BAB II LANDASAN TEORI. hubungan antara variabel dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. dengan cara memerinci hubungan sebab-akibat yang terjadi.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA. tertentu tanpa menyebutkan wujud dari tindak pidana. Unsur-unsur yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN. A. Tindak Pidana Pembunuhan dan Pembunuhan Berencana

BAB I PENDAHULUAN. yaitu, pleger, doen pleger, medepleger, uitlokker. Suatu penyertaan. dilakukan secara psikis maupun pisik, sehingga harus dicari

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA DAN PASAL 340 KUHP

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi

1. PERCOBAAN (POGING)

BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TIMBULNYA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN SESUAI PASAL 340 KUHP

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB III MENYURUHLAKUKAN TINDAK PIDANA DALAM PASAL55 KUHP DAN MENURUT HUKUM ISLAM. A. Delik Menyuruh lakukan Tindak Pidana Menurut Hukum Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan tentang Pembunuhan Secara Umum

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi dalam

BAB I PENDAHULUAN. komponen yaitu Struktur, substansi dan kultur hukum. 2 Ketiga komponen tersebut

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB III REMISI DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN maupun yang sudah tercantum dalam peraturan perundang-undangan.

BAB III REMISI BAGI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN A. Ketentuan tentang Remisi menurut Keppres RI No 174 Tahun 1999

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

Lex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG DI LAKUKAN SECARA BERSAMA-SAMA

MOTIF PELAKU DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA MENURUT PASAL 340 KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PIDANA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PEMBANTU KEJAHATAN TERHADAP NYAWA

Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

1. PENDAHULUAN. Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

ABSTRAK ACHMAD IMAM LAHAYA, Nomor Pokok B , Tinjauan Yuridis Terhadap Penyertaan Tindak

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TURUT SERTA TERHADAP TINDAK PIDANA ABORSI SKRIPSI

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

I. PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting dalam. dalam kegiatan seperti pemeliharaan pertahanan dan keamanan, keadilan,

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di

I. PENDAHULUAN. Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. terlebih dahulu diuraikan pengertian Berdasarkan literatur hukum pidana

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TERHADAP NYAWA DAN TUBUH ORANG

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

Lex Administratum, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM DALAM PASAL 55 KUHP TERHADAP MENYURUH LAKUKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

TAWURAN DARI SUDUT PASAL 170 DAN PASAL 358 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA 1 Oleh: Hendy Pinatik 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

BAB I PENDAHULUAN. pembunuhan. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan, jumlah kasus. pembunuhan, dan tahun 2015 menjadi 48 kasus pembunuhan.

Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016. PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PERBUATAN PERCOBAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA 1 Oleh: Magelhaen Madile 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. laku yang melanggar undang-undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

PENGGUNAAN KEKERASAN SECARA BERSAMA DALAM PASAL 170 DAN PASAL 358 KUHP 1 Oleh : Soterio E. M. Maudoma 2

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyerukan manusia untuk mematuhi segala apa yang telah ditetapkan oleh Allah

KAJIAN PEMBUKTIAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta)

Bab II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB II PEMBAHASAN. KUHP. Berikut bunyi pasal-pasal mengenai penyertaan dalam KUHP: 1. Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGEROYOKAN

Ahmad Afandi /D Kata Kunci : Penyertaan Dalam Tindak Pidana Perusakan Hutan

Lex Crimen Vol. III/No. 2/April/2014

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI Teori adalah sebagai seperangkat konsep, asumsi, dan generalisasi, yang digunakan untuk menjelaskan suatu gejala atau fenomena tertentu. Teori merupakan serangkaian bagian atau variabel, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antara variabel dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. Secara umum, teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang mengindikasikan adanya hubungan diantara konsep-konsep tersebut yang membantu kita memahami sebuah fenomena. Teori merupakan salah satu konsep dasar penelitian sosial. Secara khusus, teori adalah seperangkat konsep, konstruk, defenisi dan proposisi yang berusaha menjelaskan hubungan sistematis suatu fenomena, dengan cara memerinci hubungan sebab-akibat yang terjadi. Manfaat teori secara umum adalah sebagai berikut: 1. Hakikat dan makna dari sesuatu yang diteliti. 2. Menjelaskan hubungan sesuatu yang diteliti dengan hal lainnya. 3. Landasan untuk menyusun hipotesis penelitian. 4. Dasar untuk menyusun instrumen penelitian 5. Acuan untuk membahas hasil penelitian. 16

- Teori Keadilan Hukum Keadilan berasal dari istilah adil yang berasal dari bahasa Arab. Kata adil berarti tengah, adapun pengertian adil adalah memberikan apa saja sesuai dengan haknya. Keadilan berarti tidak berat sebelah, menempatkan sesuatu ditengah-tengah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar, tidak sewenang-wenang. Keadilan juga memiliki pengertian lain yaitu suatu keadaan dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara memperoleh apa yang menjadi haknya sehingga dapat melaksanakan kewajibannya. Istilah keadilan (iustitia) berasal dari kata adil yang berarti : tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar, tidak sewenang-wenang. Dari beberapa definisi dapat disimpulkan bahwa pengertian keadilan adalah semua hal yang berkenan dengan sikap dan tindakan dalam hubungan antar manusia, keadilan berisi sebuah tuntutan agar orang memperlakukan sesamanya sesuai dengan hak dan kewajibannya, perlakukan tersebut tidak pandang bulu atau pilih kasih, melainkan semua orang diperlakukan sama sesuai dengan hak dan kewajibannya. 17 Keadilan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia berasal dari kata adil yang berarti kejujuran kelurusan dan keikhlasan dan tidak berat sebelah, tidak memihak, tidak sewenang-wenang. Hukum adalah kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Keadilan hukum merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari hukum terutama untuk norma hukum tertulis. Dalam menciptakan keadilan, prinsip utama yang digunakan adalah: 1. Kebebasan yang sama sebesar-besarnya asalkan tetap menguntungkan semua pihak. 17 http://www.pengertian-keadilan.com, (diakses 23 april 2016) 17

2. Prinsip ketidaksamaan yang digunakan untuk keuntungan bagi yang lemah. Prinsip ini merupakan gabungan dari prinsip perbedaan dan persamaan yang adil atas kesempatan. Secara keseluruhan ada tiga prinsip untuk mencari keadilan, yaitu: 1. Kebebasan yang sebesar-besarnya sebagai prioritas. 2. Perbedaan 3. Persamaan yang adil atas kesempatan. 2.1 Tindak Pidana Pembunuhan berencana 2.1.1 Pembunuhan Berencana Pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu dalam bahasa asing (Belanda) disebut moord yang artinya segaja dan direncanakan lebih dahulu yang menghilangkan jiwa orang lain. Pembunuhan berencana adalah suatu pembunuhan biasa seperti Pasal 338 KUHP, akan tetapi dilakukan dengan direncanakan terdahulu. Direncanakan lebih dahulu (voorbedachterade) sama dengan antara timbul maksud untuk membunuh dengan pelaksanaannya itu masih ada tempo bagi si pembuat untuk dengan tenang memikirkan misalnya dengan cara bagaimanakah pembunuhan itu akan dilakukan. 18 Perbedaan antara pembunuhan biasa dan pembunuhan direncanakan yaitu kalau pelaksanaan pembunuhan biasa yang dimaksud dalam Pasal 338 KUHP itu dilakukan seketika pada waktu timbul niat, sedang pembunuhan berencana dalam 18 http://www.gresnews.com/mobile/berita/tips/77286-hukum-pidana-pembunuhanberencana/, diakses September 2015. 18

Pasal 340 KUHP pelaksanan itu ditangguhkan setelah niat itu timbul, untuk mengatur rencana, cara bagaimana pembunuhan itu akan dilaksanakan. Jarak waktu antara timbulnya niat untuk membunuh dan pelaksanaan pembunuhan itu masih demikian luang, sehingga pelaku masih dapat berfikir, apakah pembunuhan itu diteruskan atau dibatalkan, atau pula merencana dengan cara bagaimana ia melakukan pembunuhan itu. Perbedaan lain terletak dalam apa yang terjadi didalam diri si pelaku sebelum pelaksanaan menghilangkan jiwa seseorang (kondisi pelaku). Untuk pembunuhan direncanakan terlebih dulu diperlukan berfikir secara tenang bagi pelaku. Didalam pembunuhan biasa, pengambilan putusan untuk menghilangkan jiwa seseorang dan pelaksanaannya merupakan suatu kesatuan, sedangkan pada pembunuhan direncanakan terlebih dulu kedua hal itu terpisah oleh suatu jangka waktu yang diperlukan guna berfikir secara tenang tentang pelaksanaannya, juga waktu untuk memberi kesempatan guna membatalkan pelaksanaannya. Direncanakan terlebih dulu memang terjadi pada seseorang dalam suatu keadaan dimana mengambil putusan untuk menghilangkan jiwa seseorang ditimbulkan oleh hawa nafsunya dan di bawah pengaruh hawa nafsu itu juga dipersiapkan pelaksanaannya. Mengenai unsur dengan rencana terlebih dahulu, pada dasarnya mengandung tiga unsur/ syarat : 19 a. Memutuskan kehendak dalam suasana tenang. 19 Achmad Ali, 2010, Yusril Versus Criminal Justice System, Pt. Umitoha Ukhuwah Grafika, Makassar, hlm. 48. 19

b. Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan pelaksanaan kehendak. c. Pelaksanaan kehendak ( perbuatan ) dalam suasana tenang. Adapun pengertian direncanakan terlebih dahulu menurut R. Soesilo yaitu Saat atau tempo antara timbulnya kehendak dengan pelaksanaannya tidak boleh terlalu sempit, tetapi juga sebaliknya tidak terlalu lama, yang penting adalah apakah di dalam tempat itu si pelaku dengan teman masih dapat berfikir-berfikir yang sebenarnya, ia masih ada kesempatan untuk membatalkan niat untuk membunuh itu, tapi ia tidak pergunakan. Pembunuhan berencana terdiri dari pembunuhan arti Pasal 338 KUHP ditambah dengan adanya unsur dengan rencana terlebih dahulu. Lebih berat ancaman pidana pada pembunuhan berencana, jika dibandingkan dengan pembunuhan dalam Pasal 338 KUHP maupun Pasal 339 KUHP. Pasal 340 KUHP dirumuskan dengan cara mengulang kembali seluruh unsur dalam Pasal 338 KUHP, kemudian ditambah dengan satu unsur lagi yakni dengan rencana terlebih dahulu. Oleh karena dalam Pasal 340 KUHP mengulangi lagi seluruh Pasal 338 KUHP, maka pembunuhan berencana dapat dianggap sebagai pembunuhan yang berdiri sendiri (een zelfstanciing misdrijf) lepas dan lain dengan pembunuhan biasa delam bentuk pokok. Lain halnya dengan pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh tindak pidana lain Pasal 339 KUHP, di mana unsur-unsur dalam Pasal 338 KUHP tidak lagi disebutkan dalam rumusan Pasal 339 KUHP, cukup disebutkan dengan pembunuhan saja, yang artinya menunjuk pada pengertian Pasal 338 KUHP. Oleh sebab itu tidak dipersoalkan lagi, bahwa pembunuhan Pasal 339 KUHP adalah berupa pembunuhan dalam bentuk khusus yang diperberat (gequalificeerdemisdrijf). Berdasarkan apa yang diterangkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa 20

merumuskan Pasal 340 KUHP dengan cara demikian, pembentuk UU sengaja melakukannya dengan maksud sebgai kejahatan yang berdiri sendiri. 20 Adapun mengenai rumusan delik pembunuhan berencana diatur dalam Pasal 340 KUHP, yang berbunyi sebagai berikut: Barangsiapa dengan segaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. Jarak waktu antara timbulnya niat untuk membunuh dan pelaksanaan pembunuhan itu masih demikian luang, sehingga pelaku masih dapat berpikir, apakah pembunuhan itu diteruskan atau dibatalkan, atau pula merencanakan dengan cara bagaimana ia melakukan pembunuhan itu. Perbedaan lain terletak dalam apa syang terjadi di dalam diri si pelaku sebelum pelaksanaan menghilangkan jiwa seseorang (kondisi pelaku). Berdasarkan uraian di atas maka dapat dipahami pengertian pembunuhan berencana adalah pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu. Antara rencana dengan pelaksanaan pembunuhan ada jarak yang merupakan wujud dari perencanaan itu sendiri. 20 http://s-hukum.2015/05/tindak-pidana-pembunuhan-dalam-kuhp.html. 21

2.1.2 Unsur- unsur Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Unsur-unsur tersebut dibedakan menjadi dua unsur antara lain: 21 1. Unsur subjektif Unsur subjektif adalah unsur yang terdapat dalam diri pembuat, dimana pembuat megetahui perbuatan yang akan dilakukan (disengaja). Unsur ini dibedakan atas tiga bagian, yaitu: a. Barangsiapa Unsur barang siapa ditujukan kepada manusia yang melakukan, menyuruh melakukan, turut melakukan, dan atau membantu melakukan, sehingga apabila kematian seseorang disebabkan oleh mahkluk lain selain daripada manusia tidak termaksud dalam unsur delik pembunuhan berencana. Unsur barangsiapa pada delik pembunuhan berencana adalah perbuatan manusia baik perbuatan secara langsung maupun perbuatan tidak langsung. Walaupun manusia tersebut tidak melakukan secara langsung akan tetapi dia termaksud sebagai pelaku delik pembunuhan berencana dilihat dari kesengajaan pelakunya yang memungkinkan agar terjadinya akibat yaitu kematian seseorang. b. Dengan sengaja Adapun unsur kesengajaan yang memuat dalam rumusan Pasal 340 KUHP, yaitu meliputi: 1. Kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogemerk), terjadinya suatu tindakan atau akibat teretntu (sesuai dengan rumusan undangundang hukum pidana), adalah betul-betul perwujudan dari maksud atau tujuan dan pengetahuan dari pelaku. 26 21 Mustofa Abdulah-Ruben Ahmad, Intisari Hukum Pidana. 2012, Ghalia Indah, Jakarta, hlm 22

2. Kesengajaan sebagai kepastian (opzet bijzekeerheidsbewustzin), kesengajaan dalam bentuk ini yang menjadi sandaran pelaku tentang tindakan dan akibat yang merupakan salah satu unsur delik, disamping tindakan atau akibat-akibat lainnya yang pasti atau terus terjadi. 3. Kesengajaan sebagai kemungkinan (Dolus Eventualis). Kesengajaan dengan kesadaran akan kemungkinan disebut juga disebut sebagai kesengajaan bersyarat atau Dolus Eventualis. c. Direncanakan lebih dahulu Dalam konteks Pasal 340 KUHP unsur yang direncanakan lebih dahulu mengandung tiga syarat yaitu: 1. Memutuskan kehendak dalam suasana tenang; 2. Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan pelaksanaan kehendak; 3. Pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam suasana tenang. Memutuskan kehendak dalam suasana tenang, adalah pada saat memutuskan kehendak untuk membunuh itu dilakukan dalam suasana (batin) yang tenang. Suasana batin yang tenang tidak tergesa-gesa atau tiba-tiba, tidak dalam keadaan terpaksa dan emosi yang tinggi. Pemikiran yang pertimbangannya seperti ini hanya dapat dilakukan apabila ada dalam suasana tenang, dan dalam suasana tenang sebagaimana waktu mimikirkan dan mempertimbangkan dengan mendalam dan akhirnya memutuskan kehendak untuk berbuat. Ada tenggang waktu yang cukup, antara sejak timbulnya/diputuskannya kehendak sampai pelaksanaan keputusan kehendaknya itu. Waktu yang cukup ini adalah relatif, dalam arti tidak diukur dari lamanya waktu tertentu, melainkan 23

tergantung pada keadaan atau kejadian kongkret yang berlaku. Dalam tenggang waktu itu masih tampak adanya hubungan antara pengambilan putusan kehendak dengan pelaksanaan pembunuhan. Mengenai adanya cukup waktu, dalam tenggang waktu mana ada kesempatan untuk memikirkan dengan tenang untung ruginya pembunuhan itu dan lain sebagainya. Dalam suatu Arrest HR yang menyatakan bahwa: Untuk dapat diterimanya suatu rencana terlebih dahulu, maka adalah perlu adanya suatu tenggang waktu pendek atau panjang dalam mana dilakukan pertimbangan dan pemikiran yang tenang. Pelaku harus dapat memperhitungkan makna dan akibat-akibat perbuatannya, dalam suatu suasana kejiwaan yang memungkinkan untuk berpikir. Mengenai syarat yang ketiga, berupa pelaksanaan pembunuhan itu dilakukan dalam suasana (batin) tenang, syarat ini adalah syarat terpenting. Maksud suasana hati dalam saat melaksanakan pembunuhan itu tidak dalam suasana yang tergesa-gesa, amarah yang tinggi, rasa takut yang berlebihan dan lain sebagainya. Tiga unsur/syarat dengan rencana terlebih dahulu sebagaimana yang diterangkan di atas, bersifat kumulatif dan saling berhubungan, suatu kebulatan yang tidak terpisahkan. Sebab bila sudah/terputus, maka sudah tidak ada lagi dengan rencana terlebih dahulu. Unsur dengan rencana terlebih dahulu, sudah terbentuk dengan telah terbentuknya syarat pertama daan syarat kedua. hanya dalam sudut pandang hukum pidana (Pasal 340 KUHP) sepanjang kehendak yang ditunjang dengan berencana itu belum diwujudkan dalam pelaksanaan hal ini hanya membuktikan adanya rencana. Dalam hal ini syarat ketiga dapat dipandang penting sebagai syarat untuk membuktikan telah terjadinya pembunuhan berencana. 24

Pendapat yang menyatakan bahwa unsur dengan rencana terlebih dahulu adalah bukan bentuk kesengajaan, akan tetapi berupa cara membentuk kesengajaan. Menurut Hermien HK bahwa unsur ini bukan merupakan bentuk opzet, tetapi cara membentuk opzet, yang mana mempunyai 3 syarat, yaitu: 22 a. Opzet nya ini dibentuk setelah direncanakan terlebih dulu b. Dan setelah orang merencanakan (opzet nya) itu terlebih dahulu, maka yang penting ialah caranya opzet itu dibentuk de vorm waarin opzet wordt geyormd, yaitu harus dalam keadaan yang tenang in koelen bloede c. Dan pada umumnya, merencanakan pelaksanaan opzet itu memerlukan jangka waktu yang agak lama. Proses terbentuknya berencana memerlukan dan melalui syarat-syarat tertentu. Sedangkan terbentuknya kesengajaan tidak memerlukan syarat-syarat sebagaimana syarat yang diperlukan bagi terbentuknya unsur dengan rencana terlebih dahulu. Terbentuknya kesengajaan, seperti kesengajaan pada Pasal 338 KUHP cukup terbentuk secara tiba-tiba. Proses terbentuknya unsur dengan rencana terlebih dahulu, tampak bahwa kesengajaan (kehendak) sudah dengan sendirinya terdapat di dalam unsur dengan rencana terlebih dahulu. 22 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1; Stelsel Pidana, Teori-Teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012.hlm. 69. 25

2. Unsur Obyektif a. Menghilangkan nyawa orang lain. b. Dengan rencana terlebih dahulu. Direncanakan terlebih dulu memang terjadi pada seseorang dalam suatu keadaan dimana mengambil putusan untuk menghilangkan jiwa seseorang ditimbulkan oleh hawa nafsunya dan di bawah pengaruh hawa nafsu itu juga dipersiapkan pelaksanaannya. Dengan rencana lebih dahulu diperlukan saat pemikiran dengan tenang dan berfikir dengan tenang. Untuk itu sudah cukup jika si pelaku berfikir sebentar saja sebelum atau pada waktu ia akan melakukan kejahatan sehingga ia menyadari apa yang dilakukannya. 23 Mengenai unsur dengan rencana terlebih dahulu, pada dasarnya mengandung 3 syarat atau unsur, yaitu : 1. Memutuskan kehendak dalam suasana tenang. 2. Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan pelaksanaan kehendak. 3. Pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam suasana tenang. Memutuskan kehendak dalam suasana tenang, adalah pada saat memutuskan kehendak untuk membunuh itu dilakukan dalam suasana batin yang tenang. Susana batin yang tenang adalah suasana tidak tergesa-gesa atau tiba-tiba, tidak dalam keadaan terpaksa dan emosi yang tinggi. 2012,hlm 23. 23 Sudarto, Perspektif Teoritis Studi Hukum Dalam Masyarakat, C.VRajawali, Jakarta, 26

Ada tenggang waktu yang cukup antara sejak timbulnya atau diputuskannya kehendak sampai pelaksanaan keputusan kehendaknya itu, waktu yang cukup ini adalah relatif, dalam arti tidak diukur dari lamanya waktu tertentu, melainkan bergantung pada keadaan atau kejadian kongkret yang berlaku. Mengenai syarat yang ketiga, berupa pelaksanaan pembunuhan itu dilakukan dalam suasana batin tenang, bahkan syarat ketiga ini diakui oleh banyak orang sebagai yang terpenting. Maksudnya suasana hati dalam saat melaksanakan pembunuhan itu tidak dalam suasana yang tergesa-gesa, amarah yang tinggi, rasa takut yang berlebihan dan lain sebagainya. Tiga unsur atau syarat dengan rencana lebih dahulu sebagaimana yang diterangkan di atas, bersifat kumulatif dan saling berhubungan, suatu kebulatan yang tidak terpisahkan. Sebab bila sudah terpisah atau terputus, maka sudah tidak ada lagi dengan rencana terlebih dahulu. 2.1.3 Jenis-jenis Pembunuhan Dari ketentuan-ketentuan mengenai pidana tentang kejahatan-kejahatan yang ditujukan terhadap nyawa orang juga dapat mengetahui bahwa pembentuk undangundang telah membedakan jenis-jenis tindak pidana pembunuhan antara lain: 24 a. Pembunuhan biasa dalam bentuk pokok (Pasal 338 KUHP). Pasal 338 KUHP yang bunyinya sebagai berikut : Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, karena makar mati, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun. b. Pembunuhan yang diikuti, disertai dan didahului dengan tindak pidana lain (Pasal 339 KUHP). 24 Kitab Uundang-Undang Hukum Pidana No 1 tahun 1946. 27

Pasal 339 KUHP yang bunyinya sebagai berikut : Pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oleh kejahatan dan yang dilakukan dengan maksud untuk memudahkan perbuatan itu, jika tertangkap tangan, untuk melepaskan diri sendiri atau pesertanya daripada hukuman, atau supaya barang yang didapatkannya dengan melawan hukum tetap ada dalam tangannya, dihukum dengan hukuman penjara seumur hidup atau penjara sementara selamalamanya dua puluh tahun. c. Pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP). Pasal 340 KUHP, yang berbunyi sebagai berikut: Barangsiapa dengan segaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. d. Pembunuhan ibu terhadap bayinya pada saat atau tidak lama setelah dilahirkan (Pasal 341 dan Pasal 342 KUHP). Pasal 341 KUHP yang bunyinya sebagai berikut : Seorang ibu yang dengan sengaja menghilangkan jiwa anaknya pada ketika dilahirkan atau tidak berapa lama sesudah di lahirkan, karena takut ketahuan bahwa ia sudah melahirkan anak dihukum, karena makar mati terhadap anak (kinderdoodslag) dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun. Pasal 342 KUHP yang bunyinya sebagai berikut : Seorang ibu yang dengan sengaja akan menjalankan keputusan yang diambilnya sebab takut ketahuan bahwa ia tidak lama lagi akan melahirkan anak, menghilangkan jiwa anaknya itu pada ketika dilahirkan atau tidak lama kemudian dari pada itu, dihukum karena pembunuhan anak (kinderdmoord), yang direncanakan dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun. e. Pembunuhan atas permintaan korban (Pasal 344 KUHP). Pasal 344 KUHP yang bunyinya sebagai berikut : Barangsiapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan dengan sungguhsungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun. 28

f. Penganjuran dan penolongan pada bunuh diri (Pasal 345 KUHP). Pasal 345 KUHP yang bunyinya sebagai berikut : Barangsiapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu, maka jika orang itu jadi membunuh diri, dihukum penjara selama-lamanya empat bulan. g. Pengguguran dan pembunuhan terhadap kandungan ( Pasal 346 dan Pasal 349 KUHP). Pasal 346 KUHP yang bunyinya sebagai berikut : Perempuan yang dengan sengaja menyebabnya gugur atau mati kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun. Pasal 349 KUHP yang bunyinya sebagai berikut: Jika seorang tabib, dukun beranak atau tukang obat membantu dalam kejahatan yang tersebut dalam Pasal 346, atau bersalah atau membantu dalam salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 347 KUHP dan 348 KUHP, maka hukuman yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiganya dan dapat ia dipecat dari jabatannya yang digunakan untuk melakukan kejahatan itu. 2.1.4 Penyertaan (Deelneming) 2.1.4.1 Pengertian Penyertaan (Deelneming) Kata Deelneming berasal dari bahasa Belanda dari kata Deenemen yang berarti menyertai dan Deelnemingi di artikan sebagai penyertaan. Dalam hukum pidana sering terjadi suatu tindak pidana di lakukan lebih dari satu orang. Menurut Satochid Kartanegara Deelneming berarti satu delik tersangkut beberapa orang atau lebih dari satu orang. Pengertian ini di bantah oleh Leden Marpaung yang mengatakan bahwa orang-orang tersebut haruslah mampu bertanggung jawab. 25 25 Skripsi, Andi Hikmatul Af idah Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana yang dilakukan bersama-sama, Stambuk 2014, Fakultas Hukum Universitas Hasanudin. 29

Menurut Leden Marpaung Deelneming memiliki dua sifat yaitu Deelneming yang bersifat berdiri sendiri yaitu pertangungjawaban dari setiap pelaku di hargai sendiri dan Deelneming yang tidak berdiri sendiri yaitu pertanggungjawaban dari pelaku digantungkan pada perbuatan pelaku lainnya. Di dalam KUHP Deelneming di atur dalam Pasal 55 KUHP. Pasal 55 KUHP 1. Di hukum sebagai pelaku tindak pidana a. Mereka yang melakukan, menyuruh, melakukan, atau turut melakukan perbuatan itu. b. Mereka yang memberi, menjanjikan sesuatu, salah memakai kekuasaan atau martabat dengan kekerasan, paksaan atau ancaman atau penyesatan atau memberikan kesempatan, Ikhtiar atau keterangan, sengaja membujuk supaya perbuatan itu di lakukan. Tentang orangorang yang di sebutkan belakangan, hanyalah perbuatan yang di bujuk dengan sengaja yang di perhitungkan beserta akibat- akibatnya. 2.1.4.2 Bentuk-bentuk Penyertaan a. Orang yang melakukan (Dader or Pleger) 26. Dader dalam bahasa Belanda Berarti pembuat. Kata dader berasal dari kata Daad yang berarti membuat. Sedangkan dalam bahasa Inggris pelaku disebut dengan doer. Pembuat atau dader diatur dalam Pasal 55 KUHP. Dalam ilmu hukum pidana, tidaklah lazim orang mengatakan bahwa seorang pelaku itu telah membuat suatu tindak pidana atau bahwa seorang pelaku itu membuat hlm.594. 26 P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1984, 30

suatu tindak pidana, akan tetapi yang lazim dikatakan orang adalah seorang pelaku itu telah melakukan suatu tindak pidana. b. Orang yang menyuruh melakukan (Doenpleger). Orang yang menyuruh melakukan berarti orang yang berniat untukmelakukan suatu delik. Namun, tidak melakukannya sendiri, tetapi melaksanakan niatnya dengan menyuruh orang byang tidak mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya. Orang yang di suruh melakukan di sebut Manus Manistra. Orang yang di suruh melakukan perbuatan tersebut atau manus manistra dapat di minta pertanggungjawaban atas perbuatan yang di suruhkan sehingga tidak dapat di hukum. Hal ini sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Putusan Nomor 137 K/Kr/1956 tanggal 1 Desember. c. Orang yang turut melakukan (Medeplager). Orang yang turut melakukan atau orang yang secara bersama sama melakukan suatu tindak pidana haruslah memenuhi unsur berikut: 1. Ada kerja sama. 2. Harus ada kesadaran kerja sama. Setiap orang yang sadar untuk melakukan suatu delik atau kejahatan secara bersama sama, bertanggung jawab atas segala akibat yang timbul dari ruang lingkup kerja samanya. Artinya jika salah seorang pelaku melakukan tindak pidana yang berada di luar ruang lingkup tidak pidana maka pelaku tersebut mempertanggung jawabkan perbuatanya sendiri. d. Orang yang sengaja membujuk (uitlockker). Orang yang segaja membujuk di atur dalam Pasal 55 ayat (1) sub dua KUHP. beberapa pakar berpendapat bahwa uitlockker termasuk deelneming yang berdiri sendiri. Secara umum orang yang sengaja membujuk dapat di artikan sebagai perbuatan yang menggerakkan orang lain melakukan suatu perbuatan terlarang dengan cara dan daya upaya. Orang yang sengaja membujuk dengan orang yang menyuruh melakukan memiliki persamaan yang itu sama-sama menggerakkan orang 31

lain untuk melakukan kehendaknya. Sedangkan perbedaanya adalah pada doenpleger orang yang di suruh melakukan tidak dapat di pertanggungjawabkan sedangkan dalam Uitlokker orang yang di suruh melakukan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Perbedaan antara Medepleger dengan Uitlokker adalah pada Medepleger cara membujuk tidak ditentukan sedangkan dalam Uitlokker cara membujuk di tentukan. Menurut Laden Marpaung Unsur-unsur yang ada di dalam Uitlokker yaitu: 27 1. Kesengajaan Pembujuk ditujukan kepada Dilakukannya delik atau tindakan pidana tertentu Oleh yang di bujuk. 2. Membujuk dengan cara yang di tentukan dalam Pasal 55 ayat (1) sub dua KUHP yaitu dengan pemberian, Perjanjian, salah memakai kekuasaan, menyalahgunakan kekuasaan, kekerasan, ancaman, tipudaya, dan memberikan kesempatan, ikhtiar atau keterangan. 3. Orang yang di bujuk sungguh-sungguh telah terbujuk untuk melakukan tindak pidana tertentu. 4. Orang yang terbujuk benar-benar merlakukan tindak pidana, atau setidak-tidaknya percobaan (poging). e. Membantu (medeplichtgheid) Membantu atau medeplichtgheid di atur dalam Pasal 56 KUHP. Membantu atau medeplichtgheid ada 2 (dua) jenis, yaitu: 27 H.A.K Moch Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus ( KUHP buku II ), PT Citra Aditya Bakti, Bandung,2014, hlm. 7 32

1. Pembantuan pada saat kejahatan dilakukan. Cara bagaimana pembantuannya tidak disebutkan dalam KUHP. Pembantuan pada saat kejahatan dilakukan ini mirip dengan turut serta (medeplegen). 2. Pembantuan sebelum kejahatan dilakukan. Yang dilakukan dengan cara memberikan kesempatan, sarana atau keterangan. Pembantuan dalam rumusan ini mirip dengan penganjuran (uitlokking). Perbedaannya pada niat atau kehendak, pada pembantuan kehendak jahat pembuat materil sudah ada sejak semula atau tidak ditimbulkan oleh pembantu, sedangkan dalam penganjuran, kehendak melakukan kejahatan pada pembuat materil ditimbulkan oleh si penganjur. Berbeda dengan pertanggungjawaban pembuat yang semuanya dipidana sama dengan pelaku, pembantu dipidana lebih ringan dari pada pembuatnya, yaitu dikurangi 1 / 3 (sepertiga) dari ancaman maksimal pidana yang dilakukan (Pasal 57 ayat (1) KUHP). Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup, pembantu dipidana penjara maksimal 15 tahun. 2. 2 Kerangka Pemikiran 2.2.1 Kerangka Teoritis Kerangka teoritis dalam penulisan karya ilmiah hukum mempunyai empat isi yaitu: Teori hukum, asas hukum, doktrin hukum, dan ulasan pakar hukum yang berdasarkan pembidangan ke khususannya. Keempat ciri tersebut dan atau salah satu ciri tersebut saja dapat dituangkan dalam kerangka teoritis.28 Menurut Lawrence M. Friedman, sistem hukum terdiri dari tiga komponen yaitu Struktur, substansi dan kultur hukum. Tindak pidana pembunuhan merupakan 28 Zainuddin,Ali, Metode Peneltian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hlm 79. 33

salah satu kejahatan yang sering diberitakan pada saat ini. Pembunuhan adalah suatu tindakan untuk menghilangkan nyawa seseorang. Pembunuhan berencana terdiri dari pembunuhan arti Pasal 338 KUHP ditambah dengan adanya unsur dengan rencana terlebih dahulu. Lebih berat ancaman pidana pada pembunuhan berencana, jika dibandingkan dengan pembunuhan dalam Pasal 338 KUHP maupun Pasal 339 KUHP. Pasal 340 KUHP dirumuskan dengan cara mengulang kembali seluruh unsur dalam Pasal 338 KUHP, kemudian ditambah dengan satu unsur lagi yakni dengan rencana terlebih dahulu. 2.2.2 Kerangka Konseptual Kerangka Konseptual adalah pedoman operasional yang akan memudahkan pelaksanaan proses penelitian. Di dalam penelitian hukum normatif maupun empiris dimungkinkan untuk menyusun kerangka konsepsional tersebut, sekaligus merumuskan definisi tertentu yang dapat dijadikan pedoman operasional di dalam proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan konstruksi data. Skripsi merupakan suatu karya tulis ilmiah yang disusun berdasarkan penelitian-penelitian. Pada umumnya skripsi diperbuat untuk ditujukan kepada masyarakat luas, dan oleh karena itu materi skripsi harus bermanfaat dan berguna bagi siapa saja yang membacanya. Pada kesempatan ini penulis sengaja menyusun skripsi dengan mengambil judul: Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Turut Serta Dalam Melakukan Pembunuhan Berencana (Studi Kasus Putusan No. 372/Pid/2015/PT-MDN Jo 444/Pid.B/2015/PN.MDN). 34

meliputi: Berdasarkan hal tersebut dapat dibuat kerangka pemikiran penelitian yang 1. Pembunuhan berencana adalah suatu delik kejahatan yang salah satunya di atur dalam Pasal 338 KUHP yang menyatakan Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, di pidana karena pembunuhan dengan penjara paling lama 15 tahun, akan tetapi dilakukan dengan direncanakan terdahulu. 2. Orang yang menyuruh melakukan berarti orang yang berniat untuk melakukan suatu delik. Namun, tidak melakukannya sendiri, tetapi melaksanakan niatnya dengan menyuruh orang yang tidak mampu mempertanggung jawabkan perbuatannya. 3. Pertimbangan hakim adalah pertimbangan yang dilakukan dalam memutuskan terdakwa bersalah atau tidaknya. 4. Tanggung jawab perbuatan terdakwa I (satu) dan II (dua) yang bersama-sama melakukan tindak pidana pembunuhan haruslah masing-masing mempertanggung jawabkanya yang tentunya juga dengan vonis yang sama sesuai dari aspek peran maupun perbuatan yang dilakukannya itu. 29 29 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka, Jakarta, 2003. 35

2.3 Hipotesis Hipotesis bersal dari kata Hypo dan Thesis yang masing-masing berarti Sebelum dan Dalil. Jadi, inti Hipotesis adalah suatu dalil yang dianggap belum menjadi dalil yang sesungguhnya, oleh karena masih diuji atau dibuktikan dalam penelitian yang akan dilakukan kemudian. 30 Penelitian yang dilakukan untuk keperluan penulisan ilmiah pada umumnya membutuhkan hipotesis, karena hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Ikatan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori relevan, belum berdasarkan fakta yang empiris melalui pengumpulan data. 31 Penelitian yang dilakukan untuk keperluan penulisan ilmiah pada umumnya membutuhkan hipotesis, karena hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Ikatan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori relevan, belum berdasarkan fakta yang empiris melalui pengumpulan data. Jadi adapun yang menjadi hipotesis permasalahannya yang penulis kemukakan adalah sebagai berikut: 30 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI-Press, 2008, hal.148 31 Sugiono, Metode Penelitian Ilmu Administrasi, Alfabeta, 2002, Hal. 39. 36

1. Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan dalam pelaku tindak pidana turut serta dalam melakukan pembunuhan berencana yang dimana Hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara, pertama kali harus menggunakan hukum tertulis sebagai dasar putusannya, jika dalam hukum tertulis tidak cukup, tidak tepat dengan permasalahan dalam suatu perkara, maka barulah hakim mencari dan menemukan sendiri hukumnya dari sumbersumber hukum yang lain seperti yurisprudensi, doktrin, traktat, kebiasaan atau hukum tidak tertulis. 2. Tanggung jawab pelaku terhadap turut serta dalam pembunuhan berencana adalah para pelaku yang melakukan tindak pidana turut serta dalam pembunuhan berencana dengan di hukum pidana penjara. 37