BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Distribusi daya Beban yang mendapat suplai daya dari PLN dengan tegangan 20 kv, 50 Hz yang diturunkan melalui tranformator dengan kapasitas 250 kva, 50 Hz yang didistribusikan melalui Panel Utama Tegangan Rendah (PUTR). Beban pada gedung workshop PTKI Medan membutuhkan daya 175 A dari pendistribusian dari panel induk agar keandalan sistem daya terpenuhi untuk pengoperasian alat-alat. Dari saluran transmisi, tegangan diturunkan lagi menjadi 20 kv dengan transformator penurun tegangan pada gardu induk distribusi, kemudian dengan sistem tegangan tersebut penyaluran tenaga listrik dilakukan oleh saluran distribusi primer. Dari saluran distribusi primer inilah gardu gardu distribusi mengambil tegangan untuk diturunkan tegangannya dengan transformator distribusi menjadi sistem tegangan rendah, yaitu 220/380 Volt. Selanjutnya disalurkan oleh saluran distribusi sekunder ke konsumen-konsumen. Dengan ini jelas bahwa sistem distribusi merupakan bagian yang penting dalam sistem tenaga listrik secara keseluruhan. 2.2 Harmonisa Harmonisa merupakan pengoperasian listrik dari beban non linier sehingga terbentuklah gelombang frekuensi tinggi yang merupakan kelipatan dari frekuensi 11
12 dasar 50 Hz atau 60 Hz, sehingga bentuk gelombang arus dan tegangan yang idealnya adalah sinusoidal murni akan menjadi cacat, seperti terlihat pada Gambar 2.1 [3]. A Fundamental Third Harmonic Fundamental + Third Harmonic t Gambar 2.1. Gelombang sinusoidal [3]. Harmonisa berdasarkan dari urutan ordonya adalah harmonisa ke 3,5,7,9,11 dan seterusnya, seperti pada Gambar 2.2 [11]. Arus ( Ampere) Ordo Harmonisa Gambar 2.2 Urutan arus harmonisa [11].
13 Distorsi harmonisa dapat menimbulkan efek berbeda-beda yang terhubung dengan jaringan listrik terutama karikteristik beban listrik itu sendiri. Harmonisa juga dapat menyebabkan pemanasan yang lebih tinggi pada konduktor, transformator, ataupun komponen listrik lainnya. Pemanasan yang berlebih dapat menurunkan daya tahan komponen sehingga bisa menyebabkan kerusakan apabila harmonisa yang ditimbulkan cukup besar. Untuk menentukan besar Total Harmonic Distortion (THD) dapat dilihat dari perumusan analisa deret fourier, untuk tegangan dan arus dalam fungsi waktu seperti pada Persamaan (2.1) dan (2.2) [3]. (2.1) (2.2) V(t) = Tegangan dalam fungsi waktu (Volt) I (t) = Arus dalam fungsi waktu (Ampere) I 0 = Arus sesaat (Ampere) I n = Arus maksimum ke-n (Ampere) V 0 = Tegangan sesaat (Volt) V n = Tegangan maksimum ke-n (Volt) Banyaknya penggunaan beban non linier pada sistem tenaga listrik membuat arus menjadi sangat terdistorsi dengan persentase harmonisa arus, tingginya persentase kandungan harmonisa arus Total Harmonic Distortion atau disingkat
14 dengan THD pada suatu sistem tenaga listrik dapat menyebabkan timbulnya beberapa persoalan harmonisa yang serius pada sistem listrik, menimbulkan berbagai macam kerusakan pada peralatan listrik yang rentan dan menyebabkan penggunaan energi listrik menjadi buruk [12][13]. Distorsi harmonisa total disebut dengan Total Harmonic Distortion (THD) adalah indeks yang menunjukkan total harmonisa dari gelombang tegangan atau arus yang mengandung komponen individual harmonisa, yang dinyatakan dalam persen terhadap komponen fundamentalnya [14]. THD untuk gelombang tegangan dinyatakan dengan Persamaan (2.3):. (2.3) THD v : Total Harmonic Distortion tegangan (%) V 1 V n n : Tegangan fundamental : Tegangan harmonisa ke n : Ordo harmonisa THD untuk gelombang arus dinyatakan dengan Persamaan (2.4):......(2.4)
15 THD i : Total Harmonic Distortion arus (%) I 1 I n n : Arus fundamental : Arus harmonisa ke n : Ordo harmonisa Besar Individual Harmonic Distortion (IHD) untuk tegangan dan arus dapat dilihat pada Persamaan (2.5) dan Persamaan (2.6).... (2.5).... (2.6) 2.2.1 Harmonisa pada peban non linier Beban non linier dapat menyebabkan reaktansi jenuh adalah penyearah atau pensaklaran secara mekanik yang bekerja menutup dan membuka secara berkala. Dimana pada frekuensi fundamental (IF) terdapat frekuensi harmonik (IH). Tegangan sinusoidal dihasilkan oleh frekuensi fundamental (E) sedangkan harmonisa dihasilkan oleh beban. Pada Gambar 2.3 menunjukkan sebuah beban non linier, dimana terdapat kandungan harmonisa semua ordo baik ordo ganjil maupun ordo genap.
16 Gambar 2.3 Jenis beban non linier Harmonisa diproduksi oleh beberapa beban non linier atau alat yang mengakibatkan arus tidak sinusoidal. Untuk menentukan besar Total Harmonic Distortion (THD) dari perumusan analisa deret Fourier untuk tegangan dan arus dalam fungsi waktu yaitu pada Persamaan (2.7) [15]. f(t) = a 0 + ( a n cos (hω 0 t) + b n sin (hω 0 t)... (2.7) h : Ordo harmonisa ω 0 :, frekuensi radial komponen fundamental a 0 : (t) d t a n dan b n merupakan koefisien dari deret Fourier dengan Persamaan (2.8) dan Persamaan (2.9).
17 a n = f (t) cos(hω 0 t) dt... (2.8) b n = f (t) sin (hω 0 t) dt... (2.9) Karena arus berbentuk gelombang bolak balik yang simetris, maka gelombang tersebut memiliki fungsi ganjil, maka gelombang tersebut memiliki fungsi ganjil jika f (t) = - f (-t), maka fungsi f (t) memiliki koefisien Persamaan (2.10) dan Persamaan (2.11). a 0 = 1.......... (2.10) b n = (t) sin (hω 0 )....(2.11) Sehingga deret Fourier dapat dituliskan pada Persamaan (2.12). f(t) = f 0 + f ml sin (ω 0 t +φ 1 ) + + f mh sin( h(hω 0 t) + φ h...(2.12) f 0 f ml f mh ω 0 : komponen DC : nilai maksimum dari komponen fundamental : nilai maksimum dari komponen harmonisa ordo-h : sudut angular komponem fundamental π : konstanta (3,14)
18 Tegangan dan arus rms gelombang dibagi dari gelombang sinusoidal yaitu nilai puncak dan secara deret Fourier untuk tegangan dan arus pada Persamaan (2.13) dan Persamaan (2.14). V(t) = V0 + Vn Sin (nω0t + θn).....(2.13) I(t) = I0 + Vn Sin (nω0t + θn)........(2.14) Bagian DC (V0 dan I0) biasanya diabaikan untuk menyederhanakan perhitungan, sedangkan Vn dan In adalah nilai RMS untuk harmonisa ordo ke-n pada masing-masing tegangan dan arus, maka nilai RMS dalam satu periode bentuk gelombang sinusoidal murni dengan periode T didefenisikan pada Persamaan (2.15). V(t) = Vm sin ωt..............(2.15) Nilai RMS tegangan (VRMS) pada Persamaan (2.16)..........(2.16) VRMS = Dengan memasukkan Persamaan (2.15) ke dalam Persamaan (2.16), maka nilai RMS tegangan pada Persamaan (2.17). VRMS = =.....(2.17)
19 Dengan cara yang sama diperoleh nilai RMS untuk arus pada Persamaan (2.18). I(t) = I m sin ωt........ (2.18) Nilai RMS arus (I RMS) pada Persamaan (2.19). I RMS =..........(2.19) Sehingga didapat Persamaan (2.20). I RMS =......(2.20) Dimana dan harga maksimum dari gelombang sinusoidal. 2.2.2 Standar IEEE 519-1992 Batasan standar harmonisa tegangan IEEE 519-1992 yang digunakan sebagai parameter batasan dapat dilihat pada Tabel 2.1. Batas harmonisa arus sesuai IEEE 519-1992 dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.1 Batas harmonisa tegangan IEEE 519-1992 Tegangan Bus Pada PCC Distorsi Tegangan Individu (%) Total Distorsi Tegangan (%) V 69 kv 3.0 5.0 69 kv < V 161 kv 1.5 2.5 V > 161 kv 1.0 1.5
20 Tabel 2.2 Batas harmonisa arus IEEE 519-1992 Distorsi arus harmonisa maksimum dalam % dari Isc/I L < 11 11 h < 17 17 h < 23 23 h < 35 35 < h TDD 69 kv < V < 20 4.0 2.0 1.5 0.6 0.3 5.0 20 < 50 7.0 3.5 2.5 1.0 0.5 8.0 50 < 100 10.0 4.5 4.0 1.5 0.7 12.0 100 < 1000 12.0 5.5 5.0 2.0 1.0 15.0 1000 15.0 7.0 6.0 2.5 1.4 20.0 69 kv < V > 161kV < 20 2.0 1.0 0.75 0.3 0.15 2.5 20 < 50 3.5 1.75 1.25 0.5 0.25 4.0 50 < 100 5.0 2.25 2.0 0.75 0.35 6.0 100 < 1000 6.0 2.75 2.5 1.0 0.5 7.5 1000 7.0 3.5 3.0 1.25 0.7 10.0 V > 161 kv < 50 2.0 1.0 0.75 0.3 0.15 2.5 < 50 3.5 1.75 1.25 0.45 0.22 3.75 I SC : Arus maksimum hubung singkat pada Point of Common Coupling (PCC). I L : Arus beban maksimum (komponen fundamental) pada PCC, semua peralatan pembangkitan ditetapkan pada nilai ini, untuk berapapun nilai I SC /I L sebenarnya. TDD : Total Demand Distortion adalah kandungan ratio harga RMS arus harmonisa terhadap arus beban maksimum.
21 Pengukuran distorsi harmonik dilakukan pada titik PCC (Point of Common Coupling) pada rel PCC sekunder transformator, selama periode dimana dampak permintaan pelanggan maksimum, biasanya 15 sampai 30 menit seperti yang disarankan dalam Standar IEEE 519-1992. Sumber daya yang kecil dengan permintaan relatif besar akan cenderung menunjukkan distorsi gelombang yang lebih besar. Sumber yang tetap untuk beroperasi pada arus permintaan rendah akan menunjukkan penurunan distorsi gelombang. 2.3 Faktor daya Power Factor atau faktor daya merupakan nilai perbandingan antara daya aktif (P) dan daya semu (S). Faktor daya menjadi pembanding antara baik buruknya kualitas daya listrik. Untuk menentukan kebutuhan akan daya reaktif dapat digambarkan dalam bentuk segitiga daya pada Gambar 2.4. P (Watt) Q 2 S2 (VA) Q 1 S1 (VA) Q (VAR) Gambar 2.4 Segitiga daya untuk kebutuhan daya reaktif
22 Faktor daya pada umumnya dinyatakan dalam bentuk cos φ yang besarnya pada Persamaan (2.21). PF = cos φ =...... (2.21) cos φ : Faktor daya P : Daya aktif (Watt) S : Daya semu (VA) Untuk menentukan besaran daya semu (VA) pada Persamaan (2.22). S = V. I.......... (2.22) Daya Aktif (Watt) pada Persamaan (2.23). P = V. I. cos φ...... (2.23) Daya Reaktif (VAR) pada Persamaan (2.24). Q = V. I. sin φ...... (2.24) Kebutuhan akan daya reaktif dapat dihitung untuk pemasangan kapasitor memperbaiki faktor daya beban. Pada umumnya komponen daya aktif (P) konstan, sedangkan daya semu (S) dan daya reaktif (Q) berubah sesuai dengan faktor daya beban dapat dilihat pada Persamaan (2.25).
23 Daya reaktif (Q) = Daya aktif (P) x tan φ.... (2.25) Dengan memperhatikan vektor segitiga daya pada Gambar 2.4 maka: Daya reaktif pada PF awal yaitu pada Persamaan (2.26). Q 1 = P x tan φ 1... (2.26) Daya reaktif pada PF diperbaiki yaitu pada Persamaan (2.27). Q 2 = P x tan φ 2..... (2.27) Sehingga rating kapasitor yang diperlukan untuk memperbaiki faktor daya adalah ΔQ = Q 1 Q 2 atau pada Persamaan (2.28). ΔQ = P (tan Q 1 tan Q 2 ).... (2.28) Terdapat perbedaan antara faktor daya pada kondisi gelombang terdistorsi harmonisa dan tidak terdistorsi harmonisa. Gelombang yang tidak terdistorsi harmonisa akan berbentuk sinusoidal artinya dalam perhitungan faktor daya tidak melibatkan frekuensi harmonisa baik pada gelombang tegangan maupun gelombang arus. Sebaliknya gelombang tidak sinusoidal dalam bentuk keadaan terdistorsi maka perhitungan faktor daya melibatkan frekuensi harmonisa pada gelombang tegangan dan gelombang arus.
24 Peralatan ukur kualitas daya sekarang ini umumnya sudah dapat mendeteksi displacement dan true power factor. Peralatan pembangkit harmonisa seperti switching power supplies dan PWM memiliki displacement power factor mendekati nilai 1 (satu), tetapi true power factor hanya bernilai 0,5 sampai 0,6. 2.3.1 Faktor daya tanpa harmonisa Pada gelombang arus sinusoidal atau gelombang tidak mengandung harmonisa terdapat sudut fasa antara tegangan dan arus. Pada frekuensi fundamental nilai faktor daya dapat juga diketahui dengan menentukan nilai cosinus dari sudut fasanya atau perbandingan antara daya aktif dan daya semu seperti terlihat pada Gambar 2.5 [4]. Gambar 2.5 Sudut fasa gelombang tegangan dan arus [4]. Displacement Power Faktor (DPF) dari vektor segitiga daya merupakan perbandingan antara daya aktif dan daya semu pada frekuensi fundamental yaitu Persamaan (2.29).
25 DPF = = Cos 1... (2.29) DPF : Displacement power factor. V1 RMS : Tegangan RMS pada frekuensi fundamental (Volt) I1RMS : Arus RMS pada frekuensi fundamental (Ampere). 2.3.2 Faktor daya dengan harmonisa Pada kondisi gelombang arus tidak sinusoidal atau dalam kondisi mengandung harmonisa, faktor daya tidak dapat dikatakan sebagai nilai cosinus dari sudut fasanya (Gambar 2.6). Faktor daya kondisi gelombang sinusoidal merupakan faktor daya dengan perhitungan akan melibatkan frekuensi harmonisa pada gelombang tegangan dan gelombang arus. True Power Factor merupakan perhitungan faktor daya yang terkait dengan jumlah daya aktif pada frekuensi fundamental dan frekuensi harmonisa. Gambar 2.6 Sudut fasa gelombang tegangan dan arus kondisi hamonisa [16].
26 True power factor (TPF) merupakan ratio perbandingan antara total jumlah daya aktif (P avg ) pada semua frekuensi terhadap daya semu yaitu pada Persamaan (2.30). TPF =.......(2.30) TPF THD i DPF : True Power Factor : Total Harmonic Distortion untuk arus : Displacement Power Factor 2.4 Arus hubung singkat (Isc) Untuk mengetahui batasan standar harmonisa IEEE 519-1992 beradasarkan Tabel 2.2 pertama yang harus diketahui yaitu SCR (Short Circuit Ratio). Dalam melakukan perhitungan I sc diperlukan data impedansi dari sistem yang terdiri dari impedansi saluran dan impedansi transformator distribusi itu sendiri. Ditunjukkan pada Persamaan (2.31) dan (2.32). Persamaan (2.31) untuk menghitung arus hubung singkat. I SC =... (2.31)
27 Maka diperoleh perbandingan arus hubung singkat (I SC ) dengan arus beban (I L ) seperti pada Persamaan (2.32) SCR =... (2.32) 2.5 Filter pasif Filter adalah suatu rangkaian yang dipergunakan untuk membuang tegangan output pada frekuensi tertentu. Pada dasarnya filter dapat dikelompokkan berdasarkan response (tanggapan) frekuensinya yaitu: a. Band Pass Filter. b. High Pass Filter. c. Double Band Pass Filter. d. Composite. Untuk membuat filter sering kali dihindari penggunaan induktor, terutama karena ukurannya yang besar. Sehingga umumnya filter pasif hanya memanfaatkan komponen R dan C. Penggunaan filter pasif merupakan metode penyelesaian yang efektif dan ekonomis untuk masalah harmonisa. Filter pasif sebagian besar didesain untuk memberikan bagian khusus untuk mengalihkan arus harmonisa yang tidak diinginkan dalam sistem tenaga. Filter pasif banyak digunakan untuk mengkompensasi kerugian daya reaktif akibat adanya harmonisa pada sistem tenaga. Rangkaian filter pasif
28 terdiri dari komponen R, L, dan C (Gambar 2.7). Komponen utama yang terdapat pada filter pasif adalah kapasitor dan induktor. Kapasitor dihubungkan seri atau paralel untuk memperoleh sebuah total rating tegangan dan kvar yang diinginkan. Sedangkan induktor digunakan dalam rangkaian filter dirancang mampu menahan selubung frekuensi tinggi yaitu efek kulit (skin effect) [16]. Arus Beban Filter pasif Gambar 2.7 Rangkaian filter pasif [16]. Ada beberapa jenis filter pasif yang umum beserta konfigurasi dan impedansinya seperti pada Gambar 2.8. Filter pasif single tuned adalah yang paling umum digunakan. Dua buah filter single tuned akan memiliki karakteristik yang mirip dengan double band pass filter [16]. C C C1 L1 R L R L C2 R1 R L2 R2 Band Pass High Pass Double Band Pass Composite Gambar 2.8 Jenis-jenis filter pasif [16].
29 2.5.1 Merancang filter pasif single tuned Tipe filter pasif yang paling umum digunakan adalah filter single tuned. Filter umum ini biasa digunakan pada tegangan rendah. Rangkaian filter pasif single tuned ini mempunyai impedansi yang rendah. Sebelum merancang suatu filter pasif, maka perlu diketahui besarnya kebutuhan daya reaktif pada sistem. Daya reaktif sistem ini diperlukan untuk menghitung besarnya nilai kapasitor yang diperlukan untuk memperbaiki sistem tersebut. Filter pasif single tuned adalah filter yang terdiri dari komponen komponen Resistor (R), Induktor (L) dan Kapasitor (C) yang terhubung secara seri (Gambar 2.9). Filter pasif single tuned akan mempunyai impedansi yang kecil pada frekuensi resonansi sehingga arus yang memiliki frekuensi yang sama dengan frekuensi resonansi akan dibelokkan melalui filter. Untuk mengatasi harmonisa di dalam sistem tenaga listrik industri yang paling banyak digunakan adalah filter pasif single tuned [1]. Gambar 2.9 Filter pasif single tuned [1].
30 Sebuah filter single tuned dapat mengurangi harmonisa tegangan (THD v ) dan harmonisa arus (THD i ) sampai dengan 10-30%. Besarnya tahanan R dari induktor dapat ditentukan oleh faktor kualitas dari induktor. Faktor kualitas (Q) adalah kualitas listrik suatu induktor, secara matematis Q adalah perbandingan nilai reaktansi induktif atau reaktansi kapasitif dengan tahanan R. Semakin besar nilai Q yang dipilih maka semakin kecil nilai R dan semakin bagus kualitas dari filter dimana energi yang dikonsumsi oleh filter akan semakin kecil, artinya rugi-rugi panas filter adalah kecil, nilai faktor kualitas berkisar antara: 30 < Q < 100 [11]. Langkah langkah menghitung filter pasif single tuned adalah: a. Menentukan ukuran kapasitas kapasitor (Q C ) berdasarkan kebutuhan daya reaktif untuk perbaikan faktor daya, ditunjukkan pada Persamaan (2.33) [1]. Q C = P [tan(cos -1 pf 1 ) - tan(cos -1 pf 2 )]...(2.33) P pf 1 pf 2 = Beban (kw) = Faktor daya mula mula = Faktor daya setelah diperbaiki b. Menentukan reaktansi kapasitor (X C ), ditunjukkan pada Persamaan (2.34). X C =... (2.34)
31 X C V Q C = Reaktansi kapasitif (Ω) = Tegangan (Volt) = Daya reaktif (VAR) c. Menentukan kapasitansi dari Kapasitor (C), ditunjukkan pada Persamaan (2.35). C =... (2.35) C f 0 = Kapasitansi kapasitor (Farad) = frekuensi fundamental (Hz) d. Menentukan Reaktansi Induktif dari induktor (X L ), ditunjukkan pada Persamaan (2.36). X L =... (2.36) h n X L = Harmonisa ordo ke n = Reaktansi induktif (Ω) e. Menentukan induktansi dari induktor (L) ditunjukkan pada Persamaan (2.37). L =... (2.37)
32 f. Menentukan reaktansi karakteristik dari filter (X n ), ditunjukkan pada Persamaan (2.38). X n = h n X L =... (2.38) g. Menentukan tahanan (R) dari induktor ditunjukkan pada Persamaan (2.39). R =... (2.39) R Q = Tahanan dari Induktor (Ω) = Faktor kualitas dari filter pasif single tuned (VAr)