BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang, rumusan masalah,

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Belajar merupakan suatu kegiatan yang memberikan kesempatan kepada siswa

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang masalah, rumusan

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pengembangan potensi diri diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. bermutu menjadi salah satu faktor yang penting dalam perkembangan

I. PENDAHULUAN. pendidikan adalah agar anak tersebut bertambah pengetahuan dan keterampilan

melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Pada saat ini pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan,

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh karenanya kimia

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari mengenai susunan, struktur, sifat, perubahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDEKATAN ILMIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MADRASAH IBTIDAIYAH (Studi Analisis Desain Strategi Pendidikan Agama Islam)

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor yang penting dalam kehidupan. Negara

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reni Nurdaeni, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Siti Maemunah, 2013

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. kimia adalah pengetahuan yang berupa fakta, teori, prinsip,dan hukum. Proses

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya harus memiliki pendidikan yang baik. Sebagaimana tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

I. PENDAHULUAN. tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman (Rusman, 2011). Berdasarkan

Siti Solihah, Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau

PENGGUNAAN SIKLUS BELAJAR HIPOTESIS DEDUKTIF PADA PEMBELAJARAN LARUTAN PENYANGGA UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERPIKIR SISWA KELAS XI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. beradaptasi dengan lingkungan dan mengantisipasi berbagai kemungkinan

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. martabat manusia secara holistik. Hal ini dapat dilihat dari filosofi

I. PENDAHULUAN. terbangunnya sebuah peradaban suatu bangsa. Pendidikan di Indonesia banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PARADIGMA PEMBELAJARAN EKONOMI. Sosialisasi KTSP 1

BAB I PENDAHULUAN. Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun sains, ilmu yang pada

I. PENDAHULUAN. mutu pendidikan. Hal ini dikarenakan kualitas mutu pendidikan menentukan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai manusia Indonesia seutuhnya. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan keterampilan proses serta menumbuhkan berpikir kritis

I. PENDAHULUAN. alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki eksistensi yang lebih bermartabat. Pendidikan formal pada hakikatnya

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

BAB I PENDAHULUAN. sikap dan keterampilan peserta didik. Pelaksanaannya bukanlah usaha mudah

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. kualitas SDM. Pendidikan matematika dan ilmu pengetahuan alam merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses untuk membina dan mengantarkan anak

I. PENDAHULUAN. Saat ini keunggulan suatu bangsa tidak lagi bertumpu pada kekayaan alam,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fungsi dari mata pelajaran kimia di SMA adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Sekolah Dasar sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional mempunyai peran yang amat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan berfungsi sebagai pencetak SDM

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kemajuan iptek ini tidak lepas dari perubahan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dengan IPA. Karakteristik tersebut adalah objek ilmu kimia, cara memperoleh serta

PENERAPAN KONSEP PEMBELAJARAN HOLISTIK DI SEKOLAH DASAR ISLAM RAUDLATUL JANNAH WARU SIDOARJO PADA MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

I. PENDAHULUAN. Mata pelajaran Biologi pada Sekolah Menengah Atas (SMA) diajarkan untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lebih kearah penanaman pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, sebagaimana para saintis merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ANALISIS KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA KELAS XI PADA MATERI HIDROLISIS GARAM DENGAN MODEL LEARNING CYCLE 5E DAN METODE PRAKTIKUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. hasil belajar para siswanya agar dapat melakukan perbaikan-perbaikan agar hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku sebagai hasil usaha

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan pendidikan nasional dan tuntutan masyarakat. Kualitas pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih berkualitas. Dalam menciptakan SDM yang berkualitas tidak terlepas

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia dewasa ini telah mendapat perhatian yang

BAB I PENDAHULUAN. mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. pergaulan Pasar Bebas seperti GATT, WTO, AFTA dan pergaulan dunia yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuanita, 2013

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN. kelas. 1 Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian, penanganan, dan prioritas secara intensif baik oleh

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. yang kondusif bagi lahirnya pribadi yang kompetitif. (Tilaar, 2004)

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa: kecerdasan peserta didik semata, tetapi juga untuk mengembangkan semua

BAB I PENDAHULUAN. secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan. negara (Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, 2013: 1).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasai saat ini suatu bangsa dituntut bersaing dan selalu

I. PENDAHULUAN. alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan era globalisasi seperti saat ini memungkinkan terjadinya arus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan 3. Aktivitas-aktivitas peserta didik sepenuhnya didasarkan pada pengkajian.

BAB I PENDAHULUAN. yang terpenting dalam meningkatkan kualitas maupun kompetensi manusia, agar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Vita Rosmiati, 2013

I. PENDAHULUAN. menguasai informasi dan pengetahuan. Dengan demikian diperlukan suatu

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengembangkan pengetahuan dan kepribadiannya. Pendidikan ini

BAB I PENDAHULUAN., karena dengan bekal pendidikan khususnya pendidikan formal diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan model utama untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses yang dialami oleh setiap individu dan

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan kompleksnya tingkat berpikir siswa,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang, rumusan masalah, batasan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan penjelasan istilah. A. Latar Belakang Pembangunan pendidikan nasional ke depan didasarkan pada paradigma membangun manusia Indonesia seutuhnya, yang berfungsi sebagai subyek, yang memiliki kapasitas untuk mengaktualisasikan potensi dan dimensi kemanusiaan secara optimal. Dimensi kemanusiaan itu mencakup tiga hal paling mendasar, yaitu (a) afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis; (b) kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; dan (c) psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis (Depdiknas, 2010). Fokus pembangunan pendidikan nasional diarahkan untuk meningkatkan mutu dan daya saing SDM Indonesia pada era perekonomian berbasis pengetahuan (knowledge based economy) dan pembangunan ekonomi kreatif. Pendidikan merupakan proses sistematis untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik, yang memungkinkan ketiga dimensi kemanusiaan paling elementer di atas dapat 1

2 berkembang secara optimal (Depdiknas, 2010). Depdiknas berharap pada tahun 2025 dapat mewujudkan: insan Indonesia cerdas, komprehensif, kompetitif, dan bermartabat (insan kamil/insan paripurna). Insan Indonesia cerdas komprehensif yang dimaksud adalah insan yang secara komprehensif cerdas spiritual, emosional, sosial, intelektual, dan kinestetis. Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, para pengelola pendidikan dituntut untuk memperkaya wawasan pengetahuan yang relevan dengan pekerjaannya dan sistem pembelajaran yang harus selalu disesuaikan dengan perkembangan pendidikan. Sistem pembelajaran yang dimaksud salah satunya adalah suatu proses pembelajaran yang tidak hanya memandang proses sains yang berupa proses penyampaian konsep semata, tetapi juga menuntun siswa agar dapat menggunakan/menerapkan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Whitehead dalam Arifin (2000), hasil yang nyata dalam pendidikan sebenarnya adalah proses berpikir yang diperoleh melalui pengajaran dari berbagai disiplin ilmu dan dalam hal ini adalah ilmu kimia. Namun, pada kenyataannya di lapangan tidak demikian adanya, bahkan para siswa memiliki banyak pengetahuan, tetapi kurang dilatih untuk menemukan pengetahuan, konsep, dan menerapkan ilmu pengetahuan. Berdasar hal itu, guru kimia harus bisa membuat inovasi dalam pembelajaran yang nantinya tidak hanya meningkatkan keterampilan proses siswa, tetapi siswa juga perlu memiliki self guided inquiry, suatu kemampuan berpikir untuk menghadapi perubahan teknologi yang cepat saat ini, maka diperlukan meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

3 Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP, 2006) objek ilmu kimia adalah gejala-gejala alam yang berkaitan dengan zat yang meliputi komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika dan energi yang menyertainya. Kimia merupakan ilmu yang pada awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan selanjutnya kimia juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif). Oleh sebab itu, ilmu kimia perlu dipelajari untuk tujuan yang lebih khusus yaitu membekali siswa dengan pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan lainnya diantaranya adalah keterampilan berpikir kritis. Menurut Ennis (2000), berpikir kritis adalah cara berpikir reflektif yang masuk akal atau berdasarkan nalar yang difokuskan untuk menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa pada ilmu kimia. Salah satu upaya tersebut adalah dengan memilih model pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif, dan menuntut siswa untuk berpikir kritis. Model siklus belajar hipotesis deduktif akan mendukung upaya meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa karena langkahlangkah pada model siklus hipotesis deduktif dapat melatih keterampilan berpikir kritis siswa. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Gustini, Nunik (2010) yang menunjukkan bahwa keterampilan berpikir kritis siswa kelas XI pada pembelajaran pengaruh ion senama dan ph terhadap kelarutan dengan siklus belajar hipotesis deduktif menunjukkan kriteria baik untuk semua indikator pembelajaran. Oleh karena

4 itu, keterampilan berpikir kritis perlu dikembangkan karena merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan, pekerjaaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan. Siswa tidak dapat mengembangkan keterampilan berpikirnya dengan baik tanpa berlatih menggunakannya dalam konteks berbagai bidang studi. Dengan demikian pengembangan keterampilan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran kimia tidak dapat dilakukan dengan cara mengingat dan menghafal konsep-konsep, tetapi dengan mengintegrasikan, mengaplikasikan dan mengkomunikasikan konsep-konsep yang telah dimiliki. Para ahli pendidikan telah berusaha untuk mengembangkan berbagai model pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya mata pelajaran kimia, diantaranya adalah model pembelajaran yang dilandasi pandangan konstruktivisme dari Piaget. Menurut pandangan ini, dalam proses pembelajaran siswa belajar membangun pengetahuannya sendiri dan memperoleh banyak pengetahuan di luar sekolah (Dahar, 1996). Jean Piaget seorang pioneer filsafat konstruktivisme menyatakan bahwa dalam proses belajar, anak akan membangun sendiri skemanya serta membangun konsep-konsep melalui pengalaman-pengalamannya (Suparno dalam Susilawati, 2010). Hal tersebut menunjukkan bahwa guru tidak begitu saja memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswalah yang harus aktif membangun pengetahuan dalam pikiran mereka sendiri. Salah satu model pembelajaran yang berdasarkan pandangan kontruktivisme adalah siklus belajar hipotesis deduktif.

5 Lawson dalam Rafiuddin (2006) menyatakan bahwa siklus belajar hipotesis deduktif sangat diperlukan dalam penguasaan konsep dan menjadi kunci keberhasilan meningkatnya kemampuan berpikir siswa. Menurut Lorsbach dan Huang dalam Susilawati (2010) Model siklus belajar hipotesis deduktif memiliki beberapa kelebihan antara lain: merangsang siswa untuk mengingat kembali materi pelajaran yang telah mereka dapatkan sebelumnya; memberikan motivasi kepada siswa untuk menjadi lebih aktif dan menambah rasa keingintahuan; melatih siswa belajar menemukan konsep melalui kegiatan eksperimen; melatih siswa untuk menyampaikan secara lisan konsep yang telah mereka pelajari; memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir, mencari, menemukan dan menjelaskan contoh penerapan konsep yang telah dipelajari; guru dan siswa menjalankan tahapantahapan pembelajaran yang saling mengisi satu sama lainnya; guru dapat menerapkan model ini dengan metode yang berbeda-beda. Adapun dipilihnya materi larutan elektrolit dan non-elektrolit sebagai materi pembelajaran yang akan dilaksanakan dengan model siklus belajar hipotesis deduktif didasarkan pada berbagai pertimbangan. Pertama, berdasarkan kompetensi dasar untuk materi larutan elektrolit dan non-elektrolit adalah mengidentifikasi sifat larutan elektrolit dan larutan non elektrolit berdasarkan data percobaan yang menuntut keterampilan berpikir kritis. Jika proses pembelajaran pada materi ini didesain dengan model siklus belajar hipotesis deduktif akan mendukung upaya meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. Pada prosesnya, siswa dapat belajar untuk

6 membuat hipotesis serta merancang percobaan untuk menguji hipotesis tersebut. Kedua, materi larutan elektrolit dan non-elektrolit merupakan salah satu materi yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan. Siswa perlu meningkatkan keterampilan berpikir kritis yang dimilikinya agar siswa dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian guna mengetahui bagaimana pencapaian keterampilan berpikir kritis siswa kelas X pada materi pembelajaran larutan elektrolit dan non elektrolit dengan menggunakan siklus belajar hipotesis deduktif sehingga siswa mampu memecahkan masalah dan menarik kesimpulan dari permasalahan yang sedang dihadapi. Penelitian ini diharapkan mampu merealisasikan pembelajaran yang mengaktifkan dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa agar siswa dapat lebih memahami materi pembelajaran yang diberikan dan bukan hanya sekedar hafalan. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang diajukan pada penelitian ini secara umum adalah Bagaimana keterampilan kritis siswa kelas X pada pembelajaran larutan elektrolit dan non-elektrolit dengan siklus belajar hipotesis deduktif? Rumusan masalah tersebut dijabarkan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :

7 1. Bagaimana keterampilan berpikir kritis seluruh siswa kelas X untuk seluruh sub indikator keterampilan berpikir kritis pada pembelajaran larutan elektrolit dan non-elektrolit dengan siklus belajar hipotesis deduktif? 2. Bagaimana keterampilan berpikir kritis seluruh siswa untuk setiap sub indikator keterampilan berpikir kritis pada pembelajaran larutan elektrolit dan nonelektrolit dengan siklus belajar hipotesis deduktif? 3. Bagaimana keterampilan berpikir kritis setiap kategori siswa untuk seluruh sub indikator keterampilan berpikir kritis pada pembelajaran larutan elektrolit dan non-elektrolit dengan siklus belajar hipotesis deduktif? 4. Bagaimana keterampilan berpikir kritis pada setiap kategori siswa untuk setiap sub indikator keterampilan berpikir kritis pada pembelajaran larutan elektrolit dan non-elektrolit dengan siklus belajar hipotesis deduktif? C. Batasan Penelitian Agar permasalahan yang telah dipaparkan di atas lebih jelas dan terarah maka ruang lingkup masalah yang diteliti dibatasi sebagai berikut, yaitu: sub indikator keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan meliputi, kemampuan memberikan alasan, mengemukakan hipotesis, merancang eksperimen, melaporkan hasil observasi; dan menarik kesimpulan sesuai fakta.

8 D. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai sejauh mana keterampilan berpikir kritis dapat dikembangkan oleh siswa kelas X pada materi pembelajaran larutan elektrolit dan nonelektrolit dengan siklus belajar hipotesis deduktif. Sehubungan dengan tujuan tersebut, maka penelitian ini memiliki tujuan khusus sebagai berikut : 1. Memperoleh gambaran mengenai pencapaian keterampilan berpikir kritis pada siswa kelas X terhadap seluruh sub indikator keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan pada materi pembelajaran larutan elektrolit dan non elektrolit dengan menggunakan model pembelajaran siklus belajar hipotesis deduktif. 2. Memperoleh gambaran mengenai pencapaian keterampilan berpikir kritis pada siswa kelas X untuk setiap sub indikator keterampilan berpikir kritis. 3. Memperoleh gambaran mengenai pencapaian keterampilan berpikir kritis pada kategori siswa tinggi, sedang, dan rendah untuk seluruh sub indikator keterampilan berpikir kritis. 4. Memperoleh gambaran mengenai pencapaian keterampilan berpikir kritis pada kategori siswa tinggi, sedang, dan rendah untuk setiap sub indikator keterampilan berpikir kritis.

9 E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Memberikan wawasan bagi guru dalam upaya meningkatkan keterampilan berpikir kritis khususnya pada pembelajaran larutan elektrolit dan nonelektrolit dengan siklus belajar hipotesis deduktif. 2. Sebagai informasi maupun rujukan bagi peneliti lain untuk mengembangkan model yang sama pada kajian dan subjek yang lain. 3. Sebagai suatu pengalaman belajar baru bagi siswa sehingga siswa menjadi lebih termotivasi untuk mempelajari kimia. F. Penjelasan Istilah 1. Analisis adalah mengidentifikasi hubungan hal-hal yang diharapkan dengan bukti yang nyata, misalnya pernyataan, pertanyaan, konsep, deskripsi, bukti, pengalaman, informasi, dan pendapat. (Liliasari, 2009) 2. Berpikir kritis adalah cara berpikir reflektif yang masuk akal atau berdasarkan nalar yang difokuskan untuk menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan. (Ennis, 2000) 3. Siklus belajar hipotesis deduktif adalah model pembelajaran berdasarkan pola pemikiran yang di dalamnya menghasilkan ide-ide secara intuitif yang diajukan sebagai hipotesis, konsekuensi-konsekuensi deduksinya, dan bukti-bukti yang

10 dibandingkan dengan konsekuensi deduksi untuk menerima atau menolak hipotesis (Lawson dalam Rafiuddin, 2006) 4. Larutan elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik. (Sunarya, 2009) 5. Larutan nonelektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik. (Sunarya, 2009)