BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

Dr. Hj. Y. Rini Kristiani, M. Kes. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen. Disampaikan pada. Kebumen, 19 September 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Yustina, 2015). Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Tabel 1. Perbandingan Belanja Kesehatan di Negara ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun (2009), kesehatan adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan komitmen global sebagaimana amanat resolusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh kondisi geografis Indonesia yang memiliki banyak pulau sehingga

REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), Jaminan Kesehatan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak fundamental setiap warga Negara (UUD 1945 pasal 28

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan

BAB 1 : PENDAHULUAN. mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

VI. PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN BUPATI DHARMASRAYA NOMOR : 7 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini, penulis akan menguraikan latar belakang penelitian, rumusan masalah,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang teramanat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia yang ditetapkan

KONSEP PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PELAYANAN KESEHATAN

DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH. mutupelayanankesehatan.

WALIKOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal dengan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Pada era JKN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Deklarasi Hak Asasi Manusia oleh PBB tahun 1948 mencantumkan,

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG

Reformasi Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. setelah krisis ekonomi melanda Indonesi tahun 1997/1998. Sebagian besar

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGELOLAAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

BAB 1 : PENDAHULUAN. berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 40 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Perwujudan komitmen tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERESMIAN BPJS, PELUNCURAN PROGRAM JKN DAN INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN SUMBAR SAKATO, KE JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT

ANTARA MUTU DAN BIAYA DALAM PELAYANAN KEDOKTERAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Amanat Pasal 28-H dan Pasal 34 UUD 1945, Program Negara wajib

WALIKOTA LANGSA PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

2 BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan melalui mekanisme

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa (PBB) tahun 1948 tentang hak asasi manusia. Berdasarkan. kesehatan bagi semua penduduk (Universal Health Coverage).

MEKANISME PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2015). Sedangkan kesehatan menurut Undang Undang No. 36 Tahun 2009

BUPATI MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem jaminan social nasional bagi upaya kesehatan perorangan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baik dibutuhkan sarana kesehatan yang baik pula. keinginan yang bersumber dari kebutuhan hidup. Tentunya demand untuk menjadi

BAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. IV.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi jaminan kesehatan nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan fisik maupun mental. Keadaan kesehatan seseorang akan dapat

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dengan tujuan menjamin kesehatan bagi seluruh rakyat untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB 1 : PENDAHULUAN. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan. Rumah Sakit menjadi

Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional

2016 GAMBARAN KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS TALAGA BODAS PADA ERA JKN

KONDISI TERKINI PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH)

BAB I PENDAHULUAN. Universal Health Coverage (UHC) yang telah disepakati oleh World

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Peta Potensi Korupsi Dana Kapitasi Program JKN

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara di dunia yang menganut prinsip negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya (Kemenkes RI, 2012).

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

There are no translations available. Pertanyaan-Pertanyaan Dasar Seputar JKN dan BPJS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Yuliansyah, et al, Analisis Stakeholder dalam Kebijakan Pemenuhan Fasilitas Kesehatan Tingkat...

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa

KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI DIY DINAS KESEHATAN DIY

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

RENCANA AKSI KEGIATAN sd Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendapatan per kapita saat itu hanya Rp. 129,615 (sekitar US$ 14) per bulan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengembangan sistem sosial di masyarakat (WHO, 2010).

Pemerataan akses pelayanan rawat jalan di berbagai wilayah Indonesia Mardiati Nadjib, author

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu hal yang sangat penting bagi manusia, perlu diketahui

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) telah memberikan kepastian perlindungan dasar kepada warga negara Indonesia. Salah satu dari perlindungan dasar tersebut adalah jaminan kesehatan. Jaminan kesehatan tersebut diselenggarakan dengan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas (UU SJSN, 2004). Sebagai dasar operasional Undang-Undang Nomor 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional maka disyahkanlah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS). UU BPJS memberikan kepastian bahwa sistem asuransi sosial yang dijalankan telah memiliki lembaga penyelenggara yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS). Salah satu tugas BPJS adalah membiayai pelayanan kesehatan yang telah dilakukan oleh fasilitas kesehatan kepada peserta sesuai dengan ketentuan progran jaminan kesehatan (UU BPJS, 2011 dan Perpres, 2013). Fasilitas kesehatan yang dapat menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan adalah Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan (FKTL). FKTP adalah fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik. FKTP terdiri dari Puskesmas, Dokter Praktek Perorangan, Klinik Pratama, dan Rumah Sakit Kelas D Pratama. Puskesmas sebagai FKTP yang telah menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan dibayar dengan sistem kapitasi (Permenkes, 2014). Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bersifat wajib sehingga mengharuskan seluruh penduduk menjadi peserta JKN (universal coverage), yang dilaksanakan secara bertahap. Upaya mencapai kepesertaan menyeluruh (universal coverage) diperlukan analisis terhadap jumlah, perkembangan, distribusi dan karakteristik penduduk Indonesia secara keseluruhan (DJSN, 2012). Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia adalah sebanyak 237.556.363 orang. Jumlah penduduk Indonesia yang besar dan 1

2 distribusi penduduk yang tidak merata menjadi tantangan dalam implementasi program JKN. Pulau Jawa memiliki luas 6,8 persen dihuni oleh 57,49 persen penduduk Indonesia. Pulau Kalimantan yang memiliki luas 28,5 persen dihuni oleh 5,8 persen penduduk Indonesia. Distribusi penduduk Indonesia terbanyak di pulau Jawa yaitu sebesar 58 persen, sementara Maluku dan Papua dihuni oleh 3 persen penduduk Indonesia. Luas wilayah Indonesia dan rendahnya kepadatan penduduk di daerah tertentu menimbulkan masalah pemerataan fasilitas kesehatan untuk melayani peserta JKN. Di daerah dengan jumlah penduduk yang sedikit, jumlah fasilitas kesehatan juga sedikit sehingga penduduk lebih sulit untuk mengakses pelayanan kesehatan (DJSN, 2012). Peserta JKN memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan. Pelayanan kesehatan yang dijamin yaitu pelayanan kesehatan tingkat pertama dan pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan. BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama secara praupaya berdasarkan kapitasi atas jumlah peserta yang terdaftar di fasilitas kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan kepada peserta jaminan kesehatan harus memperhatikan mutu pelayanan, berorientasi pada aspek keamanan pasien, efektifitas tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan pasien, serta efisiensi biaya. Penerapan sistem kendali mutu pelayanan jaminan kesehatan dilakukan secara menyeluruh meliputi pemenuhan standar mutu fasilitas kesehatan, memastikan proses pelayanan kesehatan berjalan sesuai standar yang ditetapkan, serta pemantauan terhadap luaran kesehatan peserta (Perpres, 2013 dan Permenkes, 2014). Pada tahun 2019, sesuai dengan Peta Jalan Jaminan Kesehatan, peserta program JKN secara bertahap adalah seluruh rakyat Indonesia (Universal Coverage). Tujuan JKN adalah mempermudah masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu. Ketidakmerataan ketersediaan fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan dan kondisi geografis dapat mengakibatkan ketidakadilan antar daerah di Indonesia (Yandrizal, 2014).

3 Menurut penelitian dari Yandrizal (2014) pemanfaatan fasilitas kesehatan tingkat pertama di Kota Bengkulu, Kabupaten Seluma dan Kabupaten Kaur masih rendah dibandingkan Provinsi Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta. Pemanfaatan fasilitas kesehatan rujukan di Provinsi Bengkulu masih rendah dari Provinsi DI Yogyakarta. Masih rendah pemanfaatan fasilitas kesehatan tingkat pertama dan rujukan berdampak kepada ketidakadilan akses terhadap pelayanan peserta BPJS karena ketersediaan fasilitas pelayanan tidak mencukupi. Dalam rangka melakukan monitoring terhadap ekuiti pelayanan kesehatan, dapat dilakukan melalui identifikasi terhadap indikator status kesehatan dan indikator sosioekonomi. Indikator sosioekonomi antara lain pendapatan/ pengeluaran, akumulasi kekayaan, pendidikan, dan kependudukan. Indikator status kesehatan dan status sosioekonomi memiliki hubungan yang erat (Braveman, 2003). Selain itu, ekuiti pelayanan kesehatan juga dapat dipengaruhi oleh tiga aspek penting yaitu pendapatan (kaya-miskin), tempat tinggal (desakota), dan jenis kelamin (Boerma et al., 2014). Penelitian ini memilih Kabupaten Sleman dan Kabupaten Halmahera Selatan karena mewakili kondisi yang sangat berbeda antar Kabupaten/Kota di Indonesia. Tabel 1 menunjukkan bahwa Kabupaten Sleman memiliki luas yang lebih sempit dan tidak ada lautan sedangkan Kabupaten Halmahera Selatan memiliki luas yang lebih luas dan sebagian besar terdiri dari lautan sehingga akses pelayanan kesehatan lebih mudah di Kabupaten Sleman dibandingkan di Kabupaten Halmahera Selatan. Sarana transportasi merupakan faktor yang dominan mempengaruhi utilisasi pelayanan kesehatan (Martias, 2013). Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk juga menunjukkan bahwa Kabupaten Sleman memiliki jumlah penduduk yang lebih besar dan kepadatan yang lebih besar, hal ini membuat akses lebih mudah di Kabupaten Sleman dibandingkan dengan Kabupaten Halmahera Selatan. Maulana, Supriyono, dan Hermawan menyatakan bahwa Angka Harapan Hidup (AHH) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang rendah menunjukkan belum maksimalnya tingkat pelayanan kepada masyarakat. Hal ini dapat dibandingkan antara Kabupaten Sleman dengan Kabupaten Halmahera

4 Selatan dimana Kabupaten Sleman memiliki AHH dan IPM yang lebih tinggi dari Kabupaten Halmahera Selatan. Tabel 1 Perbedaan Indikator Geografi dan Sosioekonomi Tahun 2014 No Indikator Kabupaten Sleman Kabupaten Halmahera Selatan 1 Luas Wilayah 574,82 km 2 (0% Lautan) 40.236,72 km 2 (78% Lautan) 2 Indeks Kesulitan Geografi (IKG) 20-34,99 14,33-85,20 3 Jumlah Penduduk (jiwa) 1.141.684 219.836 4 Jumlah Penduduk Laki-Laki (jiwa) 574.891 111.925 5 Jumlah Penduduk Perempuan (jiwa) 566.793 107.911 6 Kepadatan Penduduk (jiwa per km 2 ) 1.986 26,8 7 Tahun Pemekaran 1945 2003 8 Angka Harapan Hidup (AHH) 75,79 65,9 10 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 79,39 69.45 11 Indeks Harga Konsumen (IHK) 112,67 121,78 12 Indeks Persentase Penduduk Miskin (IPPM) 0,594 1,21 Sumber: Dari berbagai sumber, 2015 Penelitian yang dilakukan oleh Maulana, Supriyono, dan Hermawan mendapatkan hasil bahwa pemekaran pemerintah daerah bertujuan untuk mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, pemerataan pembangunan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Akan tetapi, daerah yang baru dimekarkan ternyata belum sepenuhnya berhasil terhadap pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Program penyediaan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan pemerintah daerah masih belum maksimal. Tabel 1 menunjukkan bahwa Kabupaten Halmahera Selatan merupakan daerah yang baru dimekarkan sehingga tujuan pemekaran daerah dapat pula belum tercapai. Dari Tabel 1 diketahui bahwa Indeks Persentase Penduduk Miskin (IPPM) dan Indeks Harga Konsumen (IHK) di Kabupaten Sleman lebih rendah daripada Kabupaten Halmahera Selatan. Kemiskinan dan mahalnya transportasi merupakan faktor yang dapat menurunkan utilisasi pelayanan kesehatan (O Donnell, 2007)

5 sehingga utilisasi pelayanan kesehatan lebih rendah di Kabupaten Halmahera Selatan. Tabel 2 Indikator Fasilitas Kesehatan dan Sumber Daya Manusia Kesehatan Tahun 2014 No Indikator Kabupaten Kabupaten Halmahera Selatan Sleman 1 Jumlah Puskesmas 18 30 2 Rasio Puskesmas per 30.000 penduduk 0,66 4,11 3 Rasio Dokter Umum per 100.000 penduduk 33,5 18,3 4 Rasio Dokter Gigi per 100.000 penduduk 12 3,7 Sumber: Pusdatin, 2015 Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rasio SDM kesehatan antara Kabupaten Sleman dengan Kabupaten Halmahera Selatan. Rasio SDM kesehatan di Kabupaten Sleman lebih tinggi daripada Kabupaten Halmahera Selatan. Untuk mencapai kualitas pelayanan kesehatan peserta JKN yang bagus diperlukan SDM kesehatan yang cukup (Sciortino dan Tjong, 2015). Berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2 dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan terhadap indikator sosioekonomi, geografi dan SDM kesehatan antara Kabupaten Sleman dan Kabupaten Halmahera Selatan. Perbedaan indikator tersebut dapat menunjukkan perbedaan utilisasi pelayanan kesehatan antara Kabupaten Sleman dengan Kabupaten Halmahera Selatan. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah terjadi perbedaan utilisasi pelayanan kesehatan peserta program JKN di Puskesmas Kabupaten Sleman dibandingkan dengan di Puskesmas Kabupaten Halmahera Selatan? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui perbedaan utilisasi pelayanan kesehatan peserta program JKN di Puskesmas Kabupaten Sleman dibandingkan dengan di Puskesmas Kabupaten Halmahera Selatan.

6 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat sebagai berikut : 1. Bagi Kemenkes sebagai bahan untuk melakukan usaha memeratakan pembangunan kesehatan. 2. Dinas Kesehatan sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada peserta JKN di daerah masing-masing. 3. Bagi Puskesmas sebagai tambahan informasi agar dapat mengantisipasi hambatan pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh peserta JKN. 4. Bagi peneliti untuk meningkatkan pengetahuan tentang utilisasi pelayanan kesehatan. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang membahas pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut : 1. Martias, 2013 melakukan penelitian tentang Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin Kajian Survei Sosial Ekonomi Nasional Tahun 2011. Penelitian tersebut bertujuan mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi pola pemanfaatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin yang tercakup dan tidak tercakup oleh program jaminan kesehatan, jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan cross sectional yang menjelaskan hubungan pemanfaatan pelayanaan kesehatan dengan penggunaan jaminan kesehatan, transportasi, jumlah anggota keluarga dan lokasi geografis desa kota. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa rumah tangga miskin lebih memilih berobat ke pelayanan kesehatan pemerintah dibanding pelayanan kesehatan swasta, rumah tangga miskin yang tidak memiliki jaminan kesehatan lebih memilih memanfaatkan pelayanan kesehatan swasta, sarana transportasi merupakan faktor dominan bagi masyarakat miskin untuk dapat mengakses pelayanan kesehatan. Perbedaan dengan penelitian yang

7 dilakukan ini terdapat pada lokasi penelitian, variabel penelitian dan metode penelitian. Persamaan dengan penelitian ini terdapat pada subjek penelitian, yaitu peserta asuransi kesehatan yang preminya dibayarkan oleh pemerintah (PBI). 2. Cholid, 2013 melakukan penelitian tentang Ekuiti Pembiayaan dan Utilisasi Pelayanan Kesehatan oleh Peserta Program Jamkesmas di Indonesia. Penelitian tersebut bertujuan mendeskripsikan ekuiti pembiayaan dan utilisasi pelayanan kesehatan oleh peserta program Jamkesmas di Indonesia. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif berupa analisis data sekunder dengan rancangan cross sectional, data berasal dari data sekunder Susenas dan data program Jamkesmas tahun 2011. Pengolahan menggunakan software Stata dan ADePT yang berfungsi untuk mengukur tingkat ekuiti. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa terjadi ketidakadilan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan dan distribusi realisasi dana Jamkesmas, penduduk miskin lebih banyak memanfaatkan pelayanan rawat jalan di puskesmas, sedangkan penduduk kaya lebih banyak memanfaatkan pelayanan rawat jalan dan inap di rumah sakit. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan ini terdapat pada lokasi penelitian, variabel penelitian dan metode penelitian. Persamaan dengan penelitian ini terdapat pada subjek penelitian, yaitu peserta asuransi kesehatan yang preminya dibayarkan oleh pemerintah (PBI).