BAB I PENDAHULUAN. narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya 1. Narkotika adalah zat atau obat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Jamur ajaib atau magic mushroom yang berasal dari jamur tahi sapi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang merambah di Indonesia sejak tahun 1960 adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan efek halusinasi yang terkenal di kalangan muda-mudi. Jamur

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat dikontrol oleh pemerintah maupun aparat penegak hukum.

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK JAMUR PSILOCYBE CUBENSIS DOSIS BERTINGKAT TERHADAP AKTIVITAS MOTORIK MENCIT SWISS WEBSTER DENGAN METODE ROTAROD MANUAL

MEDIA MEDIKA MUDA. Jl. Prof. H. Soedarto, SH., Tembalang -Semarang 50275, Telp MMM, Vol. 4 No. 2 April 2015 :

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kedokteran Forensik dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang


MENGEMBANGKAN PERILAKU ASERTIF UNTUK PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA. Kata kunci: narkoba; asertif; bimbingan kelompok

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK JAMUR PSILOCYBE CUBENSIS DOSIS BERTINGKAT TERHADAP RASA INGIN TAHU MENCIT SWISS WEBSTER YANG DIUKUR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergaulan dalam hidup masyarakat merupakan hubungan yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saluran pembuluh darah. Akibatnya, aliran darah terganggu dan jika

DETEKSI PSILOCIN URIN PADA MENCIT SWISS WEBSTER TERHADAP PEMBERIAN JAMUR PSILOCYBE CUBENSIS DOSIS BERTINGKAT.

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dioperasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu, tetapi persepsi itu kini

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Medikolegal, Ilmu Kejiwaan, dan Ilmu Farmakologi. Semarang (UNNES) untuk pengandangan hewan coba, ekstraksi bahan, dan

persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2

BAB I PENDAHULUAN. sosialisasi, transisi agama, transisi hubungan keluarga dan transisi moralitas.

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja. Perubahan yang dialami remaja terkait pertumbuhan dan perkembangannya harus

Nofri P. Kurama, Widdhi Bodhi, Weny Wiyono Program Studi Farmasi, FMIPA UNSRAT Manado ABSTRACT

BAB VII ZAT ADIKTIF DAN PSIKOTROPIKA

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. (NAPZA) kian mengerikan sekaligus memprihatinkan.

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan istilah alcoholism (ketagihan alkohol), istilah ini pertama kali

RISIKO PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA PADA IBU HAMIL BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehat merupakan hak azazi manusia yang harus di lindungi seperti yang tertuang dalam Deklarasi Perserikatan

BAB I PENDAHULUAN. Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya) adalah sejenis zat (substance) yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini menguraikan teori teori yang berkaitan dengan pola asuh orang tua, remaja, narkoba, kerangka berpikir dan hipotesis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan gejala yang semakin memprihatinkan. 1

NASKAH AKADEMIK TINJAUAN PELAKSANAAN KETENTUAN PIDANA UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TERHADAP PENYALAHGUNAAN MAGIC MUSHROOM

DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN... KATA PENGANTAR...

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

BAB I PENDAHULUAN. mengancam hampir semua sendi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara. Masalah

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

BAB V PENUTUP. Penyalahguna magic mushroom dapat dikualifikasikan sebagai. golongan I sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI KALANGAN REMAJA Oleh: Bintara Sura Priambada, S.Sos, M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. Psikotropika, dan Zat Aditif lainnya) semakin marak terdengar dari usia

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

BAB VI PENUTUP. penulis membuat kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah.

Bab I Pendahuluan. Universitas Indonesia

1. Kriteria Diagnostik Alcohol Withdrawal Syndrome (American Psychiatric Association, 2000):3 2. Kriteria Diagnostik Amphetamine Withdrawal Syndrome

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan zat psiko aktif merupakan masalah yang sering terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterbatasan pengetahuan tentang narkoba masih sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

BAB I PENDAHULUAN. hiperkolesterolemia, dan diabetes mellitus. angka kejadian depresi cukup tinggi sekitar 17-27%, sedangkan di dunia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Kebiasaan merokok di masyarakat kini seolah telah menjadi budaya. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan korban kejahatan dengan pelaku

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANCAMAN NARKOBA BAGI GENERASI PENERUS BANGSA oleh Ashinta Sekar Bidari S.H., M.H

NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN BANYUWANGI

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan,

NARKOBA. Narkotika Psikotropika Bahan Adiktif

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Racun merupakan substansi ( kimia maupun fisik) yang dapat menimbulkan cidera atau kerusakan pada

BAB I PENDAHULUAN. (Afrika Selatan), D joma (Afrika Tengah), Kif (Aljazair), Liamba (Brazil) dan Napza

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak orang dan terus menerus dibicarakan dan dipublikasikan. Bahkan,

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN AKTUALISASI DIRI PADA REMAJA PECANDU NARKOBA DI PANTI REHABILITASI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

BAB I PENDAHULUAN. penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya. juga dianggap sebagai pelanggaran hukum.

MAKALAH SPESIALITE OBAT DAN TERMINOLOGI KESEHATAN OBAT-OBAT PREKURSOR

NAPZA. Priya - PKBI. Narkotika Psikotropika dan zat adiktif lainnya atau di singkat dengan NAPZA.

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pada pembinaan kesehatan (Shaping the health of the nation), yaitu upaya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dasar menimbang Undang-undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah bangsa dan negara yang di dalamnya terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan narkotika di Indonesia menunjukkan gejala yang

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 80 an telah menjadi jalan bagi Harm Reduction untuk diadopsi oleh

No II. anggota masyarakat yang telah berjasa mengungkap adanya tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika, perlu diberi landasan hukum ya

BAB I PENDAHULUAN. Panti Rehabilitasi Ketergantungan NAPZA Arsitektur Perilaku. Catherine ( ) 1

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA KLIEN REHABILITASI NARKOBA DI POLI NAPZA RSJ SAMBANG LIHUM

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan narkoba menjadi salah satu faktor banyaknya terjadi kasus

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. saja fenomena - fenomena yang kita hadapi dalam kehidupan sehari - hari dalam

WITHDRAWAL SYNDROME BY : KELOMPOK 4

2015 PUSAT REHABILITASI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PRIA

BAB I PENDAHULUAN. yang dihadapi oleh masyarakat indonesia dalam 10 tahun belakangan ini. Hal

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN MAKSIAT

KEPUTUSAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR : 26/KKI/KEP/XI/2006

Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GNPOPA) Edukasi terkait OBAT pada Remaja dan Dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Adiktif lainnya. Kata lain yang sering dipakai adalah Narkoba (Narkotika,

Kasus penyalahgunaan narkoba

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II JENIS-JENIS NARKOBA DAN SIFAT PENGGUNANYA

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk dilaksanakan bagi pengguna narkoba. Zat yang terkandung dalam obat

Kontrol Gula Darah Anda. Apa? Mengapa dan Bagaimana?

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di indonesia, peredaran narkoba sudah menjadi salah satu permasalahan utama yang harus segera diatasi. Selain narkoba, istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan RI adalah NAPZA yaitu singkatan dari narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya 1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis 2. Zat tersebut menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, menghilangkan rasa, mengurangi hingga menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (adiktif). Beberapa efek atau pengaruh narkoba bagi tubuh kita adalah stimultant, depressant, analgesics, hallucinogenics. Magic mushroom merupakan salah satu jenis narkoba yang menimbulkan efek halusinasi. Magic mushroom yang memiliki nama latin Psilocybe cubensis bukanlah jenis jamur yang biasa dimakan, melainkan jamur yang dapat menimbulkan halusinasi. Sebagian besar jamur halusinogenik tergolong dalam genus Psilocybin. Berdasarkan etimologi, psilocybin berasal dari bahasa Yunani, psilo yang artinya botak, dan cybe yang artinya kepala 3. Penamaan ini dibuat karena 1

2 beragam varietas mushroom yang tergolong dalam genus psilocybe memiliki satu kesamaan pada bentuk kepalanya. Bila Psilocybin dikonsumsi melalui oral, maka akan diabsorbsi melalui lambung dan usus dan masuk kepembuluh darah menuju ke hati, kemudian di hati akan diubah menjadi psilocin. Setelah itu didistribusikan hampir diseluruh tubuh melalui pembuluh darah. Onset kerja dari psilocybe cubensis didalam tubuh berkisar antara 10-40 menit, sedangkan tubuh akan kembali normal setelah 6-8 jam 4 5 6. Efek psikogenik yang dihasilkan dapat berupa distorsi visual, senang yang berlebihan atau sedih yang berlebihan, meningkatnya sensitivitas indra pengecapan dan pendengaran, halusinasi pendengaran, kehilangan koordinasi dalam berbicara, dan kesulitan berkonsentrasi 7 8. Sedangkan efek samping terhadap tubuh yang dihasilkan dari penggunaan psilocybin secara umum tidak signifikan. Respon yang biasa terjadi dilatasi pupil, perubahan irama jantung, termasuk takikardi, atau bradikardi, dan respon yang bervariasi, perubahan tekanan darah termasuk hipertensi, hipotensi, dan ketidakseimbangan, perubahan pada reflek fisiologis, termasuk hiperreflek dan hiporeflek, mual, tremor, dan dismetrial 9 10. Berbeda dengan INCB (International Narcotics Control Board) yang menggolongkan psilocybe cubensis kedalam benda atau bahan psikotropika, di Indonesia, magic mushroom digolongkan kedalam zat adiktif dan ilegal untuk dikonsumsi dan diperjualbelikan 11. Saat ini, Psilocybe cubensi sering disalahgunakan, khususnya oleh para remaja dengan tujuan non-medis agar

3 dapat mengubah suasana hati (mood), mengubah persepsi diri dan atau dunia sekeliling, memperoleh sensasi dan pengalaman baru dan romantis serta untuk meningkatkan kemampuan fungsi spesifik di bidang sosial dan seksual. Dalam studi-studi terdahulu, menyebutkan bahwa penumpukan psilocin berada di ginjal, hati dan otak. Sedangkan dalam studi mengenai farmako kinetik dan farmako dinamik psilocin dalam tubuh menyebutkan bahwa psilocin didistribusikan kehampir seluruh tubuh. Untuk mengetahui apakah seseorang mengkonsumsi Psilocybe cubensis maka dibutuhkan pemeriksaan yang tepat untuk membuktikan penggunaan jamur ini. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti bermaksud melakukan penelitian mengenai deteksi psilocin plasma pada mencit swiss webster terhadap pemberian jamur psilocybe cubensis dosis bertingkat 1.2. Rumusan Masalah Adakah psilocin plasma pada mencit swiss webster setelah pemberian jamur psilocybe cubensis dosis bertingkat? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum Mendeteksi psilocin plasma pada mencit swiss webster setelah pemberian ekstrak jamur psilocybe cubensis

4 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Medeteksi psilocin plasma pada mencit swiss webster setelah pemberian ekstrak jamur psilocybe cubensis dalam dosis rendah 2. Mendeteksi psilocin plasma pada mencit swiss webster setelah pemberian ekstrak jamur psilocybe cubensis dalam dosis sedang 3. Mendeteksi psilocin plasma pada mencit swiss webster setelah pemberian ekstrak jamur psilocybe cubensis dalam dosis tinggi 1.4. Manfaat Penelitian Kegunaan dillakukannya penelitian ini, diantaranya sebagai berikut : 1 Bagi penulis, berguna untuk menambah pengetahuan berkaitan dengan topik penelitian dan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar S,Ked di Fakultas Kedokteran Umum Universitas Dipenorogo, Semarang. 2 Bagi ilmu kedokteran forensik, sebagai salah satu referensi tentang narkotika, khusunya mengenai penyalahgunaan Psilocybe cubensis. 3 Bagi pemerintah, sebagai bahan referensi dalam menentukan kebijakan tentang penyalahgunaan Psilocybe cubensis. 4 Bagi peneliti lainnya, sebagai salah satu referensi dan pengetahuan untuk penelitian selanjutnya dengan topik yang sama. 5 Bagi pembaca, guna menambah pengetahuan mengenai topik penelitian ini.

5 1.5. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian Penelitian Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Passie T,Seifert J, Schneider U dan Emrich H The pharmacology of Psilocybin Case control Psilocybin yang terdeteksi dalam jumlah yang signifikan dalam plasma dalam 20-40 menit. Efek psikologis terjadi dengan kadar plasma antara 4-5 mg/ml. Dosis ambang tergantung interindividual, dari tetapi mungkin kisara 3-5 mg.