BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

dokumen-dokumen yang mirip
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

II. TINJAUAN PUSTAKA

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

BAB 4 ANALISA KASUS. Lihat Putusan Pengadilan Negeri Jakarta tertanggal 27 Mei 2008, No. 06/Pid/Prap/2008/PN Jkt-Sel

I. PENDAHULUAN. kekuasaan manapun (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002). Sebagai lembaga

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG

NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

MENJAWAB GUGATAN TERHADAP KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH: Rudy Satriyo Mukantardjo (staf pengajar hukum pidana FHUI) 1

1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TUMPANG TINDIH KEWENANGAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI. Oleh : Sulistyo Utomo, SH* *

RINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas

Instrumen Perdata untuk Mengembalikan Kerugian Negara dalam Korupsi

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, DAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA TERORI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap penegak hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan

V. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

PP 2/2002, TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN DAN SAKSI DALAM PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI

I. PENDAHULUAN. manapun (Pasal 3 Undang -Undang Nomor 30 Tahun 2002). Sebagai lembaga independen,

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

LATAR BELAKANG MASALAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pemeriksaan Sebelum Persidangan

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2000 TENTANG

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-IV/2006 Perbaikan 11 September 2006

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering,

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

PUTUSAN Nomor 81/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN PERMAINAN JUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap pemeriksaan penyidikan dan atau penuntutan. 1

Nama : ALEXANDER MARWATA

Eksistensi KPK Dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi Oleh Bintara Sura Priambada, S.Sos., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2000 TENTANG

BAB IV PENUTUP. Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Korupsi di Indonesia kini sudah kronis dan mengakar dalam setiap sendi kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. demokratis yang menjujung tinggi hak asasi manusia seutuhnya, hukum dan

Korupsi Pengadaan alat Simulasi Mengemudi Pasca Intervensi Presiden Oleh : Kombes Iktut Sudiharsa.S.H.,mSi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BAB I PENDAHULUAN. tua. Bahkan korupsi dianggap hampir sama kemunculanya dengan masalah

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II MEKANISME PENETAPAN STATUS TERSANGKA TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Tidak pidana korupsi di Indonesia saat ini menjadi kejahatan luar biasa (extra ordinary crime), sehingga diperlukan penanganan khusus dalam perkara tindak pidana korupsi hal itu dikarenakan proses mencari bukti-bukti dalam kasus perkara tindak pidana korupsi yang sangat sulit karena pelaku dari tindak pidana korupsi adalah orang-orang yang memiliki jabatan atau pengetahuan yang lebih (pintar) sehingga pelaku korupsi paham cara menghilangkan alat-alat bukti. Menyangkut masalah penyidikan, seperti telah diketahui dalam KUHP yang diberi kewenangan melakukan penyidikan uatamanya adalah Polisi dan kordinatif penyidik tindak pidana instansi lain, Namun apabila melihat pasal 184 ayat (4) KUHAP, Jaksa tetap diberi wewenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana khusus seperti tindak pidana korupsi, Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dilengkapi dengan hukum acara pidana khusus yang merupakan pengecualian daripada yang diatur pada KUHAP. Kewenangan Kejaksaan didasarkan pada Pasal 17 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagai berikut: 54

55 Penyidik menerut ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu sebagai mana yang dimaksud dalam pasal 284 ayat 2 KUHAP dilaksanakn oleh penyidik, jaksa dan pejabat penyidik yang berwenang berdasarkan peraturan perundangan Kewenangan jaksa sebagai penyidik berdasarkan Pasal 30 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, sebagai berikut : Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang Sehingga dapat diketahui kewenangan kejaksaan sebagai penyidik terkait pada ketentuan hukum yang diatur pada KUHAP dan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan kewenangan yang dimiliki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tidak hanya terkait dengan KUHAP dan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tetapi juga dapat melakukan terobosan diluar KUHAP sesuai dengan ketentuan didalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Hal tersebut dikarenakan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga Negara yang dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya besifat independen dan bebes dari pengaruh kekuasaan manapun, sehingga

56 pembetukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertujuan meningkatkan upaya pemberantasan perkara tindak pidana korupsi. Perbedaan kewenangan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan sebagai penyelidikan, penyidik dan penuntutan ditegaskan pada Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, memberi kewenangan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatasi perkara tindak pidana korupsi yang seperti berikut: 1.Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara 2.Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat dan/atau 3.Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp.1.000.000.00 (satu milyar rupiah) Kategori diatas merupakan kewenangan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jadi, tidak semua perkara korupsi menjadi kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tapi terbatas pada perkara-perkara korupsi yang memenuhi syarat-syarat di atas. Dengan demikian dapat diketahui kewenagan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki kewenangan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan hanya kepada aparat hukum dan aparat penyelenggara Negara yang diduga melakukan korupsi. adapun perbedaan antara kewenangan Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan

57 pemeriksaan terdapat Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang berbunyi : Dalam hal seseorang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberatasan Korupsi, terhitung sejak tanggal penetapkan tersebut prosedur khusus yang berlaku dalam rangka pemeriksaan tersangka yang diatur dalam peraturan perundang-udangan lain, tidak berlaku dalam berdarkan undang-undang ini Pasal tersebut menjelaskan Bahwa KPK dapat melakukan pemeriksaan terhadap tersangka tanpa harus meminta izin pemeriksaan terlebih dahulu. Berbeda dengan kejaksaan, Jaksa akan sangat kesulitan pada saat melakukan pemeriksaan terhadap pejabat negara dikarenakan harus membuat surat izin dahulu dari pejabat terkait sehingga harus menunggu berbulan-bulan, salah satu pasal yang merupakan mempersulit pemeriksaan dilakukan oleh jaksa: Pasal 36 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor: 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan Tindakan penyelidikan dan penyidikan terhadap Kepala Daerah dan atau Wakil Kepala Daerah dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari Presiden atas permintaan penyidik. Dan apabila persetujuan tertulis tidak diberikan dalam waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak diterimanya permohonan, proses penyelidikan dan penyidikan dapat dilakukan. Di samping itu tindakan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan diperlukan persetujuan tertulis. Pasal diatas menjelaskan bahwa Penyidik untuk melakukan

58 pemeriksaan harus meminta ijin dan mendapat persetujuan dari presiden hal ini merupakan hambatan bagi jaksa untuk melakukan pemeriksaan, berbeda dengan KPK dalam melakukan pemeriksaan tidak perlu untuk meminta ijin dulu kepada Presiden seperti yang ditetapkan pada Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi B. Kewenangan Jaksa menghentikan penyidikan dengan alasan bukti sulit ditemukan atau batas waktu penyidikan telah berakhir Undang-Undang memberi wewenang penghentian penyidikan kepada penyidik, ditegaskan Pasal 109 ayat 2 KUHAP yang memberi wewenang kepada peyidik untuk menghentikan penyidikan yang sedang berjalan, Bunyi pasal 109 ayat 2 KUHAP sebagai berikut : Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya Alasan penghentian penyidikan yang disebut pada pasal 109 ayat 2 KUHAP terdiri dari: 1. Tidak Diperoleh Bukti yang Cukup Apabila penyidik tidak memperoleh cukup bukti untuk menuntut tersangka atau bukti yang diperoleh penyidik tidak memadai untuk membuktikan kesalahan tersangka jika diajukan ke depan

59 pengadilan. Atas dasar kesimpulan ketidakcukupan bukti inilah penyidik berwenang menghentikan penyidikan. 2. Peristiwa yang diisangkakan bukan merupakan Tindak Pidana Apabila dari hasil penyidikan dan pemeriksaan, penyidik berpendapat apa yang disangkakan terhadap tersangka bukan merupakan perbuatan pelanggaran dan kejahatan, dalam hal ini berwenang menghentikan penyidikan. atau tegasnya, jika apa yang disangkakan bukan kejahatan maupun pelanggaran pidana yang termasuk kompetensi peradilan umum, jadi tidak merupakan pelanggaran dan kejahatan seperti yang diatur dalam KUHP atau dalam peraturan perundang-undangan tindak pidana khusus yang termasuk dalam ruang lingkup wewenang peradilan umum, penyidikan beralasan dihentikan. 3. Penghentian Penyidikan Demi Hukum Penghentian atas dasar alasan demi hukum pada pokoknya sesuai dengan alasan-alasan hapusnya hak menuntut dan hilangnya hak menjalankan pidana yang diatur dalam Bab VIII KUHP, sebagaimana yang dirumuskan dalam ketentuan pasal 76,77,78, dan seterusnya, antara lain: a) Dalam pasal 76 KUHP seseorang tidak dapat lagi dituntut untuk kedua kalinya atas dasar perbuatan yang sama, terhadap mana atas perbuatan itu orang yang bersangkutan telah pernah diadili dan diputus perkaranya oleh hakim atau pengadilan yang berwenang untuk itu di Indonesia, serta putusan

60 itu telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Tersangka meninggal dunia (pasal 77 KUHP), dengan meninggalnya tersangka, dengan sendirinya penyidikan harus dihentikan b) karena kadaluwarsa, seperti yang dijelaskan dalam pasal 78 KUHP. Apabila telah dipenuhi tenggang waktu penuntutan seperti yang diatur dalam pasal 78 KUHP, dengan sendirinya menurut hukum penuntutan terhadap pelaku tindak pidana tidak boleh lagi dilakukan c) Sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang (pasal 109 ayat 2), apabila penyidikan dihentikan, maka penyidik berkewajiban memberitahukan hal tersebut: Undang-undang telah menyebutkan secara limitative alasan yang dapat dipergunakan penyidik sebagai dasar penghentian penyidikan. Penyebutan atau penggarisan alasan-alasan tersebut penting, guna menghindari kecenderungan negatif pada diri pejabat penyidik. Dengan penegasan ini, undang-undang mengharapkan supaya di dalam mempergunakan wewenang penghentian penyidikan, penyidik mengujinya kepada alasan-alasan yang telah ditentukan. Tidak semuanya tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum, serta sekaligus pula akan memberi landasan perujukan bagi pihak-pihak yang merasa keberatan atas sah tidaknya penghentian penyidikan menurut hukum. Demikian juga

61 bagi praperadilan, penegasan alasan-alasan penghentian tersebut merupakan landasan dalam pemeriksaan sidang praperadilan, jika ada permintaan pemeriksaan atas tidaknya penghentian penyidikan. Adapun alasan pemberian wewenang penghentian penyidikan ini tesebut Untuk menegakkan prinsip peradilan cepat, tepat dan biaya ringan, dan sekaligus untuk tegaknya kepastian hukum dalam kehidupan masyarakat, jika penyidik berkesimpulan bahwa berdasar hasil penyelidikan atau penyidikan tidak cukup bukti atau alasan untuk menuntut tersangka dimuka persidangan untuk apa berlarut-larut menangani dan memeriksa tersangka. Lebih baik penyidik secara resmi menyatakan penghentian pemeriksaan penyidikan. Agar tercipta kepastian hukum baik bagi penyidik sendiri, terutama kepada tersangka dan masyarakat. Supaya penyidikan terhindar dari kemungkinan tuntutan ganti kerugian, sebab kalau perkaranya diteruskan, tapi ternyata tidak cukup bukti atau alasan untuk menuntut ataupun menghukum dengan sendirinya memberi hak kepada tersangka atau terdakwa untuk menuntut ganti kerugian berdasar Pasal 95 KUHAP yang bebunyi : Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan