BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BTM (Baitut Tamwil Muhammadiyah) merupakan amal usaha Muhammadiyah dalam bentuk lembaga keuangan syari ah, yang sudah berdiri selama 14 tahun, dan melakukan kegiatan muamalah berdasarkan syari ah Islam. Dari segi namanya, Baitul Tamwil berarti lembaga bisnis yang menjadi penyangga operasional BTM. Baitut Tamwil ini bergerak dalam penggalangan dana masyarakat dalam bentuk simpanan serta menyalurkannya dalam bentuk pinjaman atau pembiayaan usaha dengan sistem jual beli, bagi hasil maupun jasa. Salah satu bentuk pembiayaan yang cukup mendominasi adalah pada pembiayaan murabahah. Dari data yang saya peroleh dari pihak BTM Kajen terdapat 618 nasabah pembiayaan yang menggunakan akad murabahah di BTM Kajen, data berdasarkan jumlah nasabah dalam kurun waktu satu tahun. Murabahah didefinisikan sebagai penjualan barang seharga biaya atau harga pokok (cost) barang tersebut ditambah keuntungan (mark-up) yang disepakati. 1 Ketika akad murabahah telah disepakati maka akan muncul hak dan kewajiban diantaranya yaitu: 1. Nasabah wajib membayar angsuran kepada BTM sesuai dengan kesepakatan 1 Wiroso, Jual Beli Murabahah, (Yogyakarta: UII press, 2005), hlm 13. 1
2 2. BTM berhak mendapat dana dan keuntungan dari pembiayaan yang telah dikeluarkannya. Pemberian pembiayaan berdasarkan prinsip syariah menurut UU no. 10 tahun 1998 pasal 8 dilakukan dengan menetapkan prinsip kehati-hatian agar nasabah peminjam mampu melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan sesuai dengan perjanjian sehingga resiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasannya dapat dihindari. Akan tetapi dalam prakteknya, kadang dijumpai cidera janji yang dilakukan oleh pihak nasabah yang tidak melaksanakan kewajibannya terhadap pihak BTM sesuai perjanjian yang telah disepakati sebelumya. 2 Dalam setiap pembiayaan di lembaga keuangan syariah terdapat beberapa risiko, walaupun sebelum melakukan perjanjian pembiayaan telah lebih dahulu diadakan analisis. Risiko yang biasa muncul dalam pembiayaan murabahah adalah risiko yang terkait dengan pembayaran. Bahwa dalam mengangsur kepada pihak BTM, nasabah tidak dapat membayar kepada pihak BTM sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati atau dengan kata lain nasabah tidak bisa melunasi pembayarannya ketika telah jatuh tempo, hal ini yang disebut pembiayaan bermasalah. Terdapat 5% dari total nasabah pembiayaan murabahah di KJKS BTM Kajen yang tergolong dalam pembiayaan bermasalah. Penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah di KJKS BTM Kajen disebabkan oleh beberapa faktor yaitu karena disengaja, dan karena bangkrut.faktor yang paling banyak adalah karena bangkrut, 2 Subekti, Hukum Perikatan, cet VI, (Jakarta: Intermasa, 1996), hlm 1.
3 artinya bahwa nasabah benar-benar tidak mampu untuk membayar kepada pihak BTM. Keadaan ini akan berdampak pada BTM yaitu, BTM harus menanggung risiko yang dalam hal ini adalah risiko pembiayaan. Inilah salah satu risiko dalam perbankan yaitu yang dikenal dengan nama pembiayaan bermasalah. Risiko pembiayaan adalah risiko dimana lembaga keuangan tidak memperoleh kembali cicilan pokok dan atau keuntungan dari pinjaman atau investasi yang dilakukannya. Untuk mengatasi risiko pembiayaan bermasalah tersebut BTM dapat melaksanakan langkah-langkah supaya modal pokok yang dikeluarkan dan atau keuntungannya dapat kembali lagi. Salah satu langkah yang dapat ditempuh oleh BTM Kajen dalam menangani pembiayaan yang macet agar supaya pembiayaan yang dikeluarkannya dapat kembali adalah dengan melakukan rescheduling. Rescheduling adalah menjadwal kembali jangka waktu angsuran serta memperkecil jumlah angsuran. Rescheduling di KJKS BTM Kajen merupakan salah satu dari beberapa metode untuk menyelesaikan ataupun mengatasi pembiayaan bermasalah. Mayoritas pembiayaan Murabahah di BTM Kajen yang bermasalah langkah yang diambil adalah dengan melakukan rescheduling. Menurut pemaparan salah satu karyawan BTM Kajen, rescheduling di BTM Kajen cukup mendominasi dalam kasus penyelesaian pembiyaan bermasalah.
4 Pembiayaan bermasalah bukanlah hal yang bisa dianggap ringan,hal ini merupakan sesuatu yang sangat dihindari oleh setiap lembaga keuangan, begitupun BTM Kajen pembiayaan bermasalah sangatlah berdampak besar bagi kelangsungan eksistensi suatu lembaga keuangan, dengan adanya penyebab pembiayaan bermasalah yang bermacam-macam menjadi perhatian khusus bagi pihak BTM untuk mencari cara agar pembiayaan yang disalurkannya bisa dikembalikan oleh nasabah. Rescheduling inilah salah satu langkah yang dilakukan oleh pihak BTM untuk menyelamatkan pembiayaan yang bermasalah dengan jalur non litigasi, sesuai dengan ketetapan MUI yang terdapat dalam Fatwa DSN MUI No.48 tahun 2005 tentang rescheduling pembiayaan murabahah, yang didalamnya tertuang ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam setiap pelaksanaan rescheduling. Hal iniyang menarik perhatian penulis untuk diadakan penelitian lebih lanjut untuk meneliti tentang pelaksanaan rescheduling yang dilakukan oleh BTM dan disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang diterapkan dalam fatwa DSN MUI no 48 tahun 2005. Penulis mengambil judul Rescheduling Pembiayaan Murabahah berdasarkan Fatwa DSN MUI No. 48/DSN-MUI/II/2005 (Studi Kasus di KJKS BTM Kajen kabupaten Pekalongan). B. Rumusan Masalah 1. Apa penyebab dan bagaimana penanganan pembiayaan murabahah bermasalah di KJKS BTM Kajen? 2. Bagaimana pelaksanaan rescheduling pembiayaan murabahah di KJKS BTM Kajen?
5 3. Bagaimana kesesuaian pelaksanaan rescheduling pembiayaan murabahah di KJKS BTM Kajen dengan fatwa DSN MUI No. 48 tahun 2005? C. Tujuan dan Kegunaan 1. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini antara lain: a. Untuk mengetahui apa penyebab dan bagaimana penanganan pembiayaan murabahah bermasalah di KJKS BTM Kajen kabupaten Pekalongan b. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan rescheduling pembiayaan murabahah di KJKS BTM Kajen kabupaten Pekalongan c. Untuk menilai bagaimana kesesuaian pelaksanaan rescheduling pembiayaan murabahah di KJKS BTM Kajen kabupaten Pekalongan berdasarkan fatwa DSN MUI No. 48 Tahun 2005. 2. Sedangkan kegunaan atau manfaat dari penelitian ini adalah: a. Secara praktis 1) Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam menambah ilmu pengetahuan dalam bidang pelaksanaan Rescheduling 2) Dapat digunakan masyarakat sebagai informasi dan acuan untuk mengetahui mekanisme pelaksanaan rescheduling pembiayaan Murabahah di KJKS BTM Kajen, kabupaten Pekalongan.
6 b. Secara teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pelaksanaan rescheduling akad murabahah di KJKS BTM Kajen, kabupaten Pekalongan, yang meliputi mekanisme pelaksanaan rescheduling pembiayaan murabahah, mekanisme pelaksanaan rescheduling pembiayaan murabahah berdasarkan fatwa DSN MUI No. 48 Tahun 2005. D. Penegasan Istilah Untuk menghindari kesalah pahaman dalam menafsirkan judul penelitian, maka perlu dijabarkan terlebih dahulu istilah yang digunakan yaitu: 1. Rescheduling Rescheduling (penjadwalan kembali) merupakan upaya penyelamatan pembiayaan dengan cara melakukan perubahan syarat. Syarat perjanjian pembiayaan yang berkenaan apabila anggota belum mampu melunasi tunggakan pembiayaan ketika waktu pembiayaan keringanan yang diberikan. 3 2. Pembiayaan Bermasalah Pembiayaan bermasalah merupakan salah satu dari resiko dalam suatu pelaksanaan pembiayaan. Adiwarman A. Karim menjelaskan bahwa resiko pembiayaan merupakan resiko yang disebabkan oleh adanya counterparty dalam memenuhi kewajibannya. Dalam lembaga keuangan 3 Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), hlm 83.
7 syariah, resiko pembiayaan mencakup resiko terkait produk dan resiko terkait dengan pembiayaan korporasi. 4 3. Pembiayaan Murabahah Murabahah adalah pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati. 4. Fatwa DSN MUI Merupakan salah satu acuan dalam memberikan jawaban dan solusi terhadap problem yang dihadapi oleh umat Islam. Peraturan yang sangat penting sebagai landasan operasional Bank syariah. Hanya saja yang perlu dipahami mengenai fatwa DSN ini, fungsi dan kedudukanya tidak sama dengan peraturan perundang-undangan tertulis lainnya. 5. BTM BTM - Baitut Tamwil Muhammadiyah (Amal usaha Muhammadiyah) yang merupakan lembaga keuangan mikro yang mampu menembus pasar keuangan masyarakat usaha kecil dan menengah, BTM Kajen ini mampu menjadi salah satu pendorong ekonomi umat, dan banyak membantu masyarakat untuk memperbaiki perekonomian, khususnya dalam hal permodalan usaha kecil maupun peminjaman uang untuk kebutuhan sehari-hari. 4 Adiwarman A Karim. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2010) hlm 260.
8 6. Rescheduling pembiayaan Murabahah berdasarkan Fatwa DSN MUI No. 48/DSN-MUI/II/2005 Jadi yang dimaksud judul secara keseluruhan dalam penelitian ini adalah suatu langkah-langkah dan tindakan pelaksanaan rescheduling (penjadwalan kembali) suatu pembiayaan bermasalah dan disesuaikan dengan fatwa DSN MUI di KJKS BTM Kajen kabupaten Pekalongan. E. Telaah Pustaka Terdapat sejumlah penelitian yang dapat dijadikan rujukan atau acuan dan pertimbangan dalam penelitian ini diataranya: Noor Siti Hanna (2009) dalam penelitian mengenai Mekanisme Penyelesaian Sengketa Jaminan pada Pembiayaan Murabahah pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) BMT Bahtera Pekalongan, yang menjelaskan bahwa mekanisme penyelesaian sengketa jaminan pembiayaan Murabahah di KJKS BMT Bahtera Pekalongan memiliki dua pilihan atau alternatif jalur penyelesaian, pertama yaitu melalui jalur litigasi dengan melibatkan badan hukum terkait dengan pengikatan jaminan yang sesuai dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996, kedua dengan jalur non litigasi yang menempuh cara-cara yang berupa musyawarah, negosiasi, mediasi, dan jasa baik. 5 Fatekhatul Riskiyah (2008) dalam penelitian Tugas Akhir yang berjudul Strategi BMT Al-Amien Kedungwuni dalam Menangani Pembiayaan Bermasalah, yang menjelaskan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh BMT 5 Noor Siti Hanna, Mekanisme Penyelesaian Sengketa Jaminan pada Pembiayaan Murabahah pada (KJKS) BMT Bahtera Pekalongan, (Pekalongan: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri, 2009) Tugas Akhir ini Tidak diterbitkan. Hlm viii.
9 Al-Amien Kedungwuni dalam menangani pembiayaan bermasalah antara lain: melakukan kunjungan ke tempat anggota, memberikan surat pemberitahuan, memberikan surat teguran, Apabila penanganan dan penyelamatan yang dilakukan tidak berhasil, maka BMT akan melakukan penyelesaian pembiayaan dengan cara: menjual barang jaminan atau melakukan penghapusan piutang. 6 Dewi Masitoh (2008) dalam penelitian Tugas Akhir yang berjudul Mekanisme Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di UJKS BMT Mitra Umat Pekalongan, yang menjelaskan bahwa UJKS BMT Mitra Umat Pekalongan, upaya BMT dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah yang di sebabkan oleh faktor internal ada beberapa cara yaitu melakukan peninjauan langsung, pemberian surat pemberitahuan, pemberitahuan surat teguran, pemberian keringanan. 7 Eko Prasetyo (2010) dalam skripsinya yang berjudul Strategi Penanggulangan Pembiayaan Murabahah Bermasalah di Baitul Maal Wa Tamwil Ta awun Cipulir, yang menjelaskan pembiayaan murabahah bermasalah adalah pembiayaan yang mengalami kesulitan pengembalian atas pelunasan akibat adanya faktor-faktor dari sisi nasabah maupun dari sisi bank sendiri sehingga menimbulkan kerugian bagi perusahaan. 8 6 Fatekhatur Riskiyah, Strategi BMT Al-Amien Kedungwuni dalam Menangani Pembiayaan Bermasalah, (Pekalongan: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri, 2008) Tugas Akhir tidak diterbitkan. hlm vi. 7 Dewi Masitoh, Mekanisme Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di UJKS BMT Mitra Umat Pekalongan, (Pekalongan: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri, 2008) Tugas akhir tidak diterbitkan. Hlm vi. 8 Eko Prasetyo, Strategi Penanggulangan Pembiayaan Murabahah Bermasalah di Baitul Maal Wa Tamwil Ta awun Cipulir, (Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2010). Responsitori.uinjkt.ac.id
10 Dari telaah pustaka diatas, meneliti secara umum keseluruhan langkah dari masing-masing lembaga keuangan terkait dengan cara-cara jalur non litigasi melalui musyawarah dan nogosiasi dan jalur litigasi melalui badan arbitrase, penelitian diatas secara umum meneliti tentang langkah keseluruhan dari proses penyelesaian sengketa pembiayaan bermasalah. Dari keterangan di atas disimpulkan bahwa belum ada yang membahas secara lebih khusus tentang Rescheduling Pembiayaan Murabahah Berdasarkan Fatwa DSN MUI No 48 Tahun 2005. F. Kerangka Teori Pembiayaan merupakan unsur dalam suatu produk dalam lembaga keuangan baik itu lembaga keuangan bank maupun non bank, yang penting dalam melaksanakan fungsinya sebagai lembaga keuangan. Kaitannya dalam penelitian ini, dalam lembaga keuangan syariah, maka pembiayaan yang diangkat dalam penelitian ini adalah pembiayaan yang bersifat syariah, dalam UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah pasal 1 poin 25 menjelaskan bahwa pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dan atau UUS (Unit Usaha Syariah) dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. Murabahah adalah akad pembiayaan untuk pengadaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya (harga perolehan) kepada pembeli dan pembeli membayarnya secara angsuran dengan harga lebih sebagai
11 keuntungan penjualan. Murabahah adalah jual beli dengan ditangguhkan sehingga hubungan yang terjadi antara lembaga keuangan dengan nasabah adalah hubungan penyalur dengan penerima dana. Tujuan pembiayaan murabahah pada lembaga keuangan syariah antara lain lembaga keuangan syariah mendapatkan keuntungan yang pantas dari pembiayaan murabahah. Beberapa lembaga keuangan syariah memiliki pengalaman untuk membeli produk tertentu, untuk klien lembaga keuangan syariah mendanai pembelian produk kemudian pembeli (klien) akan membayar dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan, pembiayaan murabahah memberikan alternatif jual-beli bebas riba sebagai perbandingan dalam sistem perbankan konvensional. Seseorang yang telah melakukan akad, maka orang tersebut harus wajib melaksanakan akad tersebut sesuai dengan kesepakatan. Seorang yang telah melakukan akad tetapi ia tidak memenuhi akad tersebut berarti ia telah mengingkari janji yang telah disepakati, akibat yang muncul dari perilaku ini adalah pembiayaan bermasalah. Pembiayaan yang bermasalah yang dialami oleh pihak BTM kepada para nasabah itu salah satu penyebabnya antara lain karena dipengaruhi oleh kualitas karakter nasabah jumlah jaminan, serta rasio utang terhadap equity (kekayaan). Hal ini juga akan menimbulkan perselisihan atau sengketa antara nasabah dengan pihak BTM, menimbulkan hak bagi pihak BTM untuk menuntut nasabah untuk memenuhi kewajibannya.
12 Secara teori menjelaskan bahwa, apabila karakter kualitas nasabah itu baik, maka kemungkinan untuk penyelesaian pembiayaan akan baik pula, dan tingkat pembiayaan bermasalaah oleh nasabah itu akan turun, sebaliknya apabila karakter kualitas nasabah itu buruk, maka tingkat pembiayaan bermasalah oleh nasabah itu akan tinggi. Salah satu langkah yang diambil pihak BTM untuk menyelamatkan pembiayaannya dengan cara melakukan rescheduling. Rescheduling (penjadwalan kembali) merupakan upaya dari pihak BTM untuk menyelamatkan pembiayaan yang diberikannya kepada nasabah. Cara ini dilakukan jika ternyata pihak nasabah tidak mampu untuk memenuhi kewajibannya dalam hal pembayaran kembali angsuran pokok maupun margin keuntungannya, dalam jadwal baru yang disepakati bersama. Dewan Syariah Nasional telah menetapkan fatwanya yang tertuang dalam fatwa DSN MUI No. 48 tahun 2005 tentang penjadwalan kembali (rescheduling) pada akad murabahah. Dalam ketentuan fatwa DSN MUI No 48 tahun 2005 tertuang ketentuan-ketentuan penyelesaian antara lain lembaga keuangan syariah boleh melakukan rescheduling tagihan Murabahah terhadap nasabah yang tidak bisa melunasi, asalkan tidak menambah jumlah tagihan yang tersisa, pembebanan biaya dalam proses penjadwalan kembali adalah biaya riil, perpanjangan masa pembayaran harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak G. Metode Penelitian 1. Sifat dan Jenis Penelitian
13 Penelitian ini bersifat kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lai-lain. 9 Dalam hal ini penelitian kualitatif yang dimaksudkan adalah penelitian yang lebih mengandalkan dan mengemukakan kesimpulan-kesimpulan secara deskriptif dan bukan dalam bentuk angka. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (Field research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan jalan terjun langsung ke obyek penelitian untuk menggali informasi mengenai permasalahan penelitian dengan pihak KJKS BTM Kajen. 2. Sumber Data a. Data Primer Yaitu sumber data yang berkenaan langsung dengan penelitian secara langsung ke lapangan atau obyek penelitian tanpa melewati orang atau lembaga lain. Seperti: wawancara langsung dengan pihak KJKS BTM Kajen kabupaten Pekalongan, salah satunya dengan staf bagian pembiayaan mengenai bagaimana penerapan dan pelaksanaan rescheduling di KJKS BTM Kajen kabupaten Pekalongan dan bagaimana prosedur pelaksanaan rescheduling tersebut, wawancara dengan bagian personalia mengenai prosedur dan profil KJKS BTM Kajen, struktur organisasi, wawancara dengan bagian costemer service mengenai produk-produk pembiayaan dan simpanan 9 Lexy J. Moeleong, Metode penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006), hlm. 6.
14 di KJKS BTM Kajen, dan prosedur-prosedur pembiayaan dan simpanan di KJKS BTM Kajen. b. Data Sekunder Yaitu data yang didapatkan oleh peneliti secara tidak langsung dari objek penelitian, seperti buku-buku, karya ilmiah dan sumber-sumber lain yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Diantaranya buku Manajemen Perbankan Syariah karya Ismail, dan Kredit Perbankan di Indonesia karya Budi Untung, dan juga buku Jual Beli Murabahah karya Wiroso, dan data dari BTM Kajen diantaranya data nasabah pembiayaan murabahah, data nasabah yang bermasalah, profil BTM Kajen. 3. Metode Pengumpulan Data a. Metode interview Yaitu pengumpulan data dengan mengadakan tanya jawab dengan pihak KJKS BTM Kajen kabupaten Pekalongan. Di sini saya melakukan tanya jawab langsung dengan Custemer Service dari KJKS BTM Kajen yaitu dengan ibu Ana Masyrifa, S.Hi, Ka.Bag Akuntansi SDM dan Umum dari KJKS BTM Kajen ibu Indah Heriana, S.E, Ka.Bag pemasaran yaitu bapak Mukti Ali, S.T dan juga dengan manajer dari KJKS BTM Kajen yaitu bapak Arino Kelasio, S.E. b. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi yaitu pengumpulan data dimana peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah,
15 dokumen, peraturan-peraturan, dan sebagainya dari pihak KJKS BTM Kajen yang berupa data nasabah pembiayaan di KJKS BTM Kajen kabupaten Pekalongan, Data Nasabah yang di reschedulingpada KJKS BTM Kajen kabupaten Pekalongan, dan formperjanjian pelaksanaan rescheduling. 4. Metode Analisis Data Data di penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode interaktif yaitu menurut Miles dan Huberman dalam model ini tiga komponen analisis yaitu, reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan, yang dilakukan dengan bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data (Data collecting) sebagai suatu siklus. Ketiga kegiatan dalam analisis model interaktif dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Reduksi data (data reduction) Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan bagaimana pelaksanaan rescheduling di KJKS BTM Kajen kabupaten Pekalongan, menganalisis penyebab dan penanganan pembiayaan bermasalah di KJKS BTM Kajen,serta mendiskripsikan alur proses rescheduling di KJKS BTM Kajen. b. Penyajian data (data display) Diartikan sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan penyajian data, peneliti akan menjabarkanpenyebab dan penanganan pembiayaan bermasalah di
16 BTM Kajen, pelaksanaan rescheduling di KJKS BTM Kajen dan disesuaikan dengan pelaksanaan rescheduling yang dianjurkan oleh Fatwa DSN MUI. c. Penarikan kesimpulan (conslusion drawing) Kesimpulan yang diambil dari penyebab dan penanganan pembiayaan bermasalah di BTM Kajen, serta menganalisis celah antara pelaksanaan rescheduling yang dilakukan oleh KJKS BTM Kajen dengan rescheduling yang ada dalam fatwa DSN MUI. H. Sistematika Pembahasan Tugas Akhir ini disusun dengan sistematika sebagai berikut: Pada bab pertama penulis menguraikan beberapa permasalahan dan pertimbangan yang melatar belakangi dilakukannya penelitian ini, untuk kemudian mengidentifikasi beberapa pokok permasalahan untuk diteliti dan dikaji lebih lanjut dengan mengemukakan tujuan dan kegunaan penelitian. Sebagai bahan referensi dan acuan untuk mengkaji permasalah yang diteliti, penyusun kemukakan beberapa penelitian sebelumnya yang relevan dengan permasalahan. Selanjutnya dikemukakan kerangka teoritik sebagai landasan untuk menganalisa permasalahan yang ada. Agar penelitian lebih sistematis dan terarah, maka penyusun kemukakan tentang metode penelitian yang akan diterapkan dalam penelitian ini, dan kemudian diakhiri dengan sistematika pembahasan. Bab kedua, landasan teori terkait dengan permasalahan yang akan diteliti, bab kedua ini berisi antara lain gambaran umum tentang manajemen
17 risiko, yang meliputi pengertian, macam-macam risiko perbankan, dan cara penanganannya, serta gambaran umum tentang pembiayaan murabahah yang pembahasanya meliputi pengertian, landasan hukum, syarat-syarat pembiayaan murabahah dalam fiqh dan murabahah dalam perbankan. Serta gambaran umum tentang fatwa DSN MUI, yang meliputi tugas dan wewenang DSN, visi misi DSN, dan sekilas isi fatwa DSN MUI No.48 tahun 2005. Bab ketiga, untuk mengetahui lebih jelas tentang gambaran obyek penelitian pada bab ini penulis mengemukakan sekilas mengenai gambaran umum tentang KJKS BTM Kajen, terdiri dari sejarah singkat berdirinya KJKS BTM Kajen, visi misi dan sasaran, struktur organisasi, produk dan jasa yang ditawarkan, prosedur-prosedur pembiayaan di KJKS BTM Kajen. Bab keempat, pada bab ini merupakan analisa mengenai penyebab dan penanganan terhadap pembiayaan bermasalah, serta membahas mengenai analisis pelaksanaan rescheduling pembiayaan murabahah disesuaikan dengan fatwa DSN MUI No. 48/DSN-MUI/II/2005, yang meliputi beberapa hal yaitu hak dan kewajiban para pihak dan pelaksanaan rescheduling itu sendiri. Bab kelima, bab ini merupakan pemaparan mengenai kesimpulan dari apa yang telah di bahas di bab sebelumnya, maka pada bab ini dijelaskan jawaban atas beberapa persoalan yang menjadi pkok pembahasan yang kemudian dilengkapi dengan saran-saran.