2015 TARI GATOTKACA BOGOR KARYA WAWAN D EWANTARA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lilis Melani, 2014 Kajian etnokoreologi Tari arjuna sasrabahu vs somantri di stsi bandung

BAB III METODE PENELITIAN

2015 TARI GAWIL GAYA SUMEDANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fanny Ayu Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

20135 BENTUK, FUNGSI, SIMBOL DAN MAKNA TARI GATOTKACA GAYA SUMEDANG DAN GAYA GARUT

BAB I PENDAHULUAN. Seni terlahir dari ekspresi dan kreativitas masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asti Purnamasari, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki warisan budaya yang beranekaragam. Keanekarangaman warisan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal

BAB I PENDAHULUAN. kini, di antaranya; Tari Topeng, Tari Keurseus, Tari Wayang, Tari Tjetje

2015 TARI MAKALANGAN DI SANGGAR SAKATA ANTAPANI BANDUNG

2016 PROSES PEMBELAJARAN RAMPAK KENDANG DI SANGGAR SENI KUTALARAS CIRANJANG-CIANJUR

BAB I PENDAHULUAN. kesenian produk asli bangsa Indonesia. Kesenian wayang, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Seni Dzikir Saman Di Desa Ciandur Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang Banten

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prima Suci Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rina Arifa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. budaya, baik berupa seni tradisional ataupun seni budaya yang timbul karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

pergelaran wayang golek. Dalam setiap pergelaran wayang golek, Gending Karatagan berfungsi sebagai tanda dimulainya pergelaran.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesenian wayang golek merupakan salah satu kesenian khas masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diana Susi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ARIF RAMDAN, 2014

2014 TARI WAYANG HIHID DI SANGGAR ETNIKA DAYA SORA KOTA BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. Kemasan Sisingaan Pada Grup Setia Wargi Muda Kabupaten Subang Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

PENCAK SILAT GAYA BOJONG PADA PAGURON MEDALSARI DESA BOJONG KECAMATAN KARANG TENGAH DI KABUPATEN CIANJUR

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

2015 PERTUNJUKAN KESENIAN EBEG GRUP MUNCUL JAYA PADA ACARA KHITANAN DI KABUPATEN PANGANDARAN

Seiring dengan perkembangan zaman, desain kebaya

TARI RAHWANA GANDRUNG DI SANGGAR NYIMAS SEKAR PUJI ASMARA DESA CANGKOL KOTA CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Eksistensi budaya dalam kehidupan sosial masyarakat suatu bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Bali secara umum memiliki peran di dalam keberlangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada akhirnya dapat membangun karakter budaya

2015 TARI TUPPING DI DESA KURIPAN KECAMATAN PENENGAHAN KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak bisa terlepas dari hidup bermasyarakat karena, hanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 2 DATA DAN ANALISIS Perang Wanara dan Raksasa. satu ksatria yang sangat ditakuti oleh lawannya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bhineka Tunggal Ika

2016 TARI JAIPONG ACAPPELLA KARYA GOND O D I KLINIK JAIPONG GOND O ART PROD UCTION

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan unsur atau bagian dari kebudayan yang hidup di

BAB I PENDAHULUAN. Rudat adalah salah satu kesenian tradisional yang berkembang di Jawa

2016 ANALISIS PROSES PEMBUATAN BONEKA KAYU LAME D I KAMPUNG LEUWI ANYAR KOTA TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nova Silvia, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kusumah Dwi Prasetya, 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dilihat dari keterlibatan generasi mudanya. Berpijak dari hal tersebut, maka

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

TARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Innez Miany Putri, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pertama ini akan diuraikan secara berturut-turut : (1) latar

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian terlahir dari ekspresi dan kreativitas masyarakat

TARI KAWUNG ANTEN KARYA GUGUM GUMBIRA

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidupnya. Manusia yang memiliki sifat Human Society (sosialisasi

IBING PENCAK PADA PERTUNJUKAN LAKON TOPENG PENDUL DI KABUPATEN KARAWANG

2015 PERKEMBANGAN KESENIAN BRAI DI KOTA CIREBON TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk individu dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Neneng Yessi Milniasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN FAJRI BERRINOVIAN 12032

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil temuan di lapangan mengenai perkembangan seni

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah , 2014 Pembelajaran Rampak Bedug Pada Ekstrakurikuler Di SDN Cilegon-2 Kecamatan Jombang Banten

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

2015 KESENIAN MACAPAT GRUP BUD I UTOMO PAD A ACARA SYUKURAN KELAHIRAN BAYI D I KUJANGSARI KOTA BANJAR

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yulia Afrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hilda Maulany, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan

2016 PELESTARIAN TARI TRADISIONAL DI SANGGAR SUNDA RANCAGE KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari, seni tidak selalu diwujudkan dalam bentuk seni musik, seni rupa, seni

BAB VI KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian Lagu gedé dalam Karawitan. Sunda Sebuah Tinjauan Karawitanologi, diketahui keunggulan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Destri Srimulyan, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Larasita Puji Daniar, 2014 Legenda Ciung Wanara Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reggi Juliana Nandita, 2015

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Akar tradisi melekat di kehidupan masyarakat sangat

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Ciamis merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Sunda memiliki identitas khas yang ditunjukkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan seni di sekolah dalam kurikulum pendidikan terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. tengah berbagai perubahan, lebih jauh lagi mampu menjadikan dirinya secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (Trisman, 2003:12). Karya sastra terdiri atas puisi, prosa, dan drama.

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

2015 MUSIK IRINGAN TARI TEPULOUT DISANGGAR SENI KITE SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA

BAB I PENDAHULUAN. Hilda Widyawati, 2013 Eksistensi Sanggar Seni Getar Pakuan Kota Bogor Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bogor atau yang dikenal dengan nama Buitenzorg sebagai salah satu daerah di Jawa Barat dengan latar belakang kota pusat pemerintahan Prabu Siliwangi (Sri Baduga Maharaja) dari kerajaan Pajajaran (Galuh Pakuan). (http://id.m.wikipedia.org/wiki/kota_bogor). Karena berlatar belakang kerajaan tidak heran kalau Bogor merupakan wilayah yang banyak ditemukan peninggalanpeninggalan kerajaan pada jaman dahulu, mulai dari kerajaan Hindu-Budha yang berkuasa hingga kerajaan-kerajaan Islam. Bukan hanya artefak yang menjadi peninggalan sejarah, namun banyak pula peninggalan-peninggalan lain seperti bentuk-bentuk kesenian yang hingga kini masih ada dan terus berkembang di wilayah Bogor. Seni tradisional di wilayah Bogor meliputi tari Jaipongan, Jigprak, Tandjidor, Pantun Beton, Angklung Gubrag, Degungan, Kliningan, Gondang, Kesenian Topeng Cikuda, Silat Cimande dan Kesenian Padalangan. Kesenian padalangan sangat berkaitan erat dengan wayang. Wayang yang kini masih diakui eksistensinya merupakan hasil dari kreativitas bangsa Indonesia dalam upaya memperkaya khasanah dan menjadikan ciri khas daerah dengan kesenian yang tidak asing terdengar dan dipertunjukkan di beberapa wilayah besar Indonesia. Wayang sarat akan nilai filosofis juga sakral, pada mulanya cerita wayang dibawa oleh bangsa India yang pada waktu itu berdagang di wilayah Indonesia yang kemudian terus berkembang. Kesenian Padalangan khususnya Wayang yang berkembang di wilayah Bogor adalah Wayang Golek yang merupakan pertunjukan wayang yang terbuat dari boneka kayu, istilah Golek dapat merujuk pada dua makna, sebagai kata kerja golek berarti mencari, sebagai kata benda bermakna boneka kayu (Kurnia, Ganjar. 2003). Kesenian wayang golek berbahasa Sunda yang saat ini lebih dominan diperkirakan mulai berkembang di wilayah Jawa Barat pada abad

2 ke- 17, meskipun sebenarnya beberapa pengaruh warisan budaya Hindu masih bertahan di beberapa tempat di Jawa Barat Pajajaran. sebagai bekas Kerajaan Sunda Berbicara mengenai kesenian Wayang tentu bukan hanya sekedar penyajian sebuah cerita dengan menggunakan boneka kayu sebagai medianya, namun banyak pula kesenian wayang lain seperti Wayang Wong Cirebon dan Wayang Wong Priangan yang merupakan cikal bakal terciptanya tari Wayang di wilayah Priangan. Wayang Wong Cirebon merupakan pergelaran wayang yang para pelakunya adalah wong (orang), menggunakan kedok untuk menggambarkan karakter tokoh tertentu. Tahun 1931 Wayang Wong pertama kali dikenalkan oleh dalang topeng Cirebon yang bernama Kandeg, Wayang Wong merupakan wujud upaya para dalang topeng/penari topeng untuk mencari bentuk baru guna mengusir kejenuhan para penonton. Menurut Runtung (dalam Mushlihah, Iswa, 2011) bahwa Wayang Wong lahir sekitar tahun 1931 pernah hidup dan berkembang di daerah Bongas, Palimanan, Suranenggala, Slangit dan Gegesik, akan tetapi semua sudah punah saat ini. Wayang Wong Priangan hidup dan berkembang di daerah Priangan yang dialognya menggunakan bahasa Sunda, kesenian ini termasuk ke dalam sebuah pertunjukan drama tari berdialog yang menyajikan cerita wayang dari epos Mahabharata dan Ramayana. Keberadaannya bermula dari kelompok-kelompok Wayang Wong Kedok Cirebon yang melakukan pertunjukan keliling hingga menyentuh wilayah Priangan seperti Sumedang, Bandung, Garut dan Tasikmalaya. Kelahiran Wayang Wong Priangan di kalangan menak diduga keras diprakarsai oleh Pangeran Suria Kusumah Adinata setelah melepaskan jabatannya sebagai bupati (1836-1882). Pertengahan tahun 1920-an juga hidup Wayang Wong Priangan di kalangan priyayi di Kabupaten Bandung. Para penarinya adalah golongan priyayi dan dialognya dilakukan oleh pelaku sendiri. Pelopornya adalah R. Sambas Wirakusumah yang ditandai dengan berdirinya perkumpulan tari Wirahmasari. (Rusliana, 1989) Berikut pemaparan mengenai pengertian tari Wayang yang diutarakan oleh Rusliana (1989),

3 Tari Wayang adalah tarian yang sumber penciptaannya berdasarkan cerita wayang. Kelahiran tari wayang dilatar belakangi oleh kondisi pertumbuhan Wayang Wong Priangan, yang pada masa jayanya mulai dikembangkan dan dimanfaatkan oleh para kreator tari menjadi tari-tarian lepas. Berdasarkan pemaparan di atas, terwujudnya tari wayang merupakan sebuah upaya pengembangan kreativitas para seniman terdahulu yang dilatarbelakangi oleh pertumbuhan wayang wong priangan. Pengaruh kemajuan zaman dengan menuntut segala hal yang praktis menjadi salah satu faktor berkembangnya tari wayang. Dahulu tari wayang dilakukan untuk acara-acara kaulan, para penari tidak menyajikan satu cerita utuh seperti yang ada dalam pertunjukan Wayang Wong namun hanya menyajikan satu peran dalam pertunjukan Wayang Wong. Misalnya orang yang biasa memerankan tokoh Gatotkaca, Rahwana, Baladewa, Srikandi, dan lain-lain. adalah tokoh-tokoh yang populer. Biasanya tokoh-tokoh yang diangkat dalam tari wayang Terciptanya Tari Wayang antara lain tidak terlepas dari dorongan nurani dan daya estetis para kreator tari untuk menghidupkan cerita Wayang atau pertokohannya dalam seni tari. Keberadaan hasil budi dan daya manusia yang disebut cerita Wayang beserta beberapa jenis kesenian yang sudah bersenyawa dengannya dan menjelma menjadi bentuk seni pertunjukan yang khas seperti seni padalangan yang menjadi landasan pokok yang menyentuh perasaan dan imajinasi kreatif para seniman tari di masa itu. Selanjutnya diolah dan diekspresikan lewat sosok-sosok penari, sehingga terwujudlah tari pertunjukan yang khas dengan sebutan Tari Wayang. Tari Wayang sebagai bagian dari seni pertunjukan di kebudayaan Priangan sudah pasti memiliki spesifikasi yang berbeda dengan kekayaan tari-tarian lainnya, misalnya tari Rakyat, Keurseus dan sebagainya. Dengan spesifikasi yang berbeda, maka berbeda pula akan memperkuat identitas diri dalam memperkaya jenis kesenian yang ada di Jawa Barat. Gambaran tarian Wayang merupakan kesan yang diungkapkan melalui bentuk tarian dari esensi peristiwa yang melatar belakanginya. Kekayaan khasanah tari wayang di Jawa Barat cukup banyak, di antaranya adalah tari Srikandi, Subadra, Srikandi Mustakaweni, Badaya, Gatotkaca, Baladewa, Arjuna Somantri, Arimbi, Rahwana, Jayengrana, Arayana, dan lain-

4 lain. Setiap daerah yang memiliki tari wayang akan berbeda pula gaya tariannya walupun tokoh yang ditarikan sama. Gatotkaca adalah tokoh muda idaman dalam cerita wayang yang bersumberkan pada Mahabharata. Orang Jawa, Bali dan Sunda umumnya mengidentifikasikan Gatotkaca dengan pemuda di lingkungannya. Gatotkaca merupakan tokoh muda yang sakti, dikenal dengan sebutan otot kawat tulang besi. Gatotkaca dikenal gagah berani, bertempur pantang mundur, jujur, bertanggungjawab dan tidak terkalahkan. Tari Gatotkaca berkembang di beberapa wilayah Jawa Barat, seperti Sumedang, Garut dan Bogor. Tari Gatotkaca Gaya Sumedang diprakarsai oleh Raden Ono Lesmana Kartadikusumah yang menciptakan dua bentuk penyajian tari Gatotkaca, yaitu tari Gatotkaca bentuk tarian tunggal dan tari Gatotkaca Gandrung yang bentuk tariannya kelompok. Tari Gatotkaca diciptakan oleh Raden Ono Lesmana Kartadikusumah pada tahun 1942 yang menggambarkan kegagahan Gatotkaca yang sedang mengelilingi wilayah negerinya untuk menjaga wilayah Amarta. Adapun Tari Gatotkaca Gandrung diciptakan karena terilhami oleh tari Gatotkaca Gandrung gaya Solo yang ditarikan oleh Risman. Dimana dua putri yang digandrunginya divisualisasikan secara nyata. Akhirnya Raden Ono Lesmana terdorong hatinya untuk membuat tari Gatotkaca Gandrung menurut versinya sendiri sekitar tahun 1957. Tari Gatotkaca Gaya Garut tercipta sebagai produk tari Wayang Wong Priangan di kabupaten Garut yang dipimpin oleh Dalang Bintang yang asalnya dari tari ngalaga ketika tokoh Gatotkaca menjadi sekar lalakon dalam kisah Jabang Tutuka sebelum menewaskan Prabu Naga Percona. Terciptanya tarian Gatotkaca ini pada tahun 1931 yang dipertunjukan dalam acara kaulan-kaulan. Tari Gatotkaca Bogor yang bertemakan Gandrung diciptakan pertamakali oleh Rd. AA Isra Sasmintara dengan karakter tari Monggawa Lungguh. Mengisahkan Gatotkaca yang sedang jatuh cinta kepada Dewi Pergiwa. Atang Supriyatna mengatakan Terciptanya Tari Gatotkaca Bogor tidak jauh dari tahun terciptanya tari Gatotkaca Garut yang di prakarsai oleh Raden Bintang, pengakuan ini diperkuat dengan adanya tepak kendang Gatotkaca

5 Bogoran yang mengadopsi salah satu tepak kendang khas dari daerah Garut yaitu tepak Garutan (Wawancara, Atang Supriatna 13-09-2015). Pada periode Rd Entah Lirayana yang merupakan keturunan dari Raden A.A Isra Sasmintara gerak dalam tarian Gatotkaca gaya Bogor belum berpola, namun pada periode Wawan Dewantara disempurnakan susunan geraknya sehingga menjadi tari bentuk yang terstruktur dengan rapi dan mengikuti kebutuhan pertunjukannya, kalau dulu untuk kaulan sekarang kebutuhannya untuk pentas. Tari Gatotkaca yang berkembang di ketiga daerah yaitu Sumedang, Garut dan Bogor masing-masing mempunyai gerak khusus. Gerak khusus yang ada pada tarian Gatotkaca Sumedang yaitu Gedut, Mincid siku, Ungkleuk, Adeg-adeg jurus, dan Nenjrag bumi. Gerak khusus pada tarian Gatotkaca Garut yaitu Barangbang Murag (Ngadeg Kacalik), Hiber (Calik Deku Lonjor), Ngawatek Ajian (Calik Mandep), (Nutug, Barangbang Murag (Ngadep ka Calik Jengkeng Sembahan), Sirig Ngalaga (Lengkahan). Adapun gerak khusus pada tarian Gatotkaca Bogor yaitu Gedut, Reureuh Cindek dan Jangkung Ilo Bogoran. Dari semua jenis tarian Wayang yang menjadi fokus penelitian adalah Tari Gatotkaca Bogor karya Wawan Dewantara. Pada awalnya tarian ini diciptakan pada periode buyut dari Wawan Dewantara yang bernama Rd. AA Isra Sasmintara, kemudian diturunkan kepada keturunan kedua yaitu Rd. Wangsa dari keraton Cirebon, yang menikah dengan putri Rd. AA Isra Sasmintara, kemudian kepada ayahandanya Rd. Entah Lirayana dan masih dalam bentuk tarian yang tidak berpola, adanya proses pewarisan antar generasi merupakan pewarisan secara lisan (data ide) dan untouchable (tidak tersentuh) dan banyak terkandung fiksi mengenai sejarahnya. Wawan Dewantara berusaha dan berupaya untuk menyempurnakan tari Gatotkaca ini dengan menyusun ragam gerak yang sesuai guna mempermudah untuk pembelajaran yang merupakan salah satu upaya dalam melestarikan tarian ini. Walaupun tarian ini disempurnakan dan diperjelas, namun sangat jarang orang lain mempelajarinya dalam waktu singkat, karena pencipta tari Gatotkaca Bogoran memegang teguh landasan berkesenian melalui kaitannya dengan

6 penyebaran agama Islam seperti yang para Wali Sanga lakukan, serta menggunakan seluruh tatanan geraknya dengan makna bahwa yang beliau tarikan berhubungan dengan ketuhanan dan keislamannya, kemampuan spiritualnya, bukan hanya terkoneksi dengan karakter Gatotkaca yang ditarikan melainkan terkoneksi pula dengan jati dirinya sebagai seorang muslim, maka dari itu beliau mengungkapkan itulah alasan mengapa Tari Gatotkaca Bogor tidak berkembang secara cepat seperti tarian-tarian lain. Rd. AA Isra Sasmintara memperkuat ciri khas tari Gatotkaca Bogor dengan ragam gerak yang berbeda dengan tarian Gatotkaca di daerah lain, dengan menyisipkan unsur-unsur gerak silat Cimande, bentuk gending pada tari Wayang terdiri dari instrumental dan perpaduan antara instrumental dengan vokal, instrumental merupakan lagu-lagu yang terungkapkan melalui bunyi tabuhan / alat instrumen secara bersamaan dengan menggunakan gamelan yang umumnya berlaras Salendro, namun pada tari Gatotkaca Bogor menggunakan gamelan yang berlaras Pelog. Vokal yang digunakan adalah kakawen yang dibawakan oleh Dalang. Sebagian besar tarian Wayang diiringi dalam bentuk instrumental, dan sebagian kecil diiringi dalam bentuk perpaduan antara instrumental dan vokal (kakawen). Tarian Wayang yang secara khusus diiringi perpaduan instrumen dan vokal (gending dan kakawen) adalah Gatotkaca yang didalamnya terdapat bagian yang menggambarkan sedang mengeluarkan ajian untuk terbang, biasa disebut dengan kakawen Waringin Sungsang, namun dalam tari Gatotkaca Bogor tidak sama sekali menggunakan kakawen Waringin Sungsang dikarenakan di daerah Bogor kakawen waringin sungsang diyakini bukan sebagai ajian, melainkan hanya sebuah kakawen biasa. Lagu yang digunakan dalam tari Gatotkaca Bogor ada tiga yang pertama yaitu Bendrong gancang, kemudian Gunung Sari dengan wilet Lalamba dan Bendrong dengan sawilet. Rias dan busana dalam tari Gatotkaca Bogor menggunakan rias karakter yang menggambarkan tokoh Gatotkaca dan menyerupai rias yang ada pada boneka Wayang, dan busana yang digunakan yaitu busana tradisi yang bentuknya menyerupai busana yang digunakan tokoh Gatotkaca pada boneka Wayang.

7 Keberadaan Wawan Dewantara bagi masyarakat Bogor sebagai kebanggaan tersendiri, sebab di tengah keterpurukan kesenian tari Wayang di daerah Bogor, Wawan Dewantara mampu bertahan dan tetap berusaha melestarikan budaya daerah. Kurangnya apresiasi generasi muda terhadap keberadaan seni tradisi membuat kesenian ini semakin jarang terdengar, namun beliau berupaya membangkitkan kembali kejayaan kesenian tradisi khususnya tari Gatotkaca Bogor dengan cara membina, melatih, mengajarkan, mewariskan tarian ini kepada keturunan, keluarga dan kepada siapa saja yang mau belajar agar seni tari Gatotkaca Bogor bisa terus diakui keberadaannya. Sepanjang pengamatan peneliti, tari Gatotkaca Bogor karya Wawan Dewantara belum ada yang meneliti untuk dijadikan Skripsi, banyak yang melakukan penelitian hanya untuk dijadikan buku saja. Atas dasar itu pula peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian tentang tari Gatotkaca Bogor di Kp. Cibeureum Tengah RT 01/01 No. 98 Desa Sinar Sari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor, yang berkaitan dengan struktur gerak, musik iringan, rias dan busana, dengan judul Tari Gatotkaca Bogor Karya Wawan Dewantara. B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang pemaparan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan permasalahan penelitian ke dalam bentuk pertanyaan seperti berikut : 1. Bagaimanakah struktur gerak Tari Gatotkaca Bogor Karya Wawan Dewantara? 2. Bagaimanakah rias dan busana Tari Gatotkaca Bogor Karya Wawan Dewantara? C. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus, yang dipaparkan berikut

8 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini bahwa peneliti ingin turut membantu pemerintah dalam upaya melestarikan kebudayaan Jawa Barat khususnya yang berkembang di daerah Bogor agar kesenian Tari Gatotkaca tetap dikenal oleh masyarakat luas sebagai bentuk usaha pelestarian budaya bangsa secara tertulis. Untuk memahami dan mengetahui Tari Gatotkaca Bogor sebagai upaya pelestarian budaya bangsa secara tertulis. 2. Tujuan Khusus Tujuan dari penelitian ini yaitu : 1. Untuk mendeskripsikan struktur gerak Tari Gatotkaca Bogor Karya Wawan Dewantara. 2. Untuk mendeskripsikan rias dan busana Tari Gatotkaca Bogor Karya Wawan Dewantara. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi, 1. Peneliti Dengan adanya penelitian ini, peneliti dapat mengetahui tentang berbagai aspek yang ada dalam pertunjukan Tari Gatotkaca Bogor dan mendapat pengalaman secara langsung melihat secara langsung pertunjukan sebagai satu bentuk kegiatan apresiasi. 2. Departemen Pendidikan Seni Tari UPI Dengan adanya penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan, acuan serta bahan masukan juga referensi kesenian tradisional Bogor, dapat menambah bidang ke ilmuan dan dapat dijadikan sebagai bahan ajar di Departemen Pendidikan Seni Tari UPI. 3. Para Pelaku Seni dan seniman Tari

9 Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memotivasi para pelaku dan seniman tari untuk terus meningkatkan kreatifitas dalam pembuatan suatu karya tari. Dan memperkenalkan Tari Gatotkaca Bogor yang hingga kini masih bertahan. 4. Masyarakat Bogor Dengan adanya penelitian ini diharapkan masyarakat mendapatkan wawasan mengenai Tari Gatotkaca Bogor dan memotivasi masyarakat untuk mempelajari tarian yang ada di daerah sekitarnya. 5. Lembaga Pariwisata Memperkenalkan, mengangkat dan mempromosikan kesenian Tradisional Bogor sebagai salah satu objek pariwisata yang dapat dijadikan salah satu sumber pendapatan daerah. E. Asumsi Asumsi adalah pernyataan yang diterima kebenarannya tanpa pembuktian. Sugiyono (2006, hlm. 82). Asumsi dalam penelitian ini digunakan sebagai anggapan dasar, sesuatu yang diakui kebenarannya tanpa harus dibuktikan kebenarannya terlebih dahulu. Tari Gatotkaca Bogor merupakan salah satu bentuk kesenian Tari tradisional yang memiliki struktur gerak, musik iringan, bentuk busana dan tata rias tari yang sesuai dengan tokoh yang disajikan. F. Struktur Organisasi Penelitian Pada struktur organisasi penelitian ini akan dijabarkan dalam sistematika sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi uraian tentang latar belakang penelitian yang berhubungan dengan judul penelitian yang telah dipilih, identifikasi masalah penelitian menggambarkan secara umum permasalahan yang diangkat dalam penelitian,

10 rumusan masalah penelitian berisi aspek-aspek yang ingin di kemukakan dalam penelitian secara spesifik, tujuan penelitian berkenaan dengan aspek-aspek yang ada dalam rumusan masalah penelitian, manfaat penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat di berbagai bidang yang saling berkaitan, dan struktur organisasi penelitian berfungsi untuk keterangan penyusunan bagian-bagian dari data penelitian. BAB II LANDASAN TEORETIS Pada bab ini peneliti memaparkan mengenai berbagai landasan teori dari berbagai sumber seperti buku, internet maupun skripsi-skripsi yang menjadi bahan acuan peneliti dalam menyusun hasil penelitian, serta mengkaji data pengamatan dari berbagai sumber yang digunakan. BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ketiga ini membahas mengenai metode penelitian yang digunakan, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, yaitu metode yang digunakan untuk menemukan pengetahuan yang seluas-luasnya terhadap objek penelitian pada suatu masa tertentu. Metode ini bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan suatu keadaan, peristiwa, objek atau segala sesuatu yang terkait dengan variabel-variabel yang bisa dijelaskan baik dengan angka maupun kata. Yang selanjutnya dalam bab ini adalah pembahasan mengenai lokasi dan objek penelitian yang akan dilaksanakan di kediaman Bapak Wawan Dewantara desa Cibeureum Kecamatan Dramaga Bogor, dengan Tari Gatotkaca sebagai objek yang diteliti. Instrumen penelitian yang tertera dalam bab ini berfungsi sebagai alat yang digunakan dalam melakukan penelitian, teknik pengumpulan data didapat berdasarkan observasi, wawancara dan dokumentasi setelah itu data yang sudah ada masuk ke dalam teknik pengelolaan data, dan prosesnya berakhir pada penganalisisan data. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

11 Bab ini merupakan pendeskripsian segala aspek mengenai hasil penelitian yang didapat berdasarkan pengamatan dan analisis data sebenar-benarnya yang didapatkan pada saat penelitian di lapangan secara langsung. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab terakhir ini berisi kesimpulan dari keseluruhan penelitian yang dilakukan, dan saran yang diharapkan peneliti untuk memperbaiki maupun mengevaluasi hasil dari tulisan yang peneliti susun.