BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. (Chandra, 2007)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. (UU. No. 18, 2008)

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

BAB III STUDI LITERATUR

Sampah manusia: hasil-hasil dari pencernaan manusia, seperti feses dan urin.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan, yang dibuang karena sudah

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. manusia yang beragam jenisnya maupun proses alam yang belum memiliki nilai

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia melakukan berbagai aktivitas untuk memenuhi kesejahteraan

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI

DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut undang-undang republik Indonesia No. 18 tahun 2008 yang

KUESIONER UNTUK PEDAGANG

E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai sistem pengelolaan sampah yang dilakukan di

III. METODOLOGI PENELITIAN

VI. PENGELOLAAN, PENCEMARAN DAN UPAYA PENINGKATAN PENGELOLAAN SAMPAH PASAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

Makalah Permasalahan Sampah

Karakteristik Limbah Padat

PENGAMBILAN DAN PENGUKURAN CONTOH TIMBULAN DAN KOMPOSISI SAMPAH BERDASARKAN SNI (STUDI KASUS: KAMPUS UNMUS)

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN SAMPAH ANORGANIK

BAB I PENDAHULUAN. tidak terjadi dengan sendirinya (Mukono, 2006). Pertambahan penduduk,

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK

TEKNIK PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA PIYUNGAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR PENGELOLAAN LIMBAH PADAT *) Oleh : Suhartini **) Abstrak

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Gambar 2.1 organik dan anorganik

MAKALAH PROGRAM PPM. Pemilahan Sampah sebagai Upaya Pengelolaan Sampah Yang Baik

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Serta peraturan di indonesia memang agak rumit, dan tidak benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. Kebersihan lingkungan dan keindahan lingkungan haruslah diperhatikan oleh

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Selain karena pengelolaannya yang kurang baik, budaya masyarakat. Gambar 1.1 Tempat Penampungan Sampah

INVENTARISASI SARANA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA PURWOKERTO. Oleh: Chrisna Pudyawardhana. Abstraksi

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 1. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan responden pemukiman elite

DAMPAK KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN DI DESA SUKOSARI KECAMATAN JUMANTONO KABUPATEN KARANGANYAR

SATUAN ACARA PENYULUHAN. Sub Pokok Bahasan : Pegelolaan Sampah : Masyarakat RW 04 Kelurahan Karang Anyar

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari

PROPOSAL PROYEK AKHIR. Yayuk Tri Wahyuni NRP Dosen Pembimbing Endang Sri Sukaptini, ST. MT

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN KEBERSIHAN, KEINDAHAN, DAN KESEHATAN LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah sampah di Indonesia merupakan masalah yang rumit karena

Pemberdayaan Masyarakat Rumpin Melalui Pengolahan Sampah Organik Rumah Tangga

Pengolahan Sampah. Tim Abdimas Sehati Universitas Gunadarma, Bekasi, 7 Desember Disampaikan oleh: Dr. Ridwan, MT- UG

BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT. Lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang

I. PENDAHULUAN. Timur. Letak tersebut berada di Teluk Lampung dan diujung selatan pulai

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga

PENGOLAHAN SAMPAH SEDERHANA. widyagama mahakam

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. usaha kesehatan masyarakat yang menitik beratkan pada penguasaan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Limbah padat atau sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah

SAP (SATUAN ACARA PENYULUHAN) : Siswa-siswa sekolah dasar negeri (SDN) 05 dan 08 Pela Mampang, Mampang Prapatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto

A. Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu Raya

PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE)

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahlah yang bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah.

Sanitasi Penyedia Makanan

PENGELOLAAN LIMBAH PADAT / SAMPAH ( REDUCE, RECYCLING, REUSE, RECOVERY )

Bagaimana Solusinya? 22/03/2017 PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS PENGERTIAN SAMPAH

JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN III (TIGA) ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) LINGKUNGAN ALAM DAN BUATAN

SAMPAH SEBAGAI SUMBER DAYA

BAB III METODE PENELITIAN. sistem pengelolaan sampah di Pasar Dwikora kota Pematangsiantar.

Infrastruktur PLP dalam Mendukung Kesehatan Masyarakat

STUDI PENGELOLAAN SAMPAH BANDARA HASANUDDIN. Yemima Agnes Leoni 1 D Mary Selintung 2 Irwan Ridwan Rahim 3 1

Lampiran IA Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 12/SE/M/2011 Tanggal : 31 Oktober 2011

BAB. Kesehatan Lingkungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. luar). Perilaku manusia terjadi melalui proses stimulus, organisme, dan respon

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) By. Gotri Ruswani, S.Pd.

SATUAN TIMBULAN, KOMPOSISI DAN POTENSI DAUR ULANG SAMPAH PADA TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH TANJUNG BELIT KABUPATEN ROKAN HULU

TPST Piyungan Bantul Pendahuluan

Prosedur pengelolaan limbah ini ditujukan agar petugas laboratorium dapat menjaga dirinya sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan kualitas sampah yang dihasilkan. Demikian halnya dengan jenis sampah,

PENGELOLAAN SAMPAH GEDUNG GEOSTECH

BAB VI PENGELOLAAN SAMPAH 3R BERBASIS MASYARAKAT DI PERUMAHAN CIPINANG ELOK. menjadi tiga macam. Pertama, menggunakan plastik kemudian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA.

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin

GAMBARAN SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH DI PONDOK PESANTREN DARUL KHAIRAT KOTA PONTIANAK

EVALUASI KAPASITAS LAHAN TPA LADANG LAWEH DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU PENERAPAN SISTEM CONTROLLED LANDFILL

BAB I PENDAHULUAN I- 1

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Health Association, sampah (waste) diartikan sebagai sesuatu yang tidsk

KESEHATAN DAN SANITASI LINGKUNGAN TIM PEMBEKALAN KKN UNDIKSHA 2018

PROSPEK PENGELOLAAN SAMPAH NON-KONVENSIONAL

POTENSI PENERAPAN PRINSIP 3R DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI DESA NGENEP KECAMATAN KARANGPLOSO KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang

TENTANG LIMBAH PADAT

Pengaruh Pencemaran Sampah Terhadap Kualitas Air Tanah Dangkal Di TPA Mojosongo Surakarta 1

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sampah Sampah ialah segala sesuatu yang tidak dikehendaki oleh yang punya dan bersifat padat. (Slamet, 2009). Sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. (Chandra, 2007) Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2008 yang dimaksud dengan sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau/proses alam yang berbentuk padat. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010 sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat yang terdiri atas sampah rumah tangga maupun sampah sejenis sampah rumah tangga. Menurut SNI 19-2454-2002, sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Berdasarkan pengertian sampah tersebut dapat disimpulkan bahwa sampah adalah suatu benda berbentuk padat yang berhubungan dengan aktifitas atau kegiatan manusia, yang tidak digunakan lagi, tidak disenangi dan dibuang secara saniter yaitu dengan cara-cara yang diterima umum sehingga perlu pengelolaan yang baik.

2.2 Jenis Sampah 1. Berdasarkan Asal Sampah Menurut Gilbert dkk. dalam Artiningsih (2008), berdasarkan asalnya sampah padat dapat digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu sebagai berikut : a. Sampah Organik Sampah organik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan hayati yang dapat didegradasi oleh mikroba atau bersifat biodegradable. Sampah ini dengan mudah dapat diuraikan melalui proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik. Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa-sisa makanan, pembungkus (selain kertas, karet dan plastik), tepung, sayuran, kulit buah, daun dan ranting. b. Sampah Anorganik Sampah anorganik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan Non hayati, baik berupa produk sintetik maupun hasil proses teknologi pengolahan bahan tambang. Sampah anorganik dibedakan menjadi: sampah logam dan produk-produk olahannya, sampah plastik, sampah kertas, sampah kaca dan keramik, sampah detergen. Sebagian besar anorganik tidak dapat diurai oleh alam/mikroorganisme secara keseluruhan (unbiodegradable). Sementara, sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga misalnya botol plastik, botol gelas, tas plastik, dan kaleng. 2. Berdasarkan Sifat Fisik Menurut Gilbert dkk. dalam Artiningsih (2008), berdasarkan keadaan fisiknya sampah dikelompokkan atas :

a. Sampah Basah (Garbage) Sampah golongan ini merupakan sisa-sisa pengolahan atau sisa sisa makanan dari rumah tangga atau merupakan timbulan hasil sisa makanan, seperti sayur mayur, yang mempunyai sifat mudah membusuk, sifat umumnya adalah mengandung air dan cepat membusuk sehingga mudah menimbulkan bau. b. Sampah Kering (Rubbish) Sampah golongan ini memang dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis: - Golongan sampah tak lapuk. Sampah jenis ini benar-benar tidak akan bisa lapuk secara alami, sekalipun telah memakan waktu bertahun-tahun, contohnya kaca dan mika. - Golongan sampah tak mudah lapuk. Sekalipun sulit lapuk, sampah jenis ini akan bisa lapuk perlahan-lahan secara alami. Sampah jenis ini masih bisa dipisahkan lagi atas sampah yang mudah terbakar, contohnya seperti kertas dan kayu, dan sampah tidak mudah lapuk yang tidak bisa terbakar, seperti kaleng dan kawat. 3. Berdasarkan Dapat dan Tidaknya Dibakar a. Sampah yang mudah terbakar Sampah yang mudah terbakar, misalnya: kertas, karet, kayu, plastik, kain bekas dan sebagainya. b. Sampah yang tidak dapat terbakar Sampah yang tidak dapat terbakar misalnya: kaleng-kaleng bekas, besi/logam bekas, pecahan gelas, kaca, dan sebagainya. (Chandra, 2007).

2.3 Sumber-Sumber Sampah 1) Sampah yang berasal dari pemukiman Sampah disuatu pemukiman biasanya dihasilkan oleh satu atau beberapa keluarga yang tinggal dalam suatu bangunan atau asrama yang terdapat di desa atau di kota. Jenis sampah yang dihasilkan biasanya sisa makanan dan bahan sisa proses pengolahan makanan atau sampahbasah (garbage), sampah kering (rubbish), abu, atau sampah sisa tumbuhan.(candra, 2007) 2) Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum Sampah ini berasal dari tempat-tempat umum, seperti: pasar, tempat hiburan, terminal bus, stasiun kereta api, dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas, plastik, botol, daun, dan sebagainya.( Aswar, 2002) 3) Sampah yang berasal dari perkantoran Sampah ini dari perkantoran baik perkantoran pendidikan, perdagangan, departemen, perusahaan, dan sebagainya. Umumnya sampah ini bersifat kering, dan mudah terbakar. 4) Sampah yang berasal dari jalan raya Sampah ini berasal dari pembersihan jalan, yang umumnya terdiri dari kertas, kardus, debu, batu-batuan, pasir, daun, palstik, dan sebagainya. (Candra, 2007) 5) Sampah yang berasal dari industri Sampah dari proses industri ini misalnya sampah pengepakan barang, logam, plastik, kayu, kaleng, dan sebagainya.(candra, 2007)

6) Sampah yang berasal dari pertanian/perkebunan Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian misalnya: jerami, sisa sayur-mayur, dan sebagainya.(candra, 2007) 7) Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan Sampah ini dapat berupa kotoran ternak, sisa makanan ternak, bangkai binatang, dan sebagainya. (Aswar, 2002) 2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Sampah Menurut Budiman Candra (2007), faktor-faktor yang memengaruhi jumlah sampah adalah sebagai berikut : 1. Jumlah Penduduk Jumlah penduduk bergantung pada aktivitas dan kepadatan penduduk. Semakin padat penduduk, sampah semakin menumpuk karena tempat atau ruang untuk menampung sampah kurang. Semakin meningkat aktivitas penduduk, sampah yang dihasilkan semakin banyak, misalnya pada aktivitas pembangunan, perdagangan, industri, dan sebagainya. 2. Sistem pengumpulan atau pembuangan sampah yang dipakai Pengumpulan sampah dengan menggunakan gerobak lebih lambat jika dibandingkan dengan truk. 3. Pengambilan bahan-bahan yang ada pada sampah untuk dipakai kembali Metode itu dilakukan karena bahan tersebut masih memiliki nilai ekonomi bagi golongan tertentu. Frekuensi pengambilan dipengaruhi oleh keadaan, jika harganya tinggi, sampah yang tertinggal sedikit.

4. Faktor geografis Lokasi tempat pembuangan apakah di daerah pegunungan, pantai, atau dataran rendah. 5. Faktor waktu Bergantung pada faktor harian, mingguan, bulanan, atau tahunan. Jumlah sampah per hari bervariasi menurut waktu. Contoh, jumlah sampah pada siang hari lebih banyak daripada jumlah di pagi hari, sedangkan sampah di daerah perdesaan tidak begitu bergantung pada faktor waktu. 6. Faktor sosial ekonomi dan budaya Contoh, adat istiadat dan taraf hidup dan mental masyarakat. 7. Faktor musim Pada musim hujan sampah mungkin akan tersangkut pada selokan pintu air, atau penyaringan air limbah. 8. Kebiasaan masyarakat Contoh jika seseorang suka mengkonsumsi satu jenis makanan atau tanaman sampah makanan itu akan meningkat. 9. Kemajuan teknologi Akibat kemajuan teknologi, jumlah sampah dapat meningkat. Contoh plastik, kardus, rongsokan AC, TV, kulkas, dan sebagainya. 10. Jenis sampah Makin maju tingkat kebudayaan suatu masyarakat, semakin kompleks pula macam dan jenis sampahnya.

2.5 Pelaksanaan Pengelolaan Sampah 2.5.1 Operasional Pengelolaan Sampah Teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan yang terdiri dari kegiatan perwadahan sampai dengan pembuangan akhir sampah harus bersifat terpadu dengan melakukan pemilahan sejak dari sumbernya. (SNI 19-2454-2002). Gambar 2.5. Diagram Teknik Operasional Pengelolaan Persampahan (SNI 19-2454-2002) 2.5.2 Perwadahan Sampah Perawadah sampah yang dimaksud adalah wadah penampungan sampah yang berupa bak/bin/tong/kantong/keranjang sampah.(sni 19-2454-2002) Sampah yang ada dilokasi sumber (kantor, rumah tangga, hotel, pasar dan sebagainya) ditempatkan dalam tempat sampah. Sampah basah dan sampah kering sebaiknya dikumpul dalam tempat yang terpisah. Idealnya sampah basah hendaknya dikumpulkan bersama sampah basah. Demikian pula sampah kering,

sampah yang mudah terbakar, sampah yang tidak mudah terbakar dan lain sebagainya, hendaknya ditempatkan sendiri secara terpisah untuk mempermudah dalam pemusnahannya.(candra, 2007) Adapun syarat-syarat tempat sampah yang dianjurkan adalah : a. Konstruksinya kuat, jadi tidak mudah bocor, penting untuk mencegah berserakannya sampah. b. Tempat sampah mempunyai tutup, tetapi tutup ini dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dibuka, dikosongkan isinya serta dibersihkan. Amat dianjurkan agar tutup sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa mengotorkan tangan. c. Ukuran tempat sampah sedemikian rupa sehingga mudah diangkat oleh satu orang. d. Macam tempat sampah yang dipakai untuk penyimpanan sampah ini banyak ragamnya. Di negara yang telah maju dipergunakan kertas plastik, atau kertas tebal. Sedangkan di Indonesia yang lazim ditemui adalah, keranjang plastik, rotan dan lain sebagainya. (Aswar, 2002) Menurut SNI 19-2454-2002 pola pewadahan sampah dapat dibagi menjadi: 1. Sampah organik seperti daun sisa, sayuran, kulit buah lunak, sisa makanan dengan wadah warna gelap. 2. Sampah anorganik seperti gelas, plastik, logam dan lainnya, dengan wadah warna terang.

3. Sampah bahan berbahaya beracun rumah tangga (jenis sampah B3), dengan warna merah yang diberi lambang khusus atau semua ketentuan yang berlaku. 2.5.3 Pengumpulan Sampah Sampah yang disimpan sementara di rumah, kantor atau restoran, tentu saja selanjutnya perlu dikumpulkan, untuk kemudian diangkut dan dibuang atau dimusnahkan. Karena jumlah sampah yang dikumpul cukup besar, maka perlu dibangun rumah sampah (dipo). Lazimnya penanganan masalahnya ini dilaksanakan oleh Pemerintah atau oleh masyarakat secara bergotong-royong. Tempat pengumpulan sampah ini tentunya harus pula memenuhi syarat kesehatan. (Candra, 2007) Menurut Candra (2007) Syarat tempat pengumpulan sampah yang dianjurkan adalah: a. Dibangun di atas permukaan setinggi kendaraan pengangkut sampah. b. Mempunyai dua buah pintu, satu untuk tempat masuk sampah dan yang lain untuk mengeluarkannya. c. Perlu ada lubang ventilasi, bertutup kawat kasa untuk mencegah masuknya lalat. d. Di dalam rumah sampah harus ada keran air untuk membersihkan lantai. e. Tidak menjadi tempat tinggal lalat dan tikus. f. Tempat tersebut mudah dicapai, baik oleh masyarakat yang akan mempergunakannya ataupun oleh kendaraan pengangkut sampah.

Jika sampah yang dihasilkan tidak begitu banyak, misalnya pada suatu komplek perumahan ataupun suatu asrama, dapat dibangun suatu container yang ditempatkan di daerah yang mudah dicapai penduduk serta mudah pula dicapai kendaraan pengangkut sampah. Umumnya suatu container dibangun dalam ukuran yang cukup besar untuk menampung jumlah sampah yang dihasilkan selama tiga hari. Sama halnya dengan penyimpanan sampah maka dalam pengumpulan sampah ini, sebaiknya juga dilakukan pemisahan. Untuk ini dikenal dua macam yakni: a. Sistem duet, artinya disediakan dua tempat sampah yang satu untuk sampah organik dan lain untuk sampah anorganik. b. Sistem trio, yakni disediakan tiga bak sampah yang pertama untuk sampah organik, kedua untuk sampah anorganik yang mudah dibakar serta yang ketiga untuk sampah anorganik yang tidak mudah terbakar (kaleng, kaca, dan sebagainya). (Aswar, 2002). Menurut SNI 19-2454-2002, Pola pengumpulan sampah terdiri dari : 1. Pola Individual Langsung Pola individual langsung adalah cara pengumpulan sampah dari rumah sampah/sumber sampah dan diangkut langsung ke tempat pembuangan akhir tanpa melalui proses pemindahan. Pola individual langsung dengan persyaratan sebagai berikut: a. Kondisi topografi bergelombang (rata-rata > 5%) sehingga alat pengumpul non mesin sulit beroperasi.

b. Kondisi jalan cukup lebar dan operasi tidak mengganggu pemakai jalan lainnya. c. Kondisi dan jumlah alat memadai. d. Jumlah timbulan sampah > 0,3 m3/hari 2. Pola Individual Tak Langsung Pola individual tak langsung adalah cara pengumpulan sampah dari masing-masing sumber sampah dibawa ke lokasi pemindahan (menggunakan gerobak) untuk kemudian diangkut ke tempat pembuangan akhir. Dengan persyaratan sebagai berikut: a. Bagi daerah yang partisipasi masyarakatnya rendah. b. Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia. c. Alat pengumpul masih dapat menjangkau secara langsung. d. Kondisi topografi relatif datar (rata-rata < 5%). e. Kondisi lebar jalan dapat dilalui alat pengumpul. f. Organisasi pengelola harus siap dengan sistem pengendalian. 3. Pola Komunal Langsung Pola komunal langsung adalah cara pengumpulan sampah dari masingmasing titik wadah komunal dan diangkut langsung ke tempat pembuangan akhir. Dengan persyaratan sebagai berikut: a. Bila alat angkut terbatas. b. Bila kemampuan pengendalian personil dan peralatan relatif rendah. c. Alat pengumpul sulit menjangkau sumber-sumber sampah. d. Peran serta masyarakat tinggi.

e. Wadah komunal mudah dijangkau alat pengangkut. f. Untuk permukiman tidak teratur. 4. Pola Komunal Tak Langsung Pola komunal tak langsung adalah cara pengumpulan sampah dari masingmasing titik wadah komunal dibawa ke lokasi pemindahan (menggunakan gerobak) untuk kemudian diangkut ke tempat pembuangan akhir. Dengan persyaratan sebagai berikut: a. Peran serta masyarakat tinggi. b. Penempatan wadah komunal mudah dicapai alat pengumpul. c. Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia. d. Kondisi topografi relatif datar (< 5%). e. Lebar jalan/gang dapat dilalui alat pengumpul. f. Organisasi pengelola harus ada. 2.5.4 Pengangkutan Sampah Dari rumah sampah (dipo), sampah diangkut ke tempat pembuangan akhir atau pemusnahan sampah dengan mempergunakan truk pengangkut sampah yang disediakan oleh Dinas Kebersihan Kota. (Chandra, 2007) Menurut SNI 19-2454-2002 persyaratan alat pengangkut yaitu: 1. Alat pengangkut sampah harus dilengkapi: dengan penutup sampah, minimal dengan jaring. 2. Tinggi bak maksimum 1,6 m. 3. Sebaiknya ada alat ungkit. 4. Kapasitas disesuaikan dengan kelas jalan yang akan dilalui.

5. Bak truk/dasar kontainer sebaiknya dilengkapi pengaman air sampah. Jenis peralatan dapat berupa: 1. Truk (ukuran besar dan kecil). 2. Dump truk/tipper truk. 3. Armroll truk. 4. Truk pemadat. 5. Truk dengan crane. 6. Mobil penyapu jalan. 7. Truk gandengan. 2.5.5 Pembuangan Sampah Sampah yang telah dikumpulkan, selanjutnya perlu dibuang untuk dimusnahkan. Ditinjau dari perjalanan sampah, maka pembuangan atau pemusnahan ini adalah tahap terakhir yang harus dilakukan terhadap sampah. Pembuangan sampah biasanya dilakukan di daerah yang tertentu sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kesehatan manusia. Lazimnya syarat yang harus dipenuhi dalam membangun tempat pembuangan sampah adalah: a. Tempat tersebut dibangun tidak dekat dengan sumber air minum atau sumber air lainnya yang dipergunakan oleh manusia (mencuci, mandi, dan sebagainya) b. Tidak pada tempat yang sering terkena banjir. c. Di tempat-tempat yang jauh dari tempat tinggal manusia. Adapun jarak yang sering dipakai sebagai pedoman ialah sekitar 2 km dari perumahan penduduk, sekitar 15 km dari laut serta sekitar 200 m dari sumber air.

Sebelum sampai ke tempat pembuangan dan atau pemusnahan ini, sampah perlu diangkut dahulu dari tempat-tempat pengumpulan sampah. Armada pengangkut sampah yang cukup jumlahnya amat diharapkan. Alat pengangkut tersebut sebaiknya kendaraan yang mempunyai tutup untuk mencegah berseraknya sampah serta melindungi dari bau. Karena pekerjaan yang seperti ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit, lazimnya ditangani oleh Pemerintah, yang dalam pelaksanaannya perlu mengikutsertakan masyarakat. (Aswar, 2002) Di dalam tahap pemusnahan sampah ini, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan, antara lain: (Chandra,2007) a. Sanitary landfill Sanitary landfill adalah sistem pemusnahan yang paling baik. Dalam metode ini, pemusnahan sampah dilakukan dengan cara menimbun sampah dengan tanah yang dilakukan selapis demi selapis. Dengan demikian, sampah tidak berada di ruang terbuka dan tentunya tidak menimbulkan bau atau menjadi sarang binatang pengerat. Sanitary landfill yang baik harus memenuhi persyaratan berikut: - Tersedia tempat yang luas. - Tersedia tanah untuk menimbunnya. - Tersedia alat-alat besar Lokasi sanitary landfill yang lama dan sudah tidak terpakai lagi dapat dimanfaatkan sebagai tempat pemukiman, perkantoran, dan sebagainya.

b. Incineration Incineration atau insinerasi merupakan suatu metode pemusnahan sampah dengan cara membakar sampah secara besar-besaran dengan menggunakan fasilitas pabrik. Manfaat sistem ini, antara lain: - Volume sampah dapat diperkecil sampai sepertiganya. - Tidak memerlukan ruang yang luas. - Panas yang dihasilkan dapat dipakai sebagai sumber uap. - Pengelolaan dapat dilakukan secara terpusat dengan jadwal jam kerja yang dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Adapun kerugian yang ditimbulkan akibat penerapan metode ini adalah biaya besar dan lokalisasi pembuangan pabrik sukar didapat karena keberatan penduduk. c. Composting Pemusnahan sampah dengan cara memanfaatkan proses dekomposisi zat organic oleh kuman-kuman pembusuk pada kondisi tertentu. Proses ini menghasilkan bahan berupa kompos dan pupuk. d. Hot feeding Pemberian sejenis garbage kepada hewan ternak (mis. Babi). Perlu diingat bahwa sampah basah tersebut harus diolah lebih dahulu (dimasak atau direbus) untuk mencegah penularan penyakit cacing dan trichinosis ke hewan ternak.

e. Discharge to sewers Sampah dihaluskan kemudian dimasukkan ke dalam sistem pembuangan air limbah. Metode ini dapat efektif asalkan sistem pembuangan air limbah memang baik. f. Dumping Sampah dibuang atau diletakkan begitu saja di tanah lapangan, jurang, atau tempat sampah. g. Dumping in water Sampah dibuang ke dalam air sungai atau laut. Akibatnya, terjadi pencemaran pada air dan pendangkalan yang dapat menimbulkan bahaya banjir. h. Individual inceneration Pembakaran sampah secara perorangan ini biasa dilakukan oleh penduduk terutama di daerah perdesaan. i. Recycling Pengolahan kembali bagian-bagian dari sampah yang masih dapat dipakai atau daur ulang. Contoh bagian sampah yang dapat didaur ulang, antara lain, plastik, gelas, kaleng, besi, dan sebagainya. j. Reduction Metode ini diterapkan dengan cara menghancurkan sampah (biasanya dari jenis garbage) sampai ke bentuk yang lebih kecil, kemudian diolah untuk menghasilkan lemak.

k. Salvaging Pemanfaatan sampah yang dapat dipakai kembali misalnya kertas bekas. Bahayanya adalah bahwa metode ini dapat menularkan penyakit. Menurut SNI 19-2454-2002 tentang teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan, secara umum teknologi pengolahan sampah dibedakan menjadi 3(tiga) metode yaitu: a. Metode Open Dumping Merupakan sistem pengolahan sampah dengan hanya membuang/menimbun sampah di suatu tempat tanpa ada perlakukan khusus/pengolahan sehingga sistem ini sering menimbulkan gangguan pencemaran lingkungan. b. Metode Controlled Landfill (Penimbunan terkendali) Controlled Landfill adalah sistem open dumping yang diperbaiki yang merupakan sistem pengalihan open dumping dan sanitary landfill yaitu dengan penutupan sampah dengan lapisan tanah dilakukan setelah TPA penuh yang dipadatkan atau setelah mencapai periode tertentu. c. Metode Sanitary landfill (Lahan Urug Saniter) Sistem pembuangan akhir sampah yang dilakukan dengan cara sampah ditimbun dan dipadatkan, kemudian ditutup dengan tanah sebagai lapisan penutup. Pekerjaan pelapisan tanah penutup dilakukan setiap hari pada akhir jam operasi. Menurut SNI 19-2454-2002, Peralatan dan perlengkapan yang digunakan di TPA sampah sebagai berikut : 1. Buldoser untuk peralatan, pengurugan dan pemadatan.

2. Crawl/track dozer untuk pemadatan pada tanah lunak. 3. Wheel dozer untuk peralatan, pengurugan. 4. Loader dan powershowel untuk penggalian, peralatan, pengurugan dan pemadatan. 5. Dragline untuk pengendalian dan pengurugan. 6. Scraper untuk pengurugan tanah dan pemerataan. 7. Kompaktor (landfril compactor) untuk pemadatan timbunan sampah pada lokasi dalam. 2.6 Pengaruh Pengelolaan Sampah Terhadap Kesehatan, Masyarakat Dan Lingkungan. 2.6.1 Pengaruh Pengelolaan Sampah Terhadap Kesehatan Menurut Slamet (2009), pengaruh pengelolaan sampah terhadap kesehatan dikelompokkan menjadi: 1. Efek langsung Yang dimaksud dengan efek langsung adalah efek yang disebabkan karena kontak langsung dengan sampah tersebut. misalnya, sampah beracun, sampah yang korosif terhadap tubuh, yang karsinogenik, teratogenik, dan lainnya. Selain itu ada pula sampah yang mengandung kuman patogen, sehingga dapat menimbulkan penyakit. Sampah ini dapat berasal dari sampah rumah tangga selain sampah industri. 2. Efek tidak langsung Pengaruh tidak langsung dapat dirasakan masyarakat akibat proses pembusukan, pembakaran, dan pembuangan sampah. Pengaruh terhadap

kesehatan dapat terjadi karena tercemarnya air, tanah, dan udara. Efek tidak langsung lainnya berupa penyakit bawaan vektor yang berkembangbiak di dalam sampah. Sampah bila ditimbun sembarangan dapat dipakai sarang lalat dan tikus. Lalat adalah vektor berbagai penyakit perut. Demikian juga halnya dengan tikus, selain merusak harta benda masyarakat, tikus juga sering membawa pinjal yang dapat menyebarkan penyakit Pest. 2.6.2 Pengaruh Pengelolaan Sampah Terhadap Masyarakat Menurut Budiman Candra (2007) pengelolaan sampah disuatu daerah akan membawa pengaruh bagi masyarakat yaitu : 1. Sampah dapat dijadikan pupuk 2. Sampah dapat dijadikan sebagai makanan ternak. 3. Dapat menurunkan minat wisatawan untuk berkunjung kedaerah tersebut karena kondisi lingkungan yang buruk 4. Pengelolaaan sampah yang kurang baik mencerminkan keadaan sosial budaya masyarakat setempat. 2.6.3 Pengaruh Pengelolaan Sampah Terhadap Lingkungan Menurut Budiman Candra (2007), pengelolaan sampah juga berpengaruh terhadap lingkungan yaitu : 1. Sampah dapat digunakan untuk menimbun lahan semacam rawa-rawa dan dataran rendah. 2. Mengurangi tempat untuk berkembangbiak serangga atau binatang pengerat.

3. Keadaan estetika lingkungan yang bersih menimbulkan kegairahan hidup masyarakat. 4. Pengelolaan sampah yang kurang baik apabila musim hujan sampah akan menumpuk dan mengakibatkan banjir dan pemcemaran lingkungan. 2.7 Pengertian Pasar Menurut Peraturan Menteri Perdagangan (2008), pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya. Pasar dalam arti sempit adalah suatu tempat pertemuan penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi jual beli dan jasa. Sedangkan dalam pengertian secara luas pasar diartikan sebagai tempat bertemunya penjual yang mempunyai kemampuan untuk menjual barang/jasa dan pembeli yang menggunakan uang untuk membeli barang dengan harga tertentu (Adhyzal, 2003). 2.8 Klasifikasi Pasar Pasar menurut sifat atau jenis barang yang diperjualbelikan disebut juga pasar konkrit. Pasar konkrit (pasar nyata) adalah tempat pertemuan antara penjual dan pembeli yang dilakukan secara langsung. Penjual dan pembeli bertemu untuk melakukan transaksi jual beli (tawarmenawar). Barang-barang yang diperjualbelikan di pasar konkrit terdiri atas berbagai jenis barang yang ada di tempat tersebut. Contoh pasar konkrit yaitu pasar tradisional, supermarket, dan swalayan. Namun ada juga pasar konkrit yang menjual satu jenis barang.

Misalnya pasar buah hanya menjual buahbuahan, pasar hewan hanya melayani jual beli hewan, pasar sayur hanya menjual sayur-mayur (Adhyzal, 2003). Pasar konkrit pada kenyataannya dapat dikelompokkan menjadi berbagai bentuk yaitu pasar konkrit berdasarkan manajemen pengelolaan, manajemen pelayanan, jumlah barang yang dijual, banyak sedikit barang yang dijual, dan ragam barang yang dijual (Adhyzal, 2003). 1) Berdasarkan Manajemen Pengelolaan a) Pasar Tradisional. Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun oleh pihak pemerintah, swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat. Tempat usahanya dapat berbentuk toko, kios, los, dan tenda yang menyediakan barang-barang konsumsi sehari-hari masyarakat. Pasar tradisional biasanya dikelola oleh pedagang kecil, menengah, dan koperasi. Proses penjualan dan pembelian dilakukan dengan tawar-menawar. b) Pasar Modern. Pasar modern adalah pasar yang dibangun oleh pihak pemerintah, swasta, dan koperasi yang dikelola secara modern. Pada umumnya pasar modern menjual barang kebutuhan sehari-hari dan barang lain yang sifatnya tahan lama. Modal usaha yang dikelola oleh pedagang jumlahnya besar. Kenyamanan berbelanja bagi pembeli sangat diutamakan. Biasanya penjual memasang label harga pada setiap barang. Contoh pasar modern yaitu plaza, supermarket, hipermart, dan shopping centre. 2) Berdasarkan Manajemen Pelayanan. a) Pasar Swalayan (supermarket).

Pasar swalayan adalah pasar yang menyediakan barang-barang kebutuhan masyarakat, pembeli bisa memilih barang secara langsung dan melayani diri sendiri barang yang diinginkan. Biasanya barangbarang yang dijual barang kebutuhan sehari-hari sampai elektronik. Seperti sayuran, beras, daging, perlengkapan mandi sampai radio dan televisi. b) Pertokoan (shopping centre). Shopping centre (pertokoan) adalah bangunan pertokoan yang berderetderet di tepi jalan. Biasanya atas peran pemerintah ditetapkan sebagai wilayah khusus pertokoan. Shopping centre berbentuk ruko yaitu perumahan dan pertokoan, sehingga dapat dijadikan tempat tinggal pemiliknya atau penyewa. c) Mall/plaza/supermall. Mall/plaza/supermall adalah tempat atau bangunan untuk usaha yang lebih besar yang dimiliki/disewakan baik pada perorangan, kelompok tertentu masyarakat, atau koperasi. Pasar ini biasanya dilengkapi sarana hiburan, rekreasi, ruang pameran, gedung bioskop, dan seterusnya. 3) Berdasarkan Jumlah Barang Yang Dijual. a) Pasar Eceran. Pasar eceran adalah tempat kegiatan atau usaha perdagangan yang menjual barang dalam partai kecil. Contoh toko-toko kelontong, pedagang kaki lima, pedagang asongan, dan sebagainya. b) Pasar Grosir. Pasar grosir adalah tempat kegiatan/usaha perdagangan yang menjual barang dalam partai besar, misalnya lusinan, kodian, satu dos, satu karton, dan

lain-lain. Pasar grosir dimiliki oleh pedagang besar dan pembelinya pedagang eceran. Contoh: pusat-pusat grosir, makro, dan sebagainya (Adhyzal, 2003). 2.9 Pengertian Partisipasi Menurut Mubyarto yang dikutip oleh Abu Huraerah (2008) partisipasi adalah tindakan mengambil bagian dalam kegiatan, sedangkan partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat dalam suatu proses pembangunan di mana masyarakat ikut terlibat mulai dari tahap penyusunan program, perencanaan dan pembangunan, perumusan kebijakan, dan pengambilan keputusan. Menurut Sulaiman yang dikutip oleh Abu Huraerah (2008) partisipasi sosial sebagai keterlibatan aktif warga masyarakat secara perorangan, kelompok, atau dalam kesatuan masyarakat dalam proses pembuatan keputusan bersama, perencanaan dan pelaksanaan program serta usaha pelayanan dan pembangunan kesejahteraan sosial di dalam dan atau di luar lingkungan masyarakat atas dasar rasa kesadaran tanggung jawab sosialnya. Menurut Isbandi yang dikutip oleh Abu Huraerah (2008) partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi. Menurut Mikkelsen yang dikutip oleh Abu Huraerah (2008) dalam mendefenisikan partisipasi, Mikkelsen membaginya ke dalam 6 bagian yaitu :

(1) Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan; (2) Partisipasi adalah pemekaan (membuat peka) pihak masyarakat untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi proyek-proyek pembangunan; (3) Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri; (4) Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu; (5) Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar supaya memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan dampak-dampak sosial; (6) Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan, dan lingkungan mereka. Dari beberapa defenisi partisipasi masyarakat yang dikemukakan oleh beberapa ahli, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan partisipasi masyarakat adalah sesuatu melibatkan masyarakat bukan hanya kepada proses pelaksanaan kegiatan saja, tetapi juga melibatkan masyarakat dalam hal perencanaan dan pengembangan dari pelaksanaan program tersebut, termasuk menikmati hasil dari pelaksanaan program tersebut. Lebih lanjut secara sederhana partisipasi masyarakat adalah keterlibatan seseorang (individu) atau sekelompok masyarakat secara sukarela, dalam suatu

kegiatan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan kegiatan, sampai kepada proses pengembangan kegiatan atau program tersebut. 2.10 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Pedagang Dikutip dalam Zulkarnaini (2009), Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi pedagang dalam pengelolaan sampah di pasar adalah sebagai berikut: 1. Faktor Internal Faktor Internal yang mempengaruhi tingkat partisipasi pedagang dalam pengelolaan sampah di pasar, meliputi pendidikan, pendapatan, kepedulian terhadap sampah, dan pengetahuan tentang sampah. a) Pendidikan Salah satu tingkat kesadaran masyarakat terhadap lingkungan dalam berpartisipasinya ditentukan oleh tingkat pendidikan. b) Penghasilan Penghasilan pedagang dibagi menjadi dua kelompok yaitu pendapatan bersih dari usaha dan pendapatan sampingan. c) Kepedulian terhadap Sampah Kepedulian terhadap sampah meliputi pemisahan bentuk sampah (antara kering dan basah), sistem pembuangan sampah, dimana sampah terlebih dahulu dikumpulkan pada wadah kantong plastik atau keranjang bambu, kemudian diangkut dengan truk.

d) Pengetahuan tentang Sampah Pengetahuan tentang sampah meliputi jenis sampah, cara pengolahan dan pemanfaatan sampah, dampak dari sampah terhadap kesehatan, dan dampak dari sampah terhadap lingkungan. 2. Faktor Eksternal Faktor eksternal yang mempengaruhi tingkat partisipasi pedagang dalam pengelolaan sampah di pasar, meliputi : a. Peraturan, b. Bimbingan penyuluhan, c. Kondisi lingkungan, d. Fasilitas. 3. Partisipasi Pedagang Dalam Pengelolaan Sampah Partisipasi pedagang dalam pengelolaan sampah meliputi : a. Kebiasaan mengumpulkan sampah dagangan, b. Menegur orang membuang sampah sembarangan, c. Memberikan gagasan untuk kegiatan kebersihan, d. Menghadiri rapat/pertemuan untuk membicaran masalah kebersihan, e. Membayar retribusi sampah pasar, f. Membuang sampah pada tempatnya, g. Menjaga kondisi kebersihan sampah di tempat berusaha, h. Menyediakan tempat sampah sementara sendiri, i. Kerjasama antar pedagang dalam menjaga kebersihan,

j. Melakukan evaluasi bersama terhadap kebersihan di lingkungan sekitar pasar. 2.11 Kerangka Konsep System Pengelolaan Sampah Pasar : 1. Perwadahan sampah 2. Pengumpulan sampah 3. Pengangkutan sampah 4. Pembuangan sampah Partisipasi Pedagang : 1. Penyediaan Tempat sampah 2. Pembuangan Sampah 3. Pembayaran Retribusi 4. Peraturan Kebersihan Pengelolaan sampah pasar Gambar 2.11 Skema Kerangka Konsep