DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2010 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PMK.03/2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI

2 Penghapusan Sanksi Administrasi Bunga yang Terbit Berdasarkan Pasal 19 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Car

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2009 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN ATAS PENETAPAN RETRIBUSI DAERAH YANG TERUTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2011, No.36 2 seharusnya tidak terutang, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; c. bahwa dalam ketentuan Pasal 2

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 17/PMK.03/2011 TENTANG PERMOHONAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 197/PMK.03/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERUPA BUNGA OBLIGASI

, No.1645 sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya; c. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 23 Undan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

197/PMK.03/2015 PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI ATAS SURAT KETETAPAN PAJAK, SURAT KETETAPAN PAJAK P

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 71/PMK.03/2010 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPN. Pembangunan. Pasca Bencana Alam.

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 83/PMK.03/2010 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PENGENAAN BEA KELUAR TERHADAP BARANG EKSPOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 84/PMK.03/2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2012 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN PENERBIT SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA INDONESIA IV

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91/PMK.03/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91/PMK.03/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191/PMK.010/2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No penilaian kembali aktiva tetap untuk tujuan perpajakan, perlu melakukan penyempurnaan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.0

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2008 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN PENERBIT SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA INDONESIA II

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PENGENAAN BEA KELUAR TERHADAP BARANG EKSPOR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2005 TENTANG PUNGUTAN EKSPOR ATAS BARANG EKSPOR TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2005 TENTANG PUNGUTAN EKSPOR ATAS BARANG EKSPOR TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009; b. bahwa berdasarkan ketentuan Pa

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI BERUPA DENDA DI BIDANG CUKAI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Surat Ketetapan Pajak. Penerbitan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 20 TAHUN 1997 (20/1997) Tanggal: 23 MEI 1997 (JAKARTA)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG JUAL BELI TENAGA LISTRIK LINTAS NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU. Nomor 12 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2010 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BULUNGAN SALINAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 2 TAHUN 2011

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.746, 2010 KEMENTERIAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA. Usaha Jasa Konsultan Pariwisata. Pendaftaran. Prosedur.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8/PMK.03/2013 TENTANG

TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 3. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

-1- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2010 TENTANG PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN ATAS PENETAPAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG TERUTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 ayat (11) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Atas Penetapan Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Terutang; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN ATAS PENETAPAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG TERUTANG. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang harus dibayar pada suatu saat atau dalam suatu periode tertentu menurut peraturan perundang-undangan. 3. Instansi Pemerintah adalah kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian. 4. Wajib Bayar adalah orang pribadi atau badan yang ditentukan untuk melakukan kewajiban membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak menurut peraturan perundangundangan. 5. Instansi Pemeriksa adalah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang diminta oleh Menteri atau Pimpinan Instansi Pemerintah untuk memeriksa Penerimaan Negara Bukan Pajak. BAB II PENGAJUAN KEBERATAN Pasal 2

(1) Wajib Bayar yang dapat mengajukan keberatan atas penetapan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang adalah Wajib Bayar yang menghitung sendiri Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang. (2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan apabila terdapat perbedaan antara jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang yang dihitung oleh Wajib Bayar dengan jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang yang ditetapkan oleh Instansi Pemerintah berdasarkan hasil pemeriksaan oleh Instansi Pemeriksa. Pasal 3 Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diajukan setelah Wajib Bayar melakukan pembayaran sesuai jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang yang ditetapkan oleh Instansi Pemerintah. Pasal 4 (1) Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal penetapan kepada Instansi Pemerintah yang menetapkan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang. (2) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: a. penjelasan dan alasan pengajuan keberatan; b. rincian perhitungan jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang yang dibuat oleh Wajib Bayar; c. surat tanda bukti pembayaran yang sah; d. dokumen pendukung terkait lainnya; dan e. Nomor Pokok Wajib Pajak. (3) Dalam hal Wajib Bayar mengajukan keberatan melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengajuan keberatan Wajib Bayar ditolak oleh Instansi Pemerintah dengan menerbitkan surat penolakan. Pasal 5 (1) Dalam hal pengajuan keberatan yang disampaikan oleh Wajib Bayar tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), Instansi Pemerintah harus menyampaikan surat pemberitahuan kepada Wajib Bayar untuk melengkapi dokumen pendukung. (2) Apabila Wajib Bayar telah melengkapi kekurangan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), Instansi Pemerintah memproses pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. (3) Apabila Wajib Bayar tidak melengkapi dokumen pendukung dalam waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima, pengajuan keberatan ditolak. BAB III PENYELESAIAN KEBERATAN Pasal 6 (1) Instansi Pemerintah melakukan penelitian atas dokumen pendukung yang diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2).

(2) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pemerintah mengeluarkan penetapan atas keberatan yang diajukan oleh Wajib Bayar. (3) Penetapan atas keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan paling lambat 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal surat pengajuan keberatan diterima oleh Instansi Pemerintah secara lengkap. (4) Apabila terdapat bukti baru yang diajukan oleh Wajib Bayar sebelum dikeluarkannya penetapan atas keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Instansi Pemerintah dapat meminta Instansi Pemeriksa untuk melakukan penelaahan dan penghitungan kembali. (5) Hasil penelaahan dan penghitungan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan oleh Instansi Pemeriksa kepada Instansi Pemerintah untuk dijadikan dasar menerbitkan penetapan atas keberatan yang diajukan oleh Wajib Bayar. (6) Penetapan atas keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterbitkan paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal penelaahan dan penghitungan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterima oleh Instansi Pemerintah. (7) Penetapan atas keberatan sebagaimana dimaksud pada (3) dan ayat (6) merupakan penetapan yang bersifat final. Pasal 7 Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) Instansi Pemerintah tidak mengeluarkan penetapan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), keberatan yang diajukan oleh Wajib Bayar dianggap dikabulkan. Pasal 8 (1) Terhadap penyelesaian keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Instansi Pemerintah menerbitkan surat ketetapan atas keberatan. (2) Surat ketetapan atas keberatan tersebut dapat berupa : a. surat ketetapan kurang bayar; b. surat ketetapan lebih bayar; atau c. surat ketetapan nihil. Pasal 9 (1) Dalam hal Instansi Pemerintah menerbitkan surat ketetapan kurang bayar, atas kekurangan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang tersebut, Wajib Bayar wajib melunasi paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal surat ketetapan kurang bayar diterima. (2) Dalam hal Wajib Bayar tidak melunasi Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penagihan atas Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang tersebut diserahkan kepada Instansi yang bertanggung jawab di bidang piutang negara. Pasal 10 (1) Dalam hal Instansi Pemerintah menerbitkan surat ketetapan lebih bayar, atas kelebihan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak tersebut diperhitungkan sebagai pembayaran di muka Wajib Bayar yang bersangkutan atas jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang periode berikutnya. (2) Apabila terjadi pengakhiran kegiatan usaha Wajib Bayar, kelebihan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang tersebut dikembalikan secara tunai kepada Wajib Bayar paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal dikeluarkan surat ketetapan lebih bayar.

(3) Dalam hal pengembalian kelebihan pembayaran dilakukan melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kelebihan pembayaran tersebut dikembalikan kepada Wajib Bayar ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. (4) Pengembalian secara tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak. Pasal 11 Jumlah kekurangan pembayaran yang tercantum dalam surat ketetapan kurang bayar tidak dapat dikompensasikan dengan jumlah kelebihan pembayaran yang tercantum dalam surat ketetapan lebih bayar. Pasal 12 Ketentuan mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan atas penetapan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang diatur oleh Pimpinan Instansi Pemerintah yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Keuangan. BAB IV KETENTUAN PENUTUP Pasal 13 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 Februari 2010 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd PATRIALIS AKBAR Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Februari 2010 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 42... Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Perekonomian dan Industri, ttd SETIO SAPTO NUGROHO

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2010 TENTANG PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN ATAS PENETAPAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG TERUTANG Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak mengatur bahwa Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang ditentukan dengan cara ditetapkan oleh Instansi Pemerintah atau dihitung oleh Wajib Bayar. Pasal 19 ayat (11) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak mendelegasikan ketentuan mengenai pengajuan dan penyelesaian keberatan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai pengajuan dan penyelesaian keberatan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang yang diajukan oleh Wajib Bayar kepada Instansi Pemerintah. Dalam hal terjadi perbedaan penghitungan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang yang dihitung sendiri oleh Wajib Bayar dengan yang ditetapkan oleh Instansi Pemerintah atas Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang berdasarkan hasil pemeriksaan dari Instansi Pemeriksa, Wajib Bayar diberi kesempatan mengajukan keberatan kepada Instansi Pemerintah. Apabila terdapat bukti baru yang diajukan oleh Wajib Bayar sebelum dikeluarkannya penetapan atas keberatan yang diajukan oleh Wajib Bayar, Instansi Pemerintah dapat meminta Instansi Pemeriksa untuk melakukan penelaahan dan penghitungan kembali. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Ayat (1) Batas waktu pengajuan surat keberatan ditentukan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diterbitkan Surat Ketetapan, dimaksudkan agar Wajib Bayar mempunyai waktu yang cukup memadai untuk mempersiapkan surat keberatan beserta alasannya. Ayat (2) Huruf a Penjelasan dan alasan pengajuan permohonan keberatan antara lain perbedaan kurs, dan penentuan cut-off. Huruf b Huruf c Surat tanda bukti pembayaran yang sah adalah surat tanda bukti pembayaran sebagaimana yang ditetapkan oleh Instansi Pemerintah. Huruf d

Dokumen pendukung terkait lainnya antara lain laporan keuangan (neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan), Laporan Hasil Pemeriksaan, Surat Izin Usaha Pendirian Perusahaan. Huruf e Ayat (3) Pasal 5 Pasal 6 Ayat (1) Yang dimaksud dengan melakukan penelitian antara lain adalah meneliti atas kelengkapan, keabsahan, atau perhitungan yang disampaikan oleh Wajib Bayar. Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4) Yang dimaksud dengan bukti baru adalah dokumen pendukung pemeriksaan yang tidak dapat ditunjukkan oleh Wajib Bayar pada saat pemeriksaan berlangsung, antara lain surat tanda bukti pembayaran yang sah. Ayat (5) Ayat (6) Dengan ditentukannya batas waktu penyelesaian keputusan atas keberatan tersebut, berarti akan diperoleh suatu kepastian hukum bagi Wajib Bayar. Ayat (7) Yang dimaksud dengan penetapan yang bersifat final adalah penetapan tersebut merupakan keputusan administratif yang terakhir dari Pejabat Tata Usaha Negara. Dengan demikian, apabila Wajib Bayar merasa kepentingannya dirugikan atas penetapan tersebut, yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN). Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Ayat (1) Ayat (2) Yang dimaksud dengan pengakhiran kegiatan usaha yaitu izin usaha berakhir, yang dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang; atau pailit, yang dibuktikan dengan putusan pengadilan. Ayat (3) Ayat (4) Pasal 11

Kekurangan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Terutang tidak dapat dialihhitungkan (offset) dengan kelebihan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak. Pasal 12 Pasal 13 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5114.