BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia pendidikan di negara kita semakin mendapat tantangan.

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa.

BAB I PENDAHULUAN. Kebanyakan siswa tidak menyukai belajar matematika, karena mereka

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang telah diperoleh di sekolah. Matematika merupakan salah satu mata

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. segala aspek kehidupan. Pendidikan tidak akan terlepas dari proses

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2

I. PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap bangsa merupakan kebutuhan mutlak yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

I. PENDAHULUAN. Setiap negara menganggap penting pendidikan. Pendidikan berperan penting bagi

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Koneksi Matematis. Sejak sekolah dasar, siswa telah diperkenalkan dengan banyak konsep

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN STRATEGI SCAFFOLDING

BAB I PENDAHULUAN. dan prinsip-prinsip yang saling berkaitan satu sama lain. Guru tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

I. PENDAHULUAN. didiknya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan berusaha secara terus menerus dan

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang secara pesat sehingga cara berpikir

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dasar sampai pendidikan menengah,bahkan hingga perguruan tinggi. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang besar dalam mensukseskan pembangunan bangsa. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Pengertian Kemampuan Pemahaman Konsep. konsep. Menurut Sudjiono (2013) pemahaman atau comprehension dapat

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB II. Pembelajaran kooperatif (Cooperatif Learning) adalah pendekatan. pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suci Primayu Megalia, 2013

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI

BAB I PENDAHULUAN. untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Dalam mengajarkan

BAB I PENDAHULUAN. semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran. dasar untuk pengembangan materi lebih lanjut.

BAB I PENDAHULUAN. Masalah merupakan suatu hal yang sangat melekat di. kehidupan manusia, mulai dari masalah yang dengan mudah dipecahkan

UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA TERHADAP MATERI KUBUS DAN BALOK MELALUI METODE PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan tidak terlepas dari tujuan pendidikan yang telah hendak dicapai,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran model koooperatif tipe STAD merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang termuat dalam kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tidak dapat berjalan baik, tanpa adanya kerja sama dengan berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk berargumentasi atau mengemukakan ide-ide.pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. hasil belajar siswa disekolah. Kurikulum yang digunakan saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

, 2015 PENGARUH PENGGUNAAN MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Astri Jayanti, 2013

TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang. Tujuan pembelajaran matematika dinyatakan dalam National Council

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN PEMAHAMAN MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN HEURISTIK

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagaimana

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan bangsa, mulai dari pembangunan gedung-gedung,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun oleh: BIVIKA PURNAMI A

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. atau bukti-bukti baru dalam lapangan pendidikan dan menguji fakta-fakta lama,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa untuk belajar. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, menjadi salah satu ilmu yang diperlukan pada saat

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. IPTEK, dituntut sumber daya manusia yang handal dan mampu bersaing secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara masalah pendidikan sudah barang tentu tidak bisa lepas dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini dunia pendidikan di negara kita semakin mendapat tantangan. Tantangan di bidang pendidikan meliputi kurikulum, metode pembelajaran, media pembelajaran dan sebagainya. Berbagai pembaharuan di bidang pendidikan telah dilakukan untuk memperbaiki kekurangan kita dari negara maju lainnya, misalnya kurikulum mengalami penyempurnaan, beberapa metode, model dan media pengajaran mengalami pembaharuan yang dinamis sebagai upaya yang bertujuan untuk membentuk subyek belajar yang berkualitas, kreatif dan dapat menghadapi perkembangan kemajuan zaman. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat dan mudah dari berbagai sumber dan tempat di dunia. Dengan demikian siswa perlu memiliki kemampuan memperoleh, memilih dan mengelola informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif. Kemampuan ini membutuhkan pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif dan kemauan bekerjasama yang efektif. Cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui belajar matematika karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan siswa terampil berpikir rasional. Pendidikan berperan penting dalam kehidupan masyarakat. Melalui pendidikan seseorang dapat lebih berpengetahuan, terampil, inovatif dan 1

2 produktif dari pada mereka yang tidak berpendidikan. Bahkan pendidikan diyakini sebagai salah satu faktor penting kualitas sumber daya manusia (Effendi, 1992). Belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan lain-lain kemampuan (Thursan Hakim,2005:1). Dengan belajar peserta didik dapat mengetahui hal-hal yang baru dan dapat meningkatkan pengetahuan yang dimilikinya, mengubah dari tidak tahu menjadi tahu, dari yang salah menjadi benar, dan dari kurang baik menjadi baik. Selanjutnya, Hudoyo (1998:107) mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh pengalaman atau pengetahuan baru, sehingga timbul perubahan tingkah laku, misalnya setelah belajar seorang mampu mendemonstrasikan dan keterampilan di mana sebelumnya siswa tidak dapat melakukannya. Untuk mencapai hal tersebut, proses belajar tidak hanya dilaksanakan dengan metode konservatif (ceramah/ddch - duduk, dengar, catat, dan hafal), tetapi juga metode-metode lain yang dapat merangsang keaktifan peserta didik. Belajar bisa melalui pengalaman melibatkan peserta didik secara langsung dalam masalah atau isu yang dipelajari, sehingga peserta didik dapat lebih aktif dan menerima pelajaran dengan baik, bukan sebaliknya cepat jenuh, bosan, dan sebagainya. Belajar aktif dan menyenangkan (biasa dikenal dengan Learning/ Learning by Fun ) dapat menstimulus kreativitas peserta didik dalam proses belajar. Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

3 belajar merupakan proses aktifitas siswa dalam interaksinya dengan lingkungan, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman dan hasil interaksi dengan lingkungan. Djaali (Kompas 2008:12) dalam Komferensi Nasional Matematika XIV dan Kongres Himpunan Matematika Indonesia di Palembang, Sumatera Selatan, mengatakan bahwa mata pelajaran matematika merupakan penyebab utama ketidaklulusan ujian nasional siswa SMP, SMA dan SMK karena nilainya di bawah 4,25. Persoalan ini merupakan tantangan, karena itu Himpunan Matematika Indonesia harus berusaha agar matematika bisa diajarkan dengan menarik di sekolah. Selanjutnya, Baskoro (Kompas 2008:12) sebagai Presiden Himpunan Matematika Indonesia mengatakan bahwa masalah pengajaran matematika tidak hanya dihadapi Indonesia, tetapi juga sejumlah negara maju. Himpunan matematika Indonesia berusaha menerapkan metode pengajaran matematika yang baru. Pendidikan matematika di Indonesia harus diperbaiki agar menyenangkan bagi siswa, misalnya dengan memberi contoh dalam kehidupan sehari-hari. Pengajaran harus dimulai dengan apa yang diketahui oleh siswa. Pada kenyataannya, kemampuan matematis siswa belum sesuai dengan tuntutan Kurikulum. Proses Pembelajaran belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai dengan paradigma pendidikan yang diinginkan. Sedangkan kemampuan matematis siswa sangat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Rendahnya prestasi belajar siswa seperti terlihat pada data ujian nasional SMP 2005/2006 terdapat 14.296 siswa yang mempunyai nilai matematika kurang dari 4,25. Selanjutnya, Kepala SMP Negeri 2 Serui (Laporan ujian nasional:2008)

4 menyatakan nilai rata-rata ujian nasional mata pelajaran matematika tahun 2008 mencapai 6,05. Pada umumnya dan secara khususnya di Kabupaten Kepulauan Yapen Papua rendahnya hasil belajar matematika merupakan suatu hal yang umum terjadi, karena aktivitas pembelajaran di kelas berupa penyampaian informasi di mana guru aktif menerangkan sementara siswa pasif mendengarkan dan mencatat sesekali guru bertanya dan sesekali siswa menjawab. Guru memberi contoh soal dilanjutkan dengan soal latihan yang sifatnya rutin kurang melatih daya nalar, kemampuan komunikasi dan kemampuan lain yang dibutuhkan dalam pembelajaran matematika. Pembelajaran konvensional yang berlangsung selama ini mengakibatkan terjadinya proses penghafalan konsep atau prosedur belaka, pemahaman konsep-konsep rendah, sehingga siswa tidak dapat menggunakannya jika diberikan permasalahan yang agak kompleks. Cara pengajaran matematika di sekolah perlu diubah karena mata pelajaran matematika terbukti masih menjadi penyebab utama ketidaklulusan siswa. Pelajaran matematika harus diberikan dengan cara yang menyenangkan sehingga lebih mudah dipahami siswa. Pengajaran matematika sesungguhnya tidaklah sekedar menyiapkan dan menyampaikan aturan-aturan dan definisi-definisi, serta prosedur bagi para siswa untuk mereka hafalkan, akan tetapi termasuk dalam mengajarkan matematika adalah bagaimana guru melibatkan siswa sebagai peserta-peserta yang aktif dalam proses belajar sebagai upaya untuk mendorong mereka membangun atau

5 mengkonstruksi pengetahuan mereka. Dalam proses belajar tersebut, hendaknya diingat bahwa diakhir dari suatu rangkaian kegiatan belajar dan mengajar, kompetensi-kompetensi penalaran, koneksi, komunikasi, representasi harus sudah nampak sebagai hasil belajar siswa. Karena itu dalam proses pembelajaran hendaknya kegiatan belajar diarahkan untuk munculnya kompetensi-kompetensi tersebut yang dianjurkan agar kegiatan tersebut dapat terjadi pada setiap jenjang pendidikan (NCTM, 2000). Belajar matematika, khususnya dalam belajar geometri ketrampilan melukis dan membaca gambar bangun datar/ruang merupakan yang hendaknya dikuasai. Geometri adalah bagian dari matematika yang membahas mengenai titik, bidang dan ruang. Sudut adalah besarnya rotasi antara dua buah garis lurus; ruang adalah himpunan titik- titik yang dapat membentuk bangun- bangun geometri; garis adalah himpunan bagian dari ruang yang merupakan himpunan titik- titik yang mempunyai sifat khusus; bidang adalah himpunan- himpunan titik- titik yang terletak pada permukaan datar, misalnya permukaan meja (Negoro, 2003:1). Berdasarkan observasi di lapangan diperoleh informasi bahwa kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide matematika masih kurang, sedangkan dalam kurikulum KTSP khususnya matematika meliputi tiga aspek kemampuan, yaitu: penalaran, pemecahan masalah, dan komunikasi. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan berkomunikasi terjadi karena beragam faktor, antara lain: (1) model pembelajaran yang terpaku pada bentuk pembelajaran yang statis dan monoton; (2) pembelajaran yang dilaksanakan guru kurang memberi kesempatan pada siswa untuk memecahkan

6 masalah dan saling berkomunikasi; (3) pada umumnya motivasi siswa untuk belajar matematika rendah; (4) masih banyak siswa berpendapat bahwa matematika itu sulit dan membosankan. Padahal salah satu tujuan Pendidikan Matematika (KTSP 2006) adalah mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah serta memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Secara umum, komunikasi mencakup keterampilan/kemampuan menulis, membaca, discussing and assessing, dan wacana (discourse). Kemampuan komunikasi dalam matematika merupakan kemampuan yang harus dikembangkan karena sangat diperlukan agar proses pembelajaran di dalam kelas lebih bermakna, artinya melalui kemampuan matematis siswa dapat mengkomunikasikan ide-ide matematika. Dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan tradisional, kemampuan serta aktivitas siswa dalam mengomunikasikan ide-ide matematikanya masih kurang. Hal ini dikarenakan ada beberapa hal yang harus dibenahi, di antaranya model pembelajaran yang digunakan, mencakup strategi dan bahan ajar yang didesain untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Pada kegiatan belajar mengajar model, metode dan jenis alat peraga yang digunakan adalah merupakan faktor-faktor yang turut mempengaruhi keberhasilan kegiatan belajar mengajar tersebut. Pada akhirnya keberhasilan tersebut dapat diketahui melalui prestasi (hasil) belajar siswa.

7 Implementasi model pembelajaran dalam proses belajar mengajar matematika tentunya merupakan satu hal yang turut menentukan keberhasilan siswa. Karena itu pemilihan metode, strategi dan pendekatan dalam mendesain model pembelajaran guna tercapainya iklim pembelajaran aktif dan bermakna adalah tututan yang mesti dipenuhi oleh para guru. Iklim pembelajaran yang dikembangkan oleh guru mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan dan kegairahan belajar (Wahab, 1986), demikian pula kualitas dan keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan ketepatan guru dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran. Disamping itu, tidak sedikit siswa mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran dikarenakan metode pembelajaran yang dipilih dan digunakan oleh guru dirasakan kurang tepat. Dengan demikian proses belajar-mengajar (PBM) akan berlangsung secara kaku, sehingga kurang mendukung pengembangan kemampuan komunikasi siswa. Pemilihan model dan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan kurikulum dan potensi siswa merupakan kemampuan dan keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru (Djahiri, 1992). Hal ini didasari oleh asumsi, bahwa ketepatan guru dalam memilih model dan metode pembelajaran akan berpengaruh terhadap keberhasilan dan hasil belajar siswa, karena model dan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru berpengaruh terhadap kualitas PBM yang dilakukannya. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan oleh para guru untuk menyampaikan materi pelajaran adalah model kooperatif tipe Student Teams- Achievement Divisions (STAD). Model kooperatif telah dikembangkan

8 secara intensif melalui berbagai penelitian, tujuannya untuk meningkatkan kerjasama dalam proses belajar antar siswa, membentuk hubungan positif, mengembangkan rasa percaya diri, serta meningkatkan kemampuan akademik melalui aktivitas kelompok. Dalam Model kooperatif terdapat saling ketergantungan positif di antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setiap siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk sukses. Aktivitas belajar berpusat pada siswa dalam bentuk diskusi, mengerjakan tugas bersama, saling membantu dan saling mendukung dalam memecahkan masalah. Melalui interaksi belajar yang efektif siswa lebih termotivasi, percaya diri, mampu menggunakan strategi berpikir tingkat tinggi, serta mampu membangun hubungan interpersonal. Model kooperatif memungkinkan semua siswa dapat menguasai materi pada tingkat penguasaan yang relatif sama atau sejajar. Apabila model pembelajaran ini didukung dengan peralatan mengajar yang memadai, misalkan dalam pembelajaran geometri menggunakan Dynamic Geometry Software (Program Cabri Geometry II Plus), maka siswa akan menguasai matematika secara baik. Hal ini didukung oleh hasil penelitian tentang penggunaan komputer dalam pembelajaran matematika antara lain: dari Mariotti (2002), dengan program Cabri, komputer dapat membantu siswa dalam memahami geometri. Program Cabri Geometry II Plus adalah alat untuk mengajar dan belajar geometri, yang dirancang untuk para guru dan para siswa pada semua jenjang pendidikan, dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Melalui Program Cabri Geometry II Plus siswa mempunyai kesempatan untuk melihat bentuk yang berbeda dalam konsepkonsep geometri dengan melakukan eksplorasi, menganalisa apa yang berubah

9 dan apa yang tetap dan dapat menyusun konjektur dari situasi geometri yang diberikan. Dari uraian di atas, maka diduga pembelajaran matematika khususnya geometri melalui model kooperatif tipe Student Teams-Achievement Division (STAD) berbasis Program Cabri Geometry II Plus dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Mungkinkah pembelajaran matematika khususnya geometri melalui model kooperatif tipe Student Teams-Achievement Division (STAD) berbasis Program Cabri Geometry II Plus dapat memberi suatu solusi terhadap rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa yang turut mempengaruhi prestasi belajar siswa? Berdasarkan asumsi di atas, peneliti tertarik untuk melakukan tentang Pembelajaran Geometri melalui Model Kooperatif Tipe Student Teams- Achievement Division (STAD) berbasis Program Cabri Geometry II Plus dalam upaya peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP (Studi Eksperimen di SMP Negeri Serui). 1.2 Rumusan Masalah Sesuai dengan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1.2.1 Apakah ada perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa antara kelas yang memperoleh pembelajaran geometri model kooperatif tipe STAD berbasis Program Cabri Geometry II Plus dengan kelas yang

10 memperoleh pembelajaran geometri model kooperatif tipe STAD saja dan kelas yang memperoleh pembelajaran geometri berbasis Program Cabri Geometry II Plus saja? 1.2.2 Apakah ada perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa antara kelas yang memperoleh pembelajaran geometri model kooperatif tipe STAD berbasis Program Cabri Geometry II Plus dengan kelas yang memperoleh pembelajaran geometri model kooperatif tipe STAD saja dan kelas yang memperoleh pembelajaran geometri berbasis Program Cabri Geometry II Plus saja? 1.2.3 Bagaimana kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa antara kelas yang memperoleh pembelajaran geometri model kooperatif tipe STAD berbasis Program Cabri Geometry II Plus dengan kelas yang memperoleh pembelajaran geometri model kooperatif tipe STAD saja dan kelas yang memperoleh pembelajaran geometri berbasis Program Cabri Geometry II Plus saja? 1.2.4 Apakah ada perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa antara kelas yang memperoleh pembelajaran geometri model kooperatif tipe STAD berbasis Program Cabri Geometry II Plus dengan kelas yang memperoleh pembelajaran geometri model kooperatif tipe STAD saja? 1.2.5 Apakah ada perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa antara kelas yang memperoleh pembelajaran geometri model Kooperatif Tipe STAD berbasis Program Cabri Geometry II Plus dengan

11 kelas yang memperoleh pembelajaran geometri model kooperatif tipe STAD saja? 1.2.6 Apakah ada perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa antara kelas yang memperoleh pembelajaran geometri model kooperatif tipe STAD berbasis Program Cabri Geometry II Plus dengan kelas yang memperoleh kelas yang memperoleh pembelajaran geometri berbasis Program Cabri Geometry II Plus saja? 1.2.7 Apakah ada perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa antara kelas yang memperoleh pembelajaran geometri model kooperatif tipe STAD berbasis Program Cabri Geometry II Plus dengan peningkatan kemampuan matematis siswa dan kelas yang memperoleh kelas yang memperoleh pembelajaran geometri berbasis Program Cabri Geometry II Plus saja? 1.2.8 Apakah ada perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa antara kelas yang memperoleh pembelajaran geometri model Kooperatif Tipe STAD dengan kelas yang memperoleh pembelajaran geometri berbasis Program Cabri Geometry II Plus saja? 1.2.9 Apakah ada perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa antara kelas yang memperoleh pembelajaran geometri model kooperatif tipe STAD dengan kelas yang memperoleh pembelajaran geometri berbasis Program Cabri Geometry II Plus saja?

12 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk: 1.3.1 Mengetahui perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa SMP antara kelas yang memperoleh pembelajaran geometri model kooperatif tipe STAD Berbasis Program Cabri Geometry II Plus dengan kelas yang memperoleh pembelajaran geometri model kooperatif tipe STAD dan kelas yang memperoleh pembelajaran geometri berbasis Program Cabri Geometry II Plus. 1.3.2 Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa SMP antara kelas yang memperoleh pembelajaran geometri model kooperatif tipe STAD Berbasis Program Cabri Geometry II Plus dengan kelas yang memperoleh pembelajaran geometri model kooperatif tipe STAD dan kelas yang memperoleh pembelajaran geometri berbasis Program Cabri Geometry II Plus. 1.3.3 Mengetahui kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa antara kelas yang memperoleh pembelajaran geometri model kooperatif tipe STAD berbasis Program Cabri Geometry II Plus dengan kelas yang memperoleh pembelajaran geometri model kooperatif tipe STAD dan kelas yang memperoleh pembelajaran geometri berbasis Program Cabri Geometry II Plus. 1.3.4 Mengetahui perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa SMP antara kelas yang memperoleh pembelajaran geometri model kooperatif

13 tipe STAD Berbasis Program Cabri Geometry II Plus dengan kelas yang memperoleh pembelajaran geometri model kooperatif tipe STAD. 1.3.5 Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa SMP antara kelas yang memperoleh pembelajaran geometri model kooperatif tipe STAD Berbasis Program Cabri Geometry II Plus dengan kelas yang memperoleh pembelajaran geometri model kooperatif tipe STAD. 1.3.6 Mengetahui perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa SMP antara kelas yang memperoleh pembelajaran geometri model kooperatif tipe STAD Berbasis Program Cabri Geometry II Plus dengan kelas yang memperoleh pembelajaran geometri berbasis Program Cabri Geometry II Plus. 1.3.7 Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa SMP antara kelas yang memperoleh pembelajaran geometri model kooperatif tipe STAD Berbasis Program Cabri Geometry II Plus dengan kelas yang memperoleh pembelajaran geometri berbasis Program Cabri Geometry II Plus. 1.3.8 Mengetahui perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa SMP antara kelas yang memperoleh pembelajaran geometri model kooperatif tipe STAD dengan kelas yang memperoleh pembelajaran geometri berbasis Program Cabri Geometry II Plus. 1.3.9 Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa SMP antara kelas yang memperoleh pembelajaran geometri model

14 kooperatif tipe STAD dengan kelas yang memperoleh pembelajaran geometri berbasis Program Cabri Geometry II Plus. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan bagi semua pihak, terutama bagi guru, siswa dan para peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Secara rinci manfaat penelitian ini ialah: 1.4.1 Bagi Siswa Siswa mampu mengembangkan kemampuan komunikasi matematis untuk meningkatkan prestasi belajarnya pada mata pelajaran matematika melalui model kooperatif tipe STAD Berbasis Program Cabri Geometry II Plus. 1.4.2 Bagi Guru Model kooperatif tipe STAD Berbasis Program Cabri Geometry II Plus dapat menjadi alternatif model pembelajaran untuk memberikan variasi dalam pembelajaran matematika secara umum dan khususnya pada pembelajaran geometri. 1.4.3 Semua pihak yang berkepentingan untuk dapat dijadikan bahan rujukan dalam penelitian selanjutnya. 1.5 Asumsi (Anggapan Dasar ) Anggapan dasar (asumsi) adalah pernyataan yang diyakini kebenarannya oleh peneliti tanpa perlu dibuktikan terlebih dahulu, sebagai titik tolak untuk melakukan rencana dan aktivitas. Kenapa demikian? Karena secara common sense mudah untuk menerima kebenaran tersebut. Begitu pula dalam rencana

15 kegiatan penelitian ini, penulis akan bertitik tolak dari anggapan dasar berikut ini: 1.5.1 Pembelajaran geometri model kooperatif tipe STAD Berbasis Program Cabri Geometry II Plus dapat digunakan untuk siswa tingkat SMP. 1.5.2 Dengan pengetahuan dan pengalaman dalam belajar bahasa sejak memasuki SMP, siswa SMP memiliki kemampuan untuk mencapai kemampuan matematis melalui model kooperatif tipe STAD Berbasis Program Cabri Geometry II Plus. 1.6 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian teoritis diselaraskan dengan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut: 1.6.1 Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa antara kelas yang memperoleh pembelajaran geometri model kooperatif tipe STAD berbasis Program Cabri Geometry II Plus, kelas yang memperoleh pembelajaran geometri model kooperatif tipe STAD, dan kelas yang memperoleh pembelajaran geometri berbasis Program Cabri Geometry II Plus. 1.6.2 Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa antara kelas yang memperoleh pembelajaran geometri model kooperatif tipe STAD berbasis Program Cabri Geometry II Plus, yang memperoleh pembelajaran geometri model kooperatif tipe STAD dan kelas yang

16 memperoleh pembelajaran geometri berbasis Program Cabri Geometry II Plus. 1.7 Penjelasan Istilah Untuk memperoleh kesamaan pandangan dan menghindari penafsiran yang berbeda terhadap istilah-istilah dalam penelitian ini maka, diberikan batasanbatasan istilah sebagai berikut: 1.7.1 Model kooperatif adalah model pembelajaran yang menggunakan kelompok kecil, setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda, menggunakan kegiatan belajar yang bervariasi untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap topik/materi pelajaran yang diajarkan. Student Team- Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe model kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu. 1.7.2 Program Cabri Geometry II Plus adalah suatu software yang sangat membantu kita yang ingin mempelajari konstruksi geometri. Dengan Cabri kita bisa membuat konstruksi berbagai bangun-bangun geometri

17 (dimensi 2) beserta hubungan di antara mereka. Di Cabri tersedia berbagai menu menggambar mulai dari menggambar garis (dan ruas garis) sampai menggambar conflicf line antara lingkaran dan garis (yang akan menghasilkan dua buah parabola). 1.7.3 KoopSTAD-CG II plus adalah singkatan dari pembelajaran geometri melalui model kooperatif tipe STAD berbasis Program Cabri Geometry II Plus. 1.7.4 KoopSTAD adalah singkatan dari pembelajaran geometri model kooperatif tipe STAD. 1.7.5 CG II plus adalah singkatan dari pembelajaran geometri berbasis Program Cabri Geometry II Plus. 1.7.6 Kemampuan komunikasi matematis siswa adalah kemampuan siswa untuk berkomunikasi matematis yang meliputi kemampuan siswa dalam menulis ide matematika dengan kata-kata sendiri, menyajikan ide dengan gambar dan menyatakan ide dalam bentuk ekspresi matematika.