BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

2015 PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI BERDASARKAN PROFIL

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2016 ANALISIS POLA MORAL SISWA SD,SMP,SMA,D AN UNIVERSITAS MENGENAI ISU SAINS GUNUNG MELETUS D ENGAN TES D ILEMA MORAL

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan suatu bangsa. Pendidikan menjadi sarana dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

2015 EFEKTIVITAS BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK JOHARI WINDOW UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DIRI

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap negara di dunia telah memasuki awal era globalisasi, dimana

2013 PROGRAM BIMBINGAN KARIR BERDASARKAN PROFIL PEMBUATAN KEPUTUSAN KARIR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. keluarga maupun masyarakat dalam suatu bangsa. Pendidikan bisa. dikatakan gagal dan menuai kecaman jika manusia - manusia yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 3 Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 (Burhanuddin, 2007: 82), mengungkapkan bahwa:

BAB I PENDUHULUAN. masa depan bangsa, seperti tercantum dalam Undang-Undang RI. No 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana S-1. Pendidikan Akuntansi. Diajukan Oleh: WIDARTI A

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan muncul generasi-generasi yang berkualitas. Sebagaimana dituangkan

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 23 TAHUN 2006 Tentang STANDAR KOMPETENSI KELULUSAN (SKL)

BAB I PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Dari ketiga hal tersebut terlihat jelas bahwa untuk mewujudkan negara yang

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP PERAN GURU BIMBINGAN KONSELING DENGAN KEDISIPLINAN SISWA DALAM MENAATI TATA TERTIB SEKOLAH.

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan fisik dan alat reproduksi menjadi sempurna. terlibat konflik dengan orang tua karena perbedaan pandangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. murid, siswa, mahasiswa, pakar pendidikan, juga intektual lainnya.ada

diri yang memahami perannya dalam masyarakat. Mengenal lingkungan lingkungan budaya dengan nilai-nilai dan norma, maupun lingkungan fisik

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi yang dimiliki demi kemajuan suatu bangsa. Salah

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat keberhasilan pendidikan.

2015 KONTRIBUSI PROGRAM PEMBINAAN KESISWAAN TERHADAP PEMENUHAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 1 CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

2016 PENGARUH PELAKSANAAN FULL DAY SCHOOL TERHADAP INTERAKSI SOSIAL DAN SOSIALISASI ANAK DI LINGKUNGAN MASYARAKAT

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN BAB IV

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan tersebut menuntut setiap guru untuk terus berupaya melakukan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, politik, budaya, sosial dan pendidikan. Kondisi seperti ini menuntut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 23 TAHUN 2006 Tentang STANDAR KOMPETENSI KELULUSAN (SKL)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai tempat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. ke arah positif maupun negatif, maka intervensi edukatif dalam bentuk

, 2014 Program Bimbingan Belajar Untuk Meningkatkan Kebiasaan Belajar Siswa Underachiever Kelas Iv Sekolah Dasar Negeri Cidadap I Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. generasi muda bangsa. Kondisi ini sangat memprihatinkan sekaligus menjadi

BAB I PENDAHULUAN. mencakup seluruh proses hidup dan segenap bentuk interaksi individu dengan

BAB I PENDAHULUAN. didik kurang inovatif dan kreatif. (Kunandar, 2007: 1)

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita pribadi

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai upaya peningkatan sumber daya manusia {human resources), pada

BAB l PENDAHULUAN. untuk bebas atau tidak terkait oleh suatu tugas, dan pekerjaan yang harus dikerjakan

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas menentukan masa depan bangsa. Sekolah. sekolah itu sendiri sesuai dengan kerangka pendidikan nasional.

I. PENDAHULUAN. kehidupan lainnya seperti keluarga, sosial kemasyarakatan, pemerintahan,

BAB I PENDAHULUAN. Amellya Nisfiatin Barroroh, 2014

2014 PEMBELAJARAN TARI YUYU KANGKANG DALAM PROGRAM LIFE SKILL DI SMK KESENIAN PUTERA NUSANTARA MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu topik yang menarik untuk dibahas, karena

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

BAB I PENDAHULUAN. berkarakter. Hal ini sejalan dengan Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

I. PENDAHULUAN. baik, yang sesuai dengan martabat manusia. Oleh karena itu setiap warga negara

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan

POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) :

BAB I PENDAHULUAN. yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya kebijakan dari pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bab 2 pasal 3 UU Sisdiknas berisi pernyataan sebagaimana tercantum

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR BAGAN... xi DAFTAR GRAFIK...

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

I. PENDAHULUAN. memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi. penting. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus

pendidikan yang berjenjang. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945 (amandemen) yang berbunyi Setiap

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan salah satu komponen penting dalam perwujudan masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Undang No.20 tahun 2003). Pendidikan memegang peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. suatu upaya melalui pendidikan. Pendidikan adalah kompleks perbuatan yang

perkembangan yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar dan karir.

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran atau cara lain yang dikenal dan diakui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pertumbuhan budi pekerti tiap-tiap manusia. Orang tua dapat menanamkan benih

LAYANAN BIMBINGAN KONSELING TERHADAP KENAKALAN SISWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang demi tercapainya tujuan bangsa, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai kehidupan guna membekali siswa menuju kedewasaan dan. kematangan pribadinya. (Solichin, 2001:1) Menurut UU No.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk

2015 MANFAAT HASIL BELAJAR MENYEDIAKAN LAYANAN ROOM SERVICE PADA KESIAPAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI SMK ICB CINTA WISATA

I. PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan yang terjadi pada bangsa kita saat ini sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa juga sekaligus meningkatkan harkat dan. peningkatan kehidupan manusia ke arah yang sempurna.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan mendorong peserta didik untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Hal itu sejalan dengan pengertian pendidikan yang tercantum dalam UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1. Pada Pasal 3 UU tersebut, dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan hal tersebut, jelas bahwa fungsi dan tujuan pendidikan di setiap jenjang, sangat berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik. Agar tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik, pemerintah secara khusus mengembangkan program pendidikan karakter yang diharapkan dapat diimplementasikan oleh seluruh Sekolah di Indonesia (Kementrian Pendidikan Nasional, 2010: ii). Melalui pendidikan karakter, peserta didik diharapkan mampu

2 meningkatkan dan menggunakan pemahamannya, mengkaji dan menginternalisasi, serta mempersonalisasi nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan secara serius memberikan porsi yang lebih besar untuk peningkatan mutu pendidikan dengan program pendidikan karakter. Porsi besar juga diberikan pada Mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan. Berkaitan dengan hasil pendidikan, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan secara jelas merumuskan kompetensi lulusan yang harus dicapai dalam penyelenggaraan pendidikan. Butir-butir kompetensi lulusan tersebut berkaitan dengan karakter dan identitas diri (Kementerian Pendidikan Nasional, 2010: iii). Beberapa butir standar kompetensi lulusan berkaitan dengan identitas diri. Beberapa diantaranya, yaitu: (1) mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja, (2) menunjukkan sikap percaya diri; (3) mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas; (4) menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional (Kementerian Pendidikan Nasional, 2010: iii). Erikson menjadi tokoh utama yang mengungkapkan tentang identitas diri. Menurut Erikson identitas diri merupakan tugas utama seorang remaja terutama pada masa remaja awal (Friedman dan Shustack, 2008:156). Masa remaja awal berlangsung antara usia 13-16/17 tahun (Hurlock, 1980: 206). Biasanya remaja ini berada pada usia sekolah yang duduk di bangku SMP (Sekolah Menengah Pertama). Secara lebih khusus, Erikson (Hurlock, 1980: 353)

3 menyebutkan bahwa tugas terpenting bagi remaja adalah mencapai identitas diri yang lebih mantap melalui pencarian dan eksplorasi terhadap diri dan lingkungan sosialnya. Identitas diri berarti individu telah memahami siapa dirinya dan bagaimana dirinya masuk ke dalam masyarakat (Yusuf dan Nurihsan, 2007:108). Maksudnya adalah di masa ini, remaja harus mempelajari tentang dirinya sendiri sehingga memahami siapa mereka, apa keunikannya, apa yang mereka inginkan, dan apa yang menjadi tujuan hidupnya. Grotevant et al. (1998: 34) mengemukakan bahwa pembentukan identitas remaja meliputi identitas ideologi dan identitas interpersonal. Identitas ideologi meliputi karir, agama, politik dan falsafah hidup. Identitas interpersonal meliputi pertemanan atau persahabatan, hubungan dengan lawan jenis (heteroseksual), peran gender, dan rekreasi. Penelitian ini akan membahas lebih lanjut tentang identitas interpersonal. Identitas interpersonal adalah keinginan individu untuk memahami dirinya dengan cara mengeksplorasi hubungan dan bereksperimen serta uji coba berbagai peran sosial dengan orang lain (Allison dan Schultz, 2001: 1). Perkembangan identitas interpersonal puncaknya pada masa remaja awal (Grotevant et al. 1998: 34). Hal itu berarti tugas sebagai remaja tidak hanya mengenal dirinya sendiri, tetapi juga memahami pendapat orang lain tentang dirinya dan bagaimana posisi dirinya di masyarakat. Identitas interpersonal dapat dilakukan dengan terjun langsung ke masyarakat, seperti: turut aktif mengikuti kegiatan organisasi yang ada di masyarakat (karang taruna) dan bersosialisasi di sekolah.

4 Remaja dinyatakan mencapai identitas interpersonal, jika di dalam dirinya telah melewati masa krisis dengan baik dan penuh tekad. Semakin berhasil remaja mengatasi krisis, akan semakin sehat perkembangannya (Santrock, 2007:191). Remaja dituntut untuk memiliki keterampilan agar mencapai identitasnya. Remaja yang berhasil memperoleh identitas yang sehat dengan mencapai suatu keadaan yang dinamai fidelity. Fidelity maksudnya suatu kelegaan karena dapat mengenal siapa dirinya, tempat dalam masyarakat dan kontribusi yang bisa disumbangkan untuk masyarakat. Dalam mencapai identitas interpersonal, remaja memerlukan sosok peran yang dapat membantunya. Peran tersebut didapat dari lembaga formal, informal, maupun non formal. Salah satu lembaga formal yang berkontribusi pada pembentukan identitas interpersonal adalah sekolah. Sekolah mempunyai kontribusi yang cukup besar pada perkembangan identitas interpersonal. Sekolah menjadi faktor sosial budaya karena remaja banyak mengabiskan waktu untuk berinteraksi. Remaja sebagai peserta didik di SMP umumnya menghabiskan waktu sekitar tujuh jam sehari di sekolahnya. Dengan demikian, hampir sepertiga dari waktunya setiap hari dilewatkan di sekolah. Peserta didik mencari identitasnya di lingkungan sekolah. Peserta didik mulai belajar memahami tentang dirinya dari lingkungan sekolah. Hasil yang didapat lingkungan sekolah membantu peserta didik menemukan identitas interpersonalnya. Hal tersebut menunjukkan kesadaran peserta didik terhadap identitas interpersonal dipengaruhi juga oleh lingkungan sosial di sekolah.

5 Peserta didik diharapkan dapat belajar dari lingkungan sosial untuk mencapai kesadaran identitas interpersonal. Sayangnya tidak semua peserta didik dapat mencapai identitas interpersonal. Akibat peserta didik yang tidak mencapai identitas interpersonal mungkin mengalami krisis identitas yang berkepanjangan. Kenyataan yang terjadi tidak sedikit peserta didik yang mengalami krisis identitas interpersonal berkepanjangan. Kegagalan yang mengakibatkan krisis identitas ini menjadikan peserta didik tidak yakin siapa dirinya dan masih berusaha keras mencari tahu siapa dirinya. Peserta didik yang mengalami krisis identitas interpersonal terlibat dalam perilaku negatif, seperti aktivitas perusakan, obat, atau alkohol, dan penyimpangan seksual (Yusuf dan Nurihsan, 2007:108). Kegagalan ini menjadikan peserta didik tidak yakin siapa dirinya sehingga tugas perkembangannya terhambat. Terdapat beberapa penelitian tentang tugas perkembangan yang terhambat pada remaja yang berhubungan dengan identitas interpersonal peserta didik. Penelitian ini menunjukkan bahwa masih banyaknya perilaku negatif yang diakibatkan oleh krisis identitas interpersonal berkepanjangan. Hasil penelitian pada salah satu Sekolah di Ohio, dari 356 remaja awal menunjukkan bahwa 80% status identitasnya berada pada status yang lebih rendah yaitu diffusion (Grotevant et al. 1998: 5). Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN), jumlah kasus penyalahgunaan Narkoba di Indonesia dari tahun 1998-2003 adalah 20.301 orang, di mana 70% diantaranya berusia antara 15-19 tahun (BNN, 2003: 1).

6 Data BKKBN Jabar, selama tahun 2000 terdapat 5,6 % remaja yang melakukan seks bebas. Saat ini jumlah remaja di Jabar mencapai 8,7 juta jiwa. Artinya 487 ribu remaja di Jabar mempunyai pengalaman seks di luar nikah (BKKBN, 2000-1). Polrestabes Bandung menyatakan bahwa selama tahun 2009, terjadi 12 kasus kriminal oleh anggota geng motor yang melibatkan 36 tersangka. Sementara di tahun 2010, terjadi 19 kasus dengan 729 tersangka. Beberapa kasus tersebut terdapat remaja yang masih berstatus sebagai pelajar SMP dan SMA (DetikBandung, 2010: 1). Fenomena krisis identitas interpersonal berkepanjangan juga terjadi di SMP Bina Taruna yang merupakan salah satu SMP swasta di Kabupaten Bandung. Hasil observasi dan wawancara dengan Guru BK menunjukkan beberapa peserta didik di SMP Bina Taruna belum menemukan identitas interpersonal sehingga mengakibatkan krisis berkepanjangan. Hal itu mengakibatkan terhambatnya tugas perkembangan peserta didik. Hal itu terlihat dari perkelahian antar peserta didik, penggunaan obat terlarang (pil destro), merokok, laki-laki menyerupai perempuan (kemayu) dan perempuan yang menyerupai laki-laki (tomboy), penyimpangan seksual (adanya siswi yang hamil di luar nikah), dan perusakan fasilitas sekolah. Penelitian yang telah dilakukan oleh ahli menunjukkan semakin maraknya fenomena yang berhubungan dengan identitas interpersonal. Hasil observasi langsung ke SMP Bina Taruna menunjukkan hal yang serupa, yaitu banyak fenomena yang berhubungan dengan identitas interpersonal peserta didik. Jika

7 tidak diteliti dan dicari upaya pencegahan maupun pengobatan maka dikhawatirkan terjadi krisis berkepanjangan dan peserta didik tidak memahami identitasnya dengan pasti. Peserta didik menjadi tetap kebingungan dan tidak mengenal dirinya sendiri, sehingga dapat mengakibatkan terhambatnya tugas perkembangan peserta didik. Selain itu juga dapat menghambat tujuan pendidikan, terutama pada program pendidikan karakter. Program pendidikan karakter tidak dapat terealisasi dan mencapai hasil seperti yang diharapkan pada tujuan pendidikan jika masih ada permasalahan pada peserta didik. Pihak terkait hendaknya berperan aktif dan memberikan kontribusi yang berarti sesuai tugas pokok dan peran masing-masing untuk membantu menyelesaikan permasalahan. Salah satu yang berperan aktif adalah Guru Bimbingan dan konseling, karena dalam sistem pendidikan nasional (UU No. 20/2003, pasal 1 ayat 6) dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik. Guru bimbingan dan konseling membantu peserta didik mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin dan menyesuaikan diri dengan lingkungan (Depdiknas, 2007: 13). Secara khusus tugasnya membantu peserta didik agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi sosial, belajar, dan karir. Kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling adalah membuat dan melaksanakan program bimbingan dan konseling. Didalam program bimbingan dan konseling terdapat ragam bidang bimbingan, yaitu: belajar, pribadi, sosial, dan karir. Permasalahan tentang identitas interpersonal ada pada bidang bimbingan pribadi sosial. Hal tersebut

8 dikarenakan bimbingan pribadi sosial diarahkan untuk memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah dirinya (Yusuf, 2009: 55). Intervensi yang dilakukan guru bimbingan dan konseling salah satunya adalah dengan membuat dan melaksanakan program bimbingan dan konseling. Program bimbingan yang dapat dilakukan khususnya bimbingan pribadi sosial karena diharapkan dapat membantu meningkatkan pemahaman identitas interpersonal peserta didik. Fenomena yang disebutkan dalam latar belakang masalah, menunjukkan permasalahan tentang terhambatnya tugas perkembangan yang berhubungan dengan identitas interpersonal peserta didik. Oleh karena itu, guna membantu peserta didik memiliki pemahaman tentang identitas interpersonal diperlukan program bimbingan. Salah satunya adalah bimbingan pribadi sosial. Atas pemikiran tersebut maka mengantarkan pada perlunya penelitian tentang program pribadi sosial berdasarkan identitas interpersonal pada peserta didik. B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Latar belakang masalah yang terpaparkan memfokuskan tema studi pada program bimbingan pribadi sosial berdasarkan identitas interpersonal peserta didik. Masalah utama yang perlu segera dijawab melalui penelitian ini adalah seperti apa program bimbingan pribadi sosial berdasarkan identitas interpersonal peserta didik di SMP Bina Taruna Tahun Ajaran 2011/2012?

9 Perumusan masalah tersebut diturunkan kedalam pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Seperti apa profil identitas interpersonal pada peserta didik di SMP Bina Taruna Tahun Ajaran 2011/2012? 2. Bagaimana program bimbingan pribadi sosial berdasarkan identitas interpersonal pada peserta didik yang layak diterapkan di SMP Bina Taruna Tahun Ajaran 2011/2012 menurut pertimbangan pakar dan praktisi? Adapun definisi operasional dari penelitian, adalah sebagai berikut. 1. Identitas Interpersonal Identitas interpersonal merupakan salah satu bagian dari identitas diri. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Grotevant et al. (1998: 34) yang mengemukakan bahwa pembentukan identitas diri remaja meliputi identitas ideologi dan identitas interpersonal. Identitas ideologi meliputi karir, agama, politik dan falsafah hidup. Identitas interpersonal meliputi pertemanan atau persahabatan, hubungan dengan lawan jenis (heteroseksual), peran gender, dan rekreasi. Pengertian tentang identitas interpersonal telah diungkapkan oleh para ahli. Adapun pengertian konsep istilah tersebut dijelaskan sebagai berikut. Grotevant (1998: 159) mengemukakan bahwa identitas interpersonal adalah sikap individu terhadap keinginan untuk berusaha menjadi dirinya, yang memiliki keterkaitan dengan orang lain. Maksud dari pengertian tersebut adalah setiap individu akan berusaha untuk mencari siapa dirinya sehingga dapat menemukan identitas interpersonal yang sebenarnya. Identitas interpersonal ini

10 berkaitan dengan orang lain, karena menyangkut pendapat dan posisi individu di masyarakat. Marcia (1993: 54) mendefinisikan identitas interpersonal sebagai upaya individu untuk memahami tentang bagian struktur diri yang dibangun sendiri tentang kemampuan dan pemahaman diri namun berhubungan dengan orang lain. Definisi ini bermaka bahwa individu berupaya untuk dapat memahami gambaran dalam dirinya sehingga dapat memahami siapa diri yang sebenarnya. Pemahaman yang didapat menurut dirinya melalui hubungan dengan orang lain. Allison dan Schultz (2001: 1) mendefinisikan Identitas interpersonal adalah keinginan individu untuk memahami dirinya dengan cara mengeksplorasi hubungan dan bereksperimen serta uji coba berbagai peran sosial dengan orang lain. Inti dari definisi tersebut adalah individu mempunnyai keinginan untuk dapat memahami secara jelas tentang dirinya. Pemahaman tersebut didapat melalui penjelajahan dengan melakukan berbagai percobaan peran sosial di masyarakat. Berdasarkan pendapat para ahli bahwa identitas interpersonal mencakup dua aspek yaitu pengetahuan dan sikap. Sehingga dapat disimpulkan, identitas interpersonal adalah pengetahuan dan sikap individu terhadap keinginan untuk memahami gambaran diri menurut diri sendiri melalui hubungan dengan orang lain, yang ditandai dengan adanya: (1) persahabatan yang akrab dan kesamaan kebiasaan, (2) hubungan dengan lawan jenis yang didasari dengan ekspresi cinta dan komitmen, (3) peran sebagai pria/wanita yang landasi dengan penerimaan diri dan berperan sesuai, serta (4) rekreasi yang berbentuk aktivitas kreatif dan kegiatan sosial.

11 Identitas interpersonal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap peserta didik SMP Bina Taruna Tahun Ajaran 2011/2012 terhadap pernyataan tertulis tentang keinginan untuk memahami gambaran diri menurut diri sendiri melalui hubungan dengan orang lain, yang ditandai dengan adanya: (1) persahabatan yang akrab dan kesamaan kebiasaan, (2) hubungan dengan lawan jenis yang didasari dengan ekspresi cinta dan komitmen, (3) peran sebagai pria/wanita yang landasi dengan penerimaan diri dan berperan sesuai, serta (4) rekreasi yang berbentuk aktivitas kreatif dan kegiatan sosial. 2. Program Bimbingan Pribadi Sosial Program bimbingan pribadi soisal merupakan bagian dari program bimbingan dan konseling. Adapun pengertian program bimbingan dan konseling sekolah adalah serangkaian rencana aktivitas layanan bimbingan dan konseling di sekolah, yang selanjutnya menjadi pedoman bagi setiap personel dalam pelaksanaan dan pertanggungjawabannya (Suherman, 2007: 59). Selanjutnya, dijelaskan tentang pengertian bimbingan pribadi sosial. Adapun pengertian tersebut dijelaskan sebagai berikut. Winkel (1991: 66) menyatakan bahwa bimbingan pribadi sosial merupakan upaya untuk membantu individu menghadapi keadaan batinnya sendiri dan mengatasi konflik-konflik dalam dirinya sendiri di bidang kerohanian, perawatan jasmani, pengisian waktu luang, penyaluran nafsu seksual, serta upaya membantu individu dalam membina hubungan sosial diberbagai lingkungan atau pergaulan sosial.

12 Nurihsan (2003: 21) menyatakan yang tergolong dalam aspek pribadi sosial ini, seperti hubungan dengan teman, dengan guru, serta staf sekolah, pemahaman dan sifat kemampuan diri, pengembangan bakat dan minat, penyesuaian diri dengan lingkungan pendidikan dan masyarakat tempat para peserta didik tinggal, dan penyelesaian konflik (pribadi atau sosial). Bimbingan pribadi sosial merupakan bimbingan untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan potensi diri dan kemampuan berhubungan sosial serta memecahkan masalah pribadi sosial (Yusuf, 2009: 37-38). Berdasarkan pengertian para ahli, kesimpulan yang didapatkan bahwa program bimbingan pribadi sosial adalah pedoman untuk melaksanakan bantuan kepada peserta didik dalam mengembangkan potensi diri dan kemampuan berhubungan sosial sehingga dapat membina hubungan sosial diberbagai lingkungan atau pergaulan sosial. Secara operasional, dalam penelitian program bimbingan pribadi sosial merupakan rumusan satuan kegiatan layanan yang dirancang berdasarkan profil identitas interpersonal peserta didik SMP Bina Taruna Tahun Ajaran 2011/2012. Struktur program yang dikembangkan terdiri atas: (a) rasional; (b) deskripsi kebutuhan; (c) tujuan program; (d) sasaran layanan; (e) pengembangan tema; (f) media dan alat pendukung; (g) tahapan pelaksanaan program; serta (h) evaluasi.

13 C. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian adalah menghasilkan program bimbingan pribadi sosial berdasarkan identitas interpersonal yang layak diterapkan pada peserta didik di SMP Bina Taruna. Adapun tujuan khusus penelitian ini yaitu mendeskripsikan tentang: 1. profil identitas interpersonal pada peserta didik di SMP Bina Taruna Tahun Ajaran 2011/2012; 2. program bimbingan pribadi sosial berdasarkan identitas interpersonal pada peserta didik yang layak diterapkan di SMP Bina Taruna Tahun Ajaran 2011/2012. D. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif, yaitu suatu metode yang ditunjukan untuk memperoleh jawaban tentang permasalahan yang terjadi pada masa sekarang dan aktual tanpa menghiraukan kejadian pada waktu sebelum dan sesudahnya dengan cara mengolah, menafsirkan dan menyimpulkan data hasil penelitian (Arikunto, 1997: 136). Tujuan metode deskriptif untuk mendeskripsikan, menganalisis, dan mengambil suatu generalisasi tentang identitas interpersonal peserta didik di SMP Bina Taruna Tahun Ajaran 2011/2012. Hasil temuan data tersebut dijadikan sebagai bahan masukan bagi pengembangan program bimbingan pribadi sosial.

14 Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif yaitu pendekatan yang memungkinkan dilakukan pencatatan dan analisis secara sistematis dengan menggunakan angka-angka dan pengolahan statistik (Syaodih, 2008:53). Pendekatan kuantitatif digunakan untuk menganalisis data tentang identitas interpersonal peserta didik berdasarkan perhitungan secara statistik. Data tentang identitas interpersonal diperoleh melalui penyebaran instrumen kepada peserta didik di SMP Bina Taruna. Agar lebih memperjelas alur penelitian, maka disajikan dalam bagan sebagai berikut.

15 PERSIAPAN PELAKSANAAN Observasi Studi Kepustakaan Rancangan Instrumen Identitas Interpersonal Penyusunan Proposal 1) Judgment pakar 2) Uji keterbacaan 3) Uji validitas dan reliabilitas Pengajuan Proposal Revisi Instrumen Pengumpulan data Profil Identitas Interpersonal Peserta Didik Rancangan Program Bimbingan Pribadi Sosial Berdasarkan Identitas Interpersonal Peserta Didik PELAPORAN Judgment oleh Pakar dan Praktisi Revisi Program Program Bimbingan Pribadi Sosial Berdasarkan Identitas Interpersonal Peserta Didik Bagan 1.1 Prosedur Penelitian Program Bimbingan Pribadi Sosial berdasarkan Identitas Interpersonal Peserta didik

16 E. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat baik secara teoretis maupun praktis. 1. Manfaat teoretis Penelitian dapat menambah khasanah keilmuan bimbingan dan konseling, khususnya dalam dasar-dasar pengembangan program bimbingan pribadi sosial berdasarkan identitas interpersonal peserta didik. 2. Manfaat praktis a. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling Guru Bimbingan dan konseling dapat memanfaatkan materi identitas interpersonal sebagai bahan rujukan dalam pembuatan program bimbingan pribadi sosial. Hal tersebut dimaksudkan agar guru bimbingan dan konseling dapat membantu meningkatkan pemahaman identitas interpersonal peserta didik di SMP. b. Bagi peneliti selanjutnya Peneliti selanjutnya, dapat menjadikan penelitian ini sebagai bahan informasi dan melengkapi hasil penelitian terdahulu berkenaan dengan program pribadi sosial berdasarkan identitas interpersonal peserta didik. F. Struktur Organisasi Struktur organisasi program bimbingan pribadi sosial berdasarkan identitas interpersonal peserta didik SMP Bina Taruna Tahun Ajaran 2011/2012 terdiri dari lima Bab. Bab I, mengungkapkan latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, manfaat penelitian, dan

17 struktur organisasi. Bab II, menyajikan teori yang relevan sebagai landasan penelitian, yaitu : konsep dasar identitas diri, konsep program bimbingan pribadi sosial, dan hasil-hasil penelitian terdahulu. Bab III, mengetengahkan tentang lokasi dan populasi, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data, dan analisis data. Bab IV, mendeskripsikan hasil penelitian yang terdiri dari pemaparan data, pembahasan data, serta kelebihan dan kekurangan penelitian. Bab V, berisi kesimpulan dan rekomendasi penelitian.

1 18