung zat aktif kumarin dan alkaloid?
7 2. Apakah ekstrak air Pimpinella alpina memiliki efek sitotoksik terhadap sel kanker paru A549? 3. Apakah efek sitotoksik ekstrak air Pimpinella alpina terhadap sel kanker paru A549 terjadi melalui mekanisme induksi apoptosis? 4. Apakah induksi apoptosis pada pemberian ekstrak air Pimpinella alpina terjadi melalui jalur ekpresi protein berbagai gen apoptosis? I.3. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui kandungan kumarin dan alkaloid pada ekstrak air Pimpinella alpina secara kualitatif 2. Untuk mengetahui efek sitotoksik ekstrak air Pimpinella alpina terhadap sel kanker paru A549 3. Untuk mengetahui kemampuan induksi apoptosis ekstrak air Pimpinella alpina terhadap sel kanker paru A549 4. Untuk mengetahui mekanisme jalur apoptosis ekstrak air Pimpinella alpina terhadap sel kanker paru A549 melalui jalur ekspresi protein berbagai gen apoptosis I.4. Keaslian Penelitan Belum ada penelitian yang membahas mengenai efek purwaceng (Pimpinella alpina) terhadap kanker. Selama
8 ini, penelitian terkait purwaceng (Pimpinella alpina) hanya sebatas mengenai kandungan kimianya dan efek fertilitasnya. Penelitian Oleh Popppy Dea Bertha tahun 2010 menyebutkan bahwa ekstrak purwaceng (Pimpinella alpina) memiliki efek meningkatkan spermatogenesis pada ikan lele jantan (Clarias Sp.) dengan indikator peningkatan bobot testis dan nilai spermatokrit. I.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai kegunaan Pimpinella alpina sebagai agen kemoterapi dengan menginduksi apoptosis sel kanker paru dan sebagai dasar informasi ilmiah untuk mengkaji lebih lanjut pemanfaatan Pimpinella alpina dalam terapi anti kanker baru. Selain itu, secara aplikatif penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi masyarakat untuk menggunakan Pimpinella alpina sebagai salah satu alternatif terapi pengobatan untuk kanker paru.