BAB I PENDAHULUAN. asasi perempuan dan anak diantaranya dengan meratifikasi Konferensi CEDAW (Convention

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Jalan Diponegoro No. 22 Telepon : (022) Faks. (022) Bandung

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA BARAT,

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman di dalam masyarakat terhadap trafficking masih sangat. atau terendah di dalam merespon isu ini. 2

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/KEP/MENKO/KESRA/IX/2009 TENTANG

Evaluasi Pelaksanaan Penyusunan RUU Prioritas Tahun 2005

PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG LARANGAN PERDAGANGAN PEREMPUAN SERTA IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA MOHAMMAD FADIL / D

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBUK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial, sejak dalam kandungan sampai dilahirkan anak. mempunyai hak atas hidup dan merdeka serta mendapat perlindungan baik

Institute for Criminal Justice Reform

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. adalah perdagangan orang, terutama perempuan dan anak ( trafficking in persons especially

I. PENDAHULUAN. Pelanggaran dan kejahatan kemanusiaan terjadi dalam berbagai bentuk, salah satu

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 181 TAHUN 1998 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA. No.1048, 2012 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Perdagangan Orang. Pencegahan. Penanganan. Panduan.

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 92 TAHUN 2009 TENTANG DATABASE PENCATATAN DAN PELAPORAN PENANGGANAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak

SALINAN. c.bahwa... melaksanakan hubungan dan kerja sama internasional untuk mencegah dan memberantas tindak pidana

2016, No , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Sistem patriarki menempatkan perempuan berada di bawah sub-ordinasi

WALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR : / 161 / /2010

KEPUTUSAN BUPATI MALANG NOMOR: 180/ 291 /KEP/421

PERANAN ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (ASEAN) DALAM PEMBERANTASAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DI KAWASAN ASIA TENGGARA

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 65 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human trafficking) merupakan fenomena yang. berkembang secara global dan merupakan dampak negatif dari semakin

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian integral dari penghormatan Hak Asasi Manusia (HAM) sesungguhnya sudah diamanatkan oleh Undang-Undang DasarNegara

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA ASAL INDONESIA TERKAIT TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BERDASARKAN HUKUM NASIONAL DAN HUKUM INTERNASIONAL *

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

Upaya Pemberantasan dan Pencegahan Perdagangan Orang Melalui Hukum Internasional dan Hukum Positif Indonesia

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. Nazala, RM, Transnational Actors Organized Crime,dalam ceramah kelas Tranasionalisme Dalam Politik Dunia, Pada 01 Oktober

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Indonesia merupakan negara hukum yang menyadari, mengakui, dan

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Di masa lalu,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LATAR BELAKANG. Click to edit Master subtitle style

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK (TRAFFICKING) DI INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

BAB I PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK TERHADAP PRAKTIK PERDAGANGAN ANAK (TRAFFICKING) DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BAB I PENDAHULUAN. orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum bukan

TINJAUAN YURIDIS KEJAHATAN PERDAGANGAN MANUSIA (HUMAN TRAFFIKKING) SEBAGAI KEJAHATAN LINTAS BATAS NEGARA. Oleh: Novianti 1

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RENCANA STRATEGIS (Reviu)

WALIKOTA PROBOLINGGO

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT

STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA

Prosedur Standar Operasional PELAYANAN TERPADU BAGI SAKSI DAN/ATAU KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA. Oleh: Maria Silvya E. Wangga'

BAB V PENUTUP. kriminalitas namun perdagangan anak juga menyangkut tentang pelanggaran terhadap

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA,

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

MAKALAH. Mengenal Konvensi-konvensi. Oleh: M. Syafi ie, S.H., M.H.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang masalah Negara mempunyai tugas untuk melindungi segenap warga negaranya, hal itu tercantum pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, ditambah dengan isi Pancasila pasal kelima yang mengkehendaki keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Usaha pemerintah untuk terlibat dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan penegakan hak asasi perempuan dan anak diantaranya dengan meratifikasi Konferensi CEDAW (Convention on Elimination of All Forms of Discrimination Againts Women) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 yang berarti Indonesia telah menyatakan sikap untuk ikut aktif dalam usaha pengahpusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Selain itu Ratifikasi Konvensi Hak Anak PBB tahun 1989 dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1996 merupakan usaha pemerintah untuk mengeliminasi kekerasan terhadap anak. Kekerasan terhadap perempuan dan anak (KtP/A) adalah salah satu gejala yang ada di masyarakat yang semakin lama semakin serius. Perdagangan orang adalah salah satu jenis kejahatan terhadap kemanusiaan yang mana perempuan dan anak-anak perempuan jauh lebih mungkin menjadi korban perdagangan orang. Perdagangan orang (Human Trafficking) dikategorikan sebagai tindak kekerasan karena ada unsur-unsur pemaksaan dan eksploitasi baik ekonomi dan/atau seksual yang mendatangkan kerugian bagi korban sehingga dalam hal ini korban trafficking sepantasnya mendapatkan perlindungan. Khusus untuk perdagangan orang, masyarakat internasional telah memiliki Protokol PBB untuk mencegah, menindak dan menghukum perdagangan orang, terutama perempuan dan anak-anak (United Nations Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children) yang dirumuskan pada tahun 2000 atau dikenal juga sebagai Protokol Palermo. Protokol ini sifatnya melengkapi The United Nations

Convention against Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi). Protokol Palermo ini mulai berlaku sejak tanggal 25 Desember 2003 dan dirancang untuk memperkokoh dan meningkatkan kerjasama internasional guna mencegah dan memerangi perdagangan orang. Selain itu, Protokol ini juga dipromosikan untuk memperbaiki perlindungan dan bantuan bagi para korban (Hidayati, Jurnal Al Azhar Indonesia Seri Pranata Sosial, Vo.1, No.3 Maret 2012 : 168). Masalah perdagangan orang bukan lagi hal yang baru, tetapi sudah menjadi masalah nasional dan internasional yang berlarut-larut, yang sampai saat ini belum dapat diatasi secara tepat, baik oleh pemerintah setiap dan organisasi-organisasi swadaya, baik di lingkup domestik maupun internasional. Perdagangan orang merupakan kejahatan terorganisir yang saat ini memerlukan tindakan khusus atau luar biasa dalam upaya pemberantasannya. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk memberantas kasus perdagangan orang adalah dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang. Bukan hanya mengatur larangan tindak pidana orang tetapi juga melalui kebijakan ini pemerintah menyatakan bahwa korban perdagangan orang berhak mendapatkan pelayanan khusus melalui penyelenggaraan layanan yang didakan oleh pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota. Kasus perdagangan orang di terjadi di lingkup domestik menjadikan Sumatera Utara menjadi salah satu daerah tujuan dari perdagangan orang yang mana kasus beberapa warga asal provinsi lain Jawa Barat, Jawa Tengah dan NTT yang dieksploitasi sebagai pembantu rumah tangga dan pekerja buruh di Medan. Gambar 1.1 Bagan Data Trafficking Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan KB Setda Provsu Kasus Perdagangan Orang

(Sumber : Biro PP, Anak dan KB Setda Provsu) Dari bagan di atas dapat dilihat bahwa kasus perdagangan orang yang ditangani lembaga pengada layanan di Sumatera Utara meningkat dari tahun 2009-2013. Kasus perdagangan orang bahkan mengalami kenaikan 75 % pada tahun 2013. (http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2013/07/13/40141/2013-kasus-trafficking-meningkat- 75persen/, akses 21 Maret 2015). Faktanya Provinsi Sumatera Utara telah terindikasi sebagai daerah yang memiliki jumlah kasus perdagangan perempuan dan anak. Sumatera Utara diidentifikasi sebagai daerah suplayer atau pengirim, daerah tujuan dan daerah transit. Untuk merespon isu perdagangan orang, Pemerintah Sumatera Utara telah mengeluarkan kebijakan terkait dengan mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Orang (Trafickking) Perempuan dan Anak. Kebijakan ini sudah dikeluarkan bahkan sebelum dihasilkan kebijakan nasional terkait perdagangan orang. Namun kenyataannya kasus perdagangan orang tidak menunjukkan perubahan jumlah yang berarti sejak kebijakan ini dikeluarkan hingga sekarang. Selain itu dengan banyaknya korban perdagangan orang yang ditemukan telah dieksploitasi di Sumatera Utara tentu pemerintah Provsu harus bekerja sedemikian rupa dalam memberikan perlindungan bagi para korban ini. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk mengetahui sudah sejauh mana upaya pemerintah dalam menghapus fenomena perdagangan

orang dengan melakukan penelitian yang berjudul Penghapusan perdagangan perempuan dan anak melalui implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 oleh Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak Dan Keluarga Berencana Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara. 1.2 Perumusan Masalah Rumusan masalah adalah hal yang sangat penting pada setiap penelitian yang bertujuan untuk membuat batasan masalah sehingga menjadi fokus dan jelas ke arah mana penelitian akan dituju. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimanakah proses implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak oleh Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak Dan Keluarga Berencana Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara? 1.3 Tujuan Penelitian Setiap penelitian dalam format apapun tentu memiliki capaian yang hendak diperoleh sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan di awal. Sama halnya dengan penelitian ini, adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini sesuai dengan rumusan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis proses implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara nomor 6 tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak oleh Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak Dan Keluarga Berencana Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara. 1.4 Manfaat penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dapat diberikan setelah terlaksananya penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Secara Ilmiah, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi peneliti dalam melatih kemampuan menulis karya ilmiah dan menambah pengetahuan penulis sesuai dengan bidang studi Ilmu Administrasi Negara. b. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi instansi terkait. c. Secara akademis, hasil penelitian ini juga diharapkan mampu menambah khasanah dan literatur maupun memberikan kontribusi bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik. 1.5 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan penelitian ini ditulis dalam 6 (enam) bab, yang terdiri dari : BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terdiri dari kerangka teori, defenisi konsep dan defenisi operasional BAB III METODE PENELITIAN Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian,, informan penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisikan gambaran umum mengenai karakteristik lokasi penelitian. BAB V PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

Bab ini menguraikan tentang hasil data-data yang diperoleh di lapangan serta analisis data-data yang diperoleh saat penelitian dilakukan dan memberikan interpretasi atas permasalahan yang diajukan BAB VI PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan dan saransaran yang dianggap perlu sebagai rekomendasi kebijakan.