BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

I. PENDAHULUAN. Manusia (SDM) yang berkualitas yang mampu menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Atamik B, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan umum pembelajaran matematika yang dirumuskan dalam. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, adalah agar siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan pembelajaran yakni membentuk peserta didik sebagai pebelajar

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat penting bagi siswa. Seperti

Analisis kebutuhan siswa terhadap pembelajaran fisika berbasis inkuiri di sekolah menengah atas

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan pada dasarnya merupakan suatu usaha dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Siti Fatimah Siregar, 2015

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mulyaningsih, 2013

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. bermutu menjadi salah satu faktor yang penting dalam perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Nisfa Rahadiani Sajdah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peran dan berpengaruh positif terhadap segala bidang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengembangkan semua aspek dan potensi peserta didik sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat penting dalam rangka meningkatkan serta

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada hari Jum at, tanggal 25 November

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkatkan kualitas pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas

A. Latar Belakang Masalah

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan teoritis yang diperoleh melalui observasi, eksperimen,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Proses pembelajaran fisika seringkali dianggap susah oleh siswa karena cara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan penelitian yang telah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desy Mulyani, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Yustina Jaziroh, 2014

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah proses interaksi antara siswa dengan lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prahesti Tirta Safitri, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. permasalahannya dekat dengan kehidupan sehari-hari. Konsep dan prinsip

BAB 1 PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. Miskwoski, 2005). (Marbach- Ad & Sokolove, 2000). interaksi dengan dunia sosial dan alam. Berdasarkan hasil observasi selama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hilman Nuha Ramadhan, 2013

BAB I PENDAHULUAN. penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. dijelaskan pula pada batang tubuh Undang-undang Dasar 1945 bab XII

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No.20 Tahun 2003

PENENTUAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR OLEH: ANNISA RATNA SARI, M.S.ED

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah kelompok Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Ilmu Pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lingkungan pembelajaran kimia tidak hanya terbatas pada penggunaan atau

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan Undang-Undang Dasar RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, lembaga pendidikan

PENGEMBANGAN KEGIATAN PEMBELAJARAN MAPEl PAI. Oleh Dr. Marzuki FIS -UNY

BAB I PENDAHULUAN. mengajar. Pokok dari proses pendidikan adalah siswa yang belajar. Adapun

BAB I PENDAHULUAN. ujian akhir semester (UAS) ganjil T.A 2011/2012. Ujian Akhir Semester Ganjil TB Rerata Kelas SMP Negeri 2 Pahae Julu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Annie Resmisari, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intan Setiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kegiatan pelaksanaan pendidikan di sekolah, guru merupakan orang yang

I. PENDAHULUAN. Saat ini keunggulan suatu bangsa tidak lagi bertumpu pada kekayaan alam,

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

tanya jawab, pemberian tugas, atau diskusi kelompok) dan kemudian siswa merespon/memberi tanggapan terhadap stimulus tersebut. Pembelajaran harus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Proses pembelajaran matematika yang dilaksanakan selama ini

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman mengajar, permasalahan seperti siswa jarang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar IPA di MTs Negeri Jeketro,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ida Rosita, 2013

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi segala jenis tantangan di era modern dewasa ini. Lebih lanjut

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Irpan Maulana, 2015

BAB I PENDAHULUAN. tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan untuk mencapai

BAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Listrik Dinamis di Kelas X SMA Negeri 3 Lamongan, Jurnal Prosiding Seminar Nasional Sains, ISBN , (2014), 5.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan penelitian ilmu pendidikan mengisyaratkan bahwa proses

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) dikemukakan bahwa kurikulum untuk jenis

GAMBARAN UMUM PERANGKAT PEMBELAJARAN GURU SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN BANJARMASIN SELATAN. Ria Mayasari

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Secara yuridis, pemenuhan Standar Nasional Pendidikan di Indonesia mengacu pada Undang-Undang, Permendiknas, serta Peraturan Pemerintah. Fisika sebagai salah satu mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi bertujuan agar peserta didik memperoleh kompetensi lanjut akan ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan proses berpikir kritis, kreatif dan mandiri sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pada Standar Proses Pasal 19 disebutkan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Sementara guru atau pendidik berperan sebagai fasilitator, motivator, pemacu dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik. Dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi disebutkan bahwa salah satu tujuan mata pelajaran fisika di SMA adalah agar peserta didik dapat mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaikan masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Selain itu, peserta didik dapat menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

2 Berdasarkan telaah beberapa peraturan perundang-undangan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran fisika di SMA mengharapkan siswa memiliki kemampuan mengkonstruksi sendiri pikirannya dan merasa nyaman dengan pengalaman yang diperolehnya, antusias, termotivasi untuk selalu berpikir dan mengembangkan setiap kemampuan yang ada pada diri mereka. Namun implementasi di lapangan nyatanya tidaklah mudah. Beberapa faktor yang dianggap sebagai penyebab utama diantaranya kurikulum yang dianggap sarat materi, mutu pendidik yang dianggap kurang memadai dan metode pembelajaran yang konvensional (Sutrisno: 1995 dalam Haratua, 1999). Observasi awal dengan melihat langsung proses pembelajaran fisika pada salah satu sekolah di kota Bandung terlihat bahwa siswa tidak terlibat aktif dalam pembelajaran, perolehan informasi hanya dari satu arah, guru memberikan pengetahuan dan siswa menerima pengetahuan tanpa mengolahnya kembali. Hal ini menimbulkan suatu masalah dalam belajar, sehingga potensi yang ada dalam diri siswa tidak tergali, keterampilan lain tidak berkembang, yang menyebabkan prestasi siswa di bidang fisika tidak mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dan tergolong rendah diantara mata pelajaran IPA lainnya. Dua hal yang penting dari pembelajaran fisika adalah membantu siswa memperoleh pemahaman yang mendalam dari materi ajar yang disampaikan serta membantu mereka membangun kemampuan memecahkan masalah (Mastre et al dalam Selcuk et al, 2008: 152). Keterampilan memecahkan masalah merupakan bagian dari keterampilan berpikir. Menurut Makhasin (2011), keterampilan berpikir adalah keterampilan dalam memikirkan sesuatu yang diperlukan seseorang untuk memahami suatu informasi (gagasan, konsep, prinsip, teori), memecahkan masalah dan sebagainya. Keterampilan berpikir dapat dikelompokkan menjadi keterampilan berpikir dasar dan keterampilan berpikir kompleks. Proses berpikir dasar merupakan gambaran

3 dari proses berpikir rasional yang mengandung sekumpulan proses mental dari yang sederhana menuju kompleks (Novak: 1985 dalam Makhasin, 2011). Berpikir kompleks merupakan saat dimana seseorang dapat melihat suatu persoalan secara utuh, menyeluruh, tidak hanya berfokus pada unsur sebab akibat saja. Untuk itu, berpikir kompleks perlu dibangun pada setiap individu karena terkait dengan kualitas hidup seseorang, dimana seseorang akan memiliki kemampuan untuk melihat hidup sebagai pendidikan yang berproses dan seseorang akan terus menerus belajar untuk merangkai suatu informasi. Dengan demikian pengalaman atau pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh keterampilan-keterampilan dalam pemecahan masalah akan mewujudkan pengembangan kemampuan berpikir. Salah seorang pakar pendidikan di Indonesia, Prof. Dr. Iwan Pranoto dalam diskusi Kepedulian Pengembangan Sains Dasar yang diselenggarakan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) di Jakarta menyatakan bahwa pendidikan yang diterapkan di Indonesia rendah daya nalar dan tidak menguntungkan anak-anak yang kritis (Tasrief: 2012). Penyebab rendahnya daya nalar pendidikan di Indonesia adalah kurikulum yang kurang baik, kurangnya guru terlatih, dan kurangnya penekanan penalaran pada pemecahan masalah. Menurutnya, pendidikan yang ada terlalu memuliakan perilaku kepatuhan, bukan mengembangkan daya pikir dari anak didik. Padahal kecakapan yang diperlukan peserta didik bukan menghapal melainkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan berkomunikasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Heuvelen: 2001 dalam Sutopo, 2011) bahwa dengan strategi dan metode pembelajaran yang sesuai, melalui pembelajaran fisika siswa dapat mengembangkan sejumlah kemampuan yang selalu menduduki peringkat teratas dalam hasil survei tentang kecakapan yang

4 diperlukan dalam dunia kerja, yaitu kemampuan problem solving, interpersonal, dan berkomunikasi. Studi pendahuluan dilakukan pada salah satu SMA Negeri di Kabupaten Bandung Barat, dengan mewawancarai salah seorang guru mata pelajaran fisika dan beberapa orang siswa kelas XII IPA, serta menyebarkan angket kepada 36 responden yang berasal dari kelas XII IPA 1. Hasil studi pendahuluan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Hasil wawancara dengan guru dan beberapa orang siswa diperoleh: a. Kendala yang selama ini dialami guru dalam mengajarkan konsep fisika adalah kurangnya fasilitas belajar mengajar seperti alat praktikum, laboratorium serta sumber belajar yang memadai. Selain itu, penggunaan alat dan sumber belajar yang disediakan oleh pemerintah butuh sosialisasi dan pelatihan untuk memaksimalkan penggunaannya. b. Pemberian tugas rumah oleh guru berupa soal penguasaan konsep pada tiap akhir bab yang bertujuan agar siswa mampu menyelesaikan masalah fisika secara mandiri dirasakan masih kurang efektif oleh siswa. Dalam kenyataannya, banyak siswa yang masih belum mandiri dan percaya diri untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru dengan kemampuannya sendiri. c. Siswa mengalami kesulitan dalam memahami soal serta menyelesaikan bentuk soal yang terkait dengan perhitungan matematis. Hal ini mengindikasikan siswa masih memiliki kemampuan yang rendah dalam menganalisis soal fisika. d. Pola belajar siswa dalam memahami konsep fisika beragam. Sebagian besar siswa belajar dengan menghapalkan rumus ketika materi fisika diujiankan.

5 e. Pola pikir dan tanggapan siswa terhadap mata pelajaran fisika menyatakan bahwa fisika merupakan mata pelajaran yang paling sulit dipahami karena banyak menggunakan perumusan matematis dalam penyelesaian soalnya terutama ketika konsepnya abstrak. f. Menurut guru, kemampuan pemecahan masalah penting dimiliki oleh siswa karena dengan demikian mereka dilatih untuk berpikir dan tidak perlu menghapal. 2. Dari hasil angket diperoleh bahwa: a. Siswa yang menyukai pelajaran fisika sebanyak 67%. b. Siswa yang merasa kesulitan untuk memahami konsep fisika sebanyak 60%. c. Sebanyak 63% siswa dengan mudah melupakan konsep-konsep yang diajarkan guru. d. Sebanyak 85% siswa juga setuju bahwa fisika penting untuk dipelajari karena banyak manfaat yang dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. e. Siswa suka memecahkan masalah yang diberikan guru di sekolah dan merasa sangat senang jika mampu menyelesaikan persoalan fisika yang sulit, namun hanya 56% siswa yang merasa mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang diberikan guru. f. Siswa lebih senang berdiskusi untuk memecahkan masalah dari pada belajar secara individu. Dari hasil angket dan wawancara mengindikasikan bahwa motivasi internal siswa terhadap pembelajaran fisika cukup besar, namun siswa masih kesulitan dalam memahami konsep yang diajarkan. Jika dikaitkan dengan pola belajar siswa dalam memahami fisika, siswa lebih terfokus pada rumus yang digunakan untuk memecahkan permasalahan fisika tanpa memaknai konsep yang mendasarinya. Ketika konsep fisika diterapkan pada situasi atau permasalahan yang baru, siswa tidak mampu menjawab

6 permasalahan tersebut. Selain itu, ketika konsep fisika selesai dipelajari, kemudian ditanyakan pada waktu yang berbeda, siswa tidak mampu mengingat kembali apa yang sudah dipelajari karena pengetahuan yang selama ini dimiliki siswa hanya bersifat hapalan. Kondisi minimnya keterampilan berpikir siswa untuk memecahkan masalah fisika dan sulitnya siswa untuk mengingat pelajaran yang telah lalu memerlukan adanya upaya perbaikan. Dengan meningkatkan kemampuan siswa memecahkan masalah fisika diharapkan dapat menjadi solusi untuk meningkatkan penguasaan konsep dan prestasi siswa dalam pembelajaran fisika. Hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan suatu pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif membangun pengetahuan mereka sehingga tergali keterampilan-keterampilan lain dari siswa. Pembelajaran yang dapat meningkatkan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah siswa adalah pembelajaran yang melibatkan secara aktif siswa dalam membangun pengetahuannya melalui pengalamannya sehari-hari serta pengetahuan yang diperoleh sebelumnya maupun pembelajaran saat ini. Kemampuan pemecahan masalah dapat tergali melalui latihan memecahkan masalah yang kompleks dengan melatih siswa untuk selalu berpikir bukan menghapal. Salah satu model pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah adalah model pembelajaran generatif yang merupakan modifikasi dari model pembelajaran konstruktivisme (Katu: 1995 dalam Wahyuni, 2011). Dalam pembelajaran generatif, siswa dituntut menyelesaikan persoalan yang kompleks, jika siswa tersebut mampu menyelesaikannya maka pengetahuan siswa tersebut berarti telah dimiliki secara utuh dan akan tersimpan dalam memori jangka panjangnya. Menurut Osborne dan Wittrock (1985: 64) pembelajaran generatif

7 merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan pada pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya. Pengetahuan baru itu akan diuji dengan cara menggunakannya dalam menjawab persoalan atau gejala yang terkait. Jika pengetahuan itu berhasil menjawab permasalahan yang dihadapi, maka pengetahuan baru itu akan disimpan dalam memori jangka panjang. Sejumlah penelitian menunjukkan pengaruh positif pembelajaran generatif terhadap variabel-variabel hasil belajar, diantaranya adalah penelitian Ogunleye dan Babajide (2011) yang menghasilkan bahwa strategi pembelajaran generatif lebih efektif dalam meningkatkan prestasi fisika siswa dibandingkan strategi pembelajaran konvensional. Penelitian Hidayati (2008) menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran generatif secara signifikan dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep siswa dibanding penerapan model pembelajaran konvensional pada materi momentum dan impuls. Penelitian Febrina (2011) menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran generatif secara signifikan dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan generik sains siswa SMA dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional pada materi listrik dinamis. Maka berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah yang diperoleh siswa setelah diterapkan model pembelajaran generatif, dengan judul: Penerapan Model Pembelajaran Generatif dalam Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika pada Siswa SMA. B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

8 Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah yang diteliti secara umum adalah: Bagaimana peningkatan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah fisika siswa SMA pada pokok bahasan Gelombang setelah diterapkan model pembelajaran generatif? Rumusan masalah tersebut dijabarkan menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana peningkatan penguasaan konsep fisika siswa SMA pada materi Gelombang setelah diterapkan model pembelajaran generatif? 2. Bagaimana peningkatan kemampuan pemecahan masalah fisika siswa SMA menggunakan konsep Gelombang setelah diterapkan model pembelajaran generatif? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peningkatan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah siswa setelah diterapkan model pembelajaran generatif. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui penguasaan konsep fisika pada siswa SMA melalui penerapan model pembelajaran generatif. 2. Untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah fisika pada siswa SMA melalui penerapan model pembelajaran generatif. D. Manfaat/Signifikansi Penelitian Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak, baik guru, maupun peneliti lain sebagai bukti empirik mengenai aspek penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah fisika yang dapat ditingkatkan

9 melalui model pembelajaran generatif. Dengan demikian dapat dijadikan masukan, pembanding, inspirasi serta rujukan bagi peneliti lain. E. Struktur Organisasi Skripsi Penyusunan penelitian skripsi ini terdiri dari lima bab. Bab I pendahuluan terdiri dari lima sub bab yaitu latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian/signifikansi penelitian serta struktur organisasi skripsi. Bab II berisi kajian pustaka meliputi studi mengenai teori yang dikaji yaitu model pembelajaran generatif, penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah fisika. Selain itu dibahas hubungan antar teori yang dikaji bersumber dari penelitian terdahulu yang relevan. Bab III berisi metode penelitian dengan delapan sub bab meliputi lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data serta analisis data. Bab IV berisi hasil penelitian dan pembahasan dengan dua sub bab, yaitu peningkatan penguasaan konsep dan peningkatan kemampuan pemecahan masalah. Bab V berisi penutup dengan dua sub bab, yaitu kesimpulan dan saran.