BAB I. PENDAHULUAN. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut perkiraan World Health Oraganization (WHO) ada sekitar 5 juta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Antibiotik merupakan pengobatan utama dalam. manajemen penyakit infeksi. Namun, akibat penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Enterobacter sp. merupakan bakteri gram negatif. berbentuk batang. Enterobacter sp.

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002,

BAB I. PENDAHULUAN. Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)

Pseudomonas aeruginosa adalah kuman patogen oportunistik yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif. yang normalnya hidup sebagai flora normal di sistem

I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pelayanan kesehatan umum seperti rumah sakit dan panti jompo. Multidrugs

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih

BAB I PENDAHULUAN UKDW. mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh

I. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk

BAB I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian. Enterobacteriaceae merupakan patogen yang dapat menyebabkan infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan suatu peradangan pada paru (Pneumonia)

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Staphylococcus adalah bakteri gram positif. berbentuk kokus. Hampir semua spesies Staphylococcus

ABSTRAK PREVALENSI GEN OXA-24 PADA BAKTERI ACINETOBACTER BAUMANII RESISTEN ANTIBIOTIK GOLONGAN CARBAPENEM DI RSUP SANGLAH DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. satunya bakteri. Untuk menanggulangi penyakit infeksi ini maka digunakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir, angka kejadian penyakit infeksi

BAB I PENDAHULUAN. dalam morbiditas dan mortalitas pada anak diseluruh dunia. Data World

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diare,

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama penyakit infeksi (Noer, 2012). dokter, paramedis yaitu perawat, bidan dan petugas lainnya (Noer, 2012).

POLA KEPEKAAN BAKTERI PENYEBAB VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) DI ICU RSUP H. ADAM MALIK PERIODE JULI-DESEMBER Oleh :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik.

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah. kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Staphylococcus epidermidis (S. epidermidis) merupakan salah satu spesies dari genus bakteri

BAB 1 PENDAHULUAN. yang resisten terhadap minimal 3 kelas antibiotik. 1 Dari penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama. morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri Gram

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. adalah infeksi. Sekitar lima puluh tiga juta kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. yang selalu bertambah setiap tahunnya. Salah satu jenis infeksi tersebut adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Resistensi terhadap antimikroba atau. antimicrobial resistance (AMR) adalah fenomena alami

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Staphylococcus aureus merupakan salah satu. penyebab utama infeksi di rumah sakit dan komunitas,

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Pseudomonas adalah bakteri oportunistik patogen pada manusia, spesies

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFENISI OPERASIONAL. Isolat Pseudomonas aeruginosa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. dari saluran napas bagian atas manusia sekitar 5-40% (Abdat,2010).

BAB I PENDAHULUAN. sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kematian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sebagai akibatnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung

BAB I PENDAHULUAN. angka yang pasti, juga ikut serta dalam mengkontribusi jumlah kejadian infeksi. tambahan untuk perawatan dan pengobatan pasien.

BAB I PENDAHULUAN. Propolis adalah campuran dari sejumlah lilin lebah dan resin yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. atas yang terjadi pada populasi, dengan rata-rata 9.3% pada wanita di atas 65

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO 2 atau pengambilan O 2 dari atmosfir

BAB 1 PENDAHULUAN. mampu memproduksi matriks ekstraseluler yang disebut Extracelluler Polymeric

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikroorganisme penyebab penyakit infeksi disebut juga patogen

I. PENDAHULUAN. Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IDENTIFIKASI INFEKSI MULTIDRUG-RESISTANT ORGANISMS (MDRO) PADA PASIEN YANG DIRAWAT DI BANGSAL NEONATAL INTENSIVE CARE UNIT (NICU) RUMAH SAKIT

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN. HALAMAN MOTTO. HALAMAN PERSEMBAHAN. DEKLARASI.. KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL.

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah

BAB 1 : PENDAHULUAN. jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) memiliki aktivitas antibakteri dengan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. nosokomial merupakan salah satu faktor penyabab kegagalan terapi di rumah

PANDUAN PENGENDALIAN MULTIDRUG- RESISTANT ORGANISM (MDRO)

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Kolonisasi bakteri merupakan keadaan ditemukannya. koloni atau sekumpulan bakteri pada diri seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada

BAB 1 PENDAHULUAN. bermakna (Lutter, 2005). Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi

BAB II TINJAUAN TEORI. kecil dan hanya dapat dilihat di bawah mikroskop atau mikroskop elektron.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Acinetobacter baumannii Sensitivity Trends against Aminoglycoside at ICU and Non ICU Units in Dr. Moewardi Hospital

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat-obatan tradisional khususnya tumbuh-tumbuhan untuk

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan. ureter, kandung kemih dan uretra merupakan organ-organ yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN UKDW. jika menembus permukaan kulit ke aliran darah (Otto, 2009). S. epidermidis

BAB I PENDAHULUAN. penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Bakteri dari genus Staphylococcus adalah bakteri. gram positif kokus yang secara mikroskopis dapat diamati

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (Hanafiah & Amir,

Transkripsi:

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi di lingkungan Rumah Sakit. P. aeruginosa merupakan bakteri Gram negatif yang seringkali menjadi sumber infeksi. P. aeruginosa memiliki kecenderungan hidup di lingkungan yang lembab mudah ditemukan di air, tanah dan tanaman, termasuk buah-buahan dan sayuran. Bakteri ini jarang ditemukan sebagai bagian dari flora normal pada orang sehat, jika terjadi kolonisasi pada orang yang sehat, umumnya ditemukan pada saluran pencernaan dan bagian tubuh yang lembab, seperti tenggorokan, mukosa hidung, kulit ketiak, dan daerah perineum. Bakteri ini sering dijumpai sebagai kontaminasi pada kolam renang, kolam air panas, wastafel air, cairan pembersih lensa kontak, injeksi obat, dan telapak bagian dalam sepatu. 1 P. aeruginosa memiliki potensi sebagai bakteri patogen di lingkungan rumah sakit. Larutan air yang digunakan dalam perawatan medis misalnya, desinfektan, sabun, cairan irigasi, tetes mata, dan cairan dialisis sering terkontaminasi dengan P. aeruginosa. Bakteri ini juga sering ditemukan dalam aerator, peralatan terapi pernafasan, shower dan wastafel di lingkungan rumah sakit. 1 Bakteri tersebut banyak ditemukan sebagai bakteri penyebab infeksi nosokomial pada saluran kemih, infeksi luka paska operasi, infeksi pembuluh darah, Ventilator-Associated Pneumonia (VAP) dan meningitis khususnya pasien dengan sistem imun yang rendah di intensive care unit (ICU). Penelitian di Indonesia didapatkan P. aeruginosa sebagai salah satu bakteri gram negatif yang paling sering menginfeksi yaitu sebesar 25,8%. 3,4 Selama ini bakteri P. aeruginosa menimbulkan manifestasi klinis mencakup kasus bakterimia, pneumonia, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi luka pasca operasi dan infeksi lainnya. Kemampuan bakteri P. aeruginosa untuk bertahan hidup pada kondisi lingkungan

ekstrem dan bertahan dalam jangka waktu yang lama pada permukaan tubuh sering menyebabkan infeksi. Disamping itu penularan infeksi melalui kontak dari satu pasien ke pasien lain kerap terjadi di lingkungan rumah sakit. 3,4 Berdasarkan data dari The National Healthcare Safety Network, P. aeruginosa menduduki peringkat pertama terbanyak setelah Staphylococcus aureus dan Acinetobacter baumannii. Disamping itu, infeksi yang disebabkan oleh P. aeruginosa akan sulit untuk diterapi, hal ini dikarenakan semakin banyak munculnya strain resisten terhadap beberapa antibiotik (Multidrug Resistance). Kasus luar biasa yang disebabkan oleh Multidrug Resistance P. aeruginosa (MDR-PA) telah dilaporkan beberapa rumah sakit di dunia. Angka kejadian infeksi P. aeruginosa cukup tinggi di lingkungan kesehatan di seluruh dunia. Peningkatan ini juga terjadi di Amerika Serikat dalam satu dekade terakhir ini. 2 Multidrug Resistance P. aeruginosa (MDR-Pa) merupakan bakteri P. aeruginosa yang resistensi terhadap lebih dari tiga golongan obat, yakni golongan sefalosporin antipseudomonal (ceftazidime atau cefepime), golongan karbapenem (imipenem atau meropenem), golongan pinicillin (ampicillin/sulbactam), golongan fluoroquinolon (ciprofloxacin atau levofloxacin), dan golongan aminoglikosida (gentamisin, tobramycin, atau amikasin). MDR-Pa merupakan patogen yang muncul sangat cepat di lingkungan kesehatan khusunya di rumah sakit sedangkan resistensi yang disebabkan oleh P. aeruginosa paling sulit dikendalikan dan dicegah. Infeksi MDR P. aeruginosa (MDR-Pa) cenderung terjadi pada pasien dengan status imunitas yang rendah, pasien dengan penyakit dasar yang serius dan pada pasien yang mendapat terapi antibiotik spektrum yang luas. 6 Suatu penelitian di Amerika Serikat membuktikan bahwa dari 414 pasien yang menjalani prosedur bronkoskopi didapati 9,4% terinfeksi pada saluran nafas atas dan bawah, serta infeksi

melalui aliran darah (bakterimia) sebanyak 66,7 % diantaranya didapati P. aeruginosa setelah dilakukan kultur. 18,19 Penelitian sebelumnya, pada pasien yang terinfeksi bakteri MDR-Pa disebutkan angka mortalitas meningkat dari 26% menjadi 68%. 8 Penelitian yang dilakukan di Korea Selatan memperlihatkan pemberian terapi antimikroba empiris untuk bakteremia merupakan prediktor independen kematian 30 hari, tetapi penelitian lain menunjukan adanya korelasi yang buruk antara mortalitas pasien dan terapi pilihan empiris akibat adanya MDR-Pa. Dengan demikian adanya MDR-Pa dapat memperpanjang lama rawat inap di unit intensif (ICU) selama 6 hari serta jika rawat inap selain bangsal ICU memperpanjang lama rawat inap menjadi 18 hari. 6 MDR-Pa menjadi berkembang pesat di rumah sakit, seiring dengan meningkatnya angka kejadian dan kematian yang cukup signifikan akibat sedikitnya obat antimikrobial yang efektif melawan penyakit infeksi yang disebabkan P. aeruginosa. 8 Prevalensi kematian yang lebih tinggi juga ditemukan pada pasien dengan kolonisasi bakteri P. aeruginosa dibandingkan kontrol yang tanpa terjadi kolonisasi P. aeruginosa. 9 Angka kematian yang diakibatkan infeksi MDR-Pa umumnya masih tinggi yakni sekitar 68%. Peningkatan angka kematian ini dikaitkan dengan resistensi antibiotik yang meluas, efektifitas terapi empirik, dan ketersediaan pemilihan terapi definitif. 5,7 Peningkatan infeksi MDR-Pa dan terbatasnya pengembangan antibiotik baru untuk mengatasi MDR-Pa membuat klinisi dihadapkan pilihan menggunakan terapi antibiotik yang lebih besar dosis dan efek toksisnya bagi pasien. Dengan demikian tersedianya data yang terkait dengan infeksi MDR-Pa akan membantu klinisi dalam membuat keputusan yang cepat dan tepat dalam memberikan terapi dan penetapan prognosis penyakit ini. 9,10,12 Informasi tentang kepekaan kuman terhadap antibiotik diharapkan dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas, biaya pengobatan dan lama rawat inap di rumah sakit. Namun peta

dan pola kepekaan kuman terhadap antibiotik belum tersedia di tangan para klinisi dengan cepat, tepat, dan selalu terkini. 8 Oleh karena diperlukan suatu penentuan kerentanan antibiotik oleh MIC (Minimal Inhibitory Concentration) secara kuantitatif. 9 Beberapa metode uji kepekaan kuman tersedia secara komersial dan metode manual atau berbasis alat untuk menjalankan pemeriksaan rutin uji kepekaan kuman. Metode disk-diffusion, borth microdilution dengan atau tanpa alat untuk pembacaan panel dan rapid-automated instrument-based methods. Pemeriksaan dengan menggunakan E-test dalam menentukan MIC (Minimal Inhibitory Concentration) berguna untuk beberapa kuman tertentu salah satunya pada bakteri P. aeruginosa. 10 Penelitian yang dilakukan Arroyo, et al.,(2005) menyatakan bahwa E-test merupakan metode alternatif penentuan nilai MIC (Minimal Inhibitory Concentration) pada bakteri P. aeruginosa dan Acinetobacter baumannii yang sederhana dan akurat. 11 Dengan semakin meningkatnya kasus MDR-Pa, maka perlu strategi untuk mengatasi permasalahan tersebut salah satu strateginya dengan mengkombinasi terapi empiris. Beberapa penelitian sebelumnya telah meneliti efek sinergi dalam terapi kombinasi antibiotik. Dimana diperoleh hasil terapi kombinasi terbukti mampu melawan MDR-Pa. Efek sinergi telah diteliti sebelumnya yakni meropenem dikombinasikan dengan ciprofloksasin (floroquinolon) mampu memberikan hasil yang memuaskan dalam mencegah terjadinya MDR-Pa. 12 Disamping itu kombinasi meropenem dan ciprofloxacin mampu memberikan efek sinergi terhadap MDR-Pa secara bermakna selama 12 jam pada suhu inkubasi 37 o C, kemudian perlahan turun efek sinerginya setelah 24 jam inkubasi. 12,13 Pada infeksi yang disebabkan MDR-Pa, pemilihan antibiotik dengan cepat dan tepat seolah menjadi sangat penting. Oleh karenanya penatalaksanaan infeksi yang disebabkan MDR- Pa yang baik tentunya akan menurunkan mortalitas dan morbiditas secara signifikan. Dengan

latar belakang tersebut, perlu dilakukan penelitian lebih mendalam untuk melihat ada tidaknya efek sinergi kombinasi meropenem, gentamisin dan levofloxacin terhadap MDR-Pa dengan metode E-test.

B. Pertanyaan Penelitian Apakah kombinasi meropenem dengan gentamisin, serta meropenem dengan levofloksasin mempunyai efek sinergi terhadap isolat klinis MDR-Pa? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat ada tidaknya efek sinergi meropenem dengan gentamisin, serta meropenem dengan levofloksasin terhadap isolat klinis MDR-Pa. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti ilmiah mengenai ada tidaknya efek sinergi kombinasi meropenem dengan gentamisin, serta meropenem dengan levofloksasin terhadap isolat klinis MDR-Pa. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi masukan kepada klinisi tentang infeksi MDR-Pa beserta efek kombinasi meropenem dengan gentamisin, serta meropenem dengan levofloksasin. 3. Hasil penelitian ini mampu memberikan evaluasi penggunaan E-test sebagai metode alternatif yang mudah dalam menentukan MIC (Minimal Inhibitory Concentration) dan sebagai metode untuk menilai efek kombinasi antibiotik pada isolat klinis MDR-Pa.

E. Keaslian Penelitian Penelitian terkait efek sinergi kombinasi antibiotik terhadap isolat klinis MDR-Pa sudah dilakukan beberapa penelitian sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukan adanya efek sinergi yang bervariasi pada antibiotik golongan karbapanem, aminoglikosida dan fluroquinolon terhadap isolat klinis MDR-Pa dengan metode E-test. Beberapa penelitian tersebut dapat dirangkum pada tabel 1. Nama Peneliti dan Tahun Penelitian W.He et al., 2012 Glenn et al., 2008 Chachanidze et al., 2009 Judul Penelitian Tabel 1. Keaslian Penelitian In vitro E-test synergy doripenem with amikacin, colistin, and levofloxacin against P. aeruginosa with defined karbapenem resistance mechanisms as determined by the E-test method Activity of Meropenem with and without Ciprofloxacin and Colistin against P. aeruginosa and Acinetobacter baumannii In vitro of levofloxacin plus pipera cillin/tazobactam against Pseudomonas aeruginosa R.N. Master et al., 2011 Analysis of resistance, crossresistance and antimicrobial combinations for P. aeruginosa isolates from 1997 to 2009 White et al., 1996 Comparison of the different in vitro methods of detecting synergy: Time-Kill Assay (TKA), Checkerboard, and E-test Hasil Penelitian Metode E-test dapat mengevaluasi efek sinergi antibiotik kombinasi Doripenem dengan Amikasin, Colistin, dan Levofloksasin pada 100 isolat klinis P. aeruginosa resisten terhadap golongan Karbapenem dengan hasil 67% (doripenemamikasin), 31%(doripenem-colistin), 23% (doripenem-levofloksasin). Dari 51 isolat P. aeruginosa dengan metode Time-kill Assay (TKA) menunjukan kombinasi Meropenem dengan Ciprofloksasin mampu membunuh 34 isolat, sedangkan kombinasi Meropenem dengan Colistin sebanyak 13 isolat. Kombinasi antibiotik Levofloxacin (LEV) dengan piperacillin/tazobactam (TZP) metode E-test dan Time-kill Assay (TKA) terhadap 31 isolat P. aeruginosa resisten terhadap Flouroquinolon, dengan metode E- test efek sinerginya 9/31 (29 %), sedangkan metode TKA efek sinerginya 14/31 (45%). Kombinasi antibiotik Imipenem dengan Amikasin mempunyai efek sinergi 90% dari 7193 isolat P. aeruginosa berasal dari spesimen darah dan sputum koleksi sampel dari 1997 hingga 2009. Metode E-test menjadi alternatif metode kombinasi antibiotik secara in vitro bila dibandingkan metode lain TKA dan Checkerboard dimana metode E-test lebih simpel dan mudah dalam interpretasi hasil.