BAB VI PENUTUP. perusakan dan pembakaran. Wilayah persebaran aksi perkelahian terkait konflik

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring berjalannya waktu, dengan perubahan teknologi dan perubahan pergaulan

ANALISA DAN EVALUASI BULAN APRIL TAHUN 2010 TENTANG KEJADIAN /PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA /PNS POLRI

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengatasi konflik di Sampit, melalui analisis sejumlah data terkait hal tersebut,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. berjalan lancar jika didukung oleh adanya kondisi yang aman dan tenteraman. Salah satu hal

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENGGUNAAN KEKUATAN DALAM TINDAKAN KEPOLISIAN

[Oleh Ujang Dede Lasmana dari Buku berjudul Survival DiSaat dan Pasca Bencana Edisi 2]

2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang P

BAB I PENDAHULUAN. antara dua kelompok yang masing-masing memiliki nilai-nilai yang telah

LAPORAN BULAN JANUARI TAHUN 2010 TENTANG KEJADIAN /PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA /PNS POLRI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

ANALISA DAN EVALUASI BULAN JUNI TAHUN 2010 TENTANG KEJADIAN /PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA /PNS POLRI

LAPORAN ANALISA DAN EVALUASI BULAN MARET DIBANDING BULAN FEBRUARI TAHUN 2010 TENTANG KEJADIAN /PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA /PNS POLRI

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) PENANGANAN KONFLIK SOSIAL

2017, No Penggunaan Senjata Api Dinas di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; Mengingat : Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1996 te

BAB I PENDAHULUAN. TNI bukanlah peristiwa yang baru. Kasus-kasus serupa kerap terjadi sebelumnya

SISTEM NASIONAL PEMANTAUAN KEKERASAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/PMK.04/2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang memiliki ribuan pulau, tiga ratus lebih suku, budaya,

Situasi HAM di Indonesia Semakin Anjlok: Laporan Kondisi Hak Asasi Manusia di Indonesia Periode Januari-Maret 2017

POLITICS AND GOVERNANCE IN INDONESIA:

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) adalah merupakan

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 5 TAHUN 2005 TENTANG

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) SATUAN SABHARA POLRES MATARAM DALAM PENANGANAN UNJUK RASA

LAPORAN ANALISA DAN EVALUASI BULAN FEBRUARI DIBANDING BULAN JANUARI TAHUN 2010 TENTANG KEJADIAN /PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA /PNS POLRI

Kompilasi Kasus Penembakan di Aceh medio Desember 2011 Januari 2012

Sambutan Pengantar Presiden RI pada Sidang Kabinet Paripurna, 2 September 2010 Kamis, 02 September 2010

PERTANYAAN KODING DATA SISTEM NASIONAL PEMANTAUAN KEKERASAN (SNPK) KOLOM PERTANYAAN (PILIHAN) JAWABAN

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DIMUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DI SUSUN OLEH WALHI DAN YLBHI 14 NOPEMBER 2011

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PELETON PENGURAI MASSA

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai Keamanan Negara, tetapi sebagai Keamanan Publik. Sebagai

I. PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Setiap suku

ANATOMI KEAMANAN NASIONAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA POLRI. Tindakan. Penggunaan Kekuatan. Pencabutan

Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Laporan Hasil Pemantauan Konflik di Aceh 1 31 Maret 2006 World Bank/DSF

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

berkualitas agar siap untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya pokok dan personil, materiil terutama alutsista, dan fasilitas yang

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pencarian dan Pertolongan adalah segala usaha dan

BAB V PENUTUP Kesimpulan

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

Kekerasan TNI Periode Oktober 2006

STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG TIPIRING

PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PETA KEKERASAN DI INDONESIA (JANUARI-APRIL 2014) DAN KEKERASAN PEMILU LEGISLATIF 2014

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA AMANAT PADA APEL GELAR PASUKAN OPERASI KETUPAT 2014 TANGGAL 21 JULI 2014

KONFLIK TNI-POLRI. Makalah disusun guna memenuhi tugas akhir semester Mata Kuliah : Sosiologi Komunikasi Dosen Pengampu : Ahmad Faqih, S. Ag, M.

PENJUALAN KENDARAAN PERORANGAN DINAS.

Bercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 17 TAHUN 2005 TENTANG

Catatan KontraS terhadap Kinerja POLRI Hari Bhayangkara POLRI ke 68 Akuntabilitas POLRI Rendah, Pencari Keadilan Meningkat

BAB III PENYAJIAN DATA KEJAHATAN KEMANUSIAAN DALAM DESKRIPSI UU NO. 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAM

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG TEKNIS PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lampiran 1. Denah Lokasi Penelitian

DOOOORRR!!! Bukan Kami, itu OTK

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN TINDAK PIDANA RINGAN (TIPIRING)

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Bangsa dan negara Indonesia sejak proklamasi pada tanggal 17 Agustus

PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR : 7 Tahun 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN TIM TERPADU GANGGUAN KEAMANAN DALAM NEGERI DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

STANDAR OPRASIONAL PROSEDUR ( SOP ) PELETON PENGURAI MASSA (RAIMAS) SATUAN SABHARA SETINGKAT POLRES

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pencarian, Pertolongan Dan Evakuasi

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN SABHARA

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA LINTAS GANTI DAN CARA BERTINDAK

Laporan Hasil Pemantauan Konflik di Aceh 1 31 Mei 2006 Bank Dunia/DSF

PROSEDUR TETAP KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PROTAP/ 1 / X / 2010 TENTANG PENAGGULANGAN ANARKI

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA

Letkol Inf Jansen Simanjuntak, Kapendam XVII Cendrawasih, Jayapura, Papua

BAB I PENDAHULUAN. keterikatan dan keterkaitan dengan komponen-komponen lainnya.

I. PENDAHULUAN. Bentrok antara kedua desa, yaitu Desa Balinuraga dengan Desa Agom, di

BAB V PENUTUP. 1. Mekanisme Mediasi Penal Pada Tahap Penyidikan : mediasi penal dikenal dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS).

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh sekelompok atau suatu rumpun masyarakat. Kata tawuran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepentingan orang yang melaksanakan hak-haknya, misalnya hak untuk

2017, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2010

2012, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Penang

PELAKSANAAN UJI COBA SISTEM INFORMASI KECELAKAAN LALU LINTAS DI JALAN UNTUK DAERAH BALI DAN SUMATERA BAGIAN UTARA

Oleh : Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia KEMENTRIAN HUKUM DAN HAM RI

Pelanggaran Hak-Hak Tersangka 2013 Wednesday, 01 January :00 - Last Updated Wednesday, 22 January :36

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat mudah

Workshop & Pelatihan Advokasi Reformasi Sektor Keamanan untuk Ahli Sipil

WALIKOTA BANJARMASIN

2015, No. -2- untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERILAKU KOPING ANGGOTA SAMAPTA POLRI KETIKA MENGHADAPI KERUSUHAN MASSA

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api (Lembaran Negara Republ

BAB III PENUTUP. Yogyakarta melakukan upaya sebagai berikut : Pemasangan kamera CCTV di berbagai tempat.

Transkripsi:

BAB VI PENUTUP VI.1 Kesimpulan Konflik TNI-Polri selama periode pasca Reformasi, 80% merupakan aksi perkelahian dalam bentuk penganiayaan, penembakan, pengeroyokan dan bentrokan; dan 20% sisanya merupakan aksi penyerangan dalam bentuk perusakan dan pembakaran. Wilayah persebaran aksi perkelahian terkait konflik TNI-Polri pun lebih luas dibandingkan dengan aksi penyerangan. Insiden aksi perkelahian terkait konflik TNI-Polri terjadi di 23 provinsi, sedangkan aksi penyerangan terkait konflik TNI-Polri terjadi di 9 provinsi dari total 35 provinsi di Indonesia. Provinsi-provinsi dengan tingkat insiden konflik TNI-Polri paling tinggi, yaitu Sulawesi Selatan dan Maluku. Dari segi unit yang terlibat dalam insiden konflik TNI-Polri di Indonesia pasca Reformasi, unit TNI yang terlibat didominasi oleh Kesatuan TNI Angkatan Darat (AD), sedangkan unit Polri yang terlibat didominasi oleh Kesatuan Brigade Mobile (Brimob). Konflik TNI-Polri sebagian besar melibatkan isu balas dendam, yaitu sebesar 29%, diikuti sebesar 24% melibatkan isu konflik ketersinggungan, 21% melibatkan isu konflik egoisme pribadi, 19% melibatkan isu konflik salah paham, dan sisanya sebesar 3% melibatkan isu bisnis ilegal dan isu asmara. 138

Walaupun isu balas dendam merupakan isu penyebab insiden konflik TNI- Polri terbanyak, namun isu konflik yang paling banyak menimbulkan aksi perkelahian dalam insiden konflik TNI-Polri adalah isu ketersinggungan, diikuti dengan isu balas dendam, isu kesalahpahaman, isu egoisme pribadi, isu asmara, isu bisnis ilegal, dan lainnya. Sedangkan, isu konflik yang paling banyak menimbulkan aksi penyerangan adalah isu balas dendam, isu egoisme pribadi, isu kesalahpahaman, dan isu ketersinggungan. Isu konflik TNI-Polri bervariasi menurut rentang waktu atau periodenya. Intensitas masing-masing isu konflik TNI-Polri juga bervariasi menurut periodenya. Isu balas dendam merupakan isu konflik TNI-Polri yang terutama dihadapi oleh rezim demokrasi baru. Masing-masing isu konflik TNI-Polri juga terkonsentrasi diwilayah-wilayah tertentu. Konflik TNI-Polri yang terkait isu balas dendam paling banyak terjadi di Papua. Sedangkan, konflik TNI-Polri yang terkait isu ketersinggungan dan isu egoisme pribadi paling banyak terjadi di Sulawesi Selatan. Kemudian, konflik TNI-Polri yang terkait isu kesalahpahaman paling banyak terjadi di Maluku dan Papua Barat. Konflik TNI-Polri pasca Reformasi telah mengakibatkan korban jiwa setidaknya 253 orang. Diantaranya, sebanyak 50 orang merupakan korban tewas, dan sebanyak 203 orang lainnya merupakan korban luka-luka. Korban jiwa ini pun tidak hanya melibatkan anggota TNI dan Polri, tetapi juga melibatkan warga sipil. Dari segi harta benda, konflik TNI-Polri mengakibatkan 208 unit material, yang terdiri dari kendaraan bermotor roda dua, kendaraan bermotor roda empat rumah, kantor, dan material lainnya. 139

Untuk alat senjata yang digunakan Polri dalam konflik TNI-Polri, 61% menggunakan tangan kosong, 27% menggunakan senjata api, 4% menggunakan benda tumpul, dan 1% menggunakan benda tajam. Sedangkan untuk TNI, 36% menggunakan tangan kosong, 16% menggunakan senjata api, 16% menggunakan benda tumpul, 12% menggunakan senjata tajam, 10% menggunakan benda tajam, dan 3% menggunakan bahan peledak. Informasi penanganan atau penyelesaian konflik TNI-Polri yang diberitakan oleh media massa khususnya surat kabar sangat minim. Dari keseluruhan insiden konflik TNI-Polri yang dijadikan data penelitian ini, sebesar 65% tidak memiliki informasi mengenai penanganan konflik TNI-Polri baik pada saat bentrokan terjadi maupun setelah bentrokan terjadi, 26% yang memiliki informasi mengenai penanganan konflik pada saat bentrokan terjadi, 6% yang memiliki informasi mengenai penanganan konflik setelah bentrokan terjadi, dan 3% yang memiliki informasi mengenai penanganan konflik pada saat bentrokan terjadi dan setelah bentrokan terjadi. Hanya 1 insiden yang memberitakan mengenai penanganan konflik melalui mediasi, yaitu insiden yang terjadi di Alor, NTT, pada 6 Januari 2009. Pada insiden ini bentrokan dapat diredakan setelah pimpinan TNI dan Polres Alor serta Ketua DPD Alor turun ke TKP dan menjadi fasilitator perdamaian. Namun demikian, informasi lengkap mengenai proses mediasi yang berlangsung tidak turut diinformasikan. 140

Bentuk penanganan atau penyelesaian konflik TNI-Polri pada saat konflik terjadi yang diinformasikan oleh media massa, antara lain: peleraian oleh Polisi, peleraian oleh TNI, tembakan peringatan oleh Polisi, turunnya pimpinan dari masing-masing kesatuan di lapangan pada saat bentrokan terjadi, peleraian oleh warga, dan peleraian oleh polisi militer. Dari keenam bentuk tersebut, yang paling banyak berhasil untuk menghentikan konflik adalah turunnya pimpinan dari masing-masing kesatuan di lapangan pada saat bentrokan terjadi. Informasi mengenai penanganan dan penyelesaian konflik TNI-Polri yang minim menunjukkan bahwa media massa khususnya surat kabar tidak menganggap hal tersebut sebagai suatu hal yang penting untuk dibahas. Sebagian besar pemberitaan di media massa hanya mendeskripsikan mengenai banyaknya korban atau besarnya kerugian yang diakibatkan oleh insiden konflik tersebut dan besarnya jumlah aktor yang terlibat dalam insiden konflik. Bentuk penanganan atau penyelesaian konflik TNI-Polri setelah konflik terjadi yang diinformasikan oleh media massa, antara lain: pemecatan, pencopotan tanda jabatan, pelarangan bagi anggota TNI dan Polri untuk keluar dari markas, dan pembentukan tim investigasi gabungan, serta penyidikan dan koordinasi gabungan antara TNI dan Polri. Bentuk penanganan lainnya adalah rekonsiliasi yang dilakukan oleh TNI dan Polri. Pihak ketiga yang terlibat dalam mediasi konflik TNI-Polri dapat berasal dari pihak diluar anggota TNI maupun anggota Polri. Salah satu pihak ketiga yang terlibat dalam mediasi konflik ini adalah pimpinan daerah dari wilayah yang 141

menjadi lokasi terjadinya konflik TNI-Polri. Pemilihan pemimpin daerah diluar kesatuan TNI dan Polri sebagai mediator seperti dalam kasus insiden konflik TNI- Polri di Masohi tersebut mendukung terwujudnya netralitas mediasi. VI.2 Rekomendasi Kepada media massa: Seharusnya media massa khususnya surat kabar dapat melakukan liputan yang lebih lengkap terkait dengan suatu insiden konflik TNI-Polri. Sebaiknya media massa khususnya surat kabar tidak hanya melakukan liputan dan memberitakan insiden konflik pada saat terjadi bentrokan saja, melainkan juga melakukan liputan dan memberitakan hingga ke proses penanganan konfliknya. Selain itu, alternatif yang mungkin dapat dilakukan oleh media massa khususnya surat kabar dalam rangka melakukan liputan dan menyajikan berita secara lebih komprehensif adalah dengan membuat laporan investigasi pasca terjadinya bentrokan atau insiden konflik TNI-Polri. Kepada TNI dan Polri: Pemberian informasi mengenai penyelesaian konflik TNI-Polri juga seharusnya tidak mengandalkan media massa saja. Masing-masing kesatuan yang terlibat, yaitu baik TNI maupun Polri, seharusnya juga dapat memberikan informasi mengenai bagaimana konflik yang melibatkan kesatuan mereka masing- 142

masing diselesaikan. Misalnya, TNI dan Polri dapat melakukan press conference dengan mengundang media massa dan memberikan press release kepada media untuk kemudian disampaikan kepada masyarakat, baik dilakukan secara bersamasama maupun dilakukan secara terpisah. Agar potensi terjadinya konflik diantara anggota di kedua institusi dapat dikurangi tentunya perlu segera ditetapkan upaya antisipasi yang dapat dilakukan melalui cara-cara, antara lain: memperbaiki tingkat kesejahteraan anggota agar tidak terjadi kesenjangan yang sangat tinggi diantara masing-masing anggota, latihan gabungan secara berkesinambungan, pemberian tindakan tegas terhadap pimpinan yang lalai dalam melaksanakan tanggung jawab pembinaan guna menimbulkan efek jera; pemberian tindakan tegas kepada anggota yang terlibat dalam bentrokan guna menghindarkan munculnya anggapan adanya upaya melindungi anggota, dan pembenahan sistem perundang-undangan yang mengatur lingkup tugas masing-masing sehingga tidak memunculkan perebutan kewenangan. Kepada Pemerintah: Untuk mencegah terulangnya konflik TNI-Polri, pemerintah harus melakukan langkah-langkah perbaikan kesejahteraan anggota TNI-Polri, memperbaiki proses perekrutan dan pendidikan, memperkuat kendali pasukan dan kontrol senjata oleh para pimpinan satuan, dan meluruskan kembali pemahaman jiwa korsa yang keliru. Menindak anggota-anggota yang terlibat dalam bisnis 143

ilegal, dan membangun komunikasi antar anggota yang konstruktif, juga harus dilakukan. Fungsi intelijen Polri juga harus dimaksimalkan, dalam arti begitu ada tanda-tanda konflik, intelijen langsung melaporkan untuk kemudian diantisipasi supaya ada koordinasi antara pimpinan TNI dan Polri diwilayah setempat. 144