BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas

BAB I PENDAHULUAN. menjalani rawat inap. ( Wahyunah, 2011). Terapi intravena berisiko untuk terjadi komplikasi lokal pada daerah pemasangan

BAB I PENDAHULUAN. secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh manusia antara lain sebagai alat transportasi nutrien, elektrolit dan

BAB I PENDAHULUAN. yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat. darurat (Permenkes RI No. 147/ Menkes/ Per/ 2010).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perpanjangan masa rawat inap bagi penderita. Risiko infeksi di

BAB I PENDAHULUAN. penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu upaya yang mendorong rumah sakit untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan gawat darurat, yang merupakan salah satu tempat pasien berobat atau dirawat, di tempat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri.

BAB I PENDAHULUAN. spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal. ini. Ada beberapa kategori tingkat pendidikan seperti perawat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (smeltzer, 2002). Tetapi karena terapi ini diberikan secara terus menerus dan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS. Sutomo

BAB I PENDAHULUAN. mendapat terapi melalui IV (Hindley,2004). Pemasangan terapi. intravena merupakan tindakan memasukan jarum (abocath)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit adalah suatu organisasi pelayanan sosial kemanusiaan. Secara

BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50%

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan

1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pasien yang membutuhkan akses vaskuler (Gabriel, 2008). Lebih

BAB I PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Infeksi yang terjadi dirumah sakit salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Universitas Tribhuwana Tunggadewi ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan catatan keperawatan (Depkes

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi.

HUBUNGAN JENIS CAIRAN DAN LOKASI PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

OBEDIENCE OF NURSE IN IMPLEMENTING STANDART OPERATING PROCEDURE OF INFUSION INSERTION WITH THE PHLEBITIS

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. sekaligus tempat perawatan bagi orang sakit. Menurut Hanskins et al (2004)

Hubungan Prosedur Pemasangan Infus dengan Kejadian Plebitis Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Majene

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS). Dampak dari proses pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit (RS) merupakan suatu unit yang sangat kompleks. Kompleksitas ini

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dalam tubuh yang menyebabkan sakit yang disertai. dengan gejala klinis baik lokal maupun sistemik.

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) sebagai institusi pelayanan kesehatan, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat kompleks, rumah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB I PENDAHULUAN. perawatan. Tindakan pemasangan infus akan berkualitas apabila dalam

DAMPAK TERAPI INTRAVENA PADA BALITA BERDASAR VIP (VISUAL INFUSION PHLEBITIS) SCORE

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN PERAWAT DENGAN KEPATUHAN PENERAPAN PROSEDUR TETAP PEMASANGAN INFUS DI RUANG RAWAT INAP RSDM SURAKARTA SKRIPSI

UPAYA PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PHLEBITIS PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan klien merupakan sasaran dalam program Patient Safety yang

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu

ERIYANTO NIM I

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PROGRAM DIKLAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI PUSKESMAS KALIBARU KULON

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidaknyamanan yang berkepanjangan sampai dengan kematian. Tindakan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan

promotif (pembinaan kesehatan), preventif (pencegahan penyakit), kuratif (pengobatan penyakit) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan) serta dapat

BAB I PENDAHULUAN. maka pada tahun 1976 Join Commission on Acreditation of Health Care

Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 2, Oktober 2012 ISSN

BAB I PENDAHULUAN UKDW. keseluruhan yang memberikan pelayanan kuratif maupun preventif serta

BAB I PENDAHULUAN. dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Di dalam rumah sakit pula terdapat suatu upaya

PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti)

BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PREVALENSI PHLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DENGAN INFUS DI RSUD TUGUREJO SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. dibentuk oleh Kepala Rumah Sakit (Depkes RI, 2007). Menurut WHO (World

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia

Hubungan Kepatuhan Perawat dalam Cuci Tangan Enam Langkah Lima Momen dengan Kejadian Phlebitis di RSI Kendal.

BAB 1 PENDAHULUAN. PERMENKES RI Nomor: 159b/Menkes/Per/II/1988 disebutkan bahwa setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. kuratif, rehabilitatif, dan preventif kepada semua orang. Rumah sakit merupakan

nosokomial karena penyakit infeksi. Di banyak negara berkembang, resiko perlukaan karena jarum suntik dan paparan terhadap darah dan duh tubuh jauh

BAB I PENDAHULUAN. pasien lain dan dari lingkungan yang tercemar kepada pasien. Hand hygiene

HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN TENTANG TERAPI INFUS (INTRAVENA) DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI IRINA A BAWAH RSUP PROF. DR. R. D.

ABSTRAK HUBUNGAN PEMBERIAN INJEKSI INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUANG PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT TK II PELAMONIA MAKASSAR.

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

Oleh : Rahayu Setyowati

BAB I PENDAHULUAN. diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan. Tindakan pembedahan bertujuan untuk menyelamatkan nyawa,

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Nosokomial, yang saat ini disebut sebagai. dengan jumlah pasien dari jumlah pasien berisiko 160.

BAB 1 PENDAHULUAN. Hepatitis akut. Terdapat 6 jenis virus penyebab utama infeksi akut, yaitu virus. yang di akibatkan oleh virus (Arief, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. kadang-kadang mengakibatkan kematian pada pasien dan kerugian keuangan

LAPORAN MONITORING DAN EVALUASI PENGGUNAAN APD DI RUMAH SAKIT SYAFIRA

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan atau pelatihan medik dan para medik, sebagai tempat. lantai makanan dan benda-benda peralatan medik sehingga dapat

HUBUNGAN LAMA PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN PLEBITIS DI SMC RS. TELOGOREJO

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (Hanafiah & Amir,

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DENGAN PERILAKU CUCI TANGAN DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan yang aman untuk pasien. World Health

BAB I PENDAHULUAN. Pasien yang masuk ke rumah sakit untuk menjalani perawataan dan. pengobatan sangat berharap memperoleh kesembuhan atau perbaikan

PENDAHULUAN. dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari

JURNAL STIKES. ISSN Volume 7, Nomor 1, Juli 2014, halaman DAFTAR ISI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENERAPAN PROTAP PERAWATAN LUKA POST OPERASI DI RUANG CENDANA RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), HAI s (Healthcare

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan pelayanan kesehatan di suatu rumah sakit seorang tenaga kesehatan harus mampu meningkatkan mutu pelayanan, dengan memberikan pelayanan secara efisien dan efektif sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan, yang dilaksanakan secara menyeluruh sesuai dengan kebutuhan pasien. Setiap tindakan medis harus selalu mengutamakan keselamatan pasien dan meminimalkan resiko terulangnya keluhan atau ketidak puasan pasien. Keselamatan pasien bertujuan untuk meningkatkan keselamatan, menghindari pasien cidera dan meningkatkan mutu pelayanan (Susianti. M, 2008). Menurut Cahyono (2008), keselamatan pasien (patient safety) secara sederhana dapat diartikan sebagai pemberian layanan yang tidak mencederai atau merugikan pasien. Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variabel untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan kesehatan yang berdampak terhadap pelayanan kesehatan. Keselamatan pasien (patient safety) meliputi: angka kejadian infeksi nosokomial, angka kejadian pasien jatuh,

dekubitus, kesalahan dalam pemberian obat, dan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan. Oleh karena perawat merupakan petugas kesehatan yang kontak paling lama dengan pasien bahkan sampai 24 jam penuh, maka perawat ikut mengambil peran yang cukup besar dalam memberikan konstribusi kejadian infeksi nosokomial (Nursalam, 2011). Menurut Darmadi (2008) Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang terjadi pada pasien ketika berada di rumah sakit atau ketika berada di fasilitas kesehatan lainnya. Suatu penelitian yang dilakukan WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara, dan Pasifik menunjukkan adanya infeksi nosokomial Hospital Acquired Infection (HAIs) dan untuk Asia Tenggara sebanyak 10,0% (Rimba Putri, 2016). Angka kejadian infeksi nosokomial juga telah dijadikan salah satu tolak ukur mutu pelayanan di rumah sakit. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang terjadi pada pasien ketika berada di rumah sakit atau ketika berada di fasilitas kesehatan lainnya. Dari sekian banyak jenis infeksi nosokomial, flebitis menempati peringkat pertama dibanding dengan infeksi lainnya (Depkes RI, 2013). Flebitis merupakan infeksi nosokomial yang berasal dari mikroorganisme yang dialami pasien yang diperoleh selama pasien tersebut dirawat di rumah sakit, yang diikuti dengan manifestasi klinis yang sekurangkurangnya 3x24 jam (Darmadi, 2008). Flebitis didefenisikan sebagai inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik. Hal ini dikarakteristikkan dengan adanya daerah yang memerah dan hangat disekitar

daerah penusukan atau sepanjang vena, nyeri atau rasa lunak di daerah penusukan atau sepanjang vena, dan pembengkakan (Brunner & Suddarth, 2013). Flebitis menjadi indikator mutu pelayanan minimal rumah sakit dengan standar kejadian 1,5% (Depkes RI, 2008). Di Indonesia belum ada angka yang pasti tentang pravalensi kejadian flebitis, kemungkinan disebabkan oleh penelitian dan publikasi yang berkaitan dengan flebitis jarang dilakukan. Data Depkes RI Tahun 2013 angka kejadian flebitis di Indonesia sebesar 50,11 % untuk Rumah Sakit Pemerintah sedangkan untuk Rumah Sakit Swasta sebesar 32,70 % (Rizky W, 2014). Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya flebitis pada pasien yang terpasang infus. Salah satu diantara faktor yang perlu diperhatikan yaitu teknik aseptik atau kesterilan sewaktu pemasangan infus, melakukan disinfektan sebelum penusukan kanule intra vena pada daerah sekitar penusukan dengan kapas alkohol 70% serta kesterilan alat-alat yang digunakan akan berperan penting untuk menghindari komplikasi peradangan vena, seperti: cuci tangan sebelum melakukan tindakan, disinfektan daerah yang akan dilakukan penusukan (Brunner dan Suddart 2013). Adanya bakterial flebitis bisa menjadi masalah yang serius sebagai predisposisi komplikasi sistemik yaitu septicemia. Faktor-faktor yang berperan dalam kejadian flebitis bakteri, antara lain: tehnik cuci tangan yang tidak baik, tehnik aseptik yang kurang pada saat penusukan, tehnik pemasangan kateter yang buruk, pemasangan yang terlalu lama. Prinsip pemasangan terapi intravena memperhatikan prinsip sterilisasi, hal ini dilakukan untuk mencegah kontaminasi jarum intravena (Rizky W,

(2014). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mada D, dkk (2012) di RS Kristen Lende Moripa penerapan prinsip steril pada pemasangan infus menunjukkan bahwa penerapan prinsip steril pada pemasangan infus yang dilakukan oleh perawat didominasi oleh kategori cukup yaitu 64,3% (36 orang). Penerapan prinsip steril pada pemasangan infus yang meliputi penerapan prinsip steril sebelum melakukan tindakan, saat melakukan tindakan dan saat membereskan alat yang dilakukan oleh perawat dikatakan baik jika sudah sesuai dengan protap pemasangan infus secara steril yang benar. Lama pemasangan infus dalam terapi intravena juga mempengaruhi terjadinya flebitis. Karena pada saat terpasang infus akan mengakibatkan tumbuhnya bakteri pada area penusukan. Maka semakin lama pemasangan tanpa dilakukan perawatan secara optimal, menyebabkan bakteri akan mudah tumbuh dan berkembang, untuk itu dalam memberikan pelayanan keperawatan khususnya dalam terapi intravena peran perawat dituntut untuk lebih aktif dalam melakukan observasi dan perawatan infus serta tindakan pencegahan terjadinya flebitis. Hasil penelitian menunjukan bahwa untuk lama pemasangan infus yang < 3 hari sebanyak 31 responden (36,9 %) tidak mengalami flebitis dan sebanyak 1 responden (1,2 %) yang mengalami plebitis. Sedangkan untuk lama pemasangan infus 3 hari sebanyak 39 responden (46,4 %) untuk yang mengalami flebitis dan 13 responden (15,5 %) untuk yang tidak mengalami flebitis. Maka dapat dinyatakan terdapat

hubungan Lama Pemasangan Infus terhadap Kejadian flebitis (Bouty S, dkk, 2014). Flebitis juga dapat disebabkan karena jenis cairan yang digunakan,. Pemberian cairan intravena disesuaikan dengan kondisi kehilangan cairan pada pasien. Pemberian cairan intravena merupakan salah satu tindakan invasif yang dilakukan tenaga kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rizky W (2014) didapatkan hasil bahwa responden yang mengalami flebitis dengan cairan hipertonik sebanyak 13 orang (54%) dan cairan isotonik sebanyak 7 orang (10%). Hal ini menyatakan terdapat hubungan antara jenis cairan dengan kejadian flebitis. Area atau lokasi pemasangan infus pun bisa menjadi penyebab dari terjadinya flebitis. Pilihlah pembuluh darah yang panjang dan tidak bercabang. Untuk itu lokasi penusukan jarum infus harus mulai dari sejauh mungkin dan berpindah dalam arah proksimal pada kedua tangan secara bergantian. Biasanya vena-vena yang digunakan untuk penusukan adalah vena metakarpal, sefalika dan basilika. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kejadian flebitis berdasarkan lokasi pemasangan kateter intravena paling banyak terjadi pada daerah vena distal sebanyak 5 responden (45,5%), sedangkan kejadian tidak flebitis paling banyak pada lokasi pemasangan kateter intravena pada vena medial. Terdapat hubungan yang signifikan antara lokasi pemasangan kateter intravena dengan kejadian flebitis di RSUD Ambarawa (Lindayanti & Priyanto, 2012).

Penggantian balutan juga bisa menyebabkan terjadinya flebitis, balutan diatas insersi diganti sesuai dengan kebijakan rumah sakit, biasanya digunakan kassa atau balutan transparan. Balutan transparan memungkinkan perawat mengobservasi tempat fungsi vena secara terus menerus. Praktek yang sebelumnya merekomendasikan penggantian balutan setiap hari, saat ini telah dikurangi menjadi 48 72 jam sekali yakni bersamaan dengan penggantian daerah pemasangan intravena (Perry & Potter, 2005). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa responden yang mengalami flebitis dengan dressing yaitu sebanyak 18 orang (7%) sedangkan responden yang tidak mengalami flebitis namun mendapatkan dressing ada sebanyak 67 orang (93%). Hal tersebut menginformasikan bahwa tidak terdapat hubungan antara dressing dengan flebitis (Agustini C, dkk, 2013). Yayasan Rumah Sakit Islam Sumatra Barat (YARSI) Sumatrera Barat didirikan atas prakarsa Bapak Mohammad Natsir, tertuang pada Akta Notaris Hasan Qalbi No. 20 tanggal31 Januari 1969. Yayasan mempunyai tujuan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat seluruhnya melalui pelayanan kesehatan tanpa memandang perbedaan agama, ras, kedudukan, asal usul dan suku bangsa. Yayasan Rumah Sakit Islam mendirikan beberapa rumah sakit di propinsi Sumatera Barat, salah satunya adalah Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Payakumbuh yang merupakan Rumah Sakit tipe D yang didirikan pada tanggal 3 Oktober 1972. Rumah sakit ini mempunyai kapasitas tempat tidur sebanyak 66 TT, yang mempunyai beberapa ruangan diantaranya ruangan Arraudah (penyakit dalam), ruangan

Arrahma (bedah) ruangan VIP, dan IGD. Dimana tenaga perawat pelaksananya mayoritas berpendidikan D III Keperawatan sebanyak 45 perawat dan 3 perawat lagi berpendidikan S I Keperawatan, yang terdiri dari ruangan IGD sebanyak 13 perawat, ruangan Arraudah (penyakit dalam) sebanyak 12 perawat, di ruangan Arrahma (bedah) sebanyak 12 perawat, di ruangan VIP sebanyak 11 perawat, Hasil study pendahuluan yang dilakukan peneliti didapat data dari Medical Record pada tanggal 6 Agustus 2016, diperoleh rata-rata pasien dirawat yang terpasang infus setiap bulannya pada tahun 2015 sebanyak 443 pasien. Sedangkan pada tahun 2016 selama 6 bulan terakhir yakni bulan Januari sampai Juni didapatkan rata-rata jumlah pasien dirawat yang terpasang infus sebanyak 485 pasien. Di dapatkan data dari tim IPCN (Infection Prevention Control Nurse) tim pengendali infeksi nosokomial di rumah sakit, serta wawancara dengan salah seorang tim IPCN mengatakan bahwa dari beberapa infeksi nosokomial yang terjadi di rumah sakit flebitis merupakan kejadian yang sering dialami pasien selama dirawat. Di dapatkan data dari tim IPCN (Infection Prevention Control Nurse) pengendali infeksi nosokomial di rumah sakit, pada tahun 2015 ditemukan kasus rata-rata kejadian flebitis setiap bulannya sebanyak 28 kasus atau sekitar 5,9 %. Sedangkan data kejadian flebitis selama 6 bulan terakhir di tahun 2016 bervariasi yakni bulan Januari 2016 sebanyak 24 kasus dari 506 pasien (4,7%), bulan Februari 2016 sebanyak 39 kasus dari 480 pasien (8,1%), bulan Maret 2016 sebanyak 40 kasus 530 pasien (7,5%), bulan April 2016 sebanyak 31 kasus dari 482 pasien

(6,4%), bulan Mei 2016 sebanyak 31 kasus dari 472 pasien (6,5%) dan di bulan Juni 2016 sebanyak 28 kasus 444 pasien (6,3%), Hasil study pendahuluan yang telah dilakukan peneliti di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Payakumbuh melalui observasi peneliti terhadap 6 orang perawat pelaksana pada 2 ruang rawat diambil secara acak, terlihat 2 orang perawat sudah melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan pemasangan infus dan 4 orang perawat lagi belum melakukan hal tersebut diatas dan hanya melakukan cuci tangan sesudah melakukan tindakan pemasangan infus. Dan hasil wawancara dengan kepala ruangan penyakit dalam juga di peroleh informasi bahwa infeksi nosokomial yang banyak terjadi di ruangannya yaitu flebitis yang merupakan komplikasi dari pemasangan infus. Peran perawat dalam mengurangi angka kejadian flebitis ini sangatlah berpengaruh karena perawat merupakan operator atau orang yang melakukan tindakan pemasangan infus. Dari banyak faktor penyebab flebitis yang telah disebutkan diatas maka teknik aseptik dilakukan perawat pada saat awal pemasangan infus haruslah menjadi perhatian. Berdasarkan fenomena di atas, serta study pendahuluan yang telah dilakukan penulis, dengan masih tingginya angka kejadian flebitis yang berada diatas angka standar yang telah ditetapkan oleh Depkes yaitunya 1,5 % maka penulis tertarik untuk meneliti Hubungan Kepatuhan Perawat dalam Menjalankan Teknik Aseptik Pemasangan Infus dengan Kejadian Flebitis di RSI Ibnu Sina Payakumbuh tahun 2016.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dalam penelitian ini maka rumusan masalah yang diteliti adalah melihat bagaimana Hubungan Kepatuhan Perawat Menjalankan Teknik Aseptik Pemasangan Infus dengan Kejadian Flebitis di RSI Ibnu Sina Payakumbuh pada Tahun 2016. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan kepatuhan perawat dalam menjalankan teknik aseptik pemasangan infus dengan kejadian flebitis di RSI Ibnu Sina Payakumbuh pada tahun 2016. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui kepatuhan perawat dalam melaksanakan teknik aseptik pemasangan infus di RSI Ibnu Sina Payakumbuh tahun 2016. b. Mengetahui kejadian flebitis di RSI Ibnu Sina Payakumbuh tahun 2016. c. Mengetahui hubungan kepatuhan perawat dalam menjalankan teknik aseptik pemasang infus dengan kejadian flebitis di RSI Ibnu Sina Payakumbuh tahun 2016.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Rumah Sakit Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan mengevaluasi kepatuhan perawat dalam menjalankan prosedur pemasang infus yang merupakan salah satu penyebab terjadinya flebitis, sehingga angka kejadian flebitis setiap bulannya dapat berkurang dan dibawah angka standar yang telah ditetapkan oleh depkes. 2. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam meningkatkan mutu pendidikan dan sebagai bahan bacaan untuk menambah wawasan tentang hubungan kepatuhan perawat dalam menjalankan teknik aseptik pemasangan infus dengan kejadian flebitis. 3. Bagi Profesi Sebagai masukan untuk perawat agar senantiasa menjalankan dan patuh dalam melakukan pemasangan infus sesuai dengan prinsip teknik aseptik pemasangan infus. 4. Bagi Peneliti Penelitian ini merupakan sarana untuk melatih diri dan berfikir secara ilmiah, serta aplikasi ilmu tentang melalukan riset keperawatan