II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang

dokumen-dokumen yang mirip
I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang, maka orang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang. didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang

I. PENDAHULUAN. 1945, khususnya penjelasan tentang Sistem Pemerintahan Negara dinyatakan :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

Negara Indonesia adalah negara hukum (recht staats), maka setiap orang yang melakukan tindak

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

TINJAUAN PUSTAKA. atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan merupakan bentuk tingkah

I. PENDAHULUAN. dasar pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

II. TINJAUAN PUSTAKA

II TINJAUAN PUSTAKA. mencari untung. Sedangkan penipuan sendiri berdasarkan Kamus Besar Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya. Untuk adanya pertanggungjawaban

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai tiga arti, antara lain : 102. keadilanuntuk melakukan sesuatu. tindakansegera atau di masa depan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana dan bersifat melawan hukum (formil, materil), serta tidak ada alasan

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA. Pertanggung Jawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan.

I. PENDAHULUAN. Fenomena peredaran gelap narkotika merupakan permasalahan internasional, regional dan

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang

TINJAUAN PUSTAKA. akan dikenakan pidana. Jadi larangan-larangan dan kewajiban-kewajiban tertentu

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

I. PENDAHULUAN. dengan aturan hukum yang berlaku, dengan demikian sudah seharusnya penegakan keadilan

BAB I PENDAHULUAN. perlengkapan negara dalam menjalankan kewajibannya harus berdasarkan

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana. Ada yang menyebutkan istilah tindak pidana tersebut sebagai

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (traficking) terutama terhadap perempuan merupakan pengingkaran terhadap

TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana. Moeljatno menyatakan bahwa orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan

BAB I PENDAHULUAN. oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi dalam

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi

I. PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting dalam. dalam kegiatan seperti pemeliharaan pertahanan dan keamanan, keadilan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kegunaan tinjauan pustaka ( library research) di dalam suatu penelitian adalah

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut, khususnya mengenai kepentingan anak tentunya hal ini perlu diatur oleh

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

I. PENDAHULUAN. meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB I PENDAHULUAN. Pembunuhan anak kandung diterangkan oleh undang-undang. yang penuh, dan belum sempat timbul rasa kasih sayang.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan

I. PENDAHULUAN. pembangunan pada keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

TINJAUAN YURIDIS PROSES PERKARA PIDANA PELANGGARAN LALU LINTAS MOHAMMAD RIFKI / D

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

Transkripsi:

20 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan pada nilai keadilan harus disejajrkan berpasangan dengan asa legalitas yang didasarkan pada nilai kepastian. Walaupun konsep berprinsip bahwa pertanggungjawaban pidana berdasrkan kesalahan, namun dalam beberapa hal tidak menutup kemungkinan adanya pertanggungjawaban pengganti (vicarious liability) dan pertanggungjawaban yang ketat (strict liability). Masalah kesesatan (error) baik kesesatan mengenai keadaanya (error facti) maupun kesesatan mengenai hukumnya sesuai dengan konsep alasan pemaaf sehingga pelaku tidak dipidana kecuali kesesatanya itu patut dipersalahkan. 1 Kesalahan tersebut terdiri dari dua jenis yaitu kesengajaan (opzet) dan kelalaian (culpa), sesuai teori hukum pidana Indonesia, kesengajaan terdiri dari tiga macam, yaitu sebagai berikut : a. Kesengajaan yang bersifat tujuan Bahwa dengan kesengajaan yang bersifat tujuan, si pelaku dapat dipertanggungjawabkan dan mudah dapat dimengerti oleh khalayak ramai. 1 Barda Nawawi Arief, 2001, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan. Bandung, Citra Aditya Bakti, hlm. 23.

21 Apabila kesengajaan seperti ini ada pada suatu tindak pidana, si pelaku pantas dikenakan hukuman pidana. b. Kesengajaan secara keinsyafan kepastian kesengajaan ini ada apabila si pelaku, dengan perbuatannya tidak bertujuan untuk mencapai akibat yang menjadi dasar dari delik, tetatpi ia tahu benar bahwa akibat itu pasti akan mengikuti perbuatan itu d. Kesengajaan secara keinsyafan kepastian kesengajaan ini yang terang-terang tidak disertai bayangan suatu kepastian akan terjadi akibat yang bersangkutan, melainkan hanya dibayangkan suatu kemungkinan belaka akan akibat itu. Selanjutnya mengenai kealpaan karena merupakan bentuk dari kesalahan yang mengahasilkan dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan seseorang yang dilakukannya. 2 Kelalaian (culpa) terletak antara sengaja dan kebetulan, bagaimanapun juga culpa dipanjang lebih ringan dibanding dengan sengaja, oleh karena itu delik culpa, culpa itu merupakan delik semu sehingga diadakan pengurangan pidana. Delik culpa mengandung dua macam, yaitu delik kelalaian yang menimbulkan akibat dan tidak menimbulkan akibat, tapi yang diancam dengan pidana ialah perbuatan ketidak hati-hatian itu sendiri, perbedaan antara keduanya sangat mudah dipahami yaitu kelalaian yang menimbulkan akibat dengan terjadinya itu maka diciptalah delik kelalaian, bagi yang tidak perlu menimbulkan akibat dengan kelalaian itu sendiri sudah diancam dengan pidana. 3 Syarat-syarat elemen yang harus ada dalam delik kealpaan yaitu : 1. Tidak mengadakan praduga-praduga sebagaimana diharuskan oleh hukum, adapun hal ini menunjuk kepada terdakwa berpikir bahwa akibat tidak akan terjadi karena perbuatannya, padahal pandangan itu kemudian tidak benar. Kekeliruan terletak pada salah pikir/pandang yang seharusnya disingkirkan. Terdakwa sama sekali bahwa akibat yang dilarang mungkin timbul karena perbuatannya. Kekeliruan terletak pada tidak mempunyai pikiran sama sekali bahwa akibat mungkin akan timbul hal mana sikap berbahaya 2. Tidak mengadakan penghati-hatian sebagaimana diharuskan oleh hukum, mengenai hal ini menunjuk pada tidak mengadakan penelitian kebijaksaan, 2 Moeljatno, Op. Cit, hlm. 46. 3 Ibid, hlm.48.

22 kemahiran/usaha pencegah yang ternyata dalam keadaan yang tertentu/cara melakuka perbuatan 4 Pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility) adalah suatu mekanisme untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggungjawabkan atas suata tindakan pidana yang terjadi atau tidak. Untuk dapat dipidananya si pelaku, disyaratkan bahwa tindak pidana yang dilakukannya itu memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan dalam Undang-undang. Seseorang dilihat dari sudut terjadinya tindakan yang dilarang, harus mempertanggungjawabkan tindakan-tindakan yang melawan hukum serta tidak ada alasan pembenar atau peniadaan yang melawan hukum untuk pidana yang dilakukannya. Tindak pidana jika tidak ada kesalahan adalah merupakan asas pertanggungjawaban pidana, oleh sebab itu dalam hal dipidananya seseorang yang melakukan perbuatan sebagaimana yang diancamkan, ini tergantung dari soal apakah dalam melakukan perbuatan ini dia mempunyai kesalahan. 5 Berdasarkan hal tersebut maka pertanggungjawaban pidana atau kesalahan menurut hukum pidana, terdiri atas tiga syarat, yaitu : a. Kemampuan bertanggung jawab atau dapat dipertanggungjawabkan dari si pembuat. b. Adanya perbuatan melawan hukum yaitu sikap psikis pelaku yang terkait dengan kelakuannya yaitu disengaja dan kurang hati-hati atau lalai. c. Tidak ada alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan pertanggungjawaban pidana bagi si pembuat. 6 Masalah kemampuan bertanggung jawab ini terdapat dalam Pasal 44 Ayat 1 KUHP yang berbunyi : Barang siapamelakukan perbuatan yang tidak dapat 4 Ibid, hlm. 48 5 Moeljatno, Op. Cit, hlm. 49. 6 Ibid, hlm. 50

23 dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena cacat, tidak dipidana. Menurut Moeljatno, bila tidak dipertanggungjawabkan itu disebabkan hal lain, misalnya jiwanya tidak normal dikarenakan dia masih muda, maka Pasal tersebut tidak dapat dikenakan. Apabila hakim menjalankan Pasal 44 KUHP, maka sebelumnya harus memperhatikan apakah telah dipenuhi dua syarat yaitu : a. Syarat psikiatris yaitu pada terdakwa harus ada kurang sempurna akalnya atau sakit berupa akal, yaitu keadaan kegilaan (idiot), yang mungkin ada sejak kelahiran atau karena suatu penyakit jiwa keadaan ini harus terus menerus. b. Syarat psikologis ialah gangguan jiwa itu harus pada waktu si pelaku melakukan perbuatan pidana, oleh sebab itu suatu gangguan jiwa yang timbul sesudah peristiwa tersebut, dengan sendirinya tidak dapat menjadi sebab terdakwa tidak dapat dikenai hukuman. 7 Berdasarkan uraian diatas maka diketahui bahwa pertanggungjawaban pidana mengandung makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-undang, maka orang tersebut patut mempertanggungjawabkan perbuatan sesuai dengan kesalahannya. Dengan kata lain orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut denganpidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangan normatif mengenai kesalahan yang telah dilakukan orang tersebut 7 Ibid, hlm.51.

24 B. Tinjauan Umum Tentang Hukum Pidana 1. Pengertian Pidana Istilah hukuman yang merupakan istilah umum konvensional, dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah karena istilah itu dapat mempunyai arti dapat berkonotasi dengan bidang yang cukup luas. Istilah tersebuttidak hanya sering digunakan dalam bidang hukum, tetapi juga dalam istilah sehari-hari di bidang pendidikan, moral, agama dan sebagainya. Oleh karena pidana merupakan istilah yang lebih khusus, maka perlu ada pembatasan pengertian atau makna sentral yang dapat menunjukkan ciri-ciri atau sifat-sifat yang khas.untuk memberikan gambaran yang lebih luas, berikut ini dikemukakan beberapa pendapat atau defenisi dari para sarjana sebagai berikut: Menurut Prof. Sudarto, SH: 8 Yang dimaksud dengan pidana ialah penderitaan yang sengaja diberikan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Jenis pidana menurut KUHP, seperti terdapat dalam pasal 10, dibagi dalam dua jenis: 9 a. Pidana pokok, yaitu : 1. Pidana mati 2. Pidana penjara 3. Pidana kurungan 8 Muladi dan Barda Nawawi Arif, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Cetakan Ke-2, Bandung: Alumni, 1998, hlm. 2 4. 9 R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor: Politeia, 1988, hlm. 34.

25 4. Pidana denda 5. Pidana tutupan (ditambah berdasarkan UU No. 20 tahun 1946) b. Pidana tambahan, yaitu : 1. Pencabutan hak-hak tertentu; 2. Perampasan barang-barang tertentu; 3. Pengumuman putusan hakim 2. Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu Straftbaar Feit, Strafbar Feit terdiri dari 3 (tiga) kata yakni Straf, Baar dan Feit. Straf diterjemahkan sebagai pidana dan hukum, perkataan baar diterjemahkan sebagai dapat dan boleh sedangkan kata feit diterjemahkan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan. Tindak menunjuk pada hak kelakuan manusia dalam arti positif (handelen). Padahal pengertian yang sebenarnya dalam istilah feit adalah termasuk baik perbuatan aktif maupun pasif. 10 Perbuatan aktif maksudnya suatu bentuk perbuatan yang untuk mewujudkannya diperlukan atau diisyaratkan adanya suatu gerakan atau gerakan-gerakan dari tubuh atau bagian dari tubuh manusia, misalnya mengambil sebagaimana diatur dalam Pasal 362 KUHP atau merusak yang diatur dalam Pasal 406 KUHP. Sedangkan perbuatan pasif adalah suatu bentuk tidak melakukan suatu bentuk perbuatan fisik apapun, dimana seseorang tersebut telah mengabaikan kewajiban hukumnya, misal perbuatan tidak menolong sebagaimana diatur dalam Pasal 531 KUHP atau perbuatan membiarkan yang diatur dalam Pasal 304 KUHP. 10 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002, hlm 67.

26 Simon mengatakan bahwa straftbaar feit adalah kelakuan yang diancam dengan pidana, bersifat melawan hukum, dan berhubungan dengan kesalahan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Sedangkan Van Hamel mengatakan bahwa straftbaar feit adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam undang-undang, bersifat melawan hukum, patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. 11 Dengan demikian dilihat dari istilahnya, hanya sifat-sifat dari perbuatan saja yang meliputi suatu tindak pidana sedangkan sifat-sifat orang yang melakukan tindak pidana menjadi bagian dari persoalan lain, yaitu pertanggungjawaban pidana. Terdapat pemisahan antara pertanggungjawaban pidana dan tindak pidana, yang dikenal dengan paham dualisme, yang memisahkan antara unsur yang mengenai perbuatan dengan unsur yang melekat pada diri orangnya tentang tindak pidana. Tindak pidana berisi rumusan tentang akibat-akibat yang terlarang untuk diwujudkan. Dengan demikian, rumusan tentang tindak pidana berisi kewajiban, yang apabila tidak dilaksanakan pembuatnya diancam dengan pidana. Kewajiban disini, menurut Wilson bukan hanya bersumber dari ketentuan undang-undang, dapat kewajiban tersebut timbul dari suatu perjanjian ataupun kewajiban yang timbul di luar perjanjian, atau kewajiban yang timbul dari hubungan-hubungan yang khusus, atau kewajiban untuk mencegah keadaan bahaya akibat perbuatannya, bahkan kewajiban-kewajiban lain yang timbul dalam hubungan sosial. 12 11 Chairul huda,dari Tiada Pidana Tanpa kesalahan Menuju Kepada Tiada pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Jakarta: Prenada Media, 2006, hlm. 28. 12 Ibid, hlm. 30

27 3. Unsur-Unsur Tindak Pidana Unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan dari dua sudut pandang yaitu Menurut Moeljatno, unsur-unsur tindak pidana adalah: a. Perbuatan b.yang diarang (oleh aturan hukum) c. Ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan) 13 Perbuatan manusia saja yang boleh dilarang, yang melarang adalah aturan hukum. Ancaman (diancam) dengan pidana menggambarkan bahwa tidak mesti perbuatan itu dalam kenyataan benar-benar dipidana. Pengertian diancam adalah pengertian umum, yang artinya pada umumnya dijatuhi pidana. Tresna menyatakan bahwa unsur-unsur tindak pidana adalah: a. Perbuatan atau rangkaian perbuatan b. Yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan c. Diadakan tindakan penghukuman 14 Dari unsur ketiga terdapat diadakan tindakan penghukuman, yaitu pengertian bahwa seolah-olah setiap perbuatan yang dilarang itu selalu diikuti dengan penghukuman (pemidanaan). Berbeda dengan Moeljatno, karena kalimat diancam pidana berarti perbuatan itu tidak selalu dan dengan demikian dijatuhi pidana. Walaupun mempunyai kesan bahwa setiap perbuatan yang bertenttangan dengan undang-undang selalu diikuti dengan pidana, namun dalam unsur-unsur itu tidak terdapat kesan perihak syarat-syarat (subyektif) yang melekat pada orangnya untuk dijatuhkannya pidana. 13 Chazawi, Op.Cit., hlm. 79 14 Ibid

28 C. Tindak Pidana Pengancaman Pasal 211. Barang siapa dengan kekerasan, ancaman kekerasan, memaksa seseorang untuk melakukan perbuatan jabatan atau tidak melakukan perbuatan jabatan yang sah, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Pasal 212. Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam, karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah. Pasal 213. Pemaksaan dan perlawanan yang diterangkan dalam pasal 211-212, diancam : ke-1 dengan pidana penjara paling lama lima tahun, jika kejahatan atau perbuatan lainnya ketika itu mengakibatkan luka-luka; ke-2 dengan pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan, jika mengakibatkan luka-luka berat; ke-3 dengan pidana penjara paling lama dua tahun jika mengakibatkan matinya orang. Pasal 214. (1) Paksaan dan perlawanan yang diterangkan dalam Pasal 211 dan 212, jika dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (2) yang bersalah dikenakan : 1. pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan, jika kejahatan atau perbuatan lainnya ketika itu mengakibatkan luka-lika; 2. pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika mengakibatkan luka berat; 3. pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika mengakibatkan orang mati.

29 2. Unsur Objektif : 1. Memaksa orang dengan ancaman : a. Menista b. Menista dengan senjata tajam c. Perlawanan 2. Agar supaya orang itu : a. Memberikan kepadanya sesuatu barang kepunyaan orang itu atau orang lain b. Menghapuskan utang c. Membuat piutang D. Pengertian Anak Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI),yang dimaksud dengan anak adalah keturunan atau manusiayang masih kecil. 15 Sedangkan dalam pengertian sehari-hari yang dimaksud dengan anak-anak adalah yang belum mencapaiusia tertentu atau belum kawin, pengertian ini seringkali dipakai sebagai pedoman umum. Apabila ditinjau dari aspek yuridis, maka pengertian anak dimata hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa, orang yang dibawah umur atau keadaan dibawah umur atau kerap juga disebut sebagai anak yang dibawah pengawasan wali. 16 Berdasarkan Undang-Undang Peradilan Anak. Anak dalam UU No. 3 Tahun 1997 tercantum dalam Pasal 1 Ayat (2) yang berbunyi: Anak adalah orang dalam perkara anak nakal yang telah mencapai umur 8 15 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,1990. Hal. 81. 16 LiLik Mulyadi, Pengadilan Anak di Indonesia( Teori Praktek dan permasalahannya), Bandung: CV. Mandar Maju, 2005, hlm. 3-4.

30 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 1 Ayat (3) menyebutkan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum mencapai 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Walaupun begitu istilah ini juga sering merujuk pada perkembangan mental seseorang, walaupun usianya secara biologis dan kronologi seseorang telah sudah termasuk dewasa namun apabila perkembangan mentalnya ataukah urutan umurnya maka seseorang dapat saja diasosiasikan dengan istilah anak. Pengaturan batas usia anak dalam beberapa ketentuan perundang-undangan, antara lain sebagai berikut: 17 1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), KUHP tidak memberikan rumusan secara eksplisit tentang pengertian anak, tetapi pembatasan usia anak dapat dijumpai antara lain pada Pasal 45 dan Pasal 72 yang memakai batasan usia 16 tahun. 2. KUHAP (UU No.8 Tahun 1981), tidak secara eksplisit mengatur batas usia pengertian anak, namun dalam Pasal 153 Ayat (5) memberi wewenang kepada hakim untuk melarang anak yang belum mencapai usia 17 tahun untuk mengahdiri sidang. 3. Menurut Pasal 1 angka (2) UU No.4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin. 17 Tri Andrisman, Hukum Peradilan Anak. Op. Cit., hlm. 41.

31 E. Tinjauan tentang Polri Polri adalah Kepolisian Nasional diindonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Polri mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia.Badan pemerintah yg bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum, menangkap orang yg melanggar undang-undang, anggota badan pemerintah atau pegawai negara yg bertugas menjaga keamanan. Dalam kaitannya dengan kehidupan bernegara Polri meruapakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeligharanya keamanan dalam negeri. agar dalam melaksanakan fungsi dan perannya diseluruh wilayah negera Republik Indonesia atau yang dianggap sebagai wilayah negara republik Indonesia tersebut dapat berjalan dengan efektif dan effisien, maka wilayah negara Republik Indonesia dibagi dalam daerah hukum menurut kepentingan pelaksanaan tugas Kepolisian Negra Republik Indonesia. Sebagaimana yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah wilayah kepolisian dibagi secara berjenjang mulai tingkat pusat yang biasa disebut dengan Markas Besar Polri yang wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia yang dipimpin oleh seorang Kapolri yang bertanggung jawab kepada Presiden, kemudian wilayah di tingkat Provinsi disebut dengan Kepolisian Daerah yang lazim disebut dengan Polda yang dipimpin oleh seorang Kapolda yang bertanggung jawab kepada Kapolri, di tingkat Kabupaten disebut dengan Kepolisian Resot atau disebut juga Polres yang dipimpin oleh seorang Kapolres

32 yang bertanggungjawab kepada Kapolda, dan di tingkat Kecamatan ada Kepolisian Sektor yang biasa disebut dengan Polsek dengan pimpinan seorang Kapolsek yang bertanggungjawab kepada Kapolres, dan di tingkat Desa atau Kelurahan ada Pos Polisi yang dipimpin oleh seorang Brigadir Polisi atau sesuai kebutuhan menurut situasi dan kondisi daerahnya. 18 18 http://pospolisi.wordpress.com/2012/11/03/tugas-dan-wewenang-polri/, diakses pada tanggal 11 desember 2014 pada pukul 12:12.