III. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
II. BAHAN DAN METODE

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter)

IV. HASIL DA PEMBAHASA

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus :

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. BAHAN DAN METODE

Gambar 3. Grafik Biomassa cacing sutra oligochaeta selama percobaan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)

Lampiran 1. Analisis pengaruh peningkatan kepadatan terhadap tingkat kelangsungan hidup (survival rate) benih ikan nilem

VII. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. BAHAN DAN METODE

PENGARUH SUBTITUSI PARSIAL TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TULANG TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Januari April 2014 di Laboratarium Budidaya. Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

BAB III BAHAN DAN METODE

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah ikan awal (ekor) , , , , ,6 ANOVA. Sum of Squares df Mean Square F Sig.

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga PENDAHULUAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei sampai Juli 2014, di Laboratorium Budidaya

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013,

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian

Tingkat Kelangsungan Hidup

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI. = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah dari pengamatan σ i ε ij

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada tanggal 26 Maret - 25 April 2012 di Laboratorium

Lampiran 1b, Data laju pertumbuhan spesifik benih lele Sangkuriang dengan lama pemeliharaan 20 hari

KINERJA PRODUKSI PENDEDERAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp.) MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PERGANTIAN AIR 50%, 100%, DAN 150% PER HARI

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

Lampiran 1. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Data SR Setiap Perlakuan Selama Pemeliharaan

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

II. BAHAN DAN METODE. Keterangan : Yij = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Bahan dan Alat Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan Uji Rancangan Pakan Perlakuan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Balai Benih Ikan Inovatif ( BBII ) merupakan unit pelaksanaan teknis daerah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Sri Yuningsih Noor 1 dan Rano Pakaya Mahasiswa Program Studi Perikanan dan Kelautan. Abstract

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilakukan selama 2 bulan pada bulan Februari-April 2015,

MANAJEMEN BUDIDAYA IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) DI KAMPUNG LELE, KABUPATEN BOYOLALI, JAWA TENGAH

II. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele.

PEMANFAATAN LIMBAH RUMAH MAKAN UNTUK PAKAN IKAN LELE DI UPR MITRA CAMBAI PRABUMULIH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014,

II. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Gurami Osphronemus gouramy Lac.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50

BUDIDAYA IKAN LELE DI KOLAM TERPAL

Lampiran 1. Data Proyeksi Peningkatan Produksi Patin Nasional

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI. DAFTAR TABEL... xvi. DAFTAR GAMBAR... xvii. DAFTAR LAMPIRAN... xviii

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. BAHAN DAN METODE

METODE PENELITIAN. Persentase endapan limbah padat = x 100%

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju pertumbuhan rata rata panjang dan berat mutlak lele sangkuriang

VIII. ANALISIS PENDAPATAN USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

BAB III BAHAN DAN METODE

PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus)

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas

Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo

PENGGUNAAN TEPUNG DAGING DAN TULANG SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER PROTEIN HEWANI PADA PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PERBANDINGAN KARBON DAN NITROGEN PADA SISTEM BIOFLOK TERHADAP PERTUMBUHAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo

Pengembangan Teknologi Akuakultur Biofilter-Akuaponik (Integrating Fish and Plant Culture) Sebagai Upaya Mewujudkan Rumah Tangga Tahan Pangan

PENGGUNAAN KOMBINASI BERAGAM PAKAN HIJAUAN DAN PAKAN KOMERSIAL TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT IKAN GURAME (Osphronemus gouramy Lac.)

II. BAHAN DAN METODE

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin Siam ( Pangasius hypopthalmus 2.2. Transportasi Ikan

Transkripsi:

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Evaluasi teknis budidaya Hasil dari teknologi budidaya penggunaan pakan sepenuhnya pada kolam air tenang dan teknologi budidaya penggunaan pakan pengganti limbah rumah pemotongan ayam pada kolam air mengalir terdiri dari beberapa parameter yang tersaji sebagai berikut (Tabel 4). Tabel 4. Hasil evaluasi teknologi budidaya terhadap parameter. Parameter Teknologi Budidaya Teknologi 1 Teknologi 2 Jumlah konsumsi pakan komersil (kg) 1.990 ± 10 720±5 Lama pemeliharaan pakan komersil (hari) 60 30 Jumlah konsumsi pakan limbah RPA (kg) - 1.289,7 ± 100 Lama pemeliharaan pakan limbah RPA (hari) - 25 Survival rate (%) 71 a ±4,75 90,68 b ±4,36 Laju pertumbuhan harian (%) 3,91 a ± 0,11 4,71 b ± 0,26 Keterangan: hasil di atas merupakan hasil rata-rata ± standar deviasi, huruf superscript yang sama menyatakan antar teknologi tidak berbeda nyata (P>0.05) Lama pemeliharaan teknologi 2 lebih cepat jika dibandingkan dengan teknologi 1 yaitu selama 55 hari dengan pemberian pakan komersil selama 30 hari dan pakan pengganti selama 25 hari sedangkan teknologi 1 pemberian pakan komersil dari awal penebaran hingga panen selama 60 hari. Pakan pengganti limbah RPA memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai survival rate (SR) dan laju pertumbuhan harian. Nilai jumlah konsumsi pakan limbah RPA pada teknologi 2 pada saat pemberian pelet sebesar (720±5), sedangkan pada saat pemberian pakan limbah RPA sebesar (1.289,7±100) setelah dikurangi bobot air sebesar 66,67%, sedangkan teknologi 1 (1.990±10). Nilai kualitas air beberapa parameter yang diamati pada teknologi budidaya 1 dan teknologi budidaya 2 tersaji dalam Tabel 5. Nilai kualitas air teknologi 1 dan teknologi 2 masih dalam batas toleransi untuk pemeliharaaan ikan. 11

Tabel 5. Kisaran kualitas air pakan komersil dan pakan pengganti limbah RPA. Parameter Kualitas Air Nilai parameter pada teknologi budidaya Teknologi 1 Teknologi 2 Pustaka * DO (mg/l) 3,32-3,7 3,9 6,6 >3 (Rahman et al, 1992) ph 7,29-7,67 7,3-8,23 6-9 (Wedemeyer, 2001) Kesadahan 20-500 107,5-273, 33 266-478,8 (mg/lcaco 3 ) (Effendi, 2003) Alkalinitas 50-500 140-499,33 240 400 (mg/lcaco 3 ) (Wedemeyer, 2001) TAN 1,37-2,2 0,408-1,94 0,899-1,26 (mg/lcaco 3 ) (Effendi, 2003) Suhu (⁰C) 28-30 28-30,5 25-32 (Boyd, 1990) *Nilai kualitas air pada kisaran optimum untuk budidaya menurut pustaka Rahman et al. (1992), Effendi (2003), Wedemeyer (2001) dan Boyd (1990). Berdasarkan pengukuran nilai kualitas air yang telah dilakukan diketahui bahwa nilai DO, ph, kasadahan, alkalinitas, TAN dan suhu pada teknologi 1 dan 2 secara berturut-turut berkisar antara 3,32-3,7 dan 3,9-6,6; 7,29-7,67 dan 7,3-8,23; 107,5-273,33 dan 266-478,8; 140-499,33 dan 240 400; 0,408-1,94 dan 0,899-1,26; 28-30 dan 28-30,5. 3.1.2 Perhitungan ekonomi Perhitungan ekonomi dihitung dalam jangka waktu satu tahun. Asumsi biaya yang digunakan untuk teknologi 1 dan 2 dibedakan berdasarkan kebutuhan biaya tambahan yang dibutuhkan untuk setiap teknologi (Lampiran 9-13). Asumsi yang digunakan sebagai berikut: I. Teknologi pakan komersil a. Lama pemeliharaan hingga panen pada teknologi 1 selama 60 hari (5 hari untuk persiapan), dalam 1 tahun terdapat 5 kali siklus produksi, sedangkan lama pemeliharaan hingga panen pada teknologi 2 selama 55 hari (5 hari untuk persiapan), dalam 1 tahun terdapat 6 siklus produksi. b. Harga faktor produksi dianggap tetap selama produksi. c. Skala perhitungan biaya, penerimaan dan keuntungan menggunakan luas area 1.000 m 2. d. Padat tebar ikan pada setiap kolam sebanyak 120 ekor/m 3. e. Persentasi penyusutan perlengkapan produksi sesuai Lampiran 11-12. f. Harga benih ikan lele ukuran 12-13 cm sebesar Rp 300,- 12

g. Harga jual ikan ukuran daging (6-10 ekor/kg) sebesar Rp 11.500,-, ukuran BS (<5 ekor/kg) sebesar Rp 9.500,-, ukuran SS (< 3 ekor/kg) sebesar Rp 9.500-, ukuran sortiran (>11 ekor/kg) sebesar Rp 9.500,-. dan ikan yang berwarna kuning seharga Rp 4.500,-. Setiap 1 kg ikan dikenakan biaya pemanenan sebesar Rp 150.- h. Biaya pemakain listrik batas daya 900 VA dan biaya beban Rp 18.000.- Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan rataan hasil panen yang tersaji dalam Tabel 6. Tabel 6. Rataan hasil panen penggunaan teknologi budidaya. Penggunaan Teknologi Budidaya Ukuran panen Jumlah (ekor) Teknologi 1 Teknologi 2 Biomassa (kg) Persentase Biomassa Panen (%) Jumlah (ekor) Bobot (kg) Persentasi Biomassa Panen (%) Daging 9.153 1.496 73.57 9.933 1.242 73.01 BS 1.653 413 10.16 1.458 365 10.72 Sortiran 2.647 221 16.27 1.867 156 13.72 SS - - - 47 24 0.35 Kuning - - - 300 38 2.20 Total 13.453 2.130 100 13.605 1.823 100 Analisis usaha teknologi pakan komersil dan pakan pengganti limbah rumah pemotongan ayam dapat terlihat pada Tabel 7. Tabel 7. Perhitungan ekonomi teknologi 1 dan teknologi 2 dalam luas 1.000 m 2. Teknologi Budidaya Teknologi Budidaya Teknologi 1 Teknologi 2 Investasi (Rp) Rp 99.845.000 Rp 99.845.000 Biaya Tetap (Rp) Rp 3.729.834 Rp 3.729.834 Biaya Variabel (Rp) Rp 171.135.106 Rp 147.408.479 Total Biaya (Rp) Rp 174.864.940 Rp 151.138.313 Penerimaan (Rp) Rp 192.799.201 Rp 195.903.958 Keuntungan (Rp) Rp 17.934.261 Rp 44.765.645 R/C Ratio 1,10 1,30 BEP (Rp) Rp 33.193.586 Rp 15.067.162 BEP (kg) 3.111 2.504 Pay Back Period (tahun) 1,1 0,4 HPP (Rp) Rp 10.163 Rp 8.651 13

3.2 Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa pada teknologi budidaya penggunaan pemberian sepenuhnya pakan komersil pada kolam air tenang (teknologi 1) secara teknis pelaksanaan lebih mudah jika dibandingkan dengan teknologi pemberian pakan pengganti berupa limbah RPA pada kolam air mengalir setelah 30 hari pemeliharaan (teknologi 2). Pakan pada teknologi 1 dapat disimpan dalam waktu lama, selain itu pakan dapat langsung diberikan ke ikan lele. Sedangkan pada teknologi 2 pakan limbah tidak dapat disimpan dalam waktu lama karena kondisi limbah yang basah akan cepat mengalami pembusukan. Selain itu pemberian pakan pada teknologi 2 memerlukan penanganan sebelum diberikan ke ikan lele, terutama limbah usus ayam berupa pencacahan terlebih dahulu yang bertujuan agar mudah dimakan oleh ikan. Penggunaan pakan limbah dapat menyebabkan kolam menjadi kotor akibat sisa-sisa pakan limbah yang tidak termakan oleh ikan, tetapi hal ini tidak terjadi karena adanya aliran air sebesar 1,2 liter /detik pada kolam sehingga kualitas air tidak memburuk. Air yang mengalir berasal dari saluran irigasi alami yang terdapat di sekitar kolam sehingga tidak menggunakan biaya. Adanya sistem budidaya dengan sistem air mengalir mengakibatkan kandungan oksigen terlarut pada teknologi 2 menjadi lebih tinggi jika dibandingkan dengan teknologi 1 (Tabel 5). Kandungan oksigen yang tinggi mengakibatkan nafsu makan ikan menjadi meningkat hal ini terlihat dari jumlah konsumsi pakan (JKP) yang tinggi pada perlakuan pakan limbah RPA. Berdasarkan hasil teknis, pemberian pakan limbah RPA lebih baik dibandingkan dengan pemberian pakan komersil (Tabel 4). Nilai jumlah konsumsi pakan (JKP) teknologi 1 sebesar 1.990±10 kg sedangkan teknologi 2 yaitu sebesar 720±5 kg namun pada saat pakan diganti dengan pakan limbah 25 hari berikutnya nilai JKP menjadi 3.873±100 kg (bobot basah) (1.289,7 kg setelah dikurangi bobot air sebesar 66,67%). Jika dilihat perbandingan jumlah pakan yang dikonsumsi antara teknologi 1 dan teknologi 2 tidak berbeda terlalu jauh. Dengan jumlah pakan tersebut (limbah RPA) mampu memberikan hasil yang lebih baik (SR dan LPH) dibandingkan teknologi pakan komersil. Nilai JKP yang tinggi 14

pada teknologi 2 diduga disebabkan oleh kualitas pakan limbah RPA (usus ayam, darah, dan daging giling) memiliki kadar protein yang rendah yaitu 8,77% dalam bobot basah (Lampiran 1), sementara kebutuhan protein ikan lele menurut NRC (1993) yaitu 25-32%. Untuk mencukupi kebutuhan proteinnya ikan tersebut mendapatkannya dengan mengkonsumsi pakan limbah lebih banyak. Hal yang sama dinyatakan dalam NRC (1993) yang menyatakan bahwa ikan membutuhkan protein untuk tumbuh, jika kebutuhan protein tidak tercukupi pertumbuhan ikan akan terhenti oleh sebab itu untuk memenuhi kebutuhan proteinnya ikan menjadi banyak makan. Teknologi pemberian pakan yang berbeda (limbah RPA dan pakan komersil) pada ikan memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap survival rate (SR) dan laju pertumbuhan harian (LPH) (Tabel 4). Nilai SR dan LPH teknologi 1 lebih rendah (71±4,75%) jika dibandingkan dengan teknologi 2 (90,68±4,36%), begitu pula pada nilai LPH-nya secara berturut-turut 3,91±0,11% dan 4,71±0,26%. Tingginya nilai SR dan LPH pada teknologi 2 diduga akibat adanya sistem pergantian air yang menyebabkan kandungan oksigen air meningkat. Hal ini mendukung pertumbuhan yang baik pada ikan. Sedangkan teknologi 1 tidak terjadi pergantian air selama pemeliharan akibatnya sisa-sisa pakan yang tidak termakan akan mengalami penguraian yang akan mempengaruhi kondisi media (Tabel 5). Salah satu faktor penting dalam kegiatan budidaya yaitu keberadaan oksigen terlarut. Oksigen merupakan faktor penting untuk kehidupan ikan jika kandungan oksigen baik maka pertumbuhnya pun akan baik pula (Effendi, 2003), pernyataan tersebut sesuai dengan kondisi media budidaya pada teknologi 2 lebih baik karena memiliki nilai oksigen terlarut yang lebih tinggi dibanding teknologi 1 sehingga pertumbuhan dan sintasan ikan teknologi 2 lebih tinggi. Selain itu nilai TAN teknologi 2 tidak mengalami perubahan yang signifikan jika dibandingkan dengan teknologi 1. Perubahan nilai TAN teknologi 1 selama pemeliharaan terjadi cukup tinggi yaitu berkisar antara 0,408-1,94 mg/lcaco 3, sementara pada teknologi 2 perubahan nilai TAN masih dibawah batas toleransi yaitu berkisar antara1,37-1,26 mg/lcaco 3 (Tabel 4), kisaran nilai TAN yang baik untuk budidaya yaitu 1,37-2,2 mg/lcaco3 Effendi (2003). Hal ini juga yang dimungkinkan menyebabkan nilai 15

survival rate (SR) pada teknologi 2 lebih tinggi jika dibandingkan dengan teknologi 1, kadar amonia yang tinggi dan tanpa adanya pergantian air menyebabkan pertambahan bobot yang rendah dan tingginya kematian yang terjadi pada teknologi 1, hal ini didukung oleh Boyd (1990) yang menyatakan bahwa apabila kadar amonia dalam air meningkat, maka ekskresi amonia oleh ikan berkurang sehingga kadar amonia dalam darah dan jaringan meningkat yang dapat menyebabkan kematian. Teknologi 1 dan teknologi 2 memiliki hasil panen yang berbeda (Tabel 6). Pada teknologi 1 terdapat 3 ukuran panen yaitu ukuran daging sebanyak 73%, Bs sebanyak 10,16% dan sortiran sebanyak 16,27%, sedangkan teknologi 2 terdapat 4 ukuran panen yaitu ukuran daging sebanyak 73,01%, Bs sebanyak 10,72% dan sortiran sebanyak 13,72% dan terdapat bobot yang lebih besar jika dibandingkan dengan teknologi 1 yaitu ukuran SS sebanyak 0,35% dari total panen. Hal ini disebabkan karena kandungan lemak dalam pakan limbah pada kondisi basah terlalu tinggi yaitu 24,36% sehingga ikan menjadi kebanyakan lemak, terlalu banyak lemak dalam pakan menyebabkan ikan gemuk pada bagian perut dan jaringan otot (Webster dan Lim, 2002 dalam Pamungkas, 2009). Selain itu pada hasil panen teknologi 2 terdapat ikan lele kuning sebanyak 2,20 % yaitu ikan lele yang terserang penyakit akibat terlalu banyak memakan limbah atau kualitas air yang buruk hal ini sesuai dengan Darseno (2010) yang menyatakan bahwa penyakit kuning atau jaundince disebabkan karena malnutrisi, pakan yang kadaluarsa atau terlalu banyak memakan pakan alternatif seperti jeroan ayam. Ikan kuning memilki daya tahan tubuh yang rendah sehingga ikan mudah mati, ikan kuning dihargai lebih rendah yaitu Rp 4.500/kg. Untuk menyamakan kapasitas produksi antara teknologi 1 dan teknologi 2 maka dikonversi menggunakan luas area 1.000 m 2. Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa keuntungan yang diperoleh teknologi 2 sebesar 2,5 kali dari keuntungan yang diperoleh teknologi 1 yaitu sebesar Rp 44.765.645 sedangkan teknologi 1 sebesar Rp 17.934.261. Nilai R/C Ratio digunkan untuk melihat besarnya uang yang akan dihasilkan jika menanamkan modal sebesar Rp 1 (Rahardi et al., 1998). Semakin besar nilai R/C Ratio maka keuntungan semakin besar pula. Nilai R/C tertinggi terdapat pada 16

teknologi 2 yaitu 1,30 artinya setiap penambahan modal sebesar Rp 1 akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 30, sedangkan pakan komersil sebesar 1,10 artinya setiap penambahan modal sebesar Rp 1 akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 10. Nilai BEP (Rp) dan BEP (Kg) teknologi 1 secara berturut yaitu sebesar Rp 33.193.586 dan 3.111 kg sedangkan teknologi 2 secara berturut-urut sebesar Rp 15.067.162 dan 2.504 kg yang artinya titik impas pada teknologi 1 dicapai pada saat penerimaan sebesar Rp 33.193.586 dengan produksi ikan sebanyak 3.111 ekor sedangkan titik impas pada teknologi 2 dicapai pada saat penerimaan sebesar Rp 15.067.162 dengan produksi ikan sebanyak 2.504 ekor. Payback period (PP) adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui lamanya waktu pengembalian modal. Nilai PP teknologi 1 selama 1,1 tahun sedangkan teknologi 2 selama 0,4 tahun. Berdasarkan nilai PP tersebut diketahui bahwa pengembalian modal tercepat terdapat pada teknologi pakan pengganti limbah RPA pada kolam air mengalir. Berdasarkan tabel 7 diketahui nilai harga pokok produksi (HPP) teknologi 2 lebih rendah jika dibandingkan dengan teknologi 1 yaitu secara berturut-turut sebesar Rp 10.163 dan Rp. 8.651. Semakin tinggi selisih nilai HPP dengan harga jual semakin tinggi juga keuntungan yang diperoleh. Perhitungan biaya, penerimaan dan keuntungan dalam luas area 1.000 m 2 (Gambar 1). Gambar 1. Grafik biaya, penerimaan, dan keuntungan menggunakan luas area 1.000 m 2. 17

Biaya produksi yang tertinggi terdapat pada teknologi 1 yaitu Rp 174.864.940, sedangkan teknologi 2 sebesar Rp 151.138.313. Penerimaan dan keuntungan teknologi 2 lebih besar yaitu berturut-turut Rp 195.903.958 dan Rp 44.765.645 jika dibandingkan dengan teknologi 1 berturut-turut sebesar Rp 192.799.201 dan Rp 17.934.261. Biaya pakan dan non pakan yang dikeluarkan untuk skala luas area per 1.000 m 2 didapatkan hasil bahwa teknologi 1 mengeluarkan biaya pakan dan non pakan lebih besar jika dibandingkan dengan teknologi 2 (Gambar 2) yaitu secara berturut-turut sebesar Rp 110.113.333 dan Rp 69.569.394 sedangkan teknologi 2 secara berturut-turut sebesar Rp 98.349.000 dan Rp 57.664.680. Hal ini menunjukan bahwa teknologi pakan penganti limbah RPA dapat memotong biaya pengeluaran untuk pakan sebesar 11% jika dibandingkan dengan pakan komersil, sedangkan biaya non pakan yang dikeluarkan tidak terlalu tinggi. Gambar 2. Grafik biaya pakan dan non pakan teknologi 1, dan teknologi 2 dalam luas area 1.000 m 2. Berdasarkan hasil perhitungan analisis usaha diatas diketahui bahwa penggunaan teknologi pakan pengganti berupa limbah RPA setelah 30 hari pemeliharaan memberikan keuntungan yang terbesar pada usaha pembesaran ikan lele dumbo. 18