INDIKATOR DAN PENILAIAN TINGKAT KERAWANAN PANGAN KELURAHAN UNTUK DAERAH PERKOTAAN

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR KODE DAN DATA WILAYAH ADMINISTRASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 86 TAHUN 2016 TENTANG KODE DAN DATA WILAYAH ADMINISTRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

RANKING NILAI RATA-RATA TAHUN 2011/2012 KOTA MALANG

RANKING NILAI TERTINGGI TAHUN 2011/2012 KOTA MALANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

JADWAL INSTANSI YANG MELAKSANAKAN SHALAT TARAWEH DI MASJID BAITURROHIM BALAIKOTA MALANG TAHUN 1436 H / 2016 M

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENETAPAN BESARAN UANG PERSEDIAAN TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANALISIS KETAHANAN PANGAN DI KOTA BATU (FOOD SECURITY ANALYSIS IN BATU CITY)

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

ANALISIS INDIKATOR KETAHANAN PANGAN KOTA PROBOLINGGO: PENDEKATAN SPASIAL (ANALYSIS OF FOOD SECURITY INDICATORS IN PROBOLINGGO CITY: SPATIAL APPROACH)

S A L I N A N NOMOR 4/D, 2008 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN

TINGKAT KERAWANAN PANGAN WILAYAH KABUPATEN TUBAN PENDAHULUAN

ANALISIS KETAHANAN PANGAN TINGKAT DESA DI KECAMATAN PURWOASRI, KECAMATAN PLEMAHAN DAN KECAMATAN MOJO KAB. KEDIRI, JAWA TIMUR PENDAHULUAN

1. Pendahuluan PEMANFAATAN ARCGIS ONLINE SEBAGAI MEDIA PENYAMPAIAN INFORMASI SPASIAL KOTA MALANG

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS HUKUM MALANG

PPWK KONSEP PRASARANA & SARANA PERMUKIMAN ARIS SUBAGIYO/PPWK/2016

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 12 TAHUN 1993 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA ADMINISTRATIF BATU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPDB) ONLINE JALUR WILAYAH

LAPORAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN STRATEGIS TAHUN ANGGARAN 2009

WALIKOTA BATU KEPUTUSAN WALIKOTA BATU NOMOR:180/59/KEP/ /2014 TENTANG

Sekolah Dasar (SD) Di Kecamatan Blimbing 1. SDN Purwodadi 1 Jl. Ahmad Yani 165A Malang 2. SDN Purwodadi 2 Jl. Plaosan Barat 57 Malang 3.

Jumlah RW RT. Luas Area (Km²) %Terhadap Luas Kota. Kecamatan. Kelurahan

WALIKOTA BATU KEPUTUSAN WALIKOTA BATU

BAB III DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN. Kota Malang terletak di Provinsi Jawa Timur, Kota ini terletak 90 km

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU

Daftar Lokasi Taman Kota

KEPALADINAS PENDIDIKANKOTAMALANG,

PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN KANDANG SAPI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DAFTAR ALAMAT PEJABAT, PERANGKAT DAERAH DAN UNIT KERJA NO. PEJABAT LOKASI KETERANGAN

KAJIAN DISPARITAS SEBAGAI SOLUSI DALAM PENENTUAN PEMILIHAN KECAMATAN BARU KOTA PASURUAN

KEPALA DINAS PENDIDIKAN KOTA MALANG,

SALINAN NOMOR 26/E, 2009

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN GEDUNG DAN RUANGAN KANTOR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MALANG

sekolah, diperuntukkan calon peserta didik penduduk Kota Malang b. Jalur online reguler, untuk semua calon peserta didik dengan

BAB III DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN. sebelah selatan Kota Surabaya, dan wilayahnya dikelilingi oleh Kabupaten

PENGUMUMAN. Salam Pramuka!

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA BATU BAU KEPUTUSAN WALIKOTA BATU NOMOR: 180/5/KEP/ /2014 TENTANG

BAB III DESKRIPSI PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG. No. 0905/Pdt.G/2013/PA.Mlg. Batas wilayah Kota Malang, adalah:

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 54 TAHUN 2013 TENTANG

LAPORAN KINERJA TAHUNAN

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

ANALISIS DAERAH RAWAN PANGAN DENGAN PENDEKATAN GEOGRAPHICAL INFORMATION SYSTEM (GIS) DI KOTA PROBOLINGGO, PROPINSI JAWA TIMUR

PENGARUH GAJI, LINGKUNGAN KERJA DAN INSENTIF TERHADAP PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA DI KPP PRATAMA MALANG UTARA DAN MALANG SELATAN

Sebagaimana telah dijelaskan pada bab terdahulu, bahwa. keberadaan dokumen RPJMD bukan hanya untuk memenuhi

BAB III PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG TENTANG CERAI GUGAT KARENA ISTRI SELINGKUH

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BATU

KAJIAN KETAHANAN PANGAN DAN KERAWANAN PANGAN DI PROVINSI BENGKULU. Assessment of Food Security and Food Insecurity in Bengkulu Province

Tingkat SD/SDLB/MI NO NPSN NAMA ALAMAT SD NEGERI PANDANWANGI 04 JL. BATU AMARIL NO.1 PANDANWANGI BLIMBI

BAB III DESKRIPSI WILAYAH. Kota batu merupakan salah satu kota yang baru terbentuk pada

DAFTAR PUSTAKA. Abd Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, Bogor, kencana, Aibak Kutbuddin, Kajian Fiqh Kontemporer, Yogyakarta,Penerbit Teras, 2009.

ANALISIS PENATAAN LANJUTAN WILAYAH PENYALURAN PADA RANTAI PASOK PENDISTRIBUSIAN LPG TERTENTU: STUDI KASUS DI KOTA BATU MALANG

Pemodelan Daya Dukung Lahan Pertanian Pangan dengan Model Spatial Autoregressive (SAR) di Kota Batu

ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1)

BAB III. DESKRIPSI KASUS PENGAJUAN PERWALIAN ANAK DI BAWAH UMUR DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR: 69/Pdt.P/2013/PA.

BAB III. PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG TENTANG PERMOHONAN IWA<D} PERKARA KHULU DALAM GUGATAN REKONVENSI (Nomor : 1274/Pdt.G/2010/PA.

BAB I PENDAHULUAN. Rencana pengembangan suatu kota pada dasarnya sangat erat kaitannya

PENGEMBANGAN POTENSI EKONOMI UNGGULAN MELALUI PROGRAM KELURAHAN PRODUKTIF KOTA PASURUAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan

Perencanaan Zona Air Minum Prima (ZAMP) PDAM Kota Malang di Kecamatan Sukun

PANDUAN PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPDB) SDN, SMPN, SMAN, dan SMKN TAHUN PELAJARAN 2016/2017 DINAS PENDIDIKAN KOTA MALANG

1. Menyediakan acuan bagi pengembangan dan pemanfaatan TIK di lingkungan Pemerintah Kota Malang.

ANALISIS SPASIAL UNTUK EVALUASI KESESUAIAN LAHAN TANAMAN APEL DI KOTA BATU - JAWA TIMUR

BAB III. PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG TENTANG PEMBERIAN IZIN POLIGAMI (STUDI PUTUSAN PENGADILAN AGAMA KOTA MALANG No. 913/Pdt.P/2003/PA.

Ringkasan Eksekutif 2012

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KETAHANAN PANGAN DESA (Studi Kasus di Kabupaten Malang)

ABSTRACT. Keywords : Food Security, Household, Ordinal Logistik Regression

Pemetaan Ketahanan Pangan Wilayah Kabupaten Madiun. Food Security Mapping In Madiun Regency

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG

Penanggung Jawab. Biaya (Rp ,-) Kota Malang Bappeda 1.000

MONITORING DAN EVALUASI KETAHANAN PANGAN Nuhfil Hanani AR

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. tahun 1970an bersamaan dengan adanya krisis pangan dan kelaparan dunia

PEMBAGIAN RADIUS WILAYAH PEMANGGILAN DAN PEMBERITAHUAN DALAM WILAYAH HUKUM PENGADILAN AGAMA PASURUAN

PEMERINTAH KOTA MALANG PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA MALANG TAHUN 2016

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dari perspektif sejarah, istilah ketahanan pangan (food security) mulai

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB V PROGRAM DAN KEGIATAN SANITASI

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya

RKPD Kota Pasuruan Tahun 2015 DAFTAR ISI

3. Berapa pengeluaran anda setiap membeli sepatu? a. < Rp b. Rp Rp c. > Rp

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyatnya. Menurut Tjiptoherijanto (2000) mobilitas penduduk

Determinan Ketahanan Dan Kerentanan Pangan Pada Wilayah Lahan Sub Optimal Di Provinsi Sumatera Selatan

STUDI EVALUASI DAN PENGEMBANGAN JARINGAN DISTRIBUSI AIR BERSIH PDAM KOTA MALANG PADA KECAMATAN KEDUNGKANDANG

URBANISASI, INDUSTRIALISASI, PENDAPATAN, DAN PENDIDIKAN DI INDONESIA Oleh : Al Muizzuddin Fazaalloh 1

PENDAHULUAN 1. Executive Summary

Better Prepared And Ready to Help

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pendahuluan. 0 Analisis interaksi antarvariabel 0 Interdependence 0 Deteksi multikolinearitas

ANALISIS KETAHANAN PANGAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KETAHANAN PANGAN DI KECAMATAN KUALA CENAKU KABUPATEN INDRAGIRI HULU

KEARIFAN LOKAL DALAM METODE PENGUKURAN KETAHANAN PANGAN (LOCAL WISDOM OF MEASUREMENT FOOD SECURITY METHOD)

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Tentunya, sumber daya yang beragam harus dikelola secara optimal agar dapat

ANALISIS KETAHANAN PANGAN REGIONALTINGKAT DESA SENTRA PERTANIAN DAN PERIKANAN DI KABUPATEN BANYUWANGI SKRIPSI

INDIKATOR KEBERHASILAN PEMBANGUNAN. Minggu 13

WALIKOTA BATU KEPUTUSAN WALIKOTA BATU

Transkripsi:

AGRISE Volume XV No. 2 Bulan Mei 2015 ISSN: 1412-1425 INDIKATOR DAN PENILAIAN TINGKAT KERAWANAN PANGAN KELURAHAN UNTUK DAERAH PERKOTAAN (INDICATOR AND ASSESSMENT OF VILLAGE FOOD INSECURITY LEVEL FOR URBAN AREA) Nuhfil Hanani 1, Sujarwo 1, dan Rosihan Asmara 1 1 Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya ABSTRACT The aim of this research was to develop food insecurity indicators of village level. The research activities consist of two phases namely: (1) to develop indicators of food insecurity in urban area, and (2) to asses food insecurity in village level. This study was conducted in East Java by taking samples of Malang City, Pasuruan City and Batu City. Indicators of food insecurity level was selected by using Factor Analysis with extraction method Principal Component Analysis (PCA). The analysis of food insecurity using composite index was analysed with Reference Based Analysis (RBA). Indicators of food insecurity that is suitable and available to analyze village food insecurity are: the consumption and availability of domestic food (%), existence of local shop, the average of family size (%), unemployment (%), the poor (%), infant mortality (IMR), population does not acces clean water (%), underweigth (%), population with less than primary education (%). There is no city which has villages with insecure condition and urgently condition of food insecurity, but average food insecurity category. Indicators which became the cause of village food insecurity status are unemployment, poverty and infant mortality rate (IMR). Keywords : indicator, food insecurity, urban area, village, principal component analysis. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menyusun indikator kerawanan pangan tingkat kelurahan. Kegiatan penelitian terdiri dari 2 tahap, yaitu: (1) menyusun indikator kerawanan pangan daerah perkotaan tingkat kelurahan, dan (2) menilai tingkat kerawanan pangan kelurahan. Penelitian dilakukan di Jawa Timur dengan mengambil sampel kota Malang, Pasuruan dan Batu. Seleksi indikator kerawanan pangan tingkat kelurahan dilakukan menggunaan Analisis Faktor dengan metode ekstraksi Principal Components Analysis (PCA). Analisis kerawanan pangan menggunakan indeks komposit dari seluruh indikator dengan menggunakan References Based Analysis (RBA). Indikator kerawanan pangan yang sesuai dan tersedia untuk menganalisis kerawanan pangan kelurahan adalah: konsumsi dan ketersediaan pangan domestik (%), keberadaan toko-toko pracangan/klontong, rata-rata ukuran rumah tangga (%), penduduk tidak bekerja/pengangguran (%), penduduk miskin (%), kematian bayi (IMR) (perseribu), penduduk tidak akses air bersih (%), balita gizi kurang (%), penduduk dengan pendidikan kurang dari SD (%). Tidak ada kota yang memiliki kelurahan dengan kategori rawan atau sangat rawan, yang ada adalah agak rawan. Indikator yang menjadi

102 AGRISE Volume XV, No. 2, Bulan Mei 2015 penyebab rendahnya status ketahanan pangan tingkat kelurahan adalah jumlah pengangguran, kemiskinan dan IMR. Kata kunci: indikator, kerawanan pangan, perkotaan, kelurahan, principal component analysis I. PENDAHULUAN Perwujudan ketahanan pangan nasional dimulai dari pemenuhan pangan di wilayah terkecil yaitu desa dan kelurahan. Oleh karena itu tantangan untuk mengurangi permasalahanpermasalahan dalam setiap aspek ketahanan pangan di masyarakat sampai pada tingkat desa dan kelurahan membutuhkan pemantauan yang berkesinambungan. Pertumbuhan penduduk dan meningkatnya urbanisasi merupakan tantangan pada masa mendatang. Penduduk dunia yang tinggal di kota diperkirakan pada tahun 2025 meningkat menjadi 65 % (Nugent, 2000). Keadaan ini akan menimbulkan permasalahan tentang infrastruktur publik, tempat tinggal, tenaga kerja, kerawanan pangan serta permasalahan lingkungan dan sanitasi. Oleh karena itu usaha yang perlu dikembangkan adalah (a) peningkatan ketahanan pangan, (b) pengentasan kemiskinan, peningkatan kesehatan masyarakat, pengendalian lingkungan (Baumgartner and Belevi,2007). Usaha-usaha mencegah permasalahan kerawanan pangan di perkotaan harus dilakukan sedini mungkin. Hal ini dapat dilakukan dengan adanya deteksi dini untuk melihat kondisi kerawanan di daerah perkotaan. Sampai saat ini instrumen deteksi dini untuk menilai kerawanan perkotaan masih belum ada sehingga pengembangan indikator terhadap kerawanan pangan tingkat kelurahan merupakan terobosan baru (inovasi) untuk meningkatkan akurasi penanganan kerawanan pangan di daerah, khususnya kawasan perkotaan. Sebagai langkah pertama penyusunan indikator kerawanan pangan tingkat kelurahan ini adalah perlunya identifikasi titik-titik rawan atas aspek ketahanan pangan sampai tingkat kelurahan. Selanjutnya dari waktu ke waktu pemantauan terhadap kerawanan pangan kota ini dapat diperbaharui untuk mengetahui perubahan-perubahan kondisi ketahanan pangan yang terjadi. Berdasarkan uraian di atas maka sangat penting dilakukan deteksi kerawanan pangan sampai pada tingkat kelurahan. Hal ini akan berimplikasi pada semakin cepatnya penanganan kerawanan pangan sampai tingkat kelurahan sehingga mengurangi dampak negatif yang dapat ditimbulkannya. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun suatu instrumen deteksi dini kondisi kerawanan di daerah perkotaan, dengan tujuan spesifik: (1) menyusun indikator kerawanan pangan tingkat kelurahan di wilayah kota, dan (2) menyusun penilaian kerawanan pangan di wilayah kota pada tingkat kelurahan berdasarkan pada indikator-indikator ketahanan pangan yang sesuai. II. METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Jawa Timur dengan mengambil sampel kota Malang, Pasuruan dan Batu. Seluruh kelurahan pada ketiga kota tersebut menjadi sampel penelitian ini. Kegiatan ini diawali dengan identifikasi indikator potensial untuk menggambarkan tingkat ketahanan pangan wilayah. Sumberdata yang dapat digunakan adalah monografi kelurahan, potensi kelurahan, kecamatan dalam angka dan sumber-sumber lainnya dari instansi terkait.

Nuhfil Hanani Indikator dan Penilaian Tingkat Kerawanan Pangan Kelurahan... 103 Metode Analisis Penelitian ini menggunakan alat analisis faktor untuk memperoleh indikator kerawanan pangan daerah perkotaan. Kelurahan yang menjadi sampel sebanyak 115 kelurahan yang berada di Kota Malang, Pasuruan dan Batu. Secara matematis model analisis faktor adalah sebagai berikut: Dimana: X F m 1 A F A F A F... A i1 A i1...a im V i U i m X i 1 i2 2 i3 3 im F m V U = faktor umum (common factor) = faktor loading (koefisien multiple regression) dari variabel ke i pada faktor umum ke i = standarisasi koefisien regresi dari faktor khusus ke i = faktor khusus dari variabel ke-i = jumlah faktor umum = variabel standar ke i Mekanisme Penilaian Kerawanan Pangan Tingkat Kelurahan Prosedur atau mekanisme penilaian indikator dan kompositnya dapat dilakukan melalui pengklasifikasian tiap-tiap indikator ke dalam 6 (enam) tingkatan kerawanan pangan. Pengklasifikasian ini dilakukan dengan menggunakan interval penilaian pada masing-masing indikator. Penilaian pada aspek ketahanan pangan yaitu ketersediaan, akses dan mata pencaharian, kesehatan dan gizi serta kerentanan pangan dilakukan dengan membuat rata-rata atas penilaian indikator. Penilaian kesimpulan akhir tentang tingkat ketahanan pangan dengan cara membuat penilaian komposit. Nilai komposit diperoleh dengan menghitung total nilai indikator utama dibagi dengan jumlah indikator. Dirumuskan: n Skor X i i=1 Komposit = n Penilaian per indikator juga mendasarkan pada klasifikasi penilaian komposit sebagai berikut : Sangat rawan > = 0.80 Rawan > 0.64 0.80 Agak Rawan > 0.48 0.64 Cukup Tahan > 0.32 0.48 Tahan > 0.16 0.32 Sangat Tahan <= 0.16 Pengukuran yang telah dihasilkan, kemudian dilakukan pemetaan atas hasil pengukuran sedemikian hingga didapatkan informasi kerawanan pangan wilayah kota di lokasi terpilih di Propinsi Jawa Timur. Pemetaan kerawanan pangan di lokasi yang terpilih dilakukan melalui pemetaan secara spatial dengan bantuan software MapInfo. i i III. HASIL DAN PEMBAHASAN Seleksi Indikator Kerawanan Pangan Tingkat Kelurahan Sebelum dilakukan analisis data, perlu dilakukan standarisasi data. Hal ini dikarenakan satuan data yang digunakan sangat bervariasi. Sebagai contoh ada beberapa variabel (data) yang menggunakan satuan ratusan namun ada variabel (data) yang

104 AGRISE Volume XV, No. 2, Bulan Mei 2015 menggunakan satuan desimal (dibawah satu). Perbedaan yang sangat mencolok akan menyebabkan bias dalam analisis faktor, sehingga data asli harus ditransformasi (standarisasi) sebelum bisa dianalisis. Tabel 1.Statistik Deskriptif Indikator Ketahanan Pangan Indikator N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Konsumsi normative 24.50 52.40 9.0954 12.69828 Jumlah toko 24.10.79.2771.18028 Jumlah KK miskin 24 15.09 44.35 29.2125 7.93853 RT tidak akses listrik 24.00.00.0000.00000 RT tdk akses air bersih 24.17 48.04 10.5883 10.86099 RT berumah bamboo 24 1.20 3.43 2.2750.63118 Penduduk tdk tamat SD 24.00 62.47 19.9404 17.15136 Jumlah pengangguran 24 4.26 16.76 9.2258 3.48186 Rasio pelayanan tng 24.02.17.0888.03768 Medis Jumlah POSYANDU 24.40 1.25.8367.25144 Balita Krng Gizi 24.51 3.91 1.4538.86314 Penduduk Buta huruf 24 3.19 5.75 4.5667.93628 IMR 24.00 5.22 1.0108 1.20120 Jumlah buruh 24.00.00.0000.00000 Sarana kesehatan 24.00 25.00 4.5417 6.12890 Ukuran RT 24.00 36.36 6.8629 9.26060 Frekuensi bencana 24.00.00.0000.00000 Lahan tdk teririgasi 24.00 94.79 51.7121 31.20058 Valid N (listwise) 24 Sumber: Data Sekunder, Diolah Tabel 1. terlihat bahwa ada 3 variabel yang mempunyai standard deviation dengan nilai nol (0) yaitu variabel RT tidak akses listrik, jumlah buruh dan frekuensi bencana. Hal ini berarti bahwa ketiga variabel tersebut tidak layak untuk dimasukkan dalam analisis selanjutnya sehingga harus dikeluarkan dalam model. Berdasarkan nilai eigenvalues, indikator yang terpilih dalam model untuk dijadikan sebagai penjelas kerawanan pangan kota disajikan dalam Tabel 2.

Nuhfil Hanani Indikator dan Penilaian Tingkat Kerawanan Pangan Kelurahan... 105 Tabel 2. Nilai Eigenvalues Indikator Kerawanan Pangan Kelurahan Extraction Sums of Squared Rotation Sums of Squared Initial Eigenvalues Loadings Loadings % of % of Cumula % of Cumulative % tive % Cumula- Total Total Total Variance Variance -tive % Variance Componen t 1 2.773 34.666 34.666 2.773 34.666 34.666 2.471 30.884 30.884 2 1.664 20.804 55.469 1.664 20.804 55.469 1.872 23.403 54.286 3 1.061 13.263 68.732 1.061 13.263 68.732 1.156 14.446 68.732 4.952 11.894 80.626 5.756 9.453 90.079 6.427 5.335 95.414 7.357 4.458 99.872 8.010.128 100.000 Tabel 2. menunjukkan terdapat 8 indikator yang dapat dijadikan sebagai penentuan kerawanan pangan kelurahan dengan varian yang terjelaskan sebesar 68.73%. Hasil analisis menujukkan terdapat 8 indikator yang layak secara statistik untuk penilaian kerawanan pangan kelurahan. Variabel IMR sebenarnya sudah diekstraksi karena nilai MSAnya lebih kecil dari 0,5 namun karena sangat pentingnya variabel IMR sebagai pendeteksi kinerja ketahanan pangan maka variabel IMR dimasukkan kembali dalam analisis ini. IMR menunjukkan outcome dari kebijakan ketahanan pangan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kondisi ketahanan pangan di tingkat kelurahan (Kota) adalah sebagai berikut: 1. Persen rasio konsumsi dan ketersediaan pangan domestik (X1) 2. Keberadaan toko-toko pracangan/klontong (X2) 3. Rata-rata ukuran rumah tangga (X3) 4. Persen penduduk tidak bekerja/pengangguran (X4) 5. Persen penduduk miskin (X5) 6. Kematian bayi (IMR) (X6) 7. Persen Penduduk Tidak Akses Air bersih (X7) 8. Persen Balita Gizi Kurang (X8) 9. Persen penduduk dengan pendidikan kurang dari SD (X9). Penilaian Tingkat kerawanan Pangan Kelurahan Berdasarkan sembilan indikator yang terpilih, maka selanjutnya dilakukan penilaian terhadap tingkat kerawanan pangan kelurahan di ketiga kota. Hasil penilaian indikator komposit pada seluruh kelurahan disajikan dalam Tabel 3. Hasil pemetaan indikator komposit disajikan pada Lampiran.

106 AGRISE Volume XV, No. 2, Bulan Mei 2015 Tabel 3. Tingkat Kerawanan Pangan Di Lokasi Penelitian Kota Malang Kota Pasuruan Kota Batu No. Status Jumlah Kelurahan Prosentase (%) Jumlah Kelurahan Prosentase (%) Jumlah Kelurahan Prosentase (%) 1 Sangat Rawan 0 0.00 0 0.00 0 0.00 2 Rawan 0 0.00 0 0.00 0 0.00 3 Agak Rawan 3 5.26 2 5.88 1 4.35 4 Cukup Tahan 24 42.11 11 32.35 12 47.83 5 Tahan 28 49.12 18 52.94 10 43.48 6 Sangat Tahan 2 3.51 3 8.82 1 4.35 Total 57 100.00 34 100.00 24 100.00 Tabel 3 memperlihatkan bahwa dari seluruh kota sampel yaitu Malang, Pasuruan dan Batu, tidak ada satupun yang memiliki kelurahan dengan kondisi rawan pangan. Status kerawanan pangan yang paling rendah yang dimiliki oleh masing-masing kota adalah agak rawan (dalam peta ditunjukkan dengan warna kuning) dengan persentase kurang dari 6 %. Kelurahan-kelurahan yang berstatus agak rawan di ketiga kota tersebut, umumnya disebabkan oleh tingginya indek untuk indikator ketersediaan pangan domestik, pengangguran, kemiskinan dan IMR. Daerah perkotaan identik dengan rendahnya areal pertanian sehingga ketersediaan pangan secara domestik tidak dapat diandalkan. Aspek ketersediaan pangan di daerah perkotaan diperoleh melalui impor dari daerah lain yang dijual di toko-toko bahan pangan. Ketersediaan pangan daerah perkotaan ditunjukkan dengan jumlah toko bahan pangan yang dapat dijangkau oleh masyarakat. Aspek akses pangan sangat penting bagi daerah perkotaan yang tidak memiliki ketersediaan pangan domestik. Masyarakat perkotaan dapat mengakses pangan dengan baik apabila memiliki pendapatan yang cukup untuk membeli semua kebutuhannya. Pengangguran dan kemiskinan menjadi dua indikator penting dalam akses pangan dan pada ketiga kota sampel, kelurahan yang memiliki status agak rawan pangan adalah kelurahan dengan tingkat pengangguran dan kemiskinan yang tinggi. Dampak selanjutnya dari rendahnya terhadap akses pangan adalah tingkat kematian bayi menjadi relatif tinggi. Secara umum, tingkat ketahanan pangan di ketiga kota sampel relatif baik, yang ditunjukkan dari tingginya proporsi kelurahan yang berada pada status tahan dan sangat tahan, yakni lebih dari 50% (dalam peta ditunjukkan dengan warna hijau). Jika dibandingkan pada ketiga kota sampel, Kota Pasuruan memiliki kondisi ketahanan pangan yang lebih baik. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya jumlah kelurahan yang berstatus tahan dan sangat tahan (62%). IV. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Indikator kerawanan pangan yang sesuai dan tersedia untuk menganalisis kerawanan pangan tingkat kota adalah sebagai berikut; konsumsi dan ketersediaan pangan domestik (%), keberadaan toko-toko pracangan/klontong (rasio), rata-rata ukuran rumah tangga (persen), penduduk tidak bekerja/pengangguran (%), penduduk miskin (%), ematian bayi (IMR) (perseribu), Penduduk tidak akses air bersih (%), balita gizi kurang (%), penduduk dengan pendidikan kurang dari SD (%)

Nuhfil Hanani Indikator dan Penilaian Tingkat Kerawanan Pangan Kelurahan... 107 2. Hasil penilaian dan pemetaan indikator kerawanan pangan tingkat kelurahan di Kota Malang, Pasuruan dan Batu menunjukkan bahkwa tidak terdapat kelurahan dengan katagori rawan pangan dan sangat rawan, dan kurang dari 10 persen dalam kategori agak rawan pangan. Indikator-indikator yang menjadi penyebab status agak rawan pada kelurahan-kelurahan di ketiga kota sampel adalah: pengangguran, kemiskinan dan IMR. Saran 1. Perlu adanya pengujian kembali indikator kerawanan pangan tingkat kelurahan pada daerah luar Jawa. 2. Program-program penciptaan lapangan kerja dan penguatan kapasitas ekonomi masyarakat perkotaan sangat diperlukan untuk meningkatkan akses terhadap pangan bergizi. 3. Perlu ditindak lanjuti dalam pembuatan software indikator kerawanan pangan kelurahan sehingga dapat digunakan oleh pemerinta kota. DAFTAR PUSTAKA Ariani, M, H.P. Saliem, S.H. Suhartini, Wahida dan H. Supriadi. 2000. Analisis Kebijaksanaan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Berpendapatan Rendah. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Burniaux, J.M, J. P. Martin dan F. Delome. Economy-Wide Effects of Agricultural Policy in OECD Countries. Dalam Goldin, I. Dan Knudsen. 1990. Agriculture Trade Liberalization : Implications for Developing Countries. Organization foe Economic Co-operation and Development. World Bank. FAO, 2003. Proceedings. Measurement and Assessment of Food Devrivation and Undernutrion. International Scientific Symposium. Rome, 26-28 Juni 2002. Handewi R. 2004. Identifikasi Wilayah Rawan Pangan di Propinsi D.I.Yogyakartya. I CASERD WORKING PAPER No. 36. Rachman, P.S., 2003. Sistim Jaringan Deteksi Dini Wilayah Rawan Pangan Dalam Upaya Pemantapan Ketahanan Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor.

108 AGRISE Volume XV, No. 2, Bulan Mei 2015 LAMPIRAN 1. Gambar Peta Komposit Kota Malang MERJOSARI TUNGGULWULUNG TLOGOMAS KARANG BESUKI TASIKMADU MOJOLANGU DINOYO JATIMULYO TUNJUNGSEKAR TULUSREJO BALEARJOSARI POLOWIJEN ARJOSARI PURWODADI BLIMBING KETAWANGGEDE PANDANWANGI PENANGGUNGAN SUMBERSARI LOWOKWARU PURWANTORO RAMPAL SAMAAN CELAKET BUNULREJO GADINGKASRI ORO-ORO DOWO PISANG CANDI KLOJEN KSATRIAN SAWOJAJAR BARENG KAUMAN KIDUL DALEM POLEHAN BANDULAN TANJUNGREJO SUKOHARJO JODIPAN MADYOPURO KASIN LESANPURO MULYOREJO SUKUN KOTALAMA CEMOROKANDANG CIPTOMULYO MERGOSONO KEDUNG KANDANG BANDUNGREJOSARI BAKALAN KRAJAN GADANG BUMIAYU KEBONSARI BURING WONOKOYO KODYA_MALANG by Komposit 0.8 to 1 (0) 0.64 to 0.8 (0) 0.48 to 0.64 (3) 0.32 to 0.48 (22) 0.16 to 0.32 (30) 0 to 0.16 (2) TLOGOWARU ARJOWINANGUN 2. Peta Komposit Kota Pasuruan KARANGKETUG GADINGREJO TAMBAAN PANGGUNGREJO NGEMPLAKREJO TRAJENG MANDARANREJO RANDUSARI PETAHUNAN GENTONG SEBANI KARANGANYAR MAYANGAN BANGILAN KEBONSARI KANDANGSAPI BUGULLOR TAPAAN KEPEL KRAPYAKREJO PURWOREJO PEKUNCEN BLANDONGAN BUKIR KEBONAGUNG BUGULKIDUL PETAMANAN PURUTREJO POHJENTREK KRAMPYANGAN WIROGUNAN TEMBOKREJO SEKARGADUNG BAKALAN KODYA_PASURUAN by Komposit 0.8 to 1 (0) 0.64 to 0.8 (0) 0.48 to 0.64 (2) 0.32 to 0.48 (11) 0.16 to 0.32 (18) 0 to 0.16 (3)

Nuhfil Hanani Indikator dan Penilaian Tingkat Kerawanan Pangan Kelurahan... 109 3. Gambar Peta Komposit Kota Batu TULUNGREJO SUMBERGONDO SUMBERBRANTAS BULUKERTO PUNTEN GUNUNGSARI SUMBEREJO BUMIAJI PANDANREJO GIRIPURNO SIDOMULYO SISIR SONGGOKERTO NGAGLIK TEMAS TORONGREJO BEJI ORO-ORO OMBO PESANGGRAHAN MOJOREJO PENDEM DADAPREJO JUNREJO TLEKUNG KODYA_BATU by Komposit 0.8 to 1 (0) 0.64 to 0.8 (0) 0.48 to 0.64 (1) 0.32 to 0.48 (11) 0.16 to 0.32 (10) 0 to 0.16 (1) all others (1)