BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. pembayaran yang digunakan oleh masyarakat. Seiring dengan semakin tingginya

ekonomi Kelas X SISTEM PEMBAYARAN DAN ALAT PEMBAYARAN K-13 A. Pengertian Sistem Pembayaran Tujuan Pembelajaran

ANALISA Bank dan Lembaga Keuangan II

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan dapat dilakukan oleh pelaku dengan wilayah yang berdekatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Instrumen/alat pembayaran merupakan media yang digunakan dalam pembayaran.

BAB I PENDAHULUAN. Uang memiliki fungsi yang sangat besar dalam kehidupan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. dapat dikatakan sebagai darahnya perekonomian negara. Oleh karena itu

I. PENDAHULUAN. dengan perkembangan teknologi yang canggih. Kemajuan teknologi dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu jenis jasa bank (service) yang ada di Indonesia adalah jasa kliring

BAB I PENDAHULUAN. (non cash), yang diawali dengan alat pembayaran menggunakan kertas (paper

BAB I PENDAHULUAN. Bank dapat dikatakan sebagai darahnya perekonomian negara. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang dituangkan dalam Undang Undang Bank Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. perbankan yang ada memberikan banyak kemudahan bagi masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Uang sebagai sistem pembayaran tidak dapat dipisahkan dari fungsinya untuk

BAB I PENDAHULUAN. dapat dikatakan sebagai darahnya perekonomian negara. Oleh karena itu

PEMBAYARAN NON TUNAI. Reza Kurniawan. Abstrak.

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan Transaksi Non-Tunai di Indonesia dalam beberapa tahun

TUGAS REVIEW KULIAH UMUM

POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB I PENDAHULUAN. pembayaran yang baru dilahirkan pada tahun 1995 sudah merupakan hal yang tidak

SEJARAH BANK INDONESIA : SISTEM PEMBAYARAN Periode

BAB I PENDAHULUAN. tranformasi sistem pembayaranpun juga semakin berkembang. Salah

BAB I PENDAHULUAN. uang dari suatu pihak ke pihak lain. Media yang digunakan untuk pemindahan

SMAM 3 LHOKSEUMAWE ALAT PEMBAYARAN TUNAI & NON JUDUL MATERI LAT. SELESAI TUNAI. Indikator: Alat pembyrn tunai & non tunai

2 1. Perluasan akses kepesertaan yang tidak terbatas pada Bank Umum Saat ini kepesertaan SKNBI terbatas pada Bank Umum sehingga transfer dana melalui

Anita Asnawi, S.Sos., MM.

BAB I PENDAHULUAN. belum secanggih saat ini. Awalnya masyarakat memunuhi kebutuhannya. logam dan sampai lah ke tahap penetapan uang kertas.

BAB I PENDAHULUAN. transaksi. Untuk itu, perbankan dituntut untuk menyediakan berbagai. yang disediakan oleh jasa perbankan adalah Kliring.

INSTRUMEN PEMBAYARAN. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat kita terutama yang hidup di perkotaan atau kota-kota besar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Kusnul Latifah Education SISTEM PEMBAYARAN & ALAT PEMBAYARAN. Kusnul Ekonomi Kelas X

BAB I PENDAHULUAN. kesenjangan antara kemampuan dan keinginan untuk mencapai suatu yang

PERANAN KLIRING DALAM LALU LINTAS PEMBAYARAN GIRAL DI BANK INDONESIA CABANG SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. mungkin bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Lembaga-lembaga. menggerakkan roda perekonomian suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. barter, kini masyarakat dapat menggunakan uang rupiah sebagai alat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Suatu himpunan bagian atau unsur yang saling berhubungan secara teratur dan

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/9/PBI/2016 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7/18/PBI/2005 TENTANG SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang dikonsumsinya atau mengkonsumsi semua apa yang diproduksinya.

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/6/PBI/2004 TENTANG FASILITAS LIKUIDITAS INTRAHARI BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

Dua yang disebut terakhir adalah layanan yang terkait dengan fasilitas kredit yang diberikan kepada nasabah.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Pola hidup konsumtif kini menjadi hal yang biasa bagi masyarakat. Ini

Lampiran I. Surat Edaran Nomor SE-121/PJ/2010 tentang Penegasan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Usaha Perbankan

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

-2- Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku. Hal ini tentu saja demi kelancaran dan keamanan jalannya kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengawasi perbankan, serta menjalankan fungsi sebagai lender of

Sosialisasi PBI Perlindungan Konsumen Sistem Pembayaran Bank Indonesia

Ringkasan Materi UAS 2 Ekonomi Kelas X

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAIN 47

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dukungan kecepatan dalam pembayaran atau bertransaksi. Lembaga-lembaga

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 6/ 8 /PBI/2004 TENTANG SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 23 /PBI/2012 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB II KONDISI PERUSAHAAN. 2.1 Pengertian, Fungsi, Jenis, Peran dan Usaha Bank

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/22/PBI/2005 TENTANG FASILITAS LIKUIDITAS INTRAHARI BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi informasi saat ini berdampak ke segala aspek

Perkembangan Uang Elektronik di Indonesia Tahun : Kajian Regulasi, Pertumbuhan Volume dan Nilai Transaksi

Program Elektronifikasi dan Keuangan Inklusif Pusat Program Transformasi Bank Indonesia 2015

ekonomi Kelas X BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Tujuan Pembelajaran

1 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA

BOKS 3 Survei Optimalisasi Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Di Sulawesi Tenggara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. baik dengan alat-alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperoleh dari

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENGANTAR. sependapat dalam buku Bunga Rampai Hukum Ekonomi Dan Hukum

WORKING PAPER. Dampak Pembayaran Non Tunai Terhadap. Bambang Pramono, Tri Yanuarti Pipih D. Purusitawati, Yosefin Tyas Emmy D.K.

BAB II LANDASAN TEORI tentang perbankan, adalah sebagai berikut :

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/11/PBI/2016 TENTANG PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB II LANDASAN TEORI

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/13/PBI/2017 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN TERPADU TERKAIT HUBUNGAN OPERASIONAL BANK UMUM DENGAN BANK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Usulan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Telepon seluler saat ini telah menjadi alat komunikasi serta informasi

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/3/PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke 21, terjadi pergerakan dan perubahan yang sangat

No. 8/13/DPM Jakarta, 1 Mei 2006 SURAT EDARAN. Kepada BANK, PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING DAN PERANTARA PEDAGANG EFEK

No. 11/ 6 /DPM Jakarta, 10 Februari 2009 SURAT EDARAN KEPADA SEMUA BANK, PERUSAHAAN EFEK DAN LEMBAGA KUSTODIAN BUKAN BANK DI INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 29 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS LIKUIDITAS INTRAHARI BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mencegah kelemahan dari penggunaan uang tunai tersebut, kini

BAB I PENDAHULUAN. bank lainnya. Beberapa jenis jasa lain yang ditawarkan oleh bank menurut

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SURAT EDARAN. Kepada BANK, PERANTARA PEDAGANG EFEK, DAN PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING

BAB I PENDAHULUAN. Pembayaran merupakan hal penting bagi manusia dalam menunjang

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/ 11 /PBI/2010 TENTANG OPERASI MONETER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/ 18 /PBI/2015 TENTANG PENYELENGGARAAN TRANSAKSI, PENATAUSAHAAN SURAT BERHARGA, DAN SETELMEN DANA SEKETIKA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

No. 17/33/DPSP Jakarta, 13 November 2015 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK PESERTA SISTEM BANK INDONESIA-REAL TIME GROSS SETTLEMENT

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pembayaran Menurut Aulia Pohan (2011 : 71), sistem pembayaran adalah suatu sistem yang melakukan pengaturan kontrak, fasilitas pengoperasian dan mekanisme teknis yang digunakan untuk penyampaian, pengesahan, dan penerimaan instruksi pembayaran, serta pemenuhan kewajiban pembayaran yang dikumpulkan melalui pertukaran nilai antar perorangan, bank dan lembaga lainnya baik domestik maupun antarnegara (cross border). Sistem pembayaran telah mengalami evolusi selama beberapa abad, sejalan dengan perubahan hakikat/sifat dan penggunaan uang sebagai alat pembayaran. Dengan semakin majunya teknologi dan adanya kebutuhan akan alat pembayaran yang praktis dan murah, dibeberapa negara telah mulai dikembangkan produk pembayaran elektronis yang dikenal sebagai Electronic Money (e-money) (Pramono dkk, 2006: 3). Penetapan kebijakan sistem pembayaran umumnya mengacu pada prinsipprinsip dasar yang berlaku umum. Ada tiga prinsip dasar yang dipegang oleh lembaga yang mengendalikan sistem pembayaran yaitu bagaimana meminimalisasi risiko (Risk Reduction), bagaimana sebuah sistem pembayaran dapat meningkatkan efisiensi, prinsip kesetaraan dan prinsip perlindungan konsumen (consumer protection) (Pohan,2001 : 72-73). Adapun komponen-komponen yang membentuk sistem pembayaran adalah sebagai berikut (Untoro dkk, 2014 : 8-9). 9

1. Kebijakan: merupakan dasar pengembangan sistem pembayaran di suatu negara. Kebijakan di berbagai negara sangat bervariasi, mengingat masing-masing negara mempunyai sejarah, karakteristik, dan kebutuhan akan sistem pembayaran yang berbeda-beda. 2. Hukum (aturan): menjamin adanya aspek legalitas dalam penyelenggaraan sistem pembayaran. Hukum ini meliputi UU dan peraturan-peraturan yang mengatur aturan main berbagai pihak yang terlibat, misalnya antarbank, antarbank dan nasabah, antarbank dan bank sentral dan lain-lain. 3. Kelembagaan: merupakan seluruh lembaga (entitas) yang terlibat dalam sistem pembayaran. 4. Instrumen pembayaran: merupakan media yang digunakan dalam pembayaran. 5. Mekanisme operasional: merupakan mekanisme yang diperlukan untuk melakukan perpindahan dana dari satu pihak ke pihak lain. Contoh sistem/mekanisme operasional antara lain kliring, sistem transfer antarbank, dan settlement. 6. Infrastruktur: meliputi berbagai komponen teknis untuk memproses dan melakukan transfer dana seperti message format, jaringan komunikasi, sistem back-up, disaster recovery plan, dan lain-lain. Semua komponen memegang peranan penting dalam terselenggaranya sistem pembayaran yang aman, handal dan efisien. Namun komponen yang paling mendasar dan prasyarat utama demi terselenggaranya sistem pembayaran adalah instrumen pembayaran. 10

Secara garis besar, sistem pembayaran dibagi menjadi dua jenis, yaitu sistem pembayaran bernilai besar (Large Value Payment System) dan sistem pembayaran retail (Retail Payment System) (Untoro dkk, 2014 : 9-10). 1. Large Value Payment System Sistem pembayaran bernilai tinggi biasanya menangani transaksi bernilai tinggi dan berisiko tinggi yang memerlukan penyelesaian cepat dan aman seperti transaksi pasar uang antar bank, transaksi pasar modal, valuta asing, pembayaran kepada pemerintah (misalnya pajak pendapatan pajak), dan transfer antar-rekening Bank Indonesia. Hal ini biasanya dicapai melalui mekanisme penyelesaian real-time, seperti sistem Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) (Titiheruw dkk, ADBI : 2009). BI-RTGS diperkenalkan pada tahun 2000 dan dirancang serta dioperasikan oleh Bank Indonesia. BI- RTGS dikategorikan sebagai sistem pembayaran sistematis penting yang menjamin kelancaran fungsi ekonomi dan sistem keuangan yakni suatu sitem transfer dana elektronik yang memungkinkan penyelesaian real-time transaksi individual. Sekitar 95% dari penyelesaian transaksi keuangan dilakukan melalui sistem BI-RTGS. Sementara itu, pada bulan Februari 2004, sebagai registri pusat untuk obligasi pemerintah, Bank Indonesia memperkenalkan BI-SSSS yang menyediakan fasilitas bagi pelaku pasar keuangan untuk melakukan transaksi dengan Bank Indonesia, sperti pendanaan untuk bank, dan perdagangan di SBI dan SUN. BI-SSSS adalah 11

sisten registri otomatis terintegrasi yang menghubungkan Bank Indonesia dengan sub-pendaftar dan dengan klien lainnya secara langsung. 2. Retail Payment System (low-value payment system) Sistem pembayaran ini sama penting dengan sistem pembayaran bernilai besar dalam hal pemberian kontribusi, baik stabilitas maupun efisiensi sistem keseluruhan. Sistem pembayaran ritel biasanya digunakan untuk sebagian besar pembayaran yang bernilai rendah dan penyelesaiannya biasanya dilakukan melalui mekanisme kliring. Salah satu komponen penting dalam sistem pembayaran adalah instrumen (media) yang digunakan. Di Indonesia instrumen sistem pembayaran dibagi dalam dua bagian, yaitu instrumen tunai dan instrumen non tunai (Mulyati dan Ascarya, 2003 : 35-44). 1. Instrumen Pembayaran Tunai Instrumen pembayaran tunai menggunakan mata uang yang berlaku di Indonesia yaitu Rupiah, yang terdiri atas uang logam dan uang kertas. Masyarakat Indonesia masih menggunakan instrument ini, khususnya untuk transaksi pembayaran ritel (low-value payment). 2. Instrumen Pembayaran Non Tunai Di Indonesia pembayaran non tunai disediakan terutama oleh sistem perbankan, yang terdiri dari instrumen berbasis warkat, instrumen berbasis kartu, instrumen melalui kantor pos, dan instrumen berbasis internet/telepon. 12

2.1.1 Peran Sistem Pembayaran dalam Perekonomian Peran sistem pembayaran dalam perekonomian semakin hari semakin penting seiring dengan semakin meningkatnya volume dan nilai transaksi, serta sejalan dengan pesatnya perkembangan teknologi. Dengan semakin meningkatnya transaksi tersebut, maka risiko yang ditimbulkan menjadi semakin besar karena dengan terganggunya sistem pembayaran dapat membahayakan stabilitas sistem dan pasar keuangan secara keseluruhan (Mulyati dan Ascarya, 2003 : 4). Menurut Sheppard 1996 (dalam Mulyati dan Ascarya, 2003 : 5), peran penting sistem pembayaran dalam perekonomian adalah sebagai berikut: a. Sebagai elemen penting dalam infrastruktur keuangan suatu perekonomian untuk mendukung stabilitas keuangan. b. Sebagai channel (saluran) penting dalam pengendalian ekonomi yang efektif, khususnya melalui kebijakan moneter. c. Sebagai alat untuk mendorong efisiensi ekonomi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peranan sistem pembayaran penting dalam suatu perekonomian, yaitu menjaga stabilitas keuangan dan perbankan, sebagai sarana transmisi kebijakan moneter, serta sebagai alat untuk meningkatkan efisiensi ekonomi suatu negara (Mulyati dan Ascarya, 2003 : 5). 2.2 Sistem Pembayaran Non Tunai Alat pembayaran non tunai sudah berkembang dan semakin lazim dipakai masyarakat. Kenyataan ini memperlihatkan kepada kita bahwa jasa pembayaran non tunai yang dilakukan bank maupun lembaga selain bank (LSB), baik dalam proses pengiriman dana, penyelenggara kliring maupun sistem penyelesaian akhir 13

(settlement) sudah tersedia dan dapat berlangsung di Indonesia. Transaksi pembayaran non tunai dengan nilai besar diselenggarakan Bank Indonesia melalui sistem BI-RTGS (Real Time Gross Settlement) dan Sistem Kliring. Sebagai informasi, sistem BI-RTGS adalah muara seluruh penyelesaian transaksi keuangan di Indonesia (Bank Indonesia, 2011). Transaksi pembayaran non tunai dengan nilai yang besar diselenggarakan Bank Indonesia melalui sistem BI-RTGS (Real Time Gross Settlement) dan sistem kliring. Hampir 95% transaksi keuangan nasional bernilai besar dan bersifat mendesak. Contohnya, transaksi di Pasar Uang AntarBank (PUAB), transaksi di bursa saham, transaksi pemerintah, transaksi valuta asing, serta settlement hasil kliring dilakukan melalui sistem BI-RTGS. Pada tahun 2010, misalnya, BI-RTGS telah melakukan transaksi sedikitnya Rp174,3 triliun per hari. Sementara itu, sebagai perbandingan, transaksi nontunai dengan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) dan uang elektronik yang dilakukan bank atau lembaga keuangan bukan bank hanya sekitar Rp8,8 triliun per hari (Bank Indonesia, 2011). Mengingat pentingnya peran BI-RTGS dalam sistem pembayaran nasional, maka kontinuitas dan stabilitasnya harus dijaga. Jika sesaat saja sistem BI-RTGS mengalami gangguan, maka akan sangat mengganggu kelancaran dan stabilitas sistem keuangan. Oleh karena itu, Bank Indonesia sangat peduli dalam menjaga stabilitas BI-RTGS yang dikategorikan sebagai Systemically Important Payment System (SIPS). SIPS adalah sistem yang memproses transaksi pembayaran bernilai besar dan bersifat mendesak. Selain SIPS, dikenal pula System Wide Important Payment System (SWIPS), yaitu sistem yang digunakan 14

oleh masyarakat luas. Sistem Kliring dan APMK termasuk dalam kategori SWIPS ini. Bank Indonesia juga peduli dengan SWIPS karena sistem ini digunakan secara luas oleh masyarakat. Jika terjadi gangguan, maka kepentingan masyarakat dalam melakukan pembayaran akan terganggu (Bank Indonesia, 2011). Bank Indonesia tidak hanya peduli pada terciptanya efisiensi dalam sistem pembayaran, tapi juga kesetaraan akses dan perlindungan konsumen. Terciptanya efisiensi sistem pembayaran berarti memberi kemudahan bagi pengguna untuk memilih metode pembayaran yang dapat diakses di seluruh wilayah dengan biaya serendah mungkin. Kesetaraan akses berarti Bank Indonesia memperhatikan penerapan asas kesetaraan dalam penyelenggaraan sistem pembayaran. Sementara itu, aspek perlindungan konsumen dimaksudkan Bank Indonesia mewajibkan penyelenggara sistem pembayaran nontunai untuk mengadopsi asas-asas perlindungan konsumen secara wajar dalam penyelenggaraan sistemnya (Bank Indonesia, 2011). 2.2.1 Jenis-Jenis Pembayaran Non Tunai Menurut Aulia Pohan (2011: 57-58), alat pembayaran non tunai dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yakni alat pembayaran untuk credit transfer dan alat pembayaran untuk debit transfer. 1. Credit transfer adalah perintah pembayaran untuk tujuan penempatan dana dari pengirim ke penerima melalui jalur transfer dana dari bank pengirim ke bank penerima dan dimungkinkan melalui bank lain sebagai perantara. 15

2. Debit transfer adalah sistem transfer dana di mana perintah transfer dibuat atau diotorisasi oleh pihak yang memiliki dana dan akan melakukan pengiriman dana tersebut kepada pihak lain. Tabel 2.1 Perbandingan Alat Pembayaran Credit Transfer Debit Transfer Paper Based Card Based Electronic Based Paper Based Dulu ada nota kredit (sebelum diterapkan SKNBI) (Pohan, 2011 : 58) - Kartu ATM - Kartu ATM dan Debet - Kartu Kredit - Kartu Prabayar (emoney) - Transfer kredit via RTGS dan SKNBI - Server based e-money - Cek - BG - Nota Debit lain Alat pembayaran non tunai yang ada saat ini terdiri dari berbagai jenis seperti berikut ini (Mulyati dan Ascarya, 2003 : 38-44). 1. Instrumen berbasis warkat (paper-based payment system) a. Cek adalah surat perintah tidak bersyarat untuk membayarsejumlah uang tertentu. b. Bilyet Giro adalah surat perintah dari nasabah kepada bankpenyimpan dana untuk memindahbukukan (tidak berlaku untuk penarikan tunai) sejumlah dana dari rekening pemegang saham yang disebutkan namanya. c. Nota Debet adalah warkat yang digunakan untuk menagih dana pada bank lain untuk keuntungan bank atau nasabah bank yang menyampaikan warkat tersebut. 16

d. Nota Kredit adalah warkat yang digunakan untuk menyampaikan dana pada bank lain untuk keuntungan bank atau nasabah bank yang menerima warkat tersebut. e. Wesel Bank Untuk Transfer adalah wesel yang diterbitkan oleh bank khusus untuk sarana transfer. f. Surat Bukti Penerimaan adalah surat bukti penerimaan transfer dari luar kota yang dapat ditagihkan kepada bank penerima dana transfer melalui kliring lokal. 2. Instrumen Berbasis Kartu (card-based payment system) Dalam perkembangannya terdapat jenis kartu yang dananya telah tersimpan dalam chip elektronik pada kartu tersebut (dikenal sebagai smart card atau chip card), seperti kartu telepon prabayar, kartu kredit, kartu ATM, dan kartu debet. 3. Instrumen Melalui Kantor Pos Instrumen Sistem pembayaran yang cukup penting yang disediakan oleh lembaga keuangan bukan bank (PT. POS INDONESIA) adalah giro pos dan pos wesel, baik dalam negeri maupun luar negeri. 4. Instrumen Berbasis Internet / Telepon Jasa electronic banking melalui internet dan/atau telepon telah disediakan oleh sejumlah bank besar sejak pertengahan 1999. Penggunaan instrumen berbasis internet untuk melakukan transaksi yang memerlukan verifikasi pengaman seperti PIN dan password. 17

2.2.2 Fungsi dan Tujuan Sistem Pembayaran Non Tunai Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) yang banyak dipakai oleh masyarakat merupakan bagian integral dari sistem pembayaran elektronik. Penggunaan alat pembayaran ini memberikan manfaat yang sangat besar bagi berbagai sektor perekonomian, karena pada umumnya transaksi yang menggunakan sistem pembayaran elektronis berbiaya hanya antara sepertiga sampai separuh dari transaksi yang menggunakan sistem pembayaran berbasis kertas, sehingga penghematan substansial dalam pengeluaran dapat direalisasi melalui perubahan sistem dari yang berbasis kertas ke sistem yang bersifat elektronis dan dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi (Hancock dan Humphrey: 1998). 2.2.3 Manfaat dan Resiko Penggunaan Pembayaran Non Tunai Menurut Warjiyo (2006 : 24), alat pembayaran non tunai memberikan manfaat kepada perekonomian, antara lain: a. Tingkat kepuasan konsumen yang semakin bertambah dengan berkurangnya biaya transaksi b. Adanya sumber pendapatan bagi penyedia jasa pembayaran non tunai c. Peningkatan kecepatan transaksi, pertumbuhan ekonomi, dan tingkat kesejahteraan. Akan tetapi penggunaan sarana pembayaran elektronik tersebut dapat meningkatkan risiko pada perekonomian dan sistem pembayaran, antara lain (Warjiyo, 2006 : 24). 18

a. Peningkatan risiko default terutama pada instrumen kartu kredit (dan kartu pasca bayar). Hal tersebut dapat menimbulkan risiko sistemik dalam penyelesaian pembayaran antar bank. b. Peningkatan risiko teknologi informasi yang dapat menimbulkan kekeliruan maupun kecurangan dalam proses penyelesaian transaksi. c. Peningkatan risiko instabilitas sistem keuangan. 2.3 Preferensi Konsumen Preferensi konsumen didefinisikan sebagai selera subjektif (individu), yang diukur dengan utilitas, dari bundel berbagai barang. Konsumen dipersilahkan untuk melakukan rangking terhadap bundel barang sesuai dengan tingkat utilitas yang mereka berikan pada konsumen. Kemampuan untuk membeli barang-barang tidak menentukan menyukai atau tidak disukai oleh konsumen. Terkadang seseorang dapat memiliki preferensi untuk produk A lebih baik dari produk B, tetapi ternyata saran keuangannya hanya cukup untuk memiliki produk B (Besanko dan Braeutigam : 2008). Guna memahami preferensi konsumen dalam memilih produk, maka diperlukan kerangka pikir yang memudahkan penelitian. Ada banyak model yang mengungkap tentang perilaku konsumen, namun model yang dikemukakan oleh Sandhusen (2000) cukup menjelaskan respon dari konsumen sebagai pembeli dalam mengambil keputusan. Walapun penelitian ini membahas hingga pembelian yang dilakukan oleh konsumen dari Buyer s Black Box menuju Buyer s Response (Sandhusen, 2000). 19

Model Sandhusen mencoba menjelaskan bagaimana respon yang diberikan oleh seorang pembeli saat melakukan proses pembelian. Pada dasarnya model sandhusen menjelaskan bahwa keputusan yang diambil seorang konsumen tidak semata mata merupakan keputusan yang dipengaruhi faktor internal konsumen seperti karakteristik diri konsumen dan proses pengambilan keputusan konsumen saja. Adanya faktor eksternal juga mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan. Integrasi antara faktor eksternal dan faktor internal itu dinamakan sandhusen sebagai Buyer s Black Box (Sandhusen, 2000). Faktor eksternal merupakan segala hal yang berasal dari luar diri konsumen yang mampu mempengaruhi konsumen dalam memberikan respon seperti menentukan pemilihan terhadap produk. Sandhusen membagi faktor eksternal menjadi dua, yaitu Marketing Stimuli dan Environmental Stimuli. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Solomon, bahwa faktor eksternal merupakan pembentuk dari persepsi, konsep diri dan gaya hidup konsumen (Sandhusen, 2000). 2.4 Aksesibilitas Konsumen Bambang sutantono (2004:1) menyatakan bahwa aksesibilitas adalah hak atas akses yang merupakan layanan kebutuhan melakukan perjalanan yang mendasar. Dalam hal ini hak konsumen memperoleh akses atas kebutuhan penggunaan kartu pembayaran elektronik yang praktis dan berkualitas. Karena itu, peningkatan aksesibilitas penggunaan kartu pembayaran elektronik yang lebih praktis dan berkualitas menjadi sangat relevan bagi konsumen yang tidak mengetahui cara penggunaan kartu pembayaran elektronik. 20

Aksesibilitas masih menjadi faktor penting masyarakat dalam memanfaatkan jasa keuangan. Perluasan jaringan kantor menjadi agenda penting perbankan nasional dalam meningkatkan jangkauan layanannya ke seluruh penjuru tanah air. Keselamatan, kehandalan dan layanan yang baik tetap menjadi faktor penting bagi konsumen. Semakin banyak sistem jaringan yang tersedia pada suatu daerah maka semakin mudah aksesibilitas yang didapat begitu pula sebaliknya semakin rendah tingkat aksesibilitas yang didapat maka semakin sulit daerah itu dijangkau dari daerah lainnya (Bintarto, 1989). 2.5 Peran Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian 2.5.1 Indikator Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai di Indonesia Meskipun sejauh ini belum banyak terdapat indikator pengukur perkembangan alat pembayaran non tunai yang secara resmi digunakan di Indonesia, tetapi secara umum pengukuran perkembangan pembayaran non tunai dilakukan dengan menggunakan tiga indikator yaitu indikator perkembangan volume transaksi alat pembayaran non tunai, rasio antara konsumsi swasta terhadap uang kartal di masyarakat dan rasio uang tunai terhadap M1 (Hidayat dkk, 2006 : 19-20). Perkembangan sistem pembayaran di Indonesia secara umum sudah mengarah ke sistem pembayaran non tunai. Hal tersebut tercermin dari transaksi nilai besar (high value) dan transaksi nilai kecil (retail) yang dilakukan melalui sarana Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), dan kliring yang mengalami peningkatan secara signifikan dari tahun ke tahun (Hidayat dkk, 2006 : 20). 21

Sementara itu, tren yang sama juga terjadi dengan penyelesaian transaksi melalui mekanisme kliring. Salah satu faktor yang mendorong peningkatan transaksi kliring adalah penerapan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) yang dapat mengakomodir kebutuhan pelaksanaan transfer kredit antarbank ke seluruh wilayah Indonesia tanpa kewajiban melakukan pertukaran fisik warkat (paperless) (Hidayat dkk, 2006 : 20). Selain BI-RTGS dan kliring, perkembangan pembayaran non tunai juga dapat diindikasikan dengan perkembangan alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK). Kegiatan APMK merupakan aktivitas penggunaan instrumen pembayaran menggunakan kartu seperti kartu ATM, kartu kredit, kartu debet maupun kartu prabayar (e-money).perkembangan transaksi APMK mengalamipeningkatan dari waktu ke waktu baik disisi volume dan nilai transaksi. Perkembangan tersebut diprediksikan terus berlangsung sejalan dengan semakin beragamnya fasilitas dan fungsi APMK (Hidayat dkk, 2006 : 21). Sejalan dengan perkembangan teknologi, aktivitas pembayaran non tunai yang dicerminkan dari berbagai alat pembayaran kartu diatas baik dilihat dari nilai maupun jumlah transaksi menunjukkan peningkatan sejak tahun 1999 hingga 2005. Total volume dan nilai transaksi APMK meningkat dari 33 juta transaksi dengan nilai sebesar Rp6,4 triliun pada awal 1999 menjadi 86 juta transaksi senilai Rp65 triliun pada bulan Juli 2005 (Hidayat dkk, 2006 : 22). 22

2.5.2 Peranan Perkembangan Alat Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian Dan Kebijakan Moneter 1. Peranan Pembayaran Non Tunai terhadap Perekonomian Peningkatan pembayaran non tunai berpotensi untuk dapat memberikan manfaat atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui beberapa cara yakni: mengurangi opportunity cost masyarakat, meningkatkan pendapatan masyarakat melalui pendapatan bunga dan fee base income dan pembiayaan tanpa bunga (khusus kartu prabayar/e-money) yang diterima Bank atau penerbit APMK, mendorong kenaikan tingkat konsumsi dan velocity of money serta mendorong aktivitas sektor riil dan pertumbuhan ekonomi (Hidayat dkk, 2006 : 24). 2. Peranan Pembayaran Non Tunai terhadap Kebijakan Moneter Pengaruh inovasi dalam alat pembayaran non tunai dapat menimbulkan komplikasi dalam penggunaan target kuantitas dalam pengendalian moneter. Perkembangan alat pembayaran non tunai menggunakan kartu seperti kartu ATM dan kartu debet dengan tabungan sebagai underlying-nya dapat berimplikasi pada konsep perhitungan uang beredar dalam arti sempit (M1) dan dalam arti luas (M2). Hal ini terjadi karena pergeseran fungsi tabungan dari simpanan yang tidak dapat ditarik sewaktu-waktu (M2) menjadi jenis simpanan yang dapat ditarik sewaktu-waktu sebagaimana halnya simpanan giral (M1) (Hidayat dkk, 2006 : 25). Memperhatikan degree of moneyness dari jenis simpanan tabungan tersebut diatas, perlu dipertimbangkan pengklasifikasian tabungan yang 23

menggunakan kartu ATM atau kartu debet sebagai bagian dari M1 dalam kategori uang giral dan bukan lagi bagian dari M2. Pengklasifikasian yang kurang tepat terhadap besaran moneter dapat menimbulkan implikasi kesalahan dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter yang menggunakan besaran moneter sebagai operasional target. Sehingga untuk dapat mempertahankan efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter maka perhitungan besaran moneter seyogyanya juga memperhitungkan perkembangan pembayaran non tunai (Hidayat dkk, 2006 : 25). 2.6 Penelitian Terdahulu Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang berkenaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, beberapa penelitian tersebut yaitu. Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu No Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian 1. Afrizal Yudhistira P Analisis Faktor yang Dari segi preferensi faktor terbesar Mempengaruhi Preferensi yang mempengaruhi preferensi dan Aksesibilitas Terhadap responden terhadap penggunaan Penggunaan Kartu kartu pembayaran elektronik Pembayaran Elektronik adalah manfaat yang diperoleh dalam penggunaan kartupembayaran elektronik. Dan segi aksesibilitas pada penelitian ini menunjukkan bahwa faktor terbesar yang mempengaruhi adalah informasi terhadap penggunaan teknologi dalam kartu elektronik. 2. Rahman Helmi dan Analisis Faktor-Faktor Sebagian besar responden (93 Zaki Mubarak yang Mempengaruhi persen) sudah pernah memanfaatkan Masyarakat Kalimantan sistem pembayaran non tunai. Selatan Terhadap Motivasi utama responden dalam Penggunaan Pembayaran penggunaan instrumen non tunai Non Tunai secara beturut adalah kemudahan, 24

Sumber : Peneliti tidak repot membawa uang tunai, dan transaksi aman. Pengalaman masyarakat dalam menggunakan instrumen non tunai bisa dikatakan kurang baik. 2.7 Kerangka Konseptual 1. Hubungan Preferensi Masyarakat Terhadap Penggunaan Pembayaran Non Tunai Preferensi akan menentukan perilaku seseorang dalam mengkonsumsi barang dan jasa. Kotler (2002) berpendapat bahwa preferensi konsumen menunjukkan kesukaan konsumen dari berbagai pilihan produk dan/atau jasa yang ada. Preferensi konsumen dapat diketahui dengan mengukur tingkat kegunaan dan daya tarik pertama yang dapat mempengaruhi penggunaan pembayaran non tunai di kota Medan. 2. Hubungan Aksesibilitas Terhadap Penggunaan Pembayaran Non Tunai Peningkatan aksesibilitas terhadap penggunaan kartu pembayaran elektronik sangat penting untuk peningkatan produktivitas transaksi pembayaran. Sasaran peningkatan aksesibilitas terhadap penggunaan kartu pembayaran elektronik adalah semakin terbukanya dan makin mudah bagi konsumen untuk menggunakan kartu pembayaran elektronik dimanapun dan kapanpun. 25

berikut : Dengan demikian dapat dirumuskan kerangka pikir penelitian sebagai Preferensi Masyarakat Aksesibilitas Penggunaan Pembayaran Non Tunai Masyarakat Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 26