II. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Discovery Learning merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pem-belajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu

BAB II KAJIAN TEORI A.

I. PENDAHULUAN. yang telah di persiapkan sebelumnya untuk mencapai tujuan. Dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting dalam upaya pembentukan sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan suatu teori belajar, diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pengembangan potensi diri diharapkan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBING-PROMPTING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA KELAS XI.IPA MAN 1 KOTA BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. diberikan di sekolah-sekolah. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

II. KERANGKA TEORETIS. Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media merupakan sarana fisik yang digunakan untuk menyampaikan isi atau

I. PENDAHULUAN. diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBING-PROMPTING DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Komunikasi Matematis Komunikasi dapat diartikan sebagai pengalihan pesan dari satu orang ke

BAB I PENDAHULUAN. sebagai masyarakat. Dalam meningkatkan pendidikan di Indonesia, maka kegiatan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN TEKNIK PROBING-PROMPTING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran penemuan (discovery learning) merupakan nama lain

I. PENDAHULUAN. dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau. antisipasi kepentingan masa depan (Trianto, 2009:1).

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan segala macam tingkah laku dan kebutuhannya. Ilmu Pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pengetahuan sebagai kerangka fakta-fakta yang harus dihafal.

BAB II KAJIAN TEORITIK

Penerapan Teknik Pembelajaran Probing -Prompting Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika pada Siswa Kelas VIIIA SMP Negeri I Banawa Tengah

Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau ABSTRACT

II.TINJAUAN PUSTAKA. 1. Konsep Model Pembelajaran Probing Prompting. pilihan model pembelajaran, yang kadang-kadang untuk kepentingan penelitian

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rena Ernawati, 2013

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PROBING-PROMPTING DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. dengan upaya manusia itu sendiri. Guru sebagai salah satu komponen penting dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tujuannya untuk mengetahui kekurangan yang terjadi agar kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. keahlian dimana program keahlian yang dilaksanakan di SMK disesuaikan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya masalah merupakan kesenjangan antara harapan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS) Model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) merupakan salah satu model

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian akan dilaksanakan selama 3 bulan yaitu bulan Februari 2011 sampai

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis, temuan, dan pembahasan yang telah

INDIKATOR KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN PERINCIANNYA. Sub Kemampuan. Memfokuskan pertanyaan. Menganalisis argumen

II. TINJAUAN PUSTAKA. salah satunya adalah teknik Numbered Head Together (NHT). Menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui konteks yang terbatas dan tidak sekoyong-koyong. Pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. dibicarakan, tentu dalam rangka penataan yang terus dilakukan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sains pada hakekatnya dapat dipandang sebagai produk dan sebagai

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR

BAB 1 PENDAHULUAN. kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008), efektivitas berasal dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran dapat dikatakan sebagai hasil dari memori, kognisi, dan metakognisi yang berpengaruh terhadap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak

II. TINJAUAN PUSTAKA. membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis

I. PENDAHULUAN. Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan, Pelajaran Biologi termasuk

I. PENDAHULUAN. dapat kita temukan dan juga berbagai bidang ilmu yang telah ada dapat dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika bertujuan untuk membekali siswa agar memiliki

1. PENDAHULUAN. dibahas dalam bab ini yaitu rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

Circle either yes or no for each design to indicate whether the garden bed can be made with 32 centimeters timber?

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

JURNAL DAYA MATEMATIS, Volume 3 No. 3 November 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Savitri Purbaningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dunia pendidikan yang dilakukan secara terencana, terarah dan berkesinambungan

BAB I PENDAHULUAN. penemuan. Trianto (2011:136) mengatakan bahwa Ilmu Pengetahuan. Alam merupakan suatu kumpulan teori yang sistematis.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ahmadi dalam Ismawati (2007) mengatakan bahwa Inkuiri berasal dari kata

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan metakognisi merupakan salah satu Standar Kompetensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. aktivitas guru sebagai pengajar. Siswa dapat dikatakan belajar dengan aktif

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

PENERAPAN MODEL PROBING PROMPTING LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMP. Agni Danaryanti, Dara Tanaffasa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan. berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan (Trianto, 2007:3).

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. lebih kearah penanaman pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, sebagaimana para saintis merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Semakin pesatnya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

Deti Ahmatika Universitas Islam Nusantara, Jl. Soekarno Hatta No. 530, Bandung; Abstrak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari Jerome Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (discovery

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Beji Kabupaten Pasuruan pada tanggal 11 Agustus Dalam observasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting

I. PENDAHULUAN. Proses pembelajaran dirancang dan dilakukan semata-mata untuk. mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Undang-Undang Sisdiknas Pasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang paling digemari dan menjadi suatu kesenangan. Namun, bagi sebagian

I. PENDAHULUAN. belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu kompetensi guru dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sunyono (2013) model pembelajaran dikatakan efektif bila siswa dilibatkan

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Dalam kamus bahasa Indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti ada pengaruhnya, akibatnya. Menurut Peter Salim (Rakasiwi, 2012: 13) efektivitas adalah adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju dan bagaimana suatu organisasi berhasil mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya dalam usaha mewujudkan tujuan operasional. Sedangkan menurut Hartutik (Astuti, 2010: 13), efektivitas berkaitan dengan terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya tujuan, ketepatan waktu, adanya partisipasi aktif dari anggota. Pengertian pembelajaran menurut Suyitno (2004: 2) adalah upaya untuk menciptakan iklim dalam pelayanan terhadap kemampuan potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa. Dalam pembelajaran matematika, pembelajaran merupakan upaya guru untuk menciptakan iklim dalam pelayanan terhadap kemampuan potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa dalam pelajaran matematika.

10 Hamalik (2004: 171) menyatakan bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sendiri dengan melakukan aktivitas-aktivitas belajar. Sedangkan Simanjuntak (1993: 80) menyatakan bahwa suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila menghasilkan sesuatu sesuai dengan apa yang diharapkan atau dengan kata lain tujuan yang diinginkan tercapai. Hal ini menunjukkan bahwa efektivitas pembelajaran akan terwujud jika siswa turut aktif dalam proses pembelajaran. Guru sebagai fasilitator harus bisa menciptakan proses pembelajaran yang kreatif untuk menarik minat belajar siswa agar tujuan dari pembelajaran tercapai. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran adalah suatu ukuran yang digunakan untuk melihat ketercapaian tujuan pembelajaran siswa. Dalam penelitian ini, pembelajaran dikatakan efektif apabila persentase siswa yang tuntas belajar lebih dari 60%. Siswa dinyatakan tuntas belajar apabila mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan nilai KKM, yaitu 72. 2. Model Probing-Prompting Probing-prompting terdiri dari dua proses yang sangat erat kaitannya. Probing secara bahasa memiliki arti menggali. Sedangkan menurut istilah probing berarti berusaha memperoleh keterangan yang lebih jelas atau lebih mendalam. Suherman, dkk (2001: 160) menjelaskan bahwa probing question (pertanyaaan menggali) adalah pertanyaan yang bersifat menggali untuk mendapatkan jawaban lebih lanjut dari siswa untuk mengembangkan kualitas jawaban yang pertama sehingga jawaban yang berikutnya lebih jelas, akurat dan beralasan. Jacobsen,

11 dkk (2009: 184) menyatakan melalui proses probing, guru berusaha membuat siswa-siswanya membenarkan atau paling tidak menjelaskan lebih jauh tentang jawaban-jawaban mereka, dengan cara demikian dapat meningkatkan kedalaman pembahasan. Prompting secara bahasa memiliki arti mengarahkan atau menuntun. Sedangkan menurut istilah adalah pertanyaan yang diajukan untuk memberi arah kepada siswa dalam proses berpikirnya. Menurut Marno dan Idris dalam Rosdiana (2011: 11) prompting merupakan pertanyaan yang diajukan untuk memberi arah kepada murid dalam proses berpikirnya. Jacobsen, dkk (2009: 183) menyatakan bahwa prompting bisa berhasil dan menyenangkan untuk diterapkan dalam membantu siswa mengondisikan jawaban-jawaban yang tidak dapat mereka berikan sebelumnya. E. C. Wrag dan George Brown (Purnomo, 2012) membedakan bentuk pertanyaan prompting menjadi 3 macam, yaitu: 1. Mengubah susunan pertanyaan dengan kata-kata yang lebih sederhana yang membawa mereka kembali pada pertanyaan semula, 2. Menanyakan pertanyaan-pertanyaan dengan kata-kata berbeda atau lebih sederhana yang disesuaikan dengan pengetahuan murid-muridnya saja, 3. Memberikan suatu review informasi yang diberikan dan pertanyaan yang membantu murid untuk mengingat atau melihat jawabannya. Menurut Suherman (2008: 6), probing-prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menggali dan menuntun sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan setiap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa mengonstruksi konsep, prinsip, dan aturan menjadi pengetahuan baru sehingga pengetahuan baru tidak diberitahukan.

12 Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model probing-prompting merupakan model pembelajaran dengan cara guru memberikan pertanyaan yang sifatnya menggali (probing) dan menuntun (prompting) siswa dalam kegiatan pembelajaran untuk mendapatkan jawaban yang tepat berdasarkan pengetahuan yang telah siswa miliki. Menurut Sudarti (2008: 14), model probing-prompting memiliki langkah-langkah yang terdiri dari tujuh tahapan sebagai berikut: 1. Guru menghadapkan siswa pada situasi baru, misalkan dengan memperhatikan gambar, rumus, atau situasi lainnya yang mengandung permasalahan. 2. Guru menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dalam merumuskannya. 3. Guru mengajukan persoalan yang sesuai dengan indikator kepada seluruh siswa. 4. Guru menunggu beberapa saat (2-4 menit) untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dalam merumuskannya. 5. Guru menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan. 6. Apabila jawaban siswa tidak relevan, maka guru mengajukan beberapa pertanyaan susulan yang berhubungan dengan respon pertama siswa dimulai dari pertanyaan yang bersifat operasional, lalu diajukan pertanyaan yang menuntut siswa berpikir pada tingkat yang lebih tinggi sampai siswa dapat menjawab pertanyaan tersebut. Pertanyaan yang dilakukan pada langkah keenam ini sebaiknya diajukan pada beberapa siswa yang berbeda agar seluruh siswa terlibat dalam seluruh kegiatan probing-prompting 7. Guru mengajukan pertanyaan akhir pada siswa yang berbeda untuk lebih menekankan bahwa indikator tersebut benar-benar telah dipahami oleh seluruh siswa. Model probing-prompting memiliki beberapa kelebihan, berikut kelebihannya menurut Sriyono, dkk (1992: 103): 1. Mendorong siswa aktif berpikir 2. Mengembangkan keberanian dan ketrampilan siswa dalam menjawab dan mengemukakan pendapat 3. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas sehingga guru dapat menjelaskan kembali.

4. Perbedaan pendapat antara siswa dapat dikompromikan atau diarahkan pada suatu diskusi. 5. Pertanyaan dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa, sekalipun ketika siswa sedang rebut. 6. Siswa diberi kepercayaan untuk membangun sendiri pengetahuannya dan diarahkan untuk belajar mandiri, sehingga diharapkan apabila mereka berhasil melakukannya, mereka lebih puas, pengetahuan yang diperolehnya pun diharapkan dapat melekat lebih lama. 13 3. Berpikir Kritis Sebelum membahas tentang berpikir kritis, terlebih dahulu kita mengetahui tentang berpikir. Berpikir merupakan upaya untuk mendapatkan sebuah keputusan, seperti yang Mustaji (2012) sampaikan bahwa berpikir ialah proses menggunakan pikiran untuk mencari makna dan pemahaman terhadap sesuatu, menerokai pelbagai kemungkinan ide atau ciptaan dan membuat pertimbangan yang wajar, bagi membuat keputusan dan menyelesaikan masalah dan seterusnya membuat refleksi dan metakognisi terhadap proses yang dialami. Sedangkan menurut Santrack (Amasari, 2011: 11), berpikir adalah memanipulasi, mengolah dan mentransformasikan informasi dalam memori. Dari beberapa pendapat tersebut berpikir merupakan suatu kegiatan yang melibatkan pikiran dalam mengolah informasi dalam memori untuk menyelesaikan masalah dan berusaha mendapatkan keputusan terhadap proses yang sedang dialami. Salah satu kemampuan berpikir yang memiliki kesulitan tinggi adalah berpikir kritis. Menurut Ennis (Harahap, 2012: 24) berpikir kritis adalah cara berpikir reflektif yang masuk akal atau berdasarkan nalar yang difokuskan untuk menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan. Menurut Santrack (Amasari, 2011: 11-12) berpikir kritis adalah pemikiran reflektif dan produktif dan

14 melibatkan evaluasi bukti. Beberapa cara yang dapat digunakan guru untuk memasukkan pemikiran kritis dalam proses pembelajaran, antara lain: 1. Jangan hanya bertanya tentang apa yang terjadi, tetapi tanyakan juga bagaimana dan mengapa 2. Kaji dugaan fakta untuk mengetahui apakah ada bukti yang mendukung 3. Berdebatlah secara rasional bukan emosional 4. Akui bahwa terkadang ada lebih dari satu jawaban atau penjelasan yang baik 5. Bandingkan berbagai jawaban untuk suatu pertanyaan dan nilailah mana yang benar-benar jawaban yang terbaik 6. Evaluasi dan kalau mungkin tanyakan apa yang dikatakan orang lain bukan sekedar menerima begitu saja jawaban sebagai kebenaran 7. Ajukan pertanyaan dan pikirkan di luar apa yang sudah kita tahu untuk menciptakan ide baru dan informasi baru. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah proses berpikir reflektif dan produktif untuk membuat keputusan yang masuk akal dan diyakini kebenarannya atas apa yang akan dilakukan nanti. Menurut Ennis (Costa, 1985: 16) terdapat 12 indikator berpikir kritis yang dijabarkan dalam beberapa sub indikator seperti pada Tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1 Dua Belas Indikator Ketrampilan Berpikir Kritis Menurut Ennis No Kelompok Indikator Sub Indikator 1 Memberikan penjelasan sederhana Memfokuskan pertanyaan Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan Mengidentifikasi atau merumuskan kriteria untuk mempertimbangkan kemungkinan jawaban Menganalisis argumen Menjaga kondisi berpikir Mengidentifikasi kesimpulan Mengidentifikasi kalimat-kalimat pertanyaan

15 2 Membangun ketrampilan dasar Bertanya dan menjawab pertanyaan Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak Mengobservasi dan mempertimbangkan laporan observasi 3 Menyimpulkan Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi 4 Memberikan penjelasan lanjut 5 Mengatur strategi dan taktik Membuat dan menentukan hasil pertimbangan Mengidentifikasi istilah dan mempertimbangkan suatu definisi Mengidentifikasi asumsi-asumsi Menentukan suatu tindakan Mengidentifikasi kalimat-kalimat bukan pertanyaan Mengidentifikasi dan menangani argument Membuat ringkasan Memberikan penjelasan sederhana Menyebutkan contoh Mempertimbangkan keahlian Mempertimbangkan kemenarikan konflik Mempertimbangkan kesesuaian sumber Mempertimbangkan penggunaan prosedur yang tepat Mempertimbangkan risiko untuk reputasi Kemampuan untuk memberikan alas an Melibatkan sedikit dugaan Menggunakan waktu yang singkat antara observasi dan laporan Melaporkan hasil observasi Merekam hasil observasi Menggunakan teknologi Mempertanggungjawabkan hasil observasi Siklus logika Euler Mengkondisikan logika Menyatakan tafsiran Mengemukakan hal yang umum Mengemukakan kesimpulan dan hipotesis Mengemukakan hipotesis Merancang eksperimen Menarik kesimpulan sesuai fakta Menarik kesimpulan dan hasil menyelidiki Membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan latar belakang fakta-fakta Membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan akibat Membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan penerapan fakta Membuat dan menentukan hasil pertimbangan Membuat bentuk definisi Strategi membuat definisi Bertindak dengan memberikan penjelasan lanjut Mengidentifikasi dan menangani ketidakbenaran yang disengaja Membuat isi definisi Penjelasan bukan pernyataan Mengonstruksi argument Mengungkap masalah Memilih kriteria untuk mempertimbangkan solusi yang mungkin Merumuskan solusi alternative Menentukan tindakan sementara Mengulang kembali Mengamati penerapannya

16 Dalam penelitian ini, indikator keterampilan berpikir yang ditinjau adalah: 1. Menganalisis argumen 2. Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak 3. Menentukan suatu tindakan B. Kerangka Pikir Penelitian tentang penerapan model probing-prompting untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis ini terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah model probingprompting. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis menjadi hal yang sangat penting dalam pembelajaran matematika. Namun banyak siswa memiliki kemampuan berpikir kritis yang rendah. Hal ini dapat diakibatkan oleh model pembelajaran yang masih berpusat pada guru. Siswa menjadi pasif karena tidak adanya komunikasi dengan guru atau hanya terjadi komunikasi satu arah. Pada model probing-prompting siswa dituntut untuk aktif dalam proses pembelajaran, agar terwujudnya pembelajaran yang komunikatif antara guru dengan siswa. Langkah-langkah model probing-prompting diawali dengan menghadapkan siswa pada situasi baru, tanya jawab, diskusi kelompok, mempresentasikan hasil diskusi dan menyimpulkan hasil diskusi. Langkah pertama adalah menghadapkan siswa pada situasi baru. Pada langkah ini siswa diberikan situasi baru seperti dengan memberikan gambar, rumus, atau

17 situasi lainnya yang mengandung permasalahan. Siswa diminta untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dalam merumuskannya. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Langkah kedua adalah tanya jawab. Pada langkah ini guru mengajukan persoalan yang sesuai dengan indikator kepada seluruh siswa. Dalam aktivitas tanya jawab guru mengajukan persoalan yang sesuai dengan indikator kepada seluruh siswa. Siswa diminta untuk menjawab pertanyaan, jika jawaban siswa tidak relevan, guru mengajukan pertanyaan susulan yang menuntut siswa berpikir pada tingkat yang lebih tinggi sampai siswa dapat menjawab pertanyaan dengan tepat. Pertanyaan dilakukan pada beberapa siswa yang berbeda agar seluruh siswa terlibat dalam seluruh kegiatan probing-prompting. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Langkah ketiga adalah diskusi kelompok. Pada langkah ini siswa dikelompokkan, kemudian siswa menyelesaikan masalah yang diberikan pada Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) secara berkelompok. Siswa dituntut untuk menjawab pertanyaan dengan mengidentifikasi asumsi-asumsi, dan mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak untuk menyelesaikan masalah. Hal ini akan meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Langkah terakhir adalah mempresentasikan hasil diskusi dan menyimpulkan hasil diskusi. Pada langkah ini, siswa melakukan presentasi untuk mempertanggungjawabkan hasil diskusi kelompoknya. Setelah seluruh kelompok mempresentasikan hasil diskusinya, siswa menyusun kembali hasil pemikiran dan kegiatan yang

dilampaui pada setiap pembelajaran. Hal ini akan meningkatkan kemampuan berpikir kritis yang dimiliki siswa. 18 Dengan kondisi proses pembelajaran seperti di atas, diharapkan model probingprompting memberikan pengalaman belajar pada siswa yang memungkinkan terjadinya peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa. C. Anggapan Dasar Penelitian ini mempunyai anggapan dasar sebagai berikut: 1. Semua siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Bandarlampung tahun pelajaran 2014/2015 memperoleh materi yang sama sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan. 2. Faktor lain yang mempengaruhi kemampuan berpikir kritis siswa selain model probing-prompting diabaikan. D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan pertanyaan yang diuraikan dalam rumusan masalah maka hipotesis dari penelitian ini adalah: 1. Hipotesis Khusus Model pembelajaran probing-prompting efektif ditinjau dari kemampuan berpikir kritis siswa. 2. Hipotesis Kerja Persentase siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis dengan baik lebih dari 60%.