BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yaitu: Melindungi

dokumen-dokumen yang mirip
2. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.

I. PENDAHULUAN. merupakan sarana mencerdaskan kehidupan bangsa. dalam pembukaan undang-undang dasar 1945 (UUD 1945) yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. secara Nasional di setiap satuan pendidikan, diarahkan pada upaya

Jurnal Elementary ISSN FKIP UM Mataram Vol. 1 No. 1 Januari 2018, Hal A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KATA PENGANTAR. menengah.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2015 PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KUALITAS PENDIDIK TERHADAP MUTU PENDIDIKAN

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. besar dan kecil mempunyai berbagai keragaman. Keragaman itu menjadi

Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah/madrasah (LPPKS)

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dimensi dalam kehidupan mulai dari politik, sosial, budaya, dan

MAKALAH 8 STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KAPITA SELEKTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang

BAB I PENDAHULUAN. pihak. Pendidikan seperti magnet yang sangat kuat karena dapat menarik berbagai

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dan utama dalam konteks pembangunan bangsa dan negara. Begitu

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan temuan-temuan penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran yang bermutu. Karwati (2013:47) ada tiga pilar fungsi sekolah

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12

1. PENDAHULUAN. merupakan sarana mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini tercantum dalam

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) di suatu negara, maka tentu saja

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi untuk memberi arah dan bimbingan bagi para pelaku sekolah dalam

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi Bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah bangsa-bangsa telah menunjukkan bahwa bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan tujuan pembangunan Sumber Daya Manusia. Dalam. pengamatannya, manajemen pendidikan di Indonesia masih belum

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dapat

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 Tentang STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

ANALISIS DAMPAK AKREDITASI SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN (Studi Kasus Di SD Negeri Donohudan 3 Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Hasanah Ratna Dewi, 2015

BAB I PENDAHULUAN. potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 03 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG

Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah/madrasah (LPPKS)

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. harkat dan martabat manusia dapat ditingkatkan. Melalui pendidikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah juga dapat dikatakan sebagai agent of change masyarakat bahkan

BAB I PENDAHULUAN. peradaban bangsa yang bermartabat. Hal ini ditegaskan dalam Undang-undang

WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan atau Kurikulum Hal ini menunjukkan bahwa kurikulum

KEBIJAKAN- KEBIJAKAN PENDIDIKAN FORMAL. Rahmania Utari, M. Pd.

BAB I PENDAHULUAN. peduli pada pembangunan sektor pendidikan. Menurut Kurniadin (2012:206)

BAB I PENDAHULUAN. maju dapat dilihat dari mutu pendidikannya. Menurut data Organisasi Pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa masalah utama pendidikan yang ada di Indonesia saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bukan merupakan tugas yang

BAB I P E N D A H U L U A N. pengetahuan dan keahlian ( skill and knowledge ) yang dibutuhkan untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan pendidikan nasional adalah bagaimana meningkatkan mutu

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kependidikan sebagai unsur yang mempunyai posisi sentral dan strategis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

MASALAH DAN ISU STRATEGIS PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. Kepala sekolah selaku pemimpin secara langsung merupakan contoh nyata

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

diidentikkan dengan pendidikan formal. Pendidikan formal diupayakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Tujuan pendidikan adalah

I. PENDAHULUAN. ini karena tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan akan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bagian yang sangat penting dalam pembangunan, karena

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 50 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 51 D. UNSUR YANG TERLIBAT 51 E. REFERENSI 51 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 51

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pegangan untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas :

BAB I PENDAHULUAN. dan globalisasi yang semakin terbuka. Sejalan tantangan kehidupan global,

NORMA, STANDAR, PROSEDUR, DAN KRITERIA (NSPK) PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) FORMAL DAN PENDIDIKAN DASAR DI KABUPATEN/KOTA

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Menurut Suryadi (2011: 2) warga negara berhak memperoleh pendidikan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Penyusunan KTSP Berbasis Kurikulum 2013 Dokumen 1 BIMBINGAN TEKNIS PENDAMPINGAN IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 BAGI KEPALA SMP

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Oleh karena itu setiap tenaga

PERATURAN DAERAH KOTA TERNATE NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II PERENCANAAN DAN PENETAPAN KINERJA

BEBERAPA ISU PENTING RUU SISDIKNAS UNTUK ORIENTASI PRAKTEK MANAJEMEN PENDIDIKAN/SEKOLAH DI MASA DEPAN

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan Pendidikan Nasional, dapat dilihat berdasarkan faktor

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan Alam (MIPA) dan Teknologi Informasi dan Komunikasi

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 16 TAHUN TENTANG

BUPATI GUNUNG MAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DI KABUPATEN GUNUNG MAS

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yaitu: Melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Untuk mewujudkan itu semua perlu diusahakan terselenggaranya satu sistem pendidikan nasional yang bermutu dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Di dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia ditegaskan bahwa pendidikan merupakan sarana mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan mutu pendidikan itu sesuai dengan apa yang seharusnya dan apa yang diharapkan oleh masyarakat, maka perlu adanya standar (benchmark). Setiap sekolah/madrasah secara bertahap dikembangkan untuk menuju kepada pencapaian standar yang dijadikan pagu itu. Acuan ini seharusnya bersifat nasional, baik dilihat dari aspek masukan, proses, maupun lulusannya. Apabila suatu sekolah/madrasah, misalnya telah mampu mencapai standar mutu yang yang bersifat nasional, diharapkan sekolah/madrasah tersebut secara bertahap mampu mencapai mutu yang kompetitif secara internasional. Jadi, pada dasarnya pagu mutu pendidikan nasional merupakan acuan minimal yang harus dicapai oleh setiap satuan dan atau program pendidikan.

2 Keberhasilan pembangunan nasional Indonesia akan sangat bergantung pada sumber daya manusia sebagai aset bangsa dalam mengoptimalkan dan memaksimalkan perkembangan seluruh sumber daya manusia yang dimiliki. Upaya tersebut dapat dilakukan dan ditempuh melalui pendidikan, baik melalui jalur pendidikan formal maupun jalur pendidikan non formal. Salah satu lembaga pada jalur pendidikan formal yang menyiapkan lulusannya untuk memiliki keunggulan di dunia kerja, diantaranya melalui jalur pendidikan kejuruan. Pendidikan Sekolah Menengah dirancang untuk menyiapkan peserta didik atau lulusan yang siap memasuki dunia kerja dan mampu mengembangkan sikap profesional di bidang kejuruan. Lulusan pendidikan kejuruan, diharapkan menjadi individu yang produktif yang mampu bekerja menjadi tenaga kerja menengah dan memiliki kesiapan untuk menghadapi persaingan kerja. Kehadiran Sekolah Menengah sekarang ini semakin didambakan masyarakat, khususnya masyarakat yang berkecimpung langsung dalam dunia kerja. Lulusan pendidikan kejuruan yang diharapkan oleh masyarakat adalah lulusan yang mempunyai kualifikasi sebagai (calon) tenaga kerja yang memiliki keterampilan vokasional tertentu sesuai dengan bidang keahliannya. Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan secara bertahap kearah yang kita harapkan sesuai dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, maka Pemerintah melakukan pengembangan dan sekaligus membangun sistem pengendalian mutu Pendidikan melalui tiga program yang terintegritasi yaitu Standarisasi, Akreditasi dan Sertifikasi. Akreditasi Sekolah

3 Menegah menjadi salah satu bagian yang penting dalam upaya memperoleh informasi tentang kondisi nyata suatu Sekolah Menegah berdasarkan standar minimal dan dilakukan secara adil dan merata baik Sekolah Menegah Negeri maupun Sekolah Menegah Swasta. Akreditasi dilakukan dalam rangka untuk menentukan kelayakan program dan satuan Pendidikan Sekolah Menegah pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Pelaksanaan akreditasi dilakukan oleh Pemerintah dan atau lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk Akuntabilitas Publik dalam rangka penjaminan mutu kepada publik. Akreditasi Sekolah Menegah sangat perlu dilakukan sebagai Akuntabilitas kepada publik karena menggambarkan hasil yang telah dicapai oleh Sekolah Menegah maupun upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Sekolah Menegah tersebut. Sebagaimana diketahui, upaya peningkatan mutu pendidikan secara nasional merupakan salah satu program yang sedang digalakan oleh pemerintah. Upaya ini diarahkan agar setiap lembaga pendidikan selalu berupaya untuk memberikan jaminan mutu layanannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Yang dimaksud dengan mutu layanan adalah jaminan bahwa proses penyelenggaraan pendidikan disekolah sesuai dengan yang seharusnya terjadi dan sesuai pula dengan yang diharapkan. Apabila setiap satuan pendidikan selalu berupaya untuk memberi jaminan mutu dan upaya ini secara nasional akan terus meningkat. Peningkatan mutu pendidikan ini akan berdampak pada peningkatan mutu sumber daya manusia secara nasional. Hal ini sangat penting mengingat dewasa ini kita dihadapkan pada berbagai kesempatan dan

4 tantangan, baik yang bersifat nasional maupun global, sedangkan berbagai kesempatan dan tantangan itu hanya dapat diraih dan dijawab apabila sumber daya manusia yang dimiliki bermutu tinggi. Berangkat dari pemikiran tersebut dan untuk dapat membandingkan serta memetakan mutu dari setiap satuan pendidikan, perlu dilakukan akreditasi bagi setiap lembaga dan program pendidikan. Proses akreditasi ini dilakukan secara berkala dan terbuka dengan tujuan membantu dan memberdayakan satuan pendidikan agar mampu mengembangkan sumber dayanya dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Pada kegiatan akreditasi menggunakan instrumen akreditasi yang komprehensif dan dikembangkan berdasarkan standar mutu yang ditetapkan, diharapkan profil mutu sekolah/madrasah dapat dipetakan untuk kepentingan peningkatan mutu sekolah/madrasah oleh berbagai pihak yang berkepentingan. Badan Akreditasi Sekolah (BAS) adalah sebuah badan yang berhak memberikan penilaian kepada sekolah-sekolah. Ini adalah salah satu kebijakan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di negeri ini, yang dari tahun ke tahun harus meningkat. Meskipun seruan peningkatan mutu pendidikan bukan barang baru, ada semangat positif dari kebijakan. Berbeda dengan sistem penilaian akreditasi dahulu, dimana yang dinilai hanya sekolah swasta untuk mendapatkan predikat diakui atau disamakan, kini sekolah negeri pun dinilai untuk mendapatkan predikat terakreditasi. Akreditasi sekolah/madrasah adalah proses penilaian secara komprehensif terhadap kelayakan dan kinerja satuan dan atau program pendidikan, yang dilakukan sebagai bentuk akuntabilitas publik. Dalam proses akreditasi, sebuah

5 sekolah/madrasah dievaluasi dalam kaitannya dengan arah dan tujuannya, serta didasarkan kepada keseluruhan kondisi sekolah/madrasah sebagai sebuah institusi belajar. Walaupun beragam perbedaan dimungkinkan terjadi antar sekolah/madrasah, tetapi sekolah/madrasah dievaluasi berdasarkan standar tertentu. Standar diharapkan dapat mendorong dan menciptakan suasana kondusif bagi pertumbuhan pendidikan dan memberikan arahan untuk evaluasi diri yang berkelanjutan, serta menyediakan perangsang untuk terus berusaha mencapai mutu yang diharapkan. Akreditasi merupakan alat regulasi diri (self-regulation) agar sekolah/madrasah mengenal kekuatan dan kelemahan serta melakukan upaya yang terus menerus untuk meningkatkan kekuatan dan memperbaiki kelemahannya. Dalam hal ini akreditasi memiliki makna proses pendidikan, disamping itu akreditasi juga merupakan penilaian hasil dalam bentuk sertifikasi formal terhadap kondisi suatu sekolah/madrasah yang telah memenuhi standar layanan tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses akreditasi dalam makna proses adalah penilaian dan pengembangan mutu suatu sekolah/madrasah secara berkelanjutan. Akreditasi dalam makna hasil menyatakan pengakuan bahwa suatu sekolah/madrasah telah memenuhi standar kelayakan yang telah ditentukan. Proses akreditasi dari awal hingga akhir, banyak hal yang sebenarnya lebih baik dari sekedar lembaran dokumentasi dan arsip, yang setiap orang bisa membuatnya. Padahal belum tentu menjalankan lebih baik dari yang sudah dilakukan, bahkan mungkin Sekolah Menegah menjalankan lebih baik

6 dari yang telah diarsipkan. Dalam sistem akreditasi sekolah pada fase sebelumnya konon telah diperbaiki. Hal ini terkait dengan mulai tumbuhnya kesadaran, bahwa akreditasi bukan hanya sekadar kegiatan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan pembelajaran di sekolah. Lebih dari itu akreditasi Sekolah Menengah dilakukan untuk menentukan kelayakan program satuan pendidikan untuk akuntabilitas publik, jadi semua sekolah baik negeri maupun swasta wajib melaksanakan akreditasi 4 tahun sekali. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) PP No 19 Tahun 2005 yang memuat kriteria minimal komponen pendidikan. Inilah yang menjadi rujukan sebagai Standar Nasional Pendidikan (SNP). Jadi instrumen akreditasi sekolah disusun mengacu kepada delapan Standar Nasional Pendidikan yang meliputi: (1) Standar Isi, (2) Standar Proses, (3) Standar Kompetensi Lulusan, (4) Standar Pendidik & Tenaga Pendidikan, (5) Standar Sarana & Prasarana, (6) Standar Pengelolaan, (7) Standar Pembiayaan dan (8) Standar Penilaian. Ruang lingkup akreditasi sekolah/madrasah meliputi TK/RA, TKLB, SD/MI, SMP/MTs, SMPLB, SMA/MA, SMK/MAK dan SMLB, baik berstatus negeri maupun swasta. Untuk TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, akreditasi dilakukan terhadap kelembagaan secara menyeluruh, sedangkan untuk SMK/MAK, akreditasi dilakukan terhadap program keahlian yang dibuka pada sekolah tersebut. Untuk TKLB, SDLB, SMPLB dan SMLB, akreditasi dilakukan terhadap kelembagaan sesuai dengan jenis kelainannya (kekhususannya). Akreditasi sekolah/madrasah bertujuan untuk: (1) Memberikan informasi tentang kelayakan sekolah/madrasah atau program yang dilaksanakannya

7 berdasarkan Standar Nasional Pendidikan; (2) Memberikan pengakuan peringkat kelayakan; (3) Memberikan rekomendasi tentang penjaminan mutu pendidikan kepada program dan atau satuan pendidikan yang diakreditasi oleh pihak terkait. Manfaat hasil akredtasi sekolah/madrasah sebagai berikut: (1) Membantu sekolah/madrasah dalam menentukan dan mempermudah kepindahan peserta didik dari suatu sekolah ke sekolah lain, pertukaran guru dan kerjasama yang saling menguntungkan; (2) Membantu mengidentifikasi sekolah/madrasah dan program dalam rangka pemberian bantuan pemerintah, investasi dana swasta dan donatur atau bentuk bantuan lainnya; (3) Acuan dalam upaya peningkatan mutu sekolah/madrasah dan rencana pengembangan sekolah/madrasah; (4) Umpan balik salam usaha pemberdayaan dan pengembangan kinerja warga sekolah/madrasah dalam rangka menerapkan visi, misi, tujuan, sasaran, strategi dan program sekolah/madrasah; (5) Motivator agar sekolah/madrasah terus meningkatkan mutu pendidikan secara bertahap, terencana dan kompetitif baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional bahkan regional dan internasional; (6) Bahan informasi bagi sekolah/madrasah sebagai masyarakat belajar untuk meningkatkan dukungan dari pemerintah, masyarakat, maupun sektor swasta dalam hal profesionalisme, moral, tenaga dan dana. Untuk kepala sekolah/madrasah, hasil akreditasi diharapkan dapat menjadi bahan informasi untuk pemetaan indikator kelayakan sekolah/madrasah, kinerja warga sekolah/madrasah, termasuk kinerja kepala sekolah/madrasah selama periode kepemimpinannya. Disamping itu, hasil akreditasi juga diperlukan kepala

8 sekolah/madrasah sebagai bahan masukan untuk penyusunan program serta anggaran pendapatan dan belanja sekolah/madrasah. Untuk guru, hasil akreditasi sekolah/madrasah merupakan dorongan bagi guru untuk selalu meningkatkan diri dan bekerja keras untuk memberikan layanan yang terbaik bagi peserta didiknya. Secara moral, guru akan senang bekerja di sekolah/madrasah yang diakui oleh masyarakat bahwa sekolah/madrasah tersebut dapat memberikan layanan pendidikan yang bermutu dan output lulusan yang bermutu, walaupun guru tersebut harus selalu berusaha untuk meningkatkan diri dan bekerja keras untuk mempertahankan dan selalu meningkatkan mutu sekolah/madrasah. Untuk masyarakat, khususnya orang tua peserta didik, hasil akreditasi diharapkan menjadi informasi yang akurat tentang layanan pendidikan yang ditawarkan oleh setiap sekolah/madrasah, sehingga secara sadar orang tua dapat membuat keputusan dan pilihan yang tepat dalam kaitannya dengan pendidikan bagi anaknya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Untuk peserta didik, hasil akreditasi juga menumbuhkan rasa percaya diri bahwa mereka memperoleh pendidikan yang baik sesuai dengan harapannya, sertifikat dari sekolah/madrasah yang terakreditasi merupakan bukti bahwa mereka menerima pendidikan yang bermutu. Dengan menggunakan instrumen akreditasi yang komprehensif, hasil akreditasi diharapkan dapat memetakan secara utuh profil sekolah/madrasah. Proses akreditasi sekolah/madrasah berfungsi untuk: (1) Pengetahuan, yaitu sebagai informasi bagi semua pihak tentang kelayakan sekolah/madrasah dilihat

9 dari berbagai unsur terkait yang mengacu pada standar minimal beserta indikatorindikator; (2) Akuntabilitas, yaitu sebagai bentuk pertanggung jawaban sekolah/madrasah kepada publik, apakah layanan yang dilakukan dan diberikan oleh sekolah/madrasah telah memenuhi harapan atau keinginan masyarakat; (3) Pembinaan dan pengembangan, yaitu sebagai dasar bagi sekolah/madrasah, pemerintah dan masyarakat dalam upaya peningkatan atau pengembangan mutu sekolah/madrasah. Mutu sekolah/madrasah merupakan konsep multidimensi yang tidak hanya terkait dengan satu aspek tertentu dari sekolah/madrasah. Untuk kepentingan akreditasi, mutu sekolah/madrasah dilihat dari tingkat kelayakan penyelenggaraan sekolah/madrasah dan sekaligus kinerja yang dihasilkan sekolah/madrasah dengan mengacu pada komponen utama sekolah/madrasah yang meliputi komponen: (1) Standar Isi; (2) Standar Proses; (3) Standar Kompetensi Lulusan, (4) Standar Tenaga Pendidik; (5) Standar Sarana dan Prasarana, (6) Standar Pengelolaan, (7) Standar Pembiayaan dan (8) Standar Penilaian Pendidikan. Akreditasi sebagai proses penilaian terhadap kelayakan dan kinerja sekolah/madrasah merupakan kegiatan yang bersifat menyeluruh dalam memotret kondisi nyata sekolah/madrasah dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan. Dengan diperoleh informasi yang komprehensif tersebut, hasil akreditasi sangat berguna sebagai bahan masukan dalam penyusunan rencana strategis sekolah/madrasah untuk masa lima tahun dan rencana operasional sekolah/madrasah. Mengacu kepada rencana strategis dan operasional sekolah/madrasah tersebut, Sekolah/madrasah menyusun program kegiatan dan

10 Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah/Madrasah (RAPBS/M) yang bersifat tahunan sebagai langkah implementasi dalam pengembangan dan peningkatan mutu sekolah/madrasah secara terencana, terarah dan terukur. Program akreditasi sebagai bagian dari upaya sekolah/madrasah untuk meningkatkan mutunya secara berkelanjutan, maka sistem akreditasi dikembangkan dengan karakteristik yang memberikan: (1) Keseimbangan antara fokus penilaian kelayakan dan kinerja sekolah/madrasah; (2) Keseimbangan antara penilaian internal melalui evaluasi diri oleh sekolah/madrasah dan evaluasi eksternal oleh asesor; (3) Keseimbangan hasil akreditasi antara pemeringkatan status sekolah/madrasah dan umpan balik untuk peningkatan mutu sekolah/madrasah. Beberapa temuan hasil akreditasi di Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis untuk kurun waktu 2008-2011 yang perlu ditindak-lanjuti adalah sebagai berikut: 1) Guru yang memenuhi persyaratan sesuai Permendiknas tahun 2007 belum melebihi 70%, belum mandiri dalam mengembangkan silabus dan RPP, infrastruktur Sekolah Menengah di perkotaan jauh lebih baik sedangkan infra struktur Sekolah Menengah yang berada di daerah masih kurang dan kemampuan manajemen profesionalisme belum terwujud secara optimal; 2) Infrastruktur Sekolah Menengah untuk mendukung proses pembelajaran yang efektif terutama dalam kaitannya dengan pembinaan keterampilan atau transferable skills belum sesuai harapan. Sebagian besar prakerin Sekolah Menengah masih tetap merupakan masalah yang

11 harus serius ditangani melalui kerjasama Dunia Usaha dan Dunia Industri. Kesempatan kerja bagi lulusan Sekolah Menengah masih merupakan problema, hal ini disebabkan pertumbuhan sektor real masih tetap lambat dibandingkan dengan pertumbuhan lulusan Sekolah Menengah ; 3) Terbatasnya jumlah asesor yang memiliki profesionalisme kuat (baik dilihat dari asepek akademik, aspek pemahaman instrumen akreditasi, maupun aspek karakter asesor) untuk mewujudkan kualitas hasil akreditasi tetap terpelihara. Berdasarkan uraian di atas maka peniliti tertarik untuk meneliti tentang: EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI DAN DAMPAK AKREDITASI TERHADAP MUTU LAYANAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (Studi Tentang Efektivitas Implementasi dan Dampak Akreditasi Sekolah Terhadap Mutu Layanan Pendidikan Sekolah Menengah di Kabupaten Ciamis Jawa Barat). B. Identifikasi dan Rumusan Masalah Isu penting dalam konteks akreditasi sekolah adanya kebijakan sentralistik dan otonomi daerah, sebagai produk pemerintah dalam kebijakan untuk memajukan daerah berbasis keunggulan lokal, sentralisasi memberikan penekanan kuat pada peran pemerintah mengawasi dan menilai mutu sebuah sekolah. Sebaliknya, otonomi adalah semangat dari bawah untuk mengatur, mengawasi dan menilai mutu sekolahnya sendiri. Dalam semangat manajemen berbasis sekolah

12 dan menajemen kualitas total (total quality management), kata "sendiri" bukan hanya sekolah itu saja, melainkan masyarakat setempat di mana mereka adalah pengguna utama jasa suatu lembaga pendidikan. Kebijakan akreditasi sekolah merupakan kebijakan dimana peran mengawasi dan menilai diambil alih pemerintah. Tim asesor sekolah merupakan perpanjangan tangan pemerintah untuk mengawasi dan menilai mutu sebuah sekolah. Dalam realita di lapangan ada kalanya, hal ini akan berbenturan dengan semangat yang kedua, di mana semangat tersebut memberi keleluasaan dan kebebasan sebuah sekolah mengurus dirinya sendiri, termasuk menerapkan kurikulum yang sedikit berbeda. Pemerintah dalam hal ini hanya sebagai fasilitator, bukan sebagai asesor. Kini dan kedepan, semangat kedua ini yang justru harus didorong dan dikembangkan. Yang akan menilai sebuah sekolah itu bermutu atau tidak adalah masyarakat sebagai pengguna utama lembaga pendidikan. Istilah mutu dikaitkan dengan pencapaian siswa (student achievement), yang lebih identik dengan nilai yang bagus. Dalam pandangan umum, sebuah sekolah dikatakan bermutu apabila peserta didiknya mampu mendapatkan nilai tinggi pada setiap ujian, baik ujian sekolah maupun ujian nasional. Sekolah tersebut lantas diberi predikat sekolah yang bermutu. Nilai bagus tersebut sesungguhnya karena peserta didiknya memang pintar. Dalam pandangan sekolah yang modern (baca: menerapkan kurikulum dan manajemen berbeda), yang menginginkan otonomi pendidikan, pandangan tentang mutu sebuah sekolah sering berbeda dengan pandangan diatas. Mutu pendidikan lebih dilihat dari upaya memperlakukan peserta didik menjadi lebih manusiawi (baca: memanusiakan manusia).

13 Pandangan semacam ini tentu saja sangat berpengaruh terhadap kurikulum, metode pembelajaran, serta pola interaksi guru dan peserta didik yang diterapkan di sekolah yang bersangkutan. Sekolah semacam itu sering memerlukan kriteria penilaian yang berbeda. Kenyataannya, ada banyak sekolah yang mencoba menerapkan kurikulum dan metode pembelajaran yang berbeda. Dalam hal ini tim asesor harus benar-benar menyadari pemerintah ingin meningkatkan mutu pendidikan dan memberikan keleluasaan kepada lembaga pendidikan untuk mengurus, mengawasi dan menilai sendiri mutu sekolahnya, melalui otonomi pendidikan dan manajemen berbasis sekolah. Tim asesor sungguh harus memahami mengenai mutu sekolah daripada sumber daya manusia di lembaga pendidikan itu sendiri. Jangan sampai terjadi dahulu ketika sekolah-sekolah swasta dinilai mendapatkan predikat diakui atau disamakan. Waktu itu semangat yang berkembang adalah sekolah swasta lebih bermutu daripada sekolah negeri manapun. Lantas sekolah tersebut disamakan dengan sekolah mana? Untunglah pemerintah menyadari keadaan ini, dimana banyak sekolah negeri mutunya justru lebih rendah daripada sekolah-sekolah swasta. Objektivitas penilaian juga menyangkut masalah klasik, yaitu soal KKN. Tidak bisa tidak, semua sekolah berlomba mendapatkan predikat "terakreditasi A", terutama berkaitan dengan gengsi dan nilai jual sebuah sekolah di mata masyarakat. Ini rawan terhadap kecurangan untuk mendapatkan predikat tersebut. Tim asesor dapat mudah tergoda dengan sejumlah iming-iming dari sekolah yang tidak ingin mendapatkan predikat C, karena sebagai akibatnya sekolah tersebut tidak boleh mengadakan ujian sendiri dan menerbitkan ijazah sendiri, atau

14 sebaliknya, tim asesor menerapkan kriteria tambahan, semacam kesepakatankesepakatan di luar kriteria yang resmi, agar tidak mendapatkan predikat C. Hal ini tidak jauh berbeda dengan situasi akreditasi terhadap perguruan tinggi swasta yang terjadi kini. Gejala ini dapat mewabah ke sekolah-sekolah untuk berlomba mendapatkan predikat A dengan tidak melalui prosedur yang benar. Alhasil akreditasi sekolah hanya menjadi sebuah lelucon baru dalam kancah pendidikan kita, meskipun tujuannya bagus. Akreditasi perlu keseriusan, Pemerintah tidak bisa setengah-setengah dalam menerapkan kebijakan ini. Apabila benar-benar ingin meningkatkan mutu pendidikan di negeri ini, harus berani mengambil risiko berbenturan dengan seruan pemerintah sendiri untuk menghidupkan semangat otonomi pendidikan dan manajemen berbasis sekolah. Pemerintah tidak cukup kalau hanya menetapkan kriteria, melatih tim asesor, pengawas, dan kepala sekolah. Pemerintah perlu menilai dan mengawasi tim asesor itu sendiri. Pengalaman di Indonesia menunjukkan bukannya sistem yang lemah, tetapi manusianya yang lemah. Ambil contoh, bank-bank kita yang sampai sekarang terus dibobol dengan melibatkan orang dalam, meskipun sistem dalam bank tersebut sudah bagus. Proses pendidikan di Sekolah Menengah ditujukan untuk mempersiapkan peserta didik sehingga dapat meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahlaq mulia serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Profil sekolah yang mencerminkan mutu/kualitas yang baik tentunya minimal dapat memenuhi 8 (delapan) standar nasional pendidikan. Karena itu fokus kajian studi ini dirumuskan:

15 Bagaimanakan Efektivitas Implementasi dan Dampak Akreditasi Sekolah terhadap Mutu Layanan Pendidikan Sekolah Menengah (SMK) di Kabupaten Ciamis-Jawa Barat Berdasarkan fokus kajian tersebut peneliti merumuskan batasan-batasan penelitian guna menjaga konsistensi dan untuk mencari dan menemukan jawaban atas pertanyaan pokok yang ditujukan dalam penelitian ini. Untuk mendalami dan memandu peneliti mengungkap tentang efektifitas implementasi manejemen akreditasi, dibuat beberapa pertanyaan yang dapat menggiring memahami masalah. Lebih lanjut Sugiyono (2007: 37) mengemukakan: Pertanyaan penelitian kualitatif dirumuskan dengan maksud untuk memahami gejala yang kompleks dalam kaitannya dengan aspek-aspek lain. Berikut pertanyaan sebagai dasar melakukan penelitian, yaitu; 1. Bagaimanakah Perencanaan Akreditasi pada Sekolah Menengah? 2. Bagaimanakah Implementasi Akreditasi pada Sekolah Menengah? 3. Bagaimanakah Evaluasi hasil Akreditasi pada Sekolah Menengah? 4. Bagaimanakah Dampak Akreditasi terhadap Mutu Layanan pendidikan Sekolah Menengah? C. Tujuan Penelitian Penelitian berkaitan dengan efektifitas implementasi manejemen akreditasi terhadap mutu layanan pendidikan Sekolah Menengah, ini bertujuan untuk menggambarkan, menganalisis serta memformulasikan tentang gambaran implemetasi Akreditasi dan Mutu Layanan Pendidikan Sekolah Menengah.

16 Berkenaan dengan identifikasi permasalahan mengenai efektifitas implementasi manejemen akreditasi perlu dilakukan penelitian yang mendalam tentang efektifitas implementasi manajemen akreditasi, mengkaji secara cermat tentang apa dan bagaimana efektifitas implementasi manejemen akreditasi yang sedang berjalan, analisis bagaimana perencanaan, evaluasi dan dampak efektifitas implementasi manejemen akreditasi sesuai standar, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis tentang: 1) Perencanaan Akreditasi pada Sekolah Menengah. 2) Implementasi Akreditasi pada Sekolah Menengah. 3) Evaluasi hasil Akreditasi pada Sekolah Menengah. 4) Dampak Akreditasi terhadap mutu layanan pendidikan pada Sekolah Menengah. 5) Merumuskan konsep alternatif solusi atau strategi peningkatan efektivitas implementasi Akreditasi untuk meningkatkan mutu layanan Pendidikan Sekolah Menengah. D. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk hal-hal baik secara teoritis maupun secara praktis sebagai berikut : 1. Kegunaan Teoritis Penelitian ini berguna untuk menambah dan memperkaya pengetahuan serta menerapkan teori-teori efektifitas implementasi manejemen akreditasi dalam bidang pendidikan. Selain itu hasil penelitin ini dapat dijadikan informasi

17 dan referensi berkaitan dengan efektifitas implementasi manejemen akreditasi terhadap mutu layanan pendidikan Sekolah Menengah. 2. Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dan informasi serta gambaran terutama bagi Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis, pihak sekolah atau stakeholder lainnya, mengenai upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan efektifitas implementasi manejemen akreditasi di Kabupaten Ciamis. Selain kegunaan seperti yang dijelaskan di atas, penelitian ini juga bermanfaat sebagai wawasan dan referensi akademik, sebagai bahan dasar untuk penelitian lebih lanjut dalam konteks pengembangan dan proses generalisasi, serta bahan perbandingan dalam melaksanakan penelitian pada bidang yang sama. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam penelitian lanjutan dengan mempegunakan satuan pendidikan lain, atau sekolah-sekolah di wilayah kabupaten-kabupaten lainnya. E. Sistematika Penulisan Disertasi Sistematika penulisan dibuat dengan dua tujuan. Pertama, sebagai guidance bagi penulis untuk menyusun bab-bab yang belum terselesaikan, yaitu bab satu, bab dua dan seterusnya. Kedua, untuk mempermudah pembaca dalam menyimak dan memahami keseluruhan bagian disertasi. Penulisan disertasi diperlukan sistimatika penulisan yang baik. Dengan sistematika yang baik, maka akan dapat terbentuk suatu tulisan yang terpola, tersusun, runtut, logis dan saling

18 terkait sehingga fenomena penelitian atau emperical evidence, sampai pada kesimpulan dan implikasi penelitian. Sebagai outline, sistematika penulisan disertasi ini terdiri dari 5 (lima) bab. Sistematika penulisan disertasi disajikan sebagai berikut: BAB. I. PENDAHULUAN, terdiri dari: Latar Belakang, Identifikasi dan Rumusan Penelitan, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, dan Sistematika Penulisan Disertasi. BAB. II. KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR PENELITIAN, terdiri dari penjelasan tentang Kajian Pustaka, Kajian Penelitian yang relevan, Kerangka Pemikiran, dan Premis Penelitian. BAB. III. METODE PENELITIAN, terdiri dari Metode Penelitian, Tahapan Penelitian, Lokasi dan Objek Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data dan Teknik Analisis Data. BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN, terdiri dari Uraian Deskripsi Data Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian. BAB. V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI, berisi Kesimpulan Hasil Penelitian Serta Rekomendasi. Terakhir, Daftar Pustaka dan Lampiran-lampiran yang relevan.