TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Kentang

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi nematoda Meloidogyne spp. adalah sebagai berikut

TINJAUAN PUSTAKA. Kentang (Solanum tuberosum)

IDENTIFIKASI SPESIES NEMATODA PURU AKAR (Meloidogyne spp.) PADA UMBI KENTANG ASAL PANGALENGAN DAN KERTASARI, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT

TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Pisang Sistem Perakaran Tanaman Pisang Sistem Bercocok Tanam Pisang

TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda Entomopatogen

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tanaman Wortel: (a) Umbi wortel, (b) Bunga, (c) Bagian-bagian penampang wortel (Makmum 2007)

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang

BABn TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. sekunder, cabang kipas, cabang pecut, cabang balik, dan cabang air

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gejala Penyakit. (a) Gambar 7 Tanaman kentang di Dataran Tinggi Dieng tahun 2012 (a) terinfeksi NSK, (b) sehat.

Penyakit Layu Bakteri pada Kentang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang

Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah. Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

TINJAUAN PUSTAKA Botani

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

BAB I PENDAHULUAN. beras, jagung dan gandum (Samadi, 1997). Mengacu pada program pemerintah akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus:

HAMA DAN PENYAKIT BENIH Oleh: Eny Widajati

PENDAHULUAN. Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan tanaman yang

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

BAB I PENDAHULUAN. dan jagung yang mendapatkan prioritas dalam pengembangannya di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. dunia setelah padi, gandum, dan jagung (Wattimena, 2000 dalam Suwarno, 2008).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah

BALITSA & WUR the Netherlands,

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA. (brassicaceae) olek karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar

KATA PENGANTAR. Bumi Agung, September 2015 Penulis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk dalam famili

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung manis (Zea mays sacharata Sturt.) dapat diklasifikasikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. pada perakaran lateral terdapat bintil-bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. pertama adalah akar tunggang. Akar ini mempunyai akar- akar cabang yang lurus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jagung merupakan tanaman berumah satu, bunga jantan terbentuk pada

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

DASAR DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN. Oleh: Tim Dosen HPT. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya 2013

PEMELIHARAAN TANAMAN BAWANG MERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Semangka merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam famili

TINJAUAN PUSTAKA. Botani tanaman. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis

Oleh Administrator Kamis, 07 November :05 - Terakhir Diupdate Kamis, 07 November :09

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di

Penyakit Karena Bakteri

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebanyakan orang sudah mengenal tanaman jarak karena tanaman ini

Teknologi Produksi Ubi Jalar

Ralstonia solanacearum

PENDAHULUAN. Tanaman jagung yang dalam bahasa ilmiahnya disebut Zea mays L.,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUDIDAYA TANAMAN DURIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

Hama Patogen Gulma (tumbuhan pengganggu)

PERCEPATAN KETERSEDIAAN BENIH KENTANG BERMUTU DI INDONESIA MELALUI KEPMENTAN NOMOR : 20/Kpts/SR.130/IV/2014

TINJAUAN PUSTAKA. diklasifikasikan sebagai berikut. Divisi: Spermatophyta; Subdivisi:

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TEKNIK BUDIDAYA TOMAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Kentang

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

PETUNJUK PELAKSANAAN GELAR TEKNOLOGI BUDIDAYA TOMAT

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L.

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

TINJAUAN PUSTAKA. lebarnya antara 0,3-0,4 mm. Stiletnya lemah, panjang stliet µm,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman yang berasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. yang dikeringkan dengan membuat saluran-saluran drainase (Prasetyo dkk,

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Nematoda Puru Akar (NPA)

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi kedua setelah sereal. Di Indonesia kentang juga merupakan komoditas

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Nematoda Puru Akar (Meloidogynespp.) Adapun Klasifikasi nematoda Meloidogyne spp menurut

Pengenalan dan Pengendalian Nematoda pada Kentang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.))

Transkripsi:

4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Sejarah Awal mulanya kentang diintroduksi dari Amerika Selatan ke Spanyol sekitar tahun 1570. Penerimaan masyarakat Spanyol menyebabkan penanaman dan distribusi kentang meningkat dan mulai dibudidayakan secara besar-besaran (Wattimena et al. 2002). Kentang dibawa ke sejumlah negara di Eropa dan dalam waktu kurang dari 100 tahun tanaman ini telah ditanam cukup luas. Penyebaran di luar Eropa dimulai tahun 1620 ke India, tahun 1700 ke Cina dan ke berbagai wilayah di daerah Asia lainnya (Rubatzky & Yamaguchi 1998). Kentang pertama kali ditanam di wilayah Indonesia pada tahun 1794 di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, Jawa barat dan mulai dibudidayakan di daerah dataran tinggi lainnya sejak tahun 1804 yaitu di Bukit Tinggi (Sumatera Barat), Tanah Karo (Sumatera Utara) sampai ke Pegunungan Arfak (Irian Jaya) (Wattimena 2000). Saat ini kentang sudah dibudidayakan di 20 propinsi di Indonesia, yang tersebar di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua (Daryanto 2003 dalam Lisnawita 2007). Arti Ekonomi Kentang merupakan tanaman pangan sebagai penghasil kalori karena banyak mengandung protein dan karbohidrat (Soewito 1991). Nilai pangan kentang dengan serelia atau bahan pangan lain lebih tinggi berdasarkan produksi kalori dan protein (Suri & Jayasinghe 2002). Kentang merupakan tanaman pangan utama keempat dunia setelah padi, gandum, dan jagung (Rubatzky & Yamaguchi 1998). Produksi kentang di Indonesia telah berkembang pesat dan menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil kentang terbesar di Asia Tenggara. Kebutuhan kentang dari tahun ke tahun semakin bertambah sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin tingginya kesadaran masyarakat akan gizi (Rukmana 1997 dalam Lisnawita 2007). Peningkatan kebutuhan kentang juga dipengaruhi oleh perubahan pada konsumsi masyarakat Indonesia

5 saat ini. Di kota-kota besar mulai terlihat adanya pergeseran ke arah pemanfaatan kentang sebagai sumber karbohidrat alternatif (Lisnawita 2007). Kentang sudah menjadi alternatif diversifikasi pangan masyarakat Indonesia sehingga konsumsi bahan pangan berumbi ini semakin meningkat. Kentang tidak hanya untuk campuran sayur sup, dijadikan perkedel atau pastel, melainkan dijadikan juga sebagai keripik, french fries, dan menu lainnya (Samadi 2007). Semua ini karena masyarakat luas semakin mengetahui manfaat kentang sebagai bahan pangan. Taksonomi Dalam dunia tumbuhan, kentang diklasifikasikan ke dalam Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Famili Solanaceae, Genus Solanum, dan Spesies Solanum tuberosum L (Samadi 2007). Syarat Tumbuh Tanaman kentang dapat tumbuh pada tanah dengan drainase yang baik, bertekstur sedang hingga kasar, dan ph 5,5-6,6. Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan adalah 18-21 o C. Umbi kentang akan sulit terbentuk bila suhu tanah kurang dari 10 o C dan lebih dari 30 o C. Suhu tanah berpengaruh terhadap peningkatan kandungan pati dan gula pada umbi (Smith 1968 dalam Samadi 2007). Curah hujan rata-rata yang sesuai untuk pertumbuhan kentang adalah 1500 mm/tahun dengan lama penyinaran matahari 9-10 jam/hari (Samadi 2007). Curah hujan yang tinggi berpengaruh secara langsung terhadap peningkatan kelembaban, penurunan suhu, berkurangnya penyinaran cahaya matahari, dan peningkatan kelengasan tanah. Kelembaban udara yang sesuai untuk tanaman kentang adalah 80-90% (Rubatzky & Yamaguchi 1998). Kelembaban yang terlalu tinggi dapat menyebabkan tanaman mudah terinfeksi penyakit, terutama yang disebabkan oleh cendawan Phytophthora (Samadi 2007). Demikian pula, kelembaban udara yang terlalu rendah akan menghambat pertumbuhan tanaman dan umbi.

6 Cara Budidaya Penanaman kentang diawali dengan pengolahan tanah dan dilanjutkan dengan pemupukan menggunakan pupuk organik dan anorganik. Lahan dibajak sedalam 30-40 cm sampai gembur agar perkembangan akar dan perkembangan umbi dapat berlangsung dengan optimal, selanjutnya tanah dibiarkan selama dua minggu sebelum dibuat bedengan (Samadi 2007). Pada lahan datar, sebaiknya dibuat bedengan memanjang ke arah Barat- Timur agar memperoleh sinar matahari secara optimal, sedang pada lahan berbukit arah bedengan dibuat tegak lurus kemiringan tanah untuk mencegah erosi. Lebar bedengan 70 cm untuk 1 jalur tanaman atau 140 cm untuk 2 jalur tanaman, tinggi 30 cm dan jarak antar bedengan 30 cm. Lebar dan jarak antar bedengan dapat diubah sesuai dengan varietas kentang yang ditanam. Di sekeliling petak bedengan dibuat saluran pembuangan air sedalam 50 cm dan lebar 50 cm. Adanya bedengan dan selokan akan memudahkan kegiatan pemberian pupuk, pengairan, pembuangan air yang berlebihan, dan pengendalian hama dan penyakit (Setiadi 1993 dalam Samadi 2007). Pemupukan terdiri dari pupuk organik dan pupuk anorganik yang diberikan sebelum tanam. Pemberian pupuk organik (kotoran ayam, kambing, atau sapi) pada permukaan bedengan dilakukan seminggu sebelum tanam. Bersamaan dengan pemberian pupuk organik, diberikan juga pupuk anorganik SP-36 sebagai pupuk dasar (Setiadi 1993 dalam Samadi 2007). Penanaman bibit kentang dapat dilakukan dengan cara meletakkan umbi secara mendatar dalam lubang tanam, dengan tunas menghadap ke atas. Kemudian, tutup dengan tanah dari sebelah kanan dan kiri lubang tanam. Bibit kentang akan mulai tumbuh sekitar 10-14 hari setelah tanam (Samadi 2007). Tanaman dipanen setelah berumur sekitar 90 hingga 160 HST. Panen dilakukan dengan cara menggali umbi dengan tangan. Hasil tanaman beragam tergantung pada kultivar yang digunakan dan wilayah produksi (Rubatzky & Yamaguchi 1998). Perawatan tanaman selama penanaman masih tetap diperlukan untuk menjaga agar pertumbuhannya normal dan tetap sehat. Selama fase pertumbuhan dan pembentukan umbi, ada banyak faktor yang menghambat, baik dari dalam

7 tanaman itu sendiri maupun faktor lingkungan tumbuhnya (Setiadi 1993 dalam Samadi 2007). Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi yaitu suhu, kelembaban, curah hujan, atau adanya Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Organisme Pengganggu Tanaman Kentang OPT merupakan faktor penghambat pertumbuhan tanaman yang mendatangkan kerugian karena dapat menurunkan kuantitas maupun kualitas dari tanaman yang dibudidayakan (Setiadi 1993 dalam Samadi 2007). Hama atau penyakit yang menyerang bagian tanaman dapat menurunkan jumlah produksi dari tanaman tersebut. Serangan hama atau penyakit dapat terjadi pada seluruh bagian tanaman, seperti daun, batang, buah, umbi, dan akar. Sehingga jumlah yang dipanen berkurang atau menurun dari keadaan normal. OPT terdiri dari hama dan penyakit tanaman. Beberapa hama yang menyerang tanaman kentang adalah ulat grayak, kutu daun, orong-orong, ulat tanah, dan penggerek umbi. Penyakit penting yang biasa menginfeksi tanaman kentang antara lain Nematoda Puru Akar (NPA, Meloidogyne spp.), Nematoda Sista Kentang (NSK, Globodaera), hawar daun kentang (Phytopthora infestans), virus (PVX, PVY, PLRV), layu bakteri (Ralstonia solanacearum), dan bakteri busuk akar (Erwinia carotovora) (Singh 1994; Luc et al. 1995). Meloidogyne spp. Taksonomi Meloidogyne termasuk dalam ordo Tylenchida, subordo Tylenchina, famili Heteroderoidae, dan genus Meloidogyne (Dropkin 1991). Meloidogyne spp. memiliki lebih dari 79 spesies, empat spesies utama, yaitu M. incognita, M. hapla, M. javaniva, dan M. arenaria. Morfologi Ukuran tubuh yang kecil menyebabkan nematoda tidak dapat dilihat langsung dengan mata telanjang tetapi dapat dilihat di bawah mikroskop.

8 Nematoda jantan memiliki bentuk seperti cacing, sedangkan nematoda betina pada saat dewasa memiliki bentuk tubuh seperti buah pir atau sferoid (Agrios 2005). Betina dewasa berukuran panjang 430-740 µm. Stilet untuk menembus perakaran mempunyai panjang 11,5-14,5 µm. Nematoda betina memiliki stilet lemah melengkung ke arah dorsal dengan knob dan pangkal knob yang tampak jelas. Terdapat pola jelas pada striae yang terdapat di sekitar vulva dan anus disebut pola perineal (perineal pattern). Morfologi umum dari pola perineal Meloidogyne spp. dibagi menjadi dua, yaitu bagian dorsal dan ventral (Gambar 1). Bagian dorsal terdiri dari lengkungan striae dorsal, punctations (tonjolan berduri), phasmid, ujung ekor, dan garis lateral, sedangkan bagian ventral terdiri dari striae ventral, vulva, dan anus (Eisenback 2003). Setiap spesiess memiliki beberapa variasi pola perineal yang merupakan ciri khusus dari spesies untuk identifikasi. Gambar 1 Morfologi pola perineal Meloidogyne spp. (Sumber: Eisenback 2003) Jantan dewasa panjang tubuhnya berukuran 887-1268 µm. Panjang stilet lebih panjang jika dibandingkan dengan stilet betina, yaitu 16-19 µm dan mempunyai kepala yang tidak berlekuk. Bergerak lambat di dalam tanah dengan ekor pendek dan membulat pada bagian posterior terpilin.

9 Biologi Nematoda puru akar bersifat obligat tersebar luas baik di daerah iklim tropik maupun iklim sedang. Pembiakan tanpa jantan dalam reproduksi terjadi pada banyak jenis, tetapi pada jenis yang lain reproduksi seksual masih terjadi dalam perkembangbiakannya. Telur-telur yang dihasilkan nematoda betina dewasa diletakkan berkelompok pada massa gelatinus yang betujuan untuk melindungi telur dari kekeringan dan jasad renik. Siklus NPA (Meloidogyne spp.) dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Siklus hidup Meloidogyne spp. (Sumber: http://www.ctahr.hawaii.edu )

10 Massa telur yang baru terbentuk biasanya tidak berwarna dan berubah menjadi coklat setelah tua. Nematoda betina dapat menghasilkan hingga 500 telur dalam massa gelatinus. Telur-telur mengandung zigot sel tunggal apabila baru diletakkan. Embrio berkembang menjadi juvenil 1 (J1) yang mengalami pergantian kulit pertama di dalam telur. Telur menetas dan J1 mengalami perubahan menjadi J2 yang muncul pada suhu dan kelembaban yang sesuai dan bergerak di dalam tanah menuju ke ujung akar yang sedang tumbuh. J2 masuk ke dalam akar dan merusak sel-sel akar dengan stiletnya. Setelah masuk ke dalam akar, J2 bergerak diantara sel-sel sampai tiba di tempat dekat silinder pusat atau berada di daerah pertumbuhan akar samping. J2 akan hidup menetap pada sel-sel tersebut, mengalami pertumbuhan dan pergantian kulit menjadi J3 dan J4 yang selanjutnya akan menjadi nematoda jantan atau betina dewasa (Dropkin 1991). Nematoda jantan dewasa berbentuk memanjang seperti cacing dan hidup di dalam tanah atau pada jaringan akar. Sedangkan betina dewasa tetap tertambat pada daerah makanannya atau sel awal di dalam stele dengan bagian posterior tubuhnya berada pada permukaan akar. Selama hidupnya, nematoda betina akan terus-menerus menghasilkan telur hingga mencapai 1000 telur. Keberadaan nematoda akan merangsang sel-sel untuk membelah, sehingga terbentuklah puru (Luc et al. 1995). Arti Penting Agrios (2005) menyatakan bahwa Meloidogyne spp. merupakan salah satu nematoda parasit pada tanaman kentang. Nematoda ini memiliki kisaran inang yang sangat beragam, lebih dari 2000 spesies tanaman dan sebagian besar adalah tanaman budidaya. Meloidogyne spp. tersebar luas di daerah tropik dan subtropik. Infeksi berat dapat menyebabkan tanaman layu dan mati, gejala penyakit oleh nematoda ini berupa pertumbuhan tanaman yang terhambat dan kerdil dengan perakaran yang banyak bintil atau disebut puru akar (Endah & Novizan 2002). Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan perkembangan nematoda meningkat atau sebaliknya. Nematoda berkembang dengan baik pada tanah berpasir dengan ph 5,0-6,6. Faktor lainnya adalah kepadatan inokulum, kelembaban tanah,

11 pemupukan, dan temperatur serta penurunan konsentrasi oksigen (Luc et al. 1995). Kehilangan hasil akibat infeksi Meloidogyne spp. bervariasi tergantung pada varietas tanaman dan keadaan lingkungan, dan dapat mencapai 25% dari produksi. Sedangkan kerugian ekonomi yang disebabkan infeksi nematoda ini terhadap tanaman budidaya dapat mencapai 14% (Agrios 2005). Umbi yang terinfeksi secara ekonomi tidak dikehendaki dan dapat menjadi sumber inokulum penyebaran penyakit. Kerugian akibat infeksi Meloidogyne spp. terhadap tanaman kentang dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Kerugian langsung berupa penurunan kualitas maupun kuantitas umbi yang dihasilkan. Sedangkan kerugian tidak langsung adanya interaksi Meloidogyne spp. dengan patogen lain seperti cendawan dan bakteri. Infeksi oleh Meloidogyne menyebabkan tanaman lebih rentan terhadap infeksi cendawan dan bakteri. Layu Fusarium pada beberapa tanaman meningkat persentase dan tingkat infeksinya apabila tanaman tersebut juga terinfeksi oleh NPA (Agrios 2005). Spesies Meloidogyne Meloidogyne spp. tersebar di seluruh dunia dan mempunyai kisaran inang yang sangat luas, meliputi gulma dan berbagai tanaman yang dibudidayakan (Dropkin 1991). Spesies ini memiliki lebih dari 75 spesies yang tersebar di dunia dan 4 diantaranya merupakan spesies utama pada tanaman kentang, yaitu M. incognita, M. hapla, M. javanica, dan M. arenaria. Meloidogyne incognita M. incognita merupakan parasit tanaman penting di seluruh daerah tropika. Beberapa tanaman inang spesies ini adalah kapas, kentang, tebu, wortel, tomat, tanaman hias, dan lain-lain (Thomas et al. 2004). Suhu optimum untuk reproduksi dari spesies ini berkisar antara 18 o -30 o C, namun spesies ini akan mengalami peningkatan populasi hingga 47% pada suhu 24 o -27 o C (Eisenback 2003).

12 Lengkungan striae menyiku (sudut ± 90 o ) Gambar 3 Ciri khusus pola perineal Meloidogyne incognita (Sumber : Eisenback 2003) Lengkungan striae bagian dorsal yang dapat dilihat pada Gambar 3 berbentuk persegi (sudut ± 90 o ) dan merupakan karakter khusus dalam mengidentifikasi spesiess M. incognita (Eisenback et al. 1981). Jika dibandingkan dengan spesies lain, dapat dilihat bahwa lengkungan striae spesies ini tampak jelas bergelombang. Siklus hidup dari nematoda sekitar 30-60 hari tergantung dengan suhu tempat nematoda hidup. Beberapa faktor yang mempengaruhi hidup nematoda, yaitu suhu optimum, ketersediaan inang, dan lingkungan yang sesuai untuk bereproduksi. Meloidogyne hapla Spesies ini merupakan spesies yang terdapat di daerah beriklim sedang dan kadang-kadang terdapatt di dataran tinggi tropik (Luc et al. 1995). M. hapla akan mengalami populasi dan tingkat infeksi yang rendah apabila temperatur dari wilayah tersebut tidak disukai. Beberapa tanaman yang tingkat infeksi M. Haplanya rendah diantaranya semangka, kapas, dan jagung. Reproduksi dari M. hapla biasanya secara partenogenetik, namun dapat juga melalui seksual (Triantaphyllou 1993). Suhu optimum untuk reproduksi spesies

13 ini berkisar antara 20-25 o C. Telur nematoda akan menetas pada suhuu optimum 25 o C dan nematoda mengalami perkembangan yang baik pada suhu 15-20 o C. Tonjolann seperti duri pada ujung ekor Gambar 4 Ciri khusus pola perineal Meloidogyne hapla (Sumber: Eisenback 2003) Pada Gambar 4 menunjukkan bahwa M. hapla memiliki ciri khusus pada pola perineal nematoda betina yang berbeda dengan spesies lainnya yaitu terdapat tonjolan-tonjolan seperti duri pada zona ujung ekor (Eisenback et al. 1981). Tonjolan-tonjolan seperti duri ini membentuk lingkaran atau elips pada ujung ekor yang tidak dimiliki oleh spesies Meloidogyne lainnya. Gejala yang disebabkan oleh M. hapla berbeda dengan yang disebabkan oleh spesies lainnya, yaitu purunya kecil, bentuk seperti bola, dan terbentuk cabang akar yang berasal dari jaringan puru (Luc et al. 1995). M. hapla juga berasosiasi dengan patogen lain. Meloidogyne javanica M. javanica tersebar di seluruh dunia, khususnya di daerah tropika sampai 3000 m dari permukaan laut (Semangun 2006). Pada daerah dataran tinggi atau pegunungan, jenis ini merupakan nematoda puru akar yang dominan. Tanaman inang dari spesies ini sama seperti spesies lainnya, yaitu tomat, kentang, wortel,

14 tanaman hias, tembakau, macam-macam sayuran dan buah-buahan (Semangun 2006). Terdapat suhu optimum untuk stadium yang berbeda pada daur hidup M. javanica (Southey 1978). Suhu optimum yang diperlukan untuk spesies ini berkembang dengan baik antara 25-30 o C. Munculnya populasi M. javanica terbesar terjadi pada ph antara 6,4 sampai 7 dan akan terhambat pada ph di bawah 5,2 (Southey 1978). Garis lateral antara striae dorsal dan ventral Gambar 5 Ciri khusus pola perineal Meloidogyne javanica (Sumber: Eisenback 2003) Identifikasi spesies ini dapat dilihat dari pola perineal yang memiliki ciri adanya dua garis lateral yang memisahkan striae bagian dorsal dan ventral (Gambar 5). Menurut Orton Williams (1972) diantara dua garis lateral tersebut terdapat daerah kosong dan tidak ada striae dorsal dan ventral yang saling berikatan. Menurut Luc et al. (1995) kentang yang terinfeksi memiliki puru yang umumnya lebih besar daripada yang disebabkan oleh M. hapla dan M. chitwoodi. M. javanica dapat dikendalikan dengan cara rotasi tanaman, perlakuan panas pada telur dan larva, dan menanam tanaman yang resisten. Kemampuan bertahan hidup telur dan larva M. javanica akan berkurang apabila diperlakukan pada suhu 45 0 C selama tiga jam (Eisenback 1988).

15 Meloidogyne arenaria M. arenaria merupakan salah satu spesies Meloidogyne yang sangat berpengaruh pada perekonomian dunia. M. arenaria tidak hanya berada pada daerah tropik, nematodaa ini umumnya juga terdapat di daerah subtropik (Luc et al. 1995). Karakteristik morfologi dari nematoda ini dapat dilihat dari pola perineal nematoda betinanya. Secara khusus pola perinealnya dapat dilihat padaa Gambar 6 sangat variabel ditandai oleh lengkungan tepi yang rendah dan bulat, dengan striae yang halus hingga bergelombang (Eisenback dan Triantaphyllou 1991). Pola perineal dari spesies ini merupakan variasi dari spesies M. hapla dan M. incognita. Bagian striae bercabang pada garis lateralnya dan merupakan pola yang dimiliki oleh sebagian besar spesies ini. Nematoda jantan memiliki bentuk kepala dan stilet yang pendek dan agak bulat (Eisenback et al. 1981). Lengkungan tepi rendah dan bulat, striae halus hingga bergelombang Gambar 6 Ciri khusus pola perineal Meloidogyne arenaria (Sumber: Eisenback 2003) M. arenaria, M. incognita, dan M. javanica berinteraksi dengann cendawan Fusarium oxisporum dan menyebabkan tanaman layu (Luc et al. 1995). Pengendalian spesies ini tidak berbeda dengan spesies lainnya, yaitu penanaman tanaman yang resisten, penggunaan nematisida, dan rotasi tanaman.