BAB I PENDAHULUAN. wajib dilaksanakan di lingkungan persekolahan formal seperti di SD, SMP, dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Menurut Knirk & Gustafson (2005) dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mamang Tedi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan merupakan salah satu mata

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik. Pendidikan jasmani memperlakukan setiap peserta didik sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari sistem pendidikan

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN ROLE PLAYING TERHADAP HASIL BELAJAR DALAM PERMAINAN SOFTBALL

BAB I PENDAHULUAN. jasmani yang direncanakan secara sistematik untuk mencapai suatu tujuan yang

2016 IMPLEMENTASI MODEL COOPERATIVE LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PERMAINAN BOLAVOLI

BAB I PENDAHULUAN. dimulai dengan menumbuhkan keterampilan dan kemampuan berpikir siswa.

BAB I PENDAHULUAN. menuansakan pada pengalaman dan kebiasaan berolahraga siswa. Namun

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Hakikat Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan di Sekolah Dasar

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan UUD 1945 alenia IV, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks penelitian. Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan pada dasarnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal terpenting yang harus dilakukan setiap

UPAYA MENINGKATKAN JUMLAH WAKTU AKTIF BELAJAR MELALUI PENERAPAN PENGAJARAN PEER TEACHING DALAM PEMBELAJARAN TENNIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan peraturan, pendidikan,pelatihan,pembinaan,pengembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan filosofi yang mendasari pendidikan jasmani. Pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Muhammad Hasbiyal Farhi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Donny Suhartono, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

prilaku hidup sehat peserta didik, dalam kehidupan sehari-hari (Suroto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Pengertian penjasorkes telah didefinisikan secara bervariasi oleh beberapa

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan harus diarahkan pada pencapaian

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses kegiatan belajar mengajar merupakan suatu aktivitas yang bertujuan

2015 PERBANDINGAN TINGKAT DISIPLIN SISWA YANG MENGIKUTI EKSTRAKULIKULER BULUTANGKIS DAN KARATE DALAM PEMBELAJARAN PENJAS

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan di dalam GBHN tahun 1973 yang dikutip oleh (Fuad Ihsan,

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Mengajar serta mendidik merupakan perbuatan yang bermanfaat dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mia Rosalina, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Riska Dwi Herliana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Sekolah adalah salah satu lembaga formal dalam sistem pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang A Wahid Hasyim, 2014 Pengaruh Pendekatan Bermain Terhadap Motivasi Siswa Dalam Aktivitas Pembelajaran Renang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan karakter bangsa dari suatu negara. Pendidikan jasmani

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh pendidikan di setiap lembaga formal maupun non formal.

2015 PENGARUH MODEL DIRECT INSTRUCTION DAN INQUIRY TERHADAP HASIL BELAJAR DALAM PERMAINAN SOFTBALL

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan Jumlah Wakatu Aktif Belajar Saat Proses Belajar Mengajar Permainan Bola

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Defri Mulyana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dianggap belum memenuhi tujuan utama pembelajaran. Tujuan utama pembelajaran dalam pendidikan jasmani tidak hanya untuk

IMPLEMENTASI AKTIVITAS BERMAIN DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PERMAINAN BOLA TANGAN

BAB I PENDAHULUAN yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini merupakan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran, terjadi kegiatan belajar mengajar. Sagala (2008:61)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adi Maulana Sabrina, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Penjasorkes) meliputi permainan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam usaha pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizal Faisal, 2013

BAB I PENDAHULUAN. akan mendapatkan pengembangan dalam kepribadian maupun pengetahuan. maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.

I. PENDAHULUAN. Nasional RI No. 20 Tahun 2003 adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. macam skenario kegiatan pembelajran di kelas. Pembelajaran merupakan

BAB I PENDAHULUAN. fungsi antara pengembangan aspek: (a) organik, (b) neuro moscular,(c)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mas Athi Sugiarthi, 2013

2015 MOD IFIKASI PEMBELAJARAN AKTIVITAS PERMAINAN BOLAVOLI D ALAM UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA:

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas emosional,

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah adalah salah satu lembaga formal dalam sistem pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, agar menjadi manusia dewasa dan bertanggung jawab. Pendidikan jasmani

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ahmad Fajar, 2014

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia baik itu di sekolah maupun di luar sekolah selalu akan

BAB I PENDAHULUAN. penting karena Pendidikan Anak Usia Dini merupakan fondasi dasar. Pendidikan Nasional, Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Jasmani adalah proses pendidikan seseorang sebagai. dan pembentukan watak. Pendidikan Jasmani pada dasarnya merupakan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan sebagai bagian dari. Pendidikan Nasional, memiliki peranan sangat penting, yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini ilmu pengetahuan dan teknologi semakin berkembang. dengan menggunakan tenaga manusia kini sudah banyak diganti dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani ditandai dengan proses mempelajari gerak

GUMELAR ABDULLAH RIZAL,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses kegiatan belajar mengajar merupakan suatu aktivitas yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Syarifuddin (1991, hlm. 5) mengatakan bahwa tujuan Penjas

BAB I PENDAHULUAN. pengajaran agar siswa tertarik dalam proses belajar mengajar. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan psikis yanglebih baik, sekaligus membentuk pola hidup sehat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan jasmani dan olahraga memiliki peran yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan Model Pendekatan Taktis Dan Pendekatan Tradisional Terhadap Hasil Belajar Permainan Kasti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Dimana hanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesegaran jasmani erat kaitannya dengan kesehatan yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Definisi Pendidikan Jasmani (Penjas) menurut Harold M. Barrow dalam

85. Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunadaksa (SMALB D)

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN DEMONSTRASI TERHADAP KETERAMPILAN BERMAIN BOLA VOLI SISWA DI SMPN 1 BATU BERSURAT

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan

I. PENDAHULUAN. lempar. Selain dari itu gerakan yang terdapat dalam. mengemukakan bahwa atletik ibu dari semua cabang olahraga.

GALIH PERMANA, 2015 PENGARUH PENGGUNAAN ALAT BANTU MODIFIED SMARTER SPOTTER TERHADAP HASIL BELAJAR KETERAMPILAN SIKAP KAYANG

BAB I PENDAHULUAN. secara keseluruhan. Melalui pendidikan jasmani dikembangkan beberapa aspek yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan olahraga permainan bolavoli di masyarakat sangat pesat,

2015 PENGARUH PENGGUNAAN BOLA MOD IFIKASI TERHAD AP HASIL BELAJARA PASSING D AN STOPING D ALAM PEMBELAJARAN SEPAKBOLA D I SMP NEGERI 4 BAND UNG

BAB I PENDAHULUAN. Mudzakkir Faozi, 2014

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Jasmani (Penjas) merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dilaksanakan di lingkungan persekolahan formal seperti di SD, SMP, dan SMA atau sederajat. Wajibnya Penjas diajarkan di lingkungan sekolah formal dikarenakan mata pelajaran Penjas secara eksplisit tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di setiap jenjang pendidikan (KTSP: 2006). Penjas menurut kurikulum (KTSP: 2006) Pada hakekatnya Penjas adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas jasmani untuk meningkatkan individu secara organik neuromuskular, perseptual, kognitif, sosial dan emosional yang direncanakan secara sistematis dan terstruktur. Tujuan dari pembelajaran Penjas menurut Bucher yang dikutip oleh Suherman (2009: 7) adalah sebagai berikut: (1) Perkembangan fisik. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan melakukan aktivitas-aktivitas yang melibatkan kekuatan-kekuatan fisik dari berbagai organ tubuh. (2) Perkembangan gerak. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan melakukan gerak secara efektif, efisien, halus, indah, sempurna (skillful). (3) Perkembangan mental. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan berpikir dan menginterpretasikan keseluruhan pengetahuan tentang pendidikan jasmani ke dalam lingkungannya. (4) Perkembangan sosial. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan siswa dalam menyesuaikan diri pada suatu kelompok atau masyarakat.

2 berikut: Sementara dalam KTSP dipaparkan bahwa tujuan Penjas adalah sebagai (1). Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas jasmani dan olahraga yang terpilih. (2). Meningkatkan pertumbuhan fisik dan perkembangan psikis yang lebih baik. (3). Meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak dasar. (4). Meletakan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi nilai-nilai yang terkandung di dalam penjas, olahraga, dan kesehatan. (5). Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. (6). Mengembangkan sikap sportif jujur, disiplin, bertanggung jawab, kerjasama, percaya diri, dan demokratis. (7). Memahami konsep aktivitas jasmani dan olahraga di lingkungan yang bersih sebagai informasi untuk mencapai pertumbuhan fisik yang sempurna, pola hidup sehat dan kebugaran, keterampilan, memiliki sikap yang positif. Secara terstruktur, kompetensi yang harus dimiliki para lulusan di setiap jenjang pendidikan untuk setiap mata pelajaran (termasuk Penjas) sudah tergambarkan secara sistematis di dalam KTSP dalam bentuk rumusan Standar Kompetensi (SK). SK yang dirumuskan dalam KTSP tersusun secara sistematis berdasarkan tingkat pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak disetiap level dan jenjang pendidikan. Misalnya, (1) Rumusan SK pembelajaran aktivitas Permainan Kasti untuk anak SD kelas IV semester satu, adalah mempraktikkan gerak dasar ke dalam permainan sederhana serta nilai-nilai yang terkandung didalamnya., (2) Rumusan SK pembelajaran aktivitas Permainan Bolabasket untuk anak SMP kelas VIII semester satu, adalah mempraktikkan berbagai teknik dasar permainan dan olahraga dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya., (3) Rumusan SK pembelajaran aktivitas Permainan Sepakbola untuk anak SMA kelas XII semester satu, adalah mempraktikkan keterampilan

3 permainan olahraga dengan peraturan yang sebenarnya dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Melihat ketiga contoh tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa SK lulusan dari semua jenjang pendidikan berbeda, disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak. Hal yang paling kritis untuk mencapai SK yang sudah dirumuskan tersebut adalah kuantitas dan kualitas Waktu Aktif Belajar Siswa (WABS). Jumlah WABS yang dihabiskan oleh siswa untuk aktif belajar dan berlatih, merupakan indikator utama dari efektivitas pembelajaran. Semakin besar WABS berarti pembelajaran semakin efektif. Seperti yang dikemukakan (McLeish, dkk., 1981 ; Philips dan Carlisli, 1983) yang dikutip dalam Lutan (2005: 440) yaitu: Istilah yang mereka tawarkan untuk menamakan WABS adalah motor engagement time (MET) atau jumlah waktu belajar atau berlatih dalam suatu tugas gerak. Maksudnya ialah, berapa lama siswa menghabiskan waktunya dalam melaksanakan pembelajaran atau memainkan suatu permainan. Kebanyakan guru yang efektif menghabiskan waktu lebih sedikit untuk mengelola pengalaman belajar (tugas gerak), menyediakan waktu berlatih lebih banyak, dan memberikan kesempatan berlatih lebih banyak pada tingkat kesulitan lebih gampang ketimbang guru-guru yang tergolong rata-rata atau rendah aktivitas pengajarannya (McLeish, dkk., 1981). Rupanya, konsep jumlah WABS bertalian erat dengan kemampuan manajemen guru yang bersangkutan dalam mengelola proses pembelajaran, dan kesediaan serta ketekunan siswa bersangkutan untuk melaksanakan tugas-tugas gerak yang diajarkan.

4 Merujuk kepada hukum belajar yang dikemukakan oleh Thorndike (salah satu tokoh utama teori belajar behaviorisme) yang dikutip Nasution (1986: 41-42) mengemukakan bahwa: 1. Hubungan stimulus dan respon bertambah kalau sering dilatih atau digunakan dan akan berkurang erat atau lenyap jika jarang atau tak pernah digunakan. Karena itu perlu diadakan banyak latihan, ulangan, dan pembiasaan (Law of exercise/repetition). 2. Hubungan stimulus dan respon bertambah erat kalau disertai oleh perasaan senang atau puas, akan tetapi menjadi lemah atau lenyap kalau disertai oleh rasa tak senang. Rasa senang menyebabkan sekresi hormon pada synapsis, sehingga hubungan menjadi lancar. Karena itu memuji dan membesarkan hati anak lebih baik dalam pelajaran daripada menghukum atau mencelanya (law of effect). Jika suasana menyenangkan terbentuk, maka kecenderungan revitisi atau pengulangan akan lebih tinggi. Begitu juga menurut para ahli Pendidikan seperti yang dikemukakan dalam Nasution (1986: 46-91)., misalnya: (1) Menurut teori Gestalt, bahwa belajar itu adalah Do atau melakukan. Yang penting dalam belajar itu adalah melakukan, tanpa melakukan tidak akan terjadi belajar., (2) Menurut Pestalozzi, bahwa Tugas pendidik adalah membantu anak dalam perkembangannya sendiri: Hilfe zur Selbsthilfe, membantu anak agar ia dapat membantu dirinya sendiri. Dengan aktivitas tidak hanya dimaksudkan aktivitas jasmani saja, melainkan juga aktivitas rohani. Dan sebenarnya kedua-duanya harus dihubungkan., (3) Menurut Piaget, bahwa Seorang anak berpikir sepanjang ia berbuat. Tanpa perbuatan, anak tak berpikir. Agar anak berpikir sendiri, ia harus diberi kesempatan untuk berbuat sendiri. Berpikir pada taraf verbal baru timbul setelah anak berpikir pada taraf perbuatan. Dari beberapa pendapat para ahli teori belajar tersebut nampak bahwa hal yang paling penting dalam belajar itu adalah pengulangan atau mengulang, latihan, pembiasaan. Sehingga hal yang dipelajarinya dapat terinternalisasi ke dalam diri siswa secara relatif permanen.

5 Fenomena permasalahan yang terjadi dalam proses pembelajaran Penjas yang terkait dengan WABS adalah masih rendahnya WABS. Seperti yang penulis alami pada saat proses pembelajaran Penjas di SMP Negeri 2 Solear Kabupaten Tangerang. Siswa di sekolah tersebut kurang aktif dalam pembelajaran, terutama pada saat jam pelajaran Penjas dimulai. Hasil observasi penulis menduga ada beberapa hal yang menjadi penyebab rendahnya WABS baik yang berasal dari internal siswa maupun eksternal siswa seperti dari siswa, guru, fasilitas, dan lingkungan pembelajaran. Dari sisi siswa, pada saat jam pembelajaran Penjas dimulai siswa sering menghabiskan waktu berlama-lama dalam mengganti pakaian, karena siswa menunggu giliran dengan teman yang lainnya. Selain itu juga ada faktor lain dari sisi siswa yaitu, siswa pada dasarnya memiliki kemampuan motorik yang berbeda-beda. Dari sisi guru, pada saat menjelaskan materi pembelajaran Penjas banyak menyita waktu, sehingga inti pembelajaran Penjas tidak berjalan efektif. Seperti keterbatasan guru dalam memahami medel-model pembelajaran sehingga pembelajaran Penjas kurang bervariasi. Dan guru Penjas cenderung menekankan pada penguasaan keterampilan cabang olahraga sedangkan karakteristik siswa berbeda-beda. Dari segi fasilitas, fasilitas pembelajaran Penjas yang minim mengakibatkan siswa banyak berdiam diri daripada melakukan aktivitas pembelajaran Penjas karena harus menunggu giliran. Dari segi lingkungan pembelajaran, lingkungan pembelajaran yang kurang kondusif misalkan lapangan olahraga untuk pembelajaran Penjas dekat dengan jalan raya, siswa pun tidak akan fokus dalam pembelajaran Penjas karena terganggu suara kendaraan yang lewat

6 sehingga perhatian siswa terpecah antara mendengarkan instruksi guru dengan kendaraan yang lewat. Pemahaman dan keterampilan guru dalam hal menerapkan model-model pembelajaran di sekolah sangatlah kurang, karena dapat penulis rasakan sendiri pada saat mengamati guru Penjas mengajar. Guru Penjas di sekolah SMP Negeri 2 Solear Kabupaten Tangerang terdapat empat orang guru Penjas, salah satunya termasuk penulis yang mengajar di sekolah tersebut. Ketiga guru Penjas tersebut merupakan alumni dari jurusan Penjas Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Pasundan Bandung. Yang penulis amati pada saat guru tersebut mengajar cenderung memakai model pembelajaran konvensional yaitu teacher centre, jadi pembelajaran Penjas hanya berpusat pada guru saja. Keterbatasan guru dalam hal memahami berbagai model-model pembelajaran dan juga dalam pelaksanaan pembelajaran Penjas, mengakibatkan siswa malas mengikuti pembelajaran Penjas karena siswa dituntut untuk bisa melakukan aktivitas yang diberikan. Sedangkan tidak semua siswa bisa melakukannya, hal tersebut disebabkan oleh kondisi belajar yang berjalan hanya satu arah saja yaitu informasi pelajaran hanya diberikan dari pihak guru, tidak ada timbal balik dari pihak siswa, maksudnya siswa hanya menjadi pendengar saja. Kemudian, pembelajaran Penjas yang didapatkan oleh siswa terkadang masih saja terkonsentrasi pada satu model pembelajaran. Kurangnya guru memberikan variasi dalam menyampaikan materi pelajaran terkadang dirasakan sendiri oleh guru menjadi masalah dalam memperbaiki pembelajaran Penjas di lapangan. Dengan demikian, pada akhirnya kondisi yang telah dipaparkan di atas sedikit

7 banyak telah mengurangi minat belajar siswa terhadap mata pelajaran Penjas serta menimbulkan masalah baru yaitu rendahnya jumlah WABS dalam aktivitas pembelajaran Penjas. Identifikasi rendahnya waktu aktif berlatih atau belajar kaitannya dengan peralatan, adalah rendahnya waktu aktif berlatih pada saat pembelajaran penjas di sekolah diduga kurangnya peralatan yang digunakan. Di dalam konteks Penjas peralatan bukan jadi faktor utama dalam proses pembelajaran, karena Penjas tidak harus menggunakan peralatan yang sesungguhnya. Misalnya: Peralatan bola dalam permainan bolabasket di sekolah kurang banyak dan tidak sesuai dari jumlah siswa dalam satu kelas. Dalam konteks pembelajaran Penjas bolabasket tersebut dapat diganti dengan bola karet, sehingga siswa lebih mudah dan aman untuk bermain. Guru Penjas harus mampu memodifikasi peralatan dalam aktivitas pembelajaran, dimana pada proses pembelajaran siswa tidak ditekankan untuk bisa melakukan gerakan teknik melainkan agar siswa merasa senang dan bergerak sesuai dengan tujuan Penjas. Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Penerapan model pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan Jumlah Waktu Aktif Belajar Siswa dalam aktivitas permainan bolabasket B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas maka permasalahan pembelajaran Penjas khususnya di SMP Negeri 2 Solear Kabupaten Tangerang dapat di identifikasi sebagai berikut:

8 1. Siswa cenderung menghabiskan waktu berlama-lama dalam hal mengganti pakaian pada saat jam pembelajaran Penjas dimulai. 2. Keterbatasan guru Penjas dalam memahami model-model pembelajaran sehingga pembelajaran Penjas kurang bervariasi. 3. Minimnya fasilitas yang digunakan pada saat pembelajaran Penjas di sekolah. 4. Kurangnya efektivitas guru dalam mengatur waktu pada saat menjelaskan materi pembelajaran Penjas. 5. Guru Penjas cenderung menekankan pada penguasaan keterampilan cabang olahraga sedangkan karakteristik siswa berbeda-beda. 6. Lingkungan pembelajaran yang kurang kondusif karena lapangan olahraga dekat dengan jalan raya sehingga siswa kurang fokus dalam pembelajaran Penjas. C. Batasan Masalah Berdasarkan permasalahan yang teridentifikasi, maka dalam konteks penelitian ini penulis membatasi permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah pada sekitar penerapan model pembelajaran kooperatif dalam rangka meningkatkan WABS khususnya di SMP Negeri 2 Solear Kabupaten Tangerang. Alasannya dari sisi eksternal, karena penerapan model pembelajaran kooperatif dapat mendorong siswa untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama, siswa yang berbeda latar belakangnya. Penerapan model

9 pembelajaran kooperatif ini menekankan tentang bagaimana cara meningkatkan WABS, sehingga proses belajar mengajar (PBM) lebih efektif. Adapun permasalahan lain dari sisi internal diantaranya sebagai berikut: 1. Kemampuan peneliti untuk meneliti. 2. Kebugaran Jasmani siswa yang rendah menyebabkan proses pembelajaran tidak efektif. 3. Kurangnya minat belajar siswa dalam pembelajaran Penjas. D. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah yang dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan jumlah waktu aktif belajar siswa (JWAB) dalam pembelajaran aktivitas permainan bolabasket di SMP Negeri 2 Solear Kabupaten Tangerang? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka melalui penelitian tindakan kelas tujuan penelitian ini adalah untuk menghetahui bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan waktu aktif belajar siswa (WABS) dalam pembelajaran aktivitas permainan bolabasket, khususnya di SMPN 2 Solear Kabupaten Tangerang.

10 F. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis Memperkuat teori-teori pembelajaran Penjas yang sudah ada dan menyempurnakannya terkait dengan proses pembelajaran aktivitas permainan bolabasket di Sekolah Menengah Pertama (SMP). 2. Secara Praktis Penelitian tidakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi yang sangat besar bagi semua pihak terkait masalah proses pembelajaran aktivitas permainan bolabasket di Sekolah Menengah Pertama, diantaranya: a. Bagi guru dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif di dalam memilih model-model pembelajaran. b. Bagi siswa, diharapkan dapat meningkatkan jumlah WABS dalam aktivitas pembelajaran Penjas. c. Bagi sekolah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran Penjas di sekolah. d. Bagi penulis sendiri, penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan pengalaman penelitian dalam menerapkan dan mengembangkan model-model pembelajaran Penjas, khususnya di tingkat SMP.